Anda di halaman 1dari 17

MASA KODIFIKASI AL-QUR’AN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Fakultas Syariah dan Hukum Islam Prodi Hukum Tata Negara
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Oleh :

A. MUH. ASLAM YASIN


(742352020062)
20 HTN-3

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada kehdirat Allah SWT., Tuhan yang
maha esa, karena atas berkat dan rahmatnya lah maka kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dengan materi Masa Kodifikasi Al-Qur’an .
Berikut Saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Masa
Kodifikasi Al-Qur’an” yang merupakan salah satu materi pokok dalam mata kuliah
Ulumul Qur’an. Dalam makalah ini membahas tentang hal-hal yang berkaitan
dengan Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an, Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an, Tujuan
Kodifikasi Al-Qur’an, Pelopor Kodifikasi Al-Qur’an, Hikmah Kodifikasi Al-
Qur’an, dan Mushaf Al-Qur’an.
Semoga dengan tersusunnya laporan ini bisa menjadikan penulis menjadi
orang yang lebih baik dari sebelumnya dengan apa yang telah penulis dapatkan dan
penulis pelajari dalam laporan ini, penulis juga berharap semoga makalah ini bisa
bermanfaat-bagi orang lain. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini
banyak kekurangan, sebab pengetahuan penulis yang sangat terbatas, oleh karena
itu kritik dan saran penulis harapkan agar penulis dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan tersebut. Terima kasih.

Bone, 10 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3
A. Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an ................................................ 3
B. Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an ..................................................... 4
C. Pelopor Kodifikasi Al-Qur’an ..................................................... 5
D. Tujuan Kodifikasi Al-Qur’an ...................................................... 5
E. Tantangan Dalam Kodifikasi Al-Qur’an ..................................... 6
F. Hikmah Kodifikasi Al-Qur’an .................................................... 8
G. Mushaf Al-Qur’an ....................................................................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................... 13
A. Simpulan ..................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan
firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi
Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di
dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.

Mushaf Alquran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui
perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun
yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui.
Selain itu jaminan atas keotentikan Alquran langsung diberikan oleh Allah SWT
yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: "Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan adz-Dzikr (Alquran), dan kamilah yang akan menjaganya"
Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi Alquran dari masa
Rasulullah hingga masa khalifah Utsman bin Affan, serta penambahan tanda baca
Alquran yang banyak dilakukan setelah masa Utsman bin Affan.

Usaha pengumpulan dan kodifikasi Alquran telah dimulai sejak masa


Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi Alquran dimulai pada masa khalifah Abu
Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Alquran kemudian diseragamkan
tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Korpus yang diseragamkan
inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian
diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa
perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam
mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Alquran
dan karena turunnya Alquran memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam
mushaf Utsman.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Kodifikasi Al-Qur’an?

2. Bagaimana Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an?

3. Apakah tujuan Kodifikasi Al-Qur’an?

4. Siapa saja pelopor Kodifikasi Al-Qur’an?

5. Apa saja tantangan Kodifikasi Al-Qur’an?

6. Apakah Hikmah Kodifikasi Al-Qur’an?

7. Bagaimana Mushaf Al-Qur’an?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud Kodifikasi Al-Qur’an.

2. Untuk mengetahui Bagaimana Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an.

3. Untuk mengetahui tujuan Kodifikasi Al-Qur’an.

4. Untuk mengetahui saja pelopor Kodifikasi Al-Qur’an.

5. Untuk mengetahui tantangan Kodifikasi Al-Qur’an.

6. Untuk mengetahui Hikmah Kodifikasi Al-Qur’an.

7. Untuk mengetahui Mushaf Al-Qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an

Kata jama’a atau dalam bahasa populer adalah kodifikasi. Dalam bahasa Arab
kata jama’a dari segi bahasa mempunyai arti menyusun yang terpisah atau yang tak
beraturan. Yaitu mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan bagian satu dengan
bagian yang lain.

Dalam Ilmu al-Qur’an, kata jama’a mempunyai dua arti yang nantinya dari
makna itu akan melahirkan ma’lumat-ma’lumat yang luas. Yang pertama jama’a
mempunyai ma’na yaitu: menghafal semuanya. Dan makna yang kedua yaitu:
membukukan al-Qur’an semuanya dalam bentuk tulisan dari ayat dan surat yang
masih terpisah-pisah berkumpul menjadi satu.

Seperti apa yang pernah dikatakan oleh ‘Abdulaah bin ‘Amru: Aku sudah
mengumpulkan Al-Qur’an setiap malam hari, maksudnya saya sudah
menghafalkan al-Qur’an. Dan selanjutnya yang telah dikatakan Abu Bakar kepada
Zaid bin Tsabit ; “Ikutilah al-Qur’an lalu kumpulkanlah, maksudnya tulis al-Qur’an
itu semuanya”.

Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. Sejarah penurunannya selama
23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam
kehidupan seluruh manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan
pengajaran yang tersurat maupun tersirat.

Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada al-Qur’an dengan


membaca, memahami dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi
mereka yang mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta
pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia
menuju akhirat yang kekal abadi.

3
B. Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an

Tahapan pertama : pada zaman nabi Muhammad SAW pada masa ini
penyandaran kepada kepada hafalan lebih banyak daripada penyandaran tulisan
karena hafalan sahabat sangat kuat di samping sedikitnya orang bisa baca tulis dan
sarananya, oleh karena itu siapa saja yang mendengar ayat-ayat Al-qur'an turun
mereka langsung menghafalnya dan menulisnya dipelepah kurma, potongan kulit,
permukaan batu cadas, atau tulang belikat unta, dan jumlah penghafal Al-qur'an
ketika masa itu sangat banyak. Dalam kitab soheh Bukhori diriwayatkan oleh
Annas bin malik bahwasannya nabi Muhammad SAW mengutus 70 orang yang di
sebut Al-qura mereka di hadang dan di bunuh boleh penduduk dari suku bani sulaim
yaitu Riem dan Zakwam di dekat sumur Ma'unah namun dari kalangan para sahabat
yang terbunuh masih banyak yang menghafal Al-qur'an seperti : khulafaurrasyidin,
Abdullah bin mas'ud, ubaidah bin ka'ab, dll

Tahapan kedua : pada pada masa Abu bakar assiddiq thn 12 h penyebabnya
ialah pada perang yamamah banyak penghafal Al-qur'an yang terbunuh diantaranya
ialah salim bekas budak Abu khuzaifah yaitu salah seorang yang di perintahkan
rasulullah kaum muslimin untuk mengambil pelajaran darinya maka ketika itu Abu
bakar memerintahkan Zaid bin tsabid untuk mengumpulkan al-qur'an agar tidak
hilang, kaum muslimin ketika zaman itu sepakat dengan apa yang dilakukan Abu
bakar dan mereka menganggap perbuatan itu bernilai fositif

Tahapan ketiga : pada zaman usman bin affan ketika ini permasalahan
muncul karena dialog bacaan sesuai dengan perbedaan mushab-mushab yang
berada di para sahabat hal itu di khawatirkan akan menjadi fitnah maka usman
memerintahkan untuk mengumpulkan semua mushab-mushab agar menjadi satu
kitab sehingga tidak ada lagi perbedaan dialog bacaannya, kemudian usman
memerintahkan kepada : zaid bin tsabit, abdullah bin Ash, abdurrahman bin harist
bin hisyam untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya dan kemudian

4
usman mengirimnya keseluruh negeri islam dan memerintahkan untuk membakar
mushab-mushab selain itu.

C. Pelopor Kodifikasi Al-Qur’an

Kodifikasi ini dipelopori oleh Abul Aswad Adduali. Beliau, Abul Aswad
Ad-Du’aliy, merupakan penggagas ilmu nahu dan pakar tata bahasa (bahasa Arab)
dari Bani Kinanah dan dijuluki sebagai Bapak Bahasa Arab. Nama aslinya adalah
Zhalim bin Amr, lebih dikenal atau dengan julukannya Abu Al-Aswad Ad-Du’ali,
orang yang diambil ilmunya dan yang memiliki keutamaan, dan seorang hakim di
Basyrah.namun

Pengumpulan atau kodifikasi Alquran telah berlangsung sejak zaman


Rasulullah. Setiap menerima wahyu, Muhammad SAW selain membacakannya dan
mengajarkannya kepada sahabatnya, juga meminta mereka yang pandai baca dan
tulis untuk menuliskan ayat-ayat yang diajarkan tersebut.

Penulisan dilakukan di atas pelepah kurma, lempengan batu, dan kepingan


tulang. Para sahabat juga menuliskannya dengan sangat hati-hati dan teliti. Dalam
Ensikopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru van Hoeve, diungkapkan, setelah ayat-
ayat yang diturunkan cukup untuk satu surah, Rasulullah memberi nama pada surah
itu.

Langkah itu untuk membedakan surah bersang kutan dengan surah lainnya.
Beliau juga menyampaikan petunjuk mengenai urutan penempatan surah dalam
Alquran. Cara pengumpulan seperti di atas berlangsung sampai sampai Alquran
sepenuhnya diturunkan selama 23 tahun.

Para sahabat yang menuliskan Alquran di antaranya adalah Abu Bakar as-
Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Amir bin
Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muawaiyah bin Abu Sufyan, Zubair bin
Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin Ash. Mereka juga menulis untuk disimpan
sendiri.

D. Tujuan Kodifikasi Al-Qur’an

5
Karena al-Quran memang diturunkan dalam bahasa Arab, maka bagi orang
non-Arab begitu penting adanya kodifikasi atau kaidah penulisan al-Quran agar
mereka dapat membacanya dengan baik dan benar. Mengungkapkan kalimat-
kalimat al-Quran menurut hukum bacaan bahasa Arab, serta dipahami dengan lebih
baik oleh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia

Berikut ini beberapa tujuan adanya kodifikasi al-Quran. Pertama,


menyatukan umat Islam yang berselisih dalam masalah qiraah (bacaan). Sebab,
dengan satu kaidah, atau dengan metode bacaan yang sama, maka tidak akan terjadi
selisih perbedaan bacaan dan meminimalisasi pertentangan antarumat.
Keseragaman bacaan juga sebagai indikasi bahwa Islam merupakan ummatan
wahidah (kesatuan umat) yang tidak akan berselisih dalam aspek apa pun.

Kedua, menyeragamkan dialek bacaan al-Quran. Dengan adanya kodifikasi,


al-Quran menjadi satu dialek atau ungkapan yang pada akhirnya juga lebih
membangun persatuan dan kesatuan Islam. Satu dialek, ungkapan bacaan yang
sama, merupakan indikasi bahwa Islam sangat menjaga nilai luhur persatuan dan
kesatuan.

Ketiga, menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-


mushaf yang dijumpai sekarang. Susunan surah dalam al-Quran merupakan
petunjuk khusus dari Rasulullah. Tertib urut surah dan ayat dalam al-Quran
merupakan tauqifi, yaitu petunjuk langsung dari Nabi Muhammad. Oleh karena itu
maka susunan ayat dan surat sudah tertentu dan bukan hasil ijtihad dari para ulama.
Akan tetapi merupakan petunjuk langsung dari Allah melalui Nabi-Nya,
Muhammad.

E. Tantangan Kodifikasi Al-Qur’an

1. Masa Nabi Muhammad SAW.

a. Pemeluharaan Al-Qur'an dengan Cara Menghafalnya

Pada titik ini, timbul permasalahan apakah tiap-tiap pengumpul Al-Qur‟an


itu menyimpan dalam ingatannya keseluruhan wahyu Ilahi yang diterima

6
Muhammad atau hanya sebagian besar darinya? Jika dilihat dari peran tulisan
ketika itu, dapat dikemukakan bahwa penghafalan Al-Qur‟an merupakan tujuan
utama yang terpenting – bahkan sepanjang sejarah Islam; sementara
perekamannya dalam bentuk tertulis selalu dipandang sebagai alat untuk
mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa tidak ada
satu pun unit wahyu yang tidak tersimpan dalam dada (ingatan) para pengumpul
Al-Qur‟an ketika itu.

b. Pemeliharaan Al-Qur'an Dengan Cara menuliskannya

Pada titik ini, masalah yang muncul adalah sejauh mana rekaman-rekaman
tertulis Al-Qur‟an itu memiliki bentuk seperti Al-Qur‟an yang kita kenal dewasa
ini? Masalah ini memang pelik, karena di satu sisi, meski unit-unit wahyu telah
ditulis pada masa Nabi SAW, tetapi Nabi SAW sendiri tidak pernah
mempromulgasikan suatu kumpulan tertulis Al-Qur‟an yang lengkap dan resmi
(dalam satu mushaf). Sedangkan di sisi lain, adalah merupakan satu hal pasti
bahwa Nabi SAW sendirilah yang merangkai berbagai bagian atau ayat Al-
Qur‟an yang diwahyukan kepadanya dan menetapkan susunannya secara pasti
dalam surat-surat yang ada (tauqīfī). Oleh karena itulah, ketika dibuka kumpulan
Al-Qur‟an para sahabat, maka yang ditemukan adalah perbedaan yang cukup
signifikan dalam susunan surat bukan susunan ayat.

2. Pada Masa Abu Bakar

Pada Masa Kekhalifaan Abu Bakar, terjadi kekacauan antar umat islam
yang ditimbulkan oleh orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah Al-
Każżāb.23 Hal ini mengakibatkan terjadinya perang Yamāmah yang terjadi pada
tahun 12 H. Dalam peperangan tersebut, banyak sahabat penghafal Al-Qur‟an yang
meninggal hingga mencapai 70 orang, bahkan dalam satu riwayat
disebutkan 500 orang.24 Sementara umat Islam yang gugur dalam peperangan
tersebut kurang lebih berjumlah 1.200 orang.

Tragedi Yamāmah ini menggugah hati Umar bin Khaṭṭāb untuk meminta
kepada khalifah Abū Bakar agar Al-Qur‟an segera dikumpulkan dan ditulis dalam

7
sebuah mushaf. Umar khawatir Al-Qur‟an akan berangsur-angsur hilang
bersamaan dengan meninggalnya para penghafalnya. Sekalipun pada awalnya ragu
terhadap gagasan Umar ini, tetapi akhirnya Abū Bakar menerimanya, kemudian
memerintahkan Zaīd bin Ṡābit untuk segera mengumpulkan Al-Qur‟an dan
menulisnya26 dalam satu mushaf.

3. Pada Masa Usman Bin Affan

Dampak negatif di kalangan umat Islam waktu itu, yaitu masing-masing di antara
mereka saling membanggakan versi qirā‟at mereka, dan saling mengaku bahwa
versi qirā‟at mereka lah yang paling baik dan benar. Situasi seperti ini sangat
mencemaskan khalifah Uṡmān bin Affān, karenanya ia segera mengundang para
pemuda sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhājirīn. Akhirnya, dari
mereka diperoleh suatu kesepakatan, agar mushaf yang ditulis pada masa Abū
Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf dengan dialek Quraisy.

Dalam hal ini, Uṡmān bin Affān menunjuk suatu tim yang terdiri atas empat
orang sahabat pilihan, yaitu; Zaid bin Sābit, Abdullāh bin Zubair, Sa‟īd bin Al-„Āṣ,
dan Abdurraḥmān bin Al-Ḥaris bin Hisyām.36 Setelah tim ini menyelesaikan
tugasnya, Uṡmān bin Affān segera mengembalikan mushaf orisinal kepada Hafṣah,
kemudian beberapa mushaf hasil kerja tim tersebut dikirim ke berbagai kota untuk
dijadikan rujukan, terutama ketika terjadi perselisihan tentang qirā‟at Al-Qur‟ān,
sementara mushaf-mushaf lainnya yang ada pada saat itu diperintahkan oleh Uṡmān
bin Affān untuk dibakar

F. Hikmah Kodifikasi Al-Qur’an

Kodifikasi al-Quran mempunyai hikmah tersendiri bagi kaum muslim.


Sebab, dengan adanya kode bacaan tertentu, serta kaidah penulisan khusus, maka
umat Islam di seluruh penjuru dunia dapat melafalkan al-Quran sesuai dengan
teksnya.

Berikut ini beberapa hikmah adanya kodifikasi al-Quran. Pertama,


menyatukan umat Islam yang berselisih dalam masalah qiraah (bacaan). Sebab,
dengan satu kaidah, atau dengan metode bacaan yang sama, maka tidak akan terjadi

8
selisih perbedaan bacaan dan meminimalisasi pertentangan antarumat.
Keseragaman bacaan juga sebagai indikasi bahwa Islam merupakan ummatan
wahidah (kesatuan umat) yang tidak akan berselisih dalam aspek apa pun.

Kedua, menyeragamkan dialek bacaan al-Quran. Dengan adanya kodifikasi,


al-Quran menjadi satu dialek atau ungkapan yang pada akhirnya juga lebih
membangun persatuan dan kesatuan Islam. Satu dialek, ungkapan bacaan yang
sama, merupakan indikasi bahwa Islam sangat menjaga nilai luhur persatuan dan
kesatuan.

“Dan berpegangteguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya


berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103).

Ketiga, menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-


mushaf yang dijumpai sekarang. Susunan surah dalam al-Quran merupakan
petunjuk khusus dari Rasulullah. Tertib urut surah dan ayat dalam al-Quran
merupakan tauqifi, yaitu petunjuk langsung dari Nabi Muhammad. Oleh karena itu
maka susunan ayat dan surat sudah tertentu dan bukan hasil ijtihad dari para ulama.
Akan tetapi merupakan petunjuk langsung dari Allah melalui Nabi-Nya,
Muhammad.

G. Mushaf Al-Qur’an

Arti kata mushaf kalau kita lihat dari sisi bahasa bisa kita lihat dalam kamus
semacam Lisanul Arab atau Al-Mu'jam Al-Wasith, adalah sebagai berikut :

Nama untuk kumpulan dari lembaran yang tertulis dan diapit dua sampulnya.
Sedangkan menurut para ulama, definisi mushaf antara lain:
Nama dari apa saja yang dituliskan di atasnya kalamullah (Al-Quran) yang berada
pada dua sampulnya.

9
Memang wujud fisik mushaf Al-Quran selalu berbeda sepanjang masa.
Namun semua tetap dinamakan mushaf dan hukumnya sama saja.

1. Masa Nabi : Mushaf Hanya Lembaran Bertulisan Ayat


Di masa Rasulullah SAW dulu, bentuknya hanya berupa tulisan di
atas kulit hewan, atau di atas pelepah kurma, kadang di atas tulang, batu dan
sebagainya.
Kalau kita perhatikan, wudud fisik mushaf di masa Nabi SAW tidak pernah
tampil dalam edisi lengkap yang terdiri dari 6000-an ayat lebih, 114 surat
dan 30 juz. Semua lebih merupakan lembaran-lembaran dan isi ayatnya
hanya sepotong-sepotong saja. Namun tetap saja disebut mushaf yang suci
dan dimuliakan, serta hukum atas kemushafannya tetap berlaku.
Pertanyaannya, kenapa saat itu mushaf tidak berbentuk buku yang berisi
seluruh ayat Al-Quran secara utuh?
Ada beberapa jawaban dan alasan, antara lain :
Pertama, karena ayat Al-Quran belum turun semua. Ayat-ayat itu
turun sepotong-sepotong saja, tidak turun sekaligus. Bahkan dalam satu
surat, ayat-ayat itu masih terpotong-potong lagi menjadi beberapa bagian,
dan turunnya rada ngacak. Kadang yang ayat bagian depan turun
belakangan, sebaliknya ayat-ayat bagian belakang malah turun duluan.
Kedua, belum ditulisnya mushaf Al-Quran dalam sebuah buku yang
terbuat dari kertas di masa itu bukan berarti belum ada kertas, namun karena
kertas bukan satu-satunya media yang tersedia, tidak terlalu mudah didapat
dan harganya pun tidak semurah sekarang ini.
Ketiga, dahulu memang Rasulullah SAW nyaris sama sekali tidak
pernah memerintahkan penulisan mushaf dalam satu bundel buku. Bahkan
sekedar mengisyaratkan pun tidak.
Sehingga pada awalnya ketika ide penulisan mushaf dalam satu
bundel buku itu disuarakan oleh Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu,
Abu Bakar Ash-Shiddiq yang saat itu menjadi khalifah menolak mentah-
mentah.
2. Mushaf Di Masa Para Khalifah

10
Namun ketika Allah SWT melapangkan dada Abu Bakar saat
mendengar alasan Umar untuk membukukan Al-Quran dalam satu bundel
buku, berubahlah mushaf yang tadinya cuma berbentuk potongan atau
lembaran bertuliskan ayat-ayat Al-Quran menjadi buku yang utuh.
Walau pun demikian, mushaf versi lembaran-lembaran yang isinya
hanya potongan-potongan ayat Al-Quran masih tetap disimpan oleh
masing-masing shahabat secara pribadi.
Kemudian mushaf lembaran-lembaran koleksi pribadi masing-
masing itu dimusnahkan di masa Khalifah Utsman bin Al-Affan
radhiyallahunahu. Karena saat itu Utsman ingin menyeragamkan rasam
penulisan mushaf dengan rasam yang dikenal dengan rasam Utsamni.

3. Mushaf di Era Digital


Di era digitla saat ini, mushaf pun muncul dalam bentuk yang unik,
yaitu pada layar, baik monitor, LCD, atau pun layah HP dan tablet.
Perangkat elektronik seperti HP di zaman sekarang sudah sangat canggih
dan bisa diinstalkan ke dalamnya program atau software Al-Quran.
Namun beda antara HP dengan mushaf Al-Quran yang kita kenal
sehari-hari dari segi pengaktifan. Kalau diaktifkan, maka barulah HP itu
menampilkan tulisan ayat-ayat Al-Quran. Sebaliknya, kalau dimatikan tentu
tulisannya tidak ada lagi. Maka dalam hal ini, ketika kita mau masuk WC
umum dan terpaksa harus membawa HP karena takut hilang atau diambil
orang, kita harus mematikan HP itu. Setidaknya program Al-Quran yang
sudah terinstal harus dimatikan atau dinon-aktifkan dulu sementara.
Lalu bagaimana dengan memori yang tersimpan di dalamnya?
Bukankah ada ayat-ayat Al-Qurannya dalam bentuk data digital? Jawabnya
sederhana saja. HP yang kita punya itu cara bekerjanya mirip sekali dengan
otak kita. Ketahulah bahwa isi otak kita ini bisa saja terdapat data-data Al-
Quran, baik berupa memori tulisan atau pun suara. Seorang penghafal
Quran misalnya, di dalam kepalanya ada ribuan memori ayat Al-Quran.

11
Apakkah seorang penghafal Al-Quran diharamkan masuk ke dalam
WC, dengan alasan bahwa di dalam kepalanya ada data-data digital Al-
Quran? Lalu apakah kepalanya harus dilepas dulu untuk masuk WC?
Ataukah dia cukup menon-aktifkan saja ingatannya dari Al-Quran untuk
sementara?
Nampaknya yang paling masuk akal adalah dia tidak mengaktifkan
hafalan Qurannya sementara, baik dalam bentuk suara atau tulisan. Ketika
memori data Al-Quran di dalam otaknya dinon-aktifkan sementara, maka
pada dasarnya tidak ada larangan untuk masuk WC.
Demikian juga dengan HP milik kita. Meski ada memori data digital
30 juz baik teks atau pun sound, bahkan mungkin video, selama tidak
diaktifkan tentu saja tidak jadi masalah. Yang haram adalah sambil
nongkrong di WC kita pasang HP bersuara tilawah Al-Quran. Jelas itu
haram dan harus dihindari.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Yang dimaksud dengan pengumpulan Qur’an (jam’ul Qur’an) oleh para


ulama adalah Pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati).
Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang
menghafalkannya di dalam hati).

Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an terdiri dari 3 periode yaitu pada masa Nabi
Muhammad Saw., Pada masa Abu Bakar Assiddiq, Dan pada masa Usman Bin
Affan.

Adapun tujuan Kodifikasi Al-Qur’an yaitu menyatukan umat Islam yang


berselisih dalam masalah qiraah (bacaan ), menyeragamkan dialek bacaan al-Quran,
menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-mushaf yang
dijumpai sekarang.

Adapun hikmah dari Kodifikasi Al-Qur’an yaitu menyatukan umat Islam


yang berselisih dalam masalah qiraah (bacaan), menyeragamkan dialek bacaan al-
Quran. Dengan adanya kodifikasi, al-Quran menjadi satu dialek atau ungkapan
yang pada akhirnya juga lebih membangun persatuan dan kesatuan Islam,
menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-mushaf yang
dijumpai sekarang.

Arti kata mushaf kalau kita lihat dari sisi bahasa bisa kita lihat dalam kamus
semacam Lisanul Arab atau Al-Mu'jam Al-Wasith, adalah Nama untuk kumpulan
dari lembaran yang tertulis dan diapit dua sampulnya dan Nama dari apa saja yang
dituliskan di atasnya kalamullah (Al-Quran) yang berada pada dua sampulnya.

B. Saran

Dengan makalah ini, diharapkan dapat menjadi pintu ilmu kepada pembaca
mengenai kodifikasi alqur’an.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://sukasesuka.blogspot.com/2015/05/kodifikasi-alquran.html?m=1

https://karya-anak-bngsa.blogspot.com/2017/01/makalah-kodifikasi-
alquran.html?m=1

https://www.kompasiana.com/amp/alwiriezkyprasyahtia3125/5f3a2d4009
7f362c882f4db2/sejarah-kodifikasi-al-qur-an

http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com/2012/03/makalah-kodifikasi-
alquran.html?m=1

Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta : Forum


kajian dan Budaya, 2001.

Ridho, M., Utsman Bin Affan Al-Khalifah At-Tsalitsah. Beirut: Daar


Kutub, 1982.

https://www.bacaanmadani.com/2019/09/sejarah-kodifikasi-al-
quran.html?m=1

https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-1783-pengertian-mushaf-dan-
wujud-fisiknya.html

https://www.duniasantri.co/sejarah-kodifikasi-al-quran/?singlepage=1

https://www.kompasiana.com/onetea/sejarah-penulisan-dan-kodifikasi-
alquran_54f7bb75a333119d1c8b4971

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/maghza/article/view/2128/1
422

https://www.researchgate.net/publication/330622598_Problematika_Seput
ar_Kodifikasi_Al-Qur'an

14

Anda mungkin juga menyukai