Paper Appendix Dokter Tarmizi
Paper Appendix Dokter Tarmizi
APPENDISITIS AKUT
PAPER
Oleh :
Agus Muliawan
20360169
Pembimbing :
dr. Tarmizi, Sp.B, FINACS
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan Paper ini dengan judul “Appendisitis Akut”. Penyelesaian Paper ini
banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Tarmizi,
Sp.B, FINACS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu,
petunjuk, nasehat dan kesempatan untuk menyelesaikan paper ini. Penulis
menyadari bahwa Paper ini tentu tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan
waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan
saran yang membangun. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan........................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum
usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak,
terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang
signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-
70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka
appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10- 50%. Riwayat perjalanan
penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886
1
2
adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah
satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia (Way LW,2010).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena
itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum (Jaffe BM, Berger DH,
2010).
submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid.
Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa (Way LW,
2010).
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan
rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia
caealis pada dasar Caecum. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi
pengangkatan apendiks dilakukan, sistem imun tubuh tidak terpengaruh, hal ini
dikarenakan jumlah jaringan limfe di organ ini kecil sekali jika dibandingkan
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan
rendah serat. Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang menjadi
bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses local akan
hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat
(Sjamsuhidajat, 2010).
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis Acut (Jaffe BM, Berger Dh, 2010).
dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama Appendicitis Acut
adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu
menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-
12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di
RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
6
sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
RA, 2011).
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada
75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja.
Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya
gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan
banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare
timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
radang akut dan bukan radang akut (Owen TD, Williams H, Stiff G, Jentinson LR, Rees
BJ, 2008).
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan (Jaffe BM, Cox CS, Andrassy RJ,
2009). Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri
8
lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis
difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien
menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas (Jaffe BM, Cox CS,
dengan tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada
menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan
dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix (Jaffe BM, Cox CS, Andrassy RJ,
2009).
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya,
muncul gejala muntah, demam, dan nyeri (Jaffe BM, Cox CS, Andrassy RJ, 2009).
2.5 Diagnosis
Diagnosis apendisitis
didasarkan pada
9
hitung sel darah putih dan analisa urine. Pemeriksaan radiologi masih jarang
Khan, 2005). Rata-rata apendektomi negatif berkisar antara 20-30% dan hampir
pemahaman akan manifestasi klinis yang khas adalah sangat penting dalam
menegakkan diagnosis secara lebih awal. Gejala nyeri abdomen merupakan gejala
utama apendisitis akut. Secara khas nyeri diffus berawal dari bagian tengah
epigastrium atau daerah umbilikus, yang diikuti dengan nyeri perut kanan bawah
setelah 4-12 jam dan muntah-muntah sering didapatkan sekitar 60% dari
penderita dengan apendisitis akut (Kirby, 2001; Khan, 2005). Tidak selalu nyeri
bersifat khas seperti diatas, pada pasien lain nyeri dapat mulai timbul di perut
kanan bawah dan terus menetap di bagian itu (Craig, 2005). Dengan adanya
berbagai variasi lokasi anatomi apendik, umur pasien, dan derajat inflamasi dari
Gejala awal adalah berupa nyeri preumbilikal yang sukar ditentukan dan
sering diikuti dengan anoreksia, dimana anoreksia terjadi pada 75% penderita
tetapi biasanya bersifat ringan tidak berlangsung lama, segera timbul setelah
timbulnya nyeri dan kebanyakan hanya 1-2 kali. Adanya sikap penderita yang
lebih cenderung membungkuk bila berdiri atau pada posisi berbaring dengan
menekuk tungkai kanan untuk mengurangi rasa sakit dan menghindari perubahan
posisi karena sakit dan bila disuruh bergerak tampak sangat hati-hati. Nyeri perut
akut berat timbul oleh karena adanya kondisi iskemik akut. Pada apendik yang
10
permukaan posterior dari kolon asendens, proses radang dari apendik akan
mengiritasi duodenum dan ini akan menimbulkan gejala mual dan muntