Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA THALASEMIA

DISUSUN OLEH :

Nama : Adelia Triputri Kurnia Ningsih

Nim : PO.71.20.3.19.002

Kelas : IIIA

Dosen Pembimbing : H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN LUBUK LINGGAU


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan pada
Thalasemia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
KMB I . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep
Asuhan Keperawatan pada Thalasemia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak H.Jhon Feri,S.Kep,Ns,M.Kes , yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang saya butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kayuagung, 15 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2

A.  Definisi........................................................................................................2

B. Etiologi.........................................................................................................3

C. Patofisologi...................................................................................................3

D.    Manifestasi Klinis........................................................................................4

E. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................5

F. Penatalaksanaan.............................................................................................5

G. Pencegahan....................................................................................................6

H. Komplikasi....................................................................................................6

BAB III Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................7

A. Pengkajian....................................................................................................7

B.  Diagnosa.......................................................................................................9

C. Rencana keperawatan....................................................................................9

BAB IV PENUTUP.........................................................................................13

A. Kesimpulan.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat herediter, dan diturunkan
secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thoomas
Cooley  ( Cooleys Anemia ) yang didapat diantara keluarga keturunan Italia yang bermukim di
Amerika Serikat. Kata Thalassemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti Laut dan digunakan
pertama kali oleh Whipple dan Bradford pada tahun 1932.

Prevalensi terjadinya thalasemia berbeda – beda untuk tiap ras, ras yang dominan terjadi
thalasemia adalah penduduk China, Malaysia, Indocina, Afrika, Mediterania, Timur Tengah dan
Asia. Dalam perkembangannya ditemukan bahwa thalasemia bukan hanya disebabkan faktor
herediter, tetapi juga disebabkan karena terjadinya mutasi, terutama pada penduduk Timut
Tengah, Afrika dan  Asia. Thalasemia terdiri dari dua jenis yaitu thalasemia alfa dan thalasmia
beta.  Thalasemia Alfa pertama kali dilaporkan secara independen di Amerika Serikat danYunani
pada tahun 1955, dan dikenal sebagai penyakit Hemoglobin  H. Penyakit ini disebabkan keadaan
heterozigot Thalasemia alfa nol ( Alfa 1 ) dan Thalasemia Alfa Plus ( Alfa 2 ). Pada tahun 1958
Jenis kedua dijumpai di RS Bartolomew di London dan disebut Hemoglobin Bart yang
merupakan keadaan homozigot dari thalassemia nol ( Alfa 1 )

Insiden terjadinya penyakit ini cukup tinggi, pada individu kulit hitam,
diperkirakan  satun dari empat ratus orang memderita penyakit ini. Dahulu 25 % kematian
penderita terjadi sebelum berusia 5 tahun, namun dengan pengobatan baru, 85 % orang dengan
gangguan ini dapat hidup sampai usia 20 tahun dan 60 % penderita dapat hidup sampai usia
diatas 50 tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Asuhan Keperawatan pada Thalasemia

2. Bagaimana konsep teoritis Thalasemia

3. Apa itu Asuhan Keperawatan teoritis pada penderita Thalasemia

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Thalasemia.

2. Untuk mengetahui konsep teoritis Thalasemia.

3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan teoritis pada penderita Thalasemia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

         Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif
(Mansjoer, 2000:397).

         Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan


oleh adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan
biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).

         Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia α dan thalassemia β. Namun
berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia terbagi menjadi thalassemia minor, thalassemia mayor
dan thalasemmia intermedia.

Macam-macam Thalasemia

1. Thalasemia beta.
         Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan
dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:

a.   Thalasemia beta mayor.

Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di
dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan
pembawa “ciri”.

Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik
akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang
bervariasi, dan hepatosplenomegali.    

b.   Thalasemia Intermedia dan minor.

Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat
(polisitemia).

2
2. Thalasemia alpa 
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
 

B. ETIOLOGI

Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan


Thalasemia (homozigot).

Thalasemia bersifat primer dan sekunder:

o   Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai


penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.

o    Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.

C. PATOFISIOLOGI

Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa hati.

Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan


absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses
hemolisis. (Mansjoer:2000:497)

Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan
hipokronik.

Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin
A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada
keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan
mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal,
hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.

Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat
pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak
terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak
efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.

3
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan
berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.

Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa.
Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif)
dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan.
Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif
mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.

Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi
defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan
penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)

D. MANIFESTASI KLINIS     

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik,

4
tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang
hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur
patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai,
dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat
sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.
Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan


sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran,
gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).

Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

 Letargi
 Pucat
 Kelemahan
 Anoreksia
 Sesak nafas
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran limpa
 Menipisnya tulang kartilago

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature,
penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
 Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
 Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit.
Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi
yang lebih kasar.
 Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain
Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah
merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.

