Anda di halaman 1dari 5

NAMA : WIWIK PRATIWI ABDULLAH

NIM : 742352020165

PRODI : 20 HTN-6

“RESUME”

A. Pengertian Jarimah Hudud

Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had, Pengertian
hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara' dan menjadi hak Allah (hak
masyarakat).

Pengertian hak Allah sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud Syaltut sebagai berikut:
hak Allah adalah sekitar yang bersangkut dengan kepentingan umum dan kemaslahatan
bersama, tidak tertentu mengenai orang seorang.

Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut:

1. Jarimah zina

2. Jarimah qazaf (menuduh zina)

3. Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras)

4. Jarimah pencurian(sariqah)

5. Jarimah hirabah (perampokan)

6. Jarimah riddah (keluar dari Islam)

7. Jarimah Al Bagyu (pemberontakan).

Dalam jarimah zina, syurbul khamar, hirabah, riddah, dan pemberontakan yang
dilanggar adalah hak Allah semata-mata. Sedangkan dalam jarimah pencurian dan qazaf
(penuduhan zina) yang disinggung di samping hak Allah juga terdapat hak manusia (individu),
akan tetapi hak Allah lebih menonjol.

B. Jarimah Zina

1. Pengertian zina

Pengertian Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya
ikatan perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar tanpa adanya unsur syubhat. Zina
termasuk dalam kategori dosa besar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, zina mengandung
makna sebagai berikut:
a. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh
hubungan pernikahan (perkawinan).
b. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang
perempuan yang bukan isterinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan
dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

2. Unsur-unsur zina

Dari beberapa definisi tentang zina yang telah dikemukakan oleh para ulama‟ tersebut
dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah itu ada dua, yaitu:

a. Persetubuhan yang diharamkan Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah


persetubuhan dalam farji (kemaluan).
b. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum.

3. Hukuman Zina

Pada permulaan Islam, hukuman untuk tindak pidana zina adalah dipenjarakan di dalam
rumah dan disakiti, baik dengan pukulan pada badannya maupun dengan dipermalukan.
Dasarnya adalah firman Allah dalam Q.S. an-Nisaa‟ ayat 15 dan 16

Artinya: Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.

Artinya: Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka
berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,
maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Setelah Islam mulai berkembang, terjadi beberapa perubahan dalam hukuman zina ini,
yaitu dengan turunnya surat an-Nur ayat 2:
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-
orang yang beriman.

Dengan turunnya surat an-Nur ayat 2 dan sabda Rasulullah ini maka hukuman untuk
pezina yang tercantum dalam surat an-Nisaa‟ ayat 15 dan 16 tersebut di atas menjadi hapus
(mansukh). Dengan demikian, maka hukuman untuk pezina berdasarkan ayat dan hadits di atas
dirinci menjadi dua bagian sebagai berikut: a. Dera seratus kali dan pengasingan selama satu
tahun bagi pezina yang belum berkeluarga (ghairu muhshan) b. Rajam bagi yang sudah
berkeluarga (muhshan) di samping dera seratus kali.

Dari ayat dan hadits yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa hukuman zina
itu ada dua macam, tergantung kepada keadaan pelakunya apakah ia belum berkeluarga (ghairu
muhshan) atau sudah berkeluarga (muhshan).

1. Hukuman untuk Pezina Ghairu Muhshan Zina ghairu muhshan adalah zina yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk
zina ghairu muhshan ini ada dua macam, yaitu: Hukuman Dera, Hukuman
Pengasingan.
2. Hukuman untuk Zina Muhshan Zina muhshan adalah zina yang dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan yang sudah berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman untuk
pelaku zina muhshan ini ada dua macam yaitu: Dera seratus kali, Rajam.

C. Jarimah Menuduh Zina (Qadzaf)

1. Pengertian Qadzaf

Qadzaf dalam arti bahasa adalah artinya melempar dengan batu dan lainnya.260 Dalam
istilah syara‟, qadzaf ada dua macam, yaitu :

a. Qadzaf yang diancam dengan hukuman had, dan,


b. Qadzat yang diancam dengan hukuman ta‟zir. Pengertian qadzaf yang diancam
dengan hukuman had adalah “Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan
berbuat zina atau dengan “Tuduhan yang menghilangkan nasabnya”.

Sedangkan arti qadzaf yang diancam dengan hukuman ta‟zir adalah : "Menuduh
dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang
dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan”. Kelompok qadzaf macam yang kedua ini
mencakup perbuatan mencaci maki orang dan dapat dikenakan hukuman ta‟zir.

2. Unsur-Unsur Jarimah Qadzaf

Unsur-unsur jarimah qadzaf ada tiga, yaitu:

a. Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab.


b. Orang yang dituduh adalah orang yang muhshan
c. Adanya maksud jahat atau niat yang melawan hukum.

3. Alat Bukti Qadzaf

Adapun pembuktian qadzaf dapat dibuktikan dengan tiga macam alat bukti, yaitu:

a. Dengan saksi-saksi merupakan salah satu alat bukti untuk qadzaf. Syarat-syarat
saksi sama dengan syarat dalam jarimah zina, yaitu; baligh, berakal, adil, dapat
berbicara, islam dan tidak ada penghalang menjadi saksi. Adapun jumlah saksi
dalam qadzaf sekurang-kurangnya adalah dua orang.
b. Qadzaf bisa dibuktikan dengan adanya pengakuan dari pelaku (penuduh) bahwa
ia menuduh orang lain melakukan zina. Pengakuan ini cukup dinyatakan satu
kali dalam majelis pengadilan.
c. Dengan Sumpah, menurut Imam Syafi‟I, qadzaf bisa dibuktikan dengan
sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah orang yang
dituduh menyuruh kepada orang yang menuduh untuk bersumpah bahwa ia
tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah maka
jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk bersumpah
tersebut.

Demikian pula sebaliknya, penuduh bisa meminta kepada orang yang dituduh bahwa
penuduh benar melakukan tuduhan.

4. Hukuman Qadzaf

Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Hukuman Pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali Hukuman ini
adalah hukuman had yang telah ditentukan oleh syara‟, sehingga ulil amri tidak
punya hak untuk memberikan pengampunan. Adapun bagi orang yang dituduh, para
ulama‟ berbeda pendapat. Menurut madzhab Syafi‟I orang yang dituduh berhak
memberikan pengampunan, karena hak manusia lebih dominan daripada hak Allah.
Sedangkan menurut madzhab Hanafi korban tidak berhak memberikan
pengampunan, karena di dalam jarimah qadzaf hak Allah lebih dominan daripada
hak manusia.
b. Hukuman tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya dan dianggap orang yang
fasik Para ulama‟ berbeda pendapat dalam menentukan gugur atau tidaknya
kesaksian pelaku jarimah qadzaf setelah bertobat. Menurut Imam Abu Hanifah
tetap tidak dapat diterima kesaksiannya. Sedangkan menurut Imam Ahmad, Imam
Syafi‟i, Imam Malik, dapat diterima kembali persaksiannya apabila telah tobat.

Anda mungkin juga menyukai