Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TESTRUKTUR PT 12

OLEH:

Nama : Bella Br Siringo Ringo


Nim : 1913462007
Kelas : 3-A

Dosen Pengajar : dr. Ahmad Martinus

D-III PEREKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

T.A 2020/2021
10 istilah Terminologi Medis / Gejala atau Diagnosis Medis dalam Patofisiologi
Kelainan akibat Keracunan

1. Norovirus

Adalah kelompok virus yang menyebabkan penyakit yang tidak terlalu berat (sering
disebut dengan flu perut/flu usus). Gejala yang timbul adalah mual, muntah, diare, nyeri
perut, sakit kepala & demam. Gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang dengan sendirinya
dalam waktu 2-3 hari. Virus ini menjadi penyebab paling umum dalam kasus keracunan
makanan pada orang dewasa & biasanya masuk kedalam tubuh melalui air, sayuran & kerang
yang terkontaminasi oleh feses, dapat juga dari orang ke orang

2. Rotavirus

Dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan yang sedang hingga berat,


biasanya diti dengan diare cair & demam. Merupakan penyebab umum keracunan makanan
pada bayi & anak-anak, dan biasanya masuk kedalam tubuh dari orang ke orang melalui
kontaminasi feses pada makanan ataupun saat berbagi tempat bermain.

3. Hepatitis A

Virus hepatitis A dapat menyebabkan keracunan makanan yang diti dengan demam,
hilangnya nafsu makan, nyeri perut & merasa lelah, yang kemudian diikuti dengan mata &
kulit yang berwarna kuning (jaundice). Gejala tersebut biasanya berlangsung kurang dari 2
bulan, tetapi dapat kambuh & muncul lagi dalam jangka waktu hingga 6 bulan. Virus tersebut
masuk kedalam tubuh dari orang ke orang melalui kontaminasi makanan oleh feses.

Bakteri dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan melalui 2 cara. Beberapa bakteri
dapat menginfeksi usus, yang menyebabkan terjadinya peradangan & kesulitan untuk
menyerap nutrisi & air, sehingga timbul diare. Bakteri jenis lain dapat menghasilkan senyawa
kimia dalam makanan (sering disebut dengan toksin) yang berbahaya bagi sistem pencernaan
manusia. Saat termakan, senyawa kimia tersebut dapat menimbulkan mual, muntah,
kegagalan ginjal bahkan kematian.

4. Salmonella

Salmonella adalah bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan


dengan gejala mual, muntah, diare berat & sakit kepala serta nyeri persendian (beberapa
minggu kemudian). Pada orang dengan kekebalan tubuh yang bermasalah (seperti pada
penderita gagal ginjal, penderita HIV/AIDS atau mereka yang menjalani kemoterapi),
salmonella dapat menyebabkan penyakit yang membahayakan jiwa. Bakteri tersebut biasanya
masuk kedalam tubuh melalui makanan yang tidak dimasak hingga matang (seperti pada
telur, unggas, makanan laut ataupun produk susu).

5. Campylobacter

Dapat menyebabkan gangguan kesehatan dengan gejala demam, diare cair, sakit
kepala & sakit pada otot. Campylobacter merupakan bakteri penyebab keracunan makanan
yang paling sering ditemui di dunia. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui konsumsi
unggas mentah, susu mentah ataupun air yang terkontaminasi oleh kotoran hewan.

6. Escherichia coli (E coli)

Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang diti dengan diare cair dalam jumlah
banyak & dapat menjadi diare yang bercampur dengan darah. Terdapat berbagai tipe dari
bakteri jenis ini. Yang terberat dapat menyebabkan terjadinya kegagalan ginjal & kematian
(sekitar 3-5 % dari seluruh kasus). Bakteri tersebut masuk kedalam tubuh melalui makan
daging yang kurang matang, susu yang tidak dipasteurisasi atau air minum yang
terkontaminasi.

7. Shigella (traveler's diarrhea)

Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang diti dengan demam, diare yang
bercampur lendir atau darah atau keduanya. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui air yang
telah terkontaminasi dengan kotoran manusia.

8. Listeria monocytogenes

Listeriosis adalah gangguan kesehatan yang diti dengan mual & muntah. Pada
beberapa orang yang terinfeksi dapat berkembang menjadi meningitis dari bakteri ini.
Biasanya masuk kedalam tubuh melalui makanan yang tidak dimasak, seperti daging,
sayuran, keju lembut & susu yang tidak dipasteurisasi. Wanita hamil & bayi yang baru lahir
mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita infeksi yang serius.

9. Clostridium botulinum (botulism)

Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang mempengaruhi sistem syaraf. Gejala


biasanya diti dengan pngan yang kabur, kemudian kesulitan berbicara & kelemahan seluruh
tubuh. Gejala lebih lanjut adalah kesulitan bernafas & ketidak mampuan untuk menggerakkan
lengan atau kaki. Bayi & anak-anak terutama memiliki resiko yang lebih besar. Biasanya
masuk kedalam tubuh melalui makanan dalam kemasan kaleng yang mengandung toksin
tersebut.

10. Vibrio cholerae

Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang diti dengan kram perut, mual, muntah
& demam menggigil. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui daging atau makanan laut yang
tidak dimasak dengan sempurna (mentah).
10 istilah Prosedur Medis ( Tindakan / Operasi/ Bedah) dalam Patofisiologi Kelainan
akibat Keracunan !

1. F10.- akibat penggunaan alkohol

Penyebab Kecanduan Alkohol

Kecanduan alkohol terjadi akibat konsumsi alkohol yang terlalu banyak sehingga kadarnya
cukup untuk membuat perubahan kimiawi di otak. Perubahan kimiawi ini meningkatkan
sensasi puas saat minum alkohol, sehingga memicu penderitanya untuk lebih sering
meminumnya.

Seiring waktu, sensasi puas yang dirasakan dari minum alkohol akan hilang. Oleh karena itu,
penderita akan tetap minum alkohol untuk mencegah gejala putus zat yang dapat muncul
ketika penderita tidak minum alkohol.
Banyak faktor yang dapat memengaruhi seseorang mengalami kecanduan alkohol, antara
lain:

 Faktor psikologis, seperti stres, depresi, dan kesulitan beradaptasi


 Faktor sosial, seperti dorongan dari orang lain untuk minum alkohol, serta
ketersediaan alkohol di sekitar
 Faktor lingkungan, misalnya berada di lingkungan yang menganggap normal
konsumsi alkohol secara berlebihan
 Faktor genetik, seperti memiliki orang tua dengan masalah kecanduan alkohol

Gejala Kecanduan Alkohol

Alkohol merupakan zat kimia kuat yang dapat menyebabkan beragam efek pada tubuh. Efek
yang disebabkan bisa bersifat ringan, sedang, atau berat, dan bisa terjadi untuk waktu yang
singkat maupun jangka panjang.

Berikut ini adalah beberapa gejala yang menandakan seseorang telah kecanduan alkohol:

 Tidak dapat membatasi jumlah alkohol yang dikonsumsi


 Ingin membatasi konsumsi alkohol tetapi tidak berhasil
 Sebagian besar waktu habis untuk minum alkohol atau memulihkan diri dari efek
alkohol
 Memiliki keinginan yang sangat kuat untuk minum alkohol
 Tidak mampu menyelesaikan kewajiban di sekolah, kantor, atau rumah akibat
konsumsi alkohol
 Tetap mengonsumsi alkohol meski kebiasaan ini telah menyebabkan masalah
kesehatan atau sosial
 Menghentikan atau membatasi kegiatan sosial, pekerjaan, atau hobi, karena
mengutamakan waktu untuk minum alkohol
 Mengonsumsi alkohol pada kondisi yang diketahui dapat membahayakan dirinya,
seperti saat sedang berkendara atau berenang
 Mengalami peningkatan toleransi alkohol, sehingga perlu mengonsumsi alkohol
dalam jumlah yang lebih banyak untuk merasakan efek yang sama seperti sebelumnya
 Mengalami gejala putus alkohol, seperti mual, berkeringat, dan gemetar, saat tidak
mengonsumsi alkohol, sehingga merasa perlu untuk mengonsumsinya secara terus-
menerus dan dalam jumlah yang banyak guna menghindari gejala tersebut

2. F11.- akibat penggunaan opioids (peredah sakit)

Pada sebuah systematic review Cochrane, efek samping yang timbul dari opioid dibagi
menjadi efek samping biasa (any adverse event), efek samping berat, dan efek samping yang
mengharuskan pengobatan dihentikan. Berdasarkan telaah Cochrane tersebut pasien yang
mendapatkan opioid mengalami peningkatan signifikan risiko timbulnya efek samping
dibandingkan pemberian plasebo. Risiko efek samping berat juga lebih tinggi pada kelompok
yang mendapatkan opioid dibandingkan plasebo. Beberapa efek samping yakni rasa
mengantuk, konstipasi, rasa lelah berlebihan, kemerahan pada wajah (hot flushes),
berkeringat, mual, gatal, dan muntah ditemukan lebih banyak pada pengguna opioid
dibandingkan plasebo.[4]
Penyalahgunaan dan adiksi opioid meningkat pada pasien-pasien dengan nyeri kronis.[5]
Peningkatan 50 mg dosis ekuivalen morfin dapat meningkatkan risiko adiksi hingga 2 kali
lipat.[6] Peningkatan angka pengguna opioid untuk nyeri kronis juga menambah jumlah
kasus kematian akibat overdosis opioid.[7] Oleh karena itu, penting untuk kita ketahui apa
saja efek samping opioid jangka panjang, bagaimana sebetulnya efektivitas dan keamanan
opioid jangka panjang pada nyeri kronis nonkanker, dan pada kondisi apa saja pemberian
opioid jangka panjang dapat dilakukan.

3. F12.- akibat penggunaan kannabinoids (kandungan aktif dalam ganja)


4. F13.- akibat penggunaan sedatif atau hipnotik (golongan obat depresi SSP)
5. F14.- akibat penggunaan kokain
6. F15.- akibat penggunaan stimulants lain, termasuk caffeine
7. F16.- akibat penggunaan hallusinogens
8. F17.- akibat penggunaan tembakau
9. F18.- akibat penggunaan volatile solvents (pelarut mudah menguap)
10. F19.- akibat penggunaan banyak obat dan penggunaan zat psikoaktif lain

Anda mungkin juga menyukai