5
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone
merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal
dan memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda
hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.

G. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot.
Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari
donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50
% dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan
dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

H. KOMPLIKASI

Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat.
Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga
harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa
risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit
Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan
panas.

            Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa
menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit
zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-
mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi
juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi
gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya
terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing
manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi,
ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.

6
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.  Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2   Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3   Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini
mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.  Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh
kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik.
Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.  Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.  Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena
bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.  Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.  Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9.  Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum

7
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak seusianya
yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)   Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4)   Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5)   Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
6)   Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
7)   Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8)   Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
9)   Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
10.  Penegakan diagnosis
a) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran
sebagai berikut:
 Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
 Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
 Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
 Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe
dalam serum tinggi
b) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah
merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah
merah didalam pembuluh darah.
11.  Penatalaksanaan
a) Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b) Perawatan khusus :
 Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
 Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa
terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.

8
 Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
 Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu
ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
 Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16
tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan
sarananya belum memadai.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel


2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive krisis)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan
suplai oksigen.
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak pada
fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.
5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal, penurunan kadar oksigen
, dehidrasi.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel


Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil:
 Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
 Ektremitas hangat
 Warna kulit tidak pucat
 Sclera tidak ikterik
 Bibir tidak kering
 Hb normal 12 – 16 gr%
Intervensi keperawatan :
a. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
Rasional : Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan
Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
b. Atur Posisi Semi Fowler
Rasional : Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih
adekuat
c. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
Rasional : Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
d. Pemberian O2 kapan perlu
Rasional : Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat.

9
2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-occlusive)
Tujuan : rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil: Rasa Nyeri hilang atau kurang
Intervensi keperawatan:
 Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus meskipun tidak
dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
 Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal medikasi mungkin
diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat diterima.
 Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk opioid, secara medis diperlukan
dan mungkin dibutuhkan dalam dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi karena sugesti mereka.
 Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang sakit
 Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai


oksigen.
Tujuan           : Intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitasnya setiap hari secara mandiri.
intervensi keperawatan :
 Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea, napas pendek,
hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat) dan keletihan
Rasional: Untuk merencanakan istirahat yang tepat
 Pertahankan posisi fowler- tinggi
Rasional : Untuk pertukaran udara yang optimal
 Beri oksigen suplemen
Rasional : Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan
 Ukur tanda vital selama periode istirahat
Rasional:Untuk meningkatkan nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas
 Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas
toleransi anak
Rasional : Untuk mencegah kelelehan
 Rencanakan aktivitas keperawatan
Rasional : Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri
 Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan tenang
Rasional : Untuk memberikan istirahat yang cukup

4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak


terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada anak.

10
Tujuan           : Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit tersebut
Kriteria Hasil: klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
 Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari pengukuran –
pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
 Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan kesehatan, penyakit si
anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
 Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama demam, pucat dan gangguan
pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
 Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan pendidikan kesehatan pada
keluargatentang genetik keluarga mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
 Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.

5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan hemoglobin, penurunan


oksigen, dehidrasi.
Tujuan           :  klien tidak mengalami resiko tinggi injuri
Kriteria Hasil: klien tidak terkena infeksi
a. Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan dengan eksersi fisik dan stres
emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
b. Jaga agar pasien tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan:
 Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan minimum cairan anak;
infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
 Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum ketika ada latihan fisik
atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
 Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
 Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
 Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian cairan.

11
 Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
c. Bebas dari infeksi
Intervensi keperawatan
 Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin, termasuk vaksin
pneumococal dan meningococal; perlindungan dari sumber – sumber infeksi yang
diketahui; pengawasan kesehatan secara berkala.
 Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
 Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.

12
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.


Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia). Penyakit ini di
sebabkan oleh faktor genetik dan pembagiannya, dibagi sesuai dengan molekkularnya. Tetapi
secara umum thalasemia dibagi menjadi 3 yaitu thalasemia ini yaitu mengalami anemia tiap dari
ke 3 jenis thalasemia tersebut, gejalanya sesuai dengan tingkt keparahan penatalaksanaan dari
thalasemia ini dengan cara tranfusi darah (kebanyakan). Tetapi yang lebih penting harus di
lakukan penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah perkawinan diantara pasien
thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozogot.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kenzu, Epri. 2011. Askep pada Pasien thalasemia. Diakses pada tanggal 6 Februari 2013
(http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-thalasemia.html )

Wahyudi, Gusri. Diakses pada tanggal 6 februari 2013. Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Thalasemia. (http://askepseindonesia.blogspot.com/2011/06/askep-thalasemia.html
)

Cubby, Nisya. 2012. Askep Thalasemia. Diakses pada tanggal 6 februari 2013
(http://nisya257chubby.blogspot.com/2012/03/askep-thalasemia.html)

Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan Sistem Kardiovaskuler dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai