Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GINEKOLOGI KISTA OVARIUM

Disusun Oleh :
HASAN MUAFFA
NIM : 2021207209093

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROFESI (NERS)
2020/ 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KISTA OVARIUM

A. DEFINISI
1. Pengertian
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi
air, dapat tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam
(Jacoeb, 2007).

Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat


dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair
(Sumadi, 2006).

Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang


terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini
dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan
terluar dari ovarium (Agusfarly, 2008).

Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang


berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti
kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat
bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi.
(Lowdermil, dkk. 2005).

2. Jenis - Jenis Kista Ovarium


Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan
hormon esterogen dan progresterone diantaranya adalah :
a) Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari
permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks.
b) Kista fungsional
 Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang
menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang
direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus
menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche
kurang dari 12 tahun.
 Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya
sekresi progesterone setelah ovulasi.
 Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya
kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
 Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan
kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
c) Kista neoplasma
d) Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma
serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan
cairan dalam kista.
e) Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti,
mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I
elemen mengalahkan elemen yang lain
f) Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan
ovarium (Germinal ovarium).
g) Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada
hubungannya dengan endometroid.
h) Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses
patogenesis

B. ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah
yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe
kista ovarium,tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak
ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel
ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang
normal terdapat dalam ovarium. Padakeadaan normal, folikel yang berisi
sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasiuntuk melepaskan sel
telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga
menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista.Cairan
yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibatdari
perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada
beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh
seperti rambut dan gigi.Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.

C. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan
pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple
dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik
gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang
pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi
yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi
ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau
terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi
ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan
tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista
jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan
mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik,
termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ
cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel
yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal,
endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik.
Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel
dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam
sonogram.
Pathway

D. TANDA DAN GEJALA


Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau
hanya sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang
berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam.
Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena
mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis,
radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius.
Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista
ovarium :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
5. Nyeri sanggam.
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat
hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan


kesehatan segera:
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah

Kista Ovarium
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan
pemeriksaan:

1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer)
digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi
tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor.
Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk
memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan
menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan
cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
 Laparoskopi 
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis
dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar)
dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista
atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
 Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
2.  CT-Scan 
Akan didapat massa kistik berdinding tipis yang memberikan
penyangatan kontras pada dindingnya.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) 
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus
dibandingkan dengan CT-scan, serta ketelitian dalam mengidentifikasi
lemak dan produk darah. CT-scan dapat memberikan petunjuk tentang
organ asal dari massa yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam
beberapa/banyak kasus. USG dan MRI jauh lebih baik dalam
mengidentifikasi kista ovarium dan massa/tumor pelvis dibandingkan
dengan CT-scan. 

4.  CA-125 
Dokter juga memeriksa kadar protein di dalam darah
yang disebut CA-125. Kadar CA-125 juga meningkat pada perempuan
subur, meskipun tidak ada proses keganasan. Tahap pemeriksaan CA-
125 biasanya dilakukan pada perempuan yang berisiko terjadi proses
keganasan.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan kiste ovarii yang besar biasanya adalah pengangkatan
melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari 5 cm dan
tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat,
kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kiste. 
Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan
perawatan pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intraabdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kiste yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat, komplikasi ini dapat dicegah dengan
pemakaian gurita abdomen yang ketat.

1) Proses Penyembuhan Luka


Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka
adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut
waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi
jaringan.

Fase-fase penyembuhan luka antara lain :


1. Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak
terbentuk fibrin yang menumpuk mengisi luka dari benang
fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan
membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka
dijahit akan menahan jahitan dengan baik.
2. Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai
menghilang dan ceruk mulai kolagen serabut protein putih
semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu,
jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah.
Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam
6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada
tempat dan liasanya bedah.

3. Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah
baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti
berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua
hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak
menggunakan otot yang terkena.

4. Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien
akan mengeluh, gatal disekitar luka, walau kolagen terus
menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila
luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan
luka dan akan terjadi ceruk yang berlapis putih.

2) Komplikasi
Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab
atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun.
Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan
pada wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan
skrining atau deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kanker
ovarium. Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan
kontrasepsi oral terutama yang berfungsi menekan terjadinya
ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur menggunakan
metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada
siklus menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan
lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.

3) Pengertian  Perioperasi
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan
yang dimulai pre operasi (pre bedah), intra operasi (bedah), dan
post operasi (pasca bedah). Pre bedah merupakan masa sebelum
dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan
pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intra
bedah merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer ke
meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Pasca bedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang
dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir
sampai evaluasi selanjutnya.

a) Jenis-Jenis Operasi (Pembedahan)


1. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi
menjadi bedah toraks kardiovaskuler, bedah neurologi,
bedah ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher,
bedah digestif, dan lain-lain.
2. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Tujuan
Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi
menjadi :
 Pembedahan diagnosis, ditunjukan untuk
menentukan sebab terjadinya gejala penyakit
seperti biopsy, eksplorasi, dan
laparotomi.2Pembedahan kuratif, dilakukan
untuk mengambil bagian dari penyakit.
Misalnya pembendahan apendektomi.
 Pembedahan restoratif, dilakukan untuk
memperbaiki deformitas, menyambung
daerah yang terpisah.
 Pembedahan paliatif, dilakukan untuk
mengurangi gejala tanpa menyembuhkan
penyakit.
 Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk
memperbaiki bentuk dalam tubuh seperti
rhinoplasti.

4) Anastesia
Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga
menyebabkan hilang rasa pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk
penghilang rasa sakit ketika dilakukan tindakan pembedahan.  Hal
yang perlu diperhatikan yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan
jenis pembedahan atau operasi kecil/besar sesuai waktu yang
dibutuhkan selama operasi dilakukan.Jenis-jenis anestesiayaitu : 
a) Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat
kesadaran otak dengan menghilangkan kesadaran,
menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada umumnya,
metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena.
b) Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih
dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses
konduktivitas pada ujung atau serabut saraf sensoris di
bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya
hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang
digunakan adalah melakukan blok saraf, memblok regional
intravena  dengan torniquet, blok daerah spinal, dan melalui
epidural.
c) Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls
saraf pada daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien
dalam keadaan sadar. Metode yang digunakan adalah
infiltrasi atau topikal.
d) Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran
menjadi pasif secara artifisial sehingga terjadi peningkatan
ketaatan pada saran atau perintah serta untuk mengurangi 
kesadaran sehingga perhatian menjadi terbatas. Metode
yang digunakan adalah hipnotis.
e) Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok
rangsangan nyeri dengan merangsang keluarnya endorfin
tanpa menghilangkan kesadaran. Metode yang banyak
digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode pada
permukaan kulit.
5) Persiapan Dan Perawatan Pre Operasi 
Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum
dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan
pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. 
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan
tentang persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas
pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent
yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan
yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidak tahuan
klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga
rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.
1. Rencana tindakan 
Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup
penjelasan mengenai berbagai informasi dalam tindakan
pembedahan. Informasi tersebut diantaranya tentang jenis
pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat
khusus yang di perlukan, pengiriman ke kamar bedah,
ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah
bedah.

2. Persiapan diet
Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima
makanan biasa. Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut
dilakukan, pasien tidak diperbolehkan makan. Sedangkan
cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab
makanan dan cairan dalam lambung dapat menyebabkan
aspirasi.

3. Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang
akan dibedah dari mikroorganisme dengan cara menyiram
kulit dengan sabun heksakloforin atau sejenisnya yang
sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat
rambut, maka harus di cukur.

4. Latihan napas dan latihan batuk


Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan pengembangan paru-paru. Pernapasan yang
dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara
berikut:
 Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk
mengembangkan toraks.
 Tempatkan tangan diatas perut.
 Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan
dada mengembang.
 Tahan napas 3 detik.
  Keluarkan napas dengan mulut yang
dimoncongkan.
 Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal
yang sama hingga tiga kali setelah napas terakhir,
batukkan untuk mengeluarkan lendir.
 Istirahat.

5. Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah
dampak tromboflebitis. Latihan kaki yang dianjurkan antara
lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan
mengencangkan glutea. Latihan memompa otot dapat
dilakukan dengan mengontraksi otot betis dan paha,
kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh
kaki. Latihan quadrisep dapat dilakukan dengan
membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur,
kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mengangkat
tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi
hingga lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat
dilakukan dengan menekan otot pantat, kemudian coba
gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi
hingga lima kali.

6. Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi
sirkulasi, mencegah dekubitus, merangsang peristaltik, serta
mengurangi adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien
harus mampu menggunakan alat di tempat tidur, seperti
menggunakan penghalang  agar bsa memutar badan,
melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser
pasiem ke sisi tempat tidur. Melatih duduk diawali dengan
tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki
menggantung di sisi tempat tidur.

7. Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan
yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan bedah adalah:
 Cek identitas pasien.
 Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat
mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan lain-lain.
 Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian
sirkulasi
 Lepaskan kontak lensa.
 Lepaskan protesis.
 Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika
pasien tidak dapat mendengar.
 Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung
kemih.
 Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko
terjadi tromboflebitis.

6) Persiapan Dan Perawatan Intra Operasi


Intra operasi (bedah) merupakan masa pembedaahan
dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir saat pasien
dibawa ke ruang pemulihan.
Hal yang perlu di dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi
pasien. Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan
mencakup aspek pemantauan fisiologis perubahan tanda vital,
sistem kardiovaskular, keseimbangan cairan, dan pernafasan.
Selain itu lakukan pengkajian terhadap tim, dan instrumen
pembedahan, serta anestesia yang diberikan.Rencana tindakan:
1. Penggunaan baju seragam bedah.
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan
harapan dapat mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu
dilakukan dengan berprinsip bahwa semua baju dari luar harus
diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju harus
dimasukkan ke dalam celana atau harus menutupi pinggang
untuk mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup
kepala, masker, sarung tangan, dan celemek steril.

2. Mencuci tangan sebelum pembedahan.

2. Menerima pasien di daerah bedah.


Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan
pemeriksaan ulang di ruang penerimaan untuk mengecek
kembali nama, bedah apa yang akan dilakukan, nomor status
registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium dan X-ray,
persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan
golongan darah, alat protesis, dan lain-lain.

4. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.


Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang,
telungkup, trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan
dengan jenis operasi yang akan dilakukan.

5. Pembersihan dan persiapan kulit.


Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah
yang akan dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta
mengurangi adanya mikroba. Bahan yang digunakan dalam
membersihkan kulit ini harus memiliki spektrum khasiat,
kecepatan khasiat, potensi yang baik dan tidak menurun
apabila terdapat kadar alkhohol, sabun deterjen, atau bahan
organik lainnya.
6. Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan
duk steril agar tetap sterilnya di daerah seputar bedah dan
mencegah berpindahnya mikroorganisme antara daerah steril
dan tidak.
7. Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai
macam, antara lain anestesia umum, inhalasi atau intravena,
anestesia regional, dan anestesia lokal.
8. Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan
pembedahan sesuai dengan ketentuan embedahan.

7) Persiapan Dan Perawatan Post Operasi


Post Operasi (pasca bedah) merupakan masa setelah
dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Setelah tindakan pembedahan (pra oprasi), beberapa hal yang perlu
dikaji diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas,
sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan
elektrolit,  kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan
sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan dalam pembedahan.
Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi..
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan
mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini.
Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien.
Memperhatikan hal ini, asuhan  postoperasi  sama pentingnya
dengan prosedur pembedahan itu sendiri

a. Faktor yang Berpengaruh Postoperasi : 


1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan
mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan
pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal
kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan
pemberian caiaran plasma ekspander.\
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk
mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya.
Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu
drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait
dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cair
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran
klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi
lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru
kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan
juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan,
disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien
pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri
biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi
keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait
dengan agen pemblok nyerinya. 

b. Tindakan:
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa
nyeri dapatdilakukan manajemen  luka. Amati kondisi luka
operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan
luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Kemudian 
memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C.
Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen
dan mempertahankan integritas dinding kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan
napas, tarik napas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu
tahan napas selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula
dilakukan dengan menarik napas melalui hidung dan
menggunakan diafragma, kemudian napas dikeluarkan secara
perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang
berisiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk
terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk
guna untuk memperlancar vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan
memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan
output , serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan
dan output, serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini,  dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan
juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali
fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat
otot sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara 
terapeutik.
8. Discharge Planning. Merencanakan  kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang
hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.   Ada 2 macam discharge
planning :
1) Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge
planing yang diberikan kepada klien (sebagai
dokumentasi)
2) Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti
pasien dan lebih detail.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendididkan, pekerjaan,
agama dan alamat, diagnose medis serta data penanggung jawab.
Merupakan tumor paling banyak pada wanita usia 20 – 40 th.

2. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa dan masa
di daerah abdomen, mual, perdarahan.
1) Riwayat penyakit dahulu.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi
kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang, seperti
pernah mengalami kanker atau tumor pada orang lain.
1) Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan data yang diperlikan untuk mengetahui kondisi
kesehatan klien saat ini. Keluhan yang dirasakan klien post operasi
biasanya nyeri sebagai efek dari pembedahan seperti : cemas,
gangguan aktifitas, dan gangguan nutrisi.

3. Riwayat kesehatan keluarga.


Apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit sepeerti yang
diderita klien, dan untuk menentukan apakah ada penyebab
herediter atau tidak.

4. Riwayat perkawinan 
Jumlah perkawinan dan lama perkawinan merupakan salah satu
factor presdiposisi terjadinya tumor ovarium.

5. Riwayat kehamilan dan persalinan.


Dengan kehamilan dan persalinan atau tidak, hal ini mempengaruhi
untuk tumbuh atau tidaknya suatu tumor ovarium.

6. Riwayat mestruasi
Klien dengan tumor ovarium kadang – kadang terjadi
digumenorhea dan bahkan sampai amenorrhea.

7. Pemeriksaan fisik 
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstermitas bawah secara
sistematis
a) Kepala
 Hygine rambut
 Keadaan rambut

b) Mata
 Sklera : ikterik atau tidak
 Konjungtiva : anemis atau tidak
 Mata : simetris atau tidak
a) Leher
 Ada atau tidak pembengkakan kelenjar tyroid
 Ada atau tidaknya tekanan ven ajugularis 

a) Dada
 Pernafasan
 Jenis pernafasan
 Bunyi nafas
 Penarikan sela iga

a) Abdomen 
 Nyeri tekan pada abdomen
 Teraba masa pada abdomen

a) Ekstermitas 
 Nyeri pada saat beraktifitas
 Tidak ada kelmahan

a) Eliminasi, Urinasi 
 Adanya konstipasi
 Susah BAK

8. Data Sosial Ekonomi


Tumor ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun
sebelum menopause.

9. Data Spiritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai denagn
kepercayaannya.

10. Data Psikologis


Klien dengan post operasi tumor ovarium mengalami cemas
terhadap segala hal yang terjadi mengenai penyakitnya misalnya
cemas akan perawatan luka bekas operasi karena kurang
pengetahuan klien. 

11. Pola kebiasaan sehari – hari


Biasanya klien dengan tumor ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri.

b. Diagnosa Keperawatan 

1. Pre Oprerasi
a) Nyeri b/d agens cedera 
b) ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan 
c) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan b/d kurangnya informasi

2. Post Operasi 
a) Resiko perdarahan b.d Faktor Risiko
b) Nyeri Akut b.d Agen Cedera (luka post operasi)
c) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum
c. INTERVENSI KEPERAWATAN POST OPERASI

NO  DIAGNOSA TUJUAN NOC  PERENCENAA


KEPERAWATAN N NIC

1.  Resiko perdarahan Setalah dilakukan  Monitor ketat


 Koagulopati tindakan keperawatan tanda-tanda 
 Efek samping terkait selama 3x7 jam perdarahan
kehamilan(mis.pemb diharapkan kriteria hasil  Catat nilai Hb
edahan)  Tidak ada dan Ht 
 Riwayat jatuh hematuria dan sebelum dan
 Gangguan hematemesis sesudah 
gastrointestinal(peny  Kehilangan terjadinya
akit ulkus lambung) darah yng perdarahan
terlihat   Monitor TTV
 Tekanan darah  Pertahankan bed
dalam batas rest
normal sistol  selama 
dan diastole perdarahan aktif
 Tidak ada  Kolaborasi dalam
perdarahan pemberian 
pervagina produk darah
 Tidak ada (platelet atau
distensi fresh
abdominalis frozenplasma)
 Hemoglobindan  Lindungi pasien
hematokrit dari trauma
dalam batas  yang dapat 
normal menyebabkan
 Trauma  perdarahan 

2.  Nyeri Akut b.d Agen Cedera Setelah dilakakukan  Lakukan


(luka post operasi) tindakan keperawatan pengkajian nyeri
selama 3x7 jam  secara
diharapkan nyeri dapat komperensif
teratasi dengan kreteria  Observasi reaksi
hasil: nonverbal
 Mampu Dari
mengontrol ketidaknyamanan
nyeri   Ajarkan teknik
 Melaporkan non
bahwa nyeri Farmakologi
berkurang  Berikan
dengan analgesik untuk
menggunakan mengurangu
manajemen nyeri
nyeri  Tingkatkan
 Mampu istirahat
mengenali nyeri
 Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

3.  Intoleransi aktifitas b.d Setelah dilakukan  Bantu klien


kelemahan umum tindakan keperawatan untuk
selama 3x7 jam mengendentifikas
diharakan kriteria hasil: i aktivitas yang
 Mampu mampu
melakukan dilakukan
aktifitas sehari-  Bantu
hari secara pasien/keluarga
mandiri untuk
 Tanda-tanda mengendifikasi
vital normal kekurangan
 Mampu  dalam
berpindah atau beraktivitas
tampa bantuan  Monitor respon
alat fisik ,sosial 
Dan spritual
DAFTAR PUSTAKA

A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :


EGC.

Jacoeb, T. Z. (2007). Endrokrinologi reproduksi pada wanita edisi ilmu


kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.

Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapus.

Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana. Jakarta:EGC.

Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC).


United States of America:Mosby.

Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America:Mosby.

Suryabrata, Sumadi, 2006. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada

William Helm, C. Ovarian Cysts. 2005. American College of Obstetricians and


Gynecologists ( cited 2005 September 16 ). Available at
http://emedicine.com

Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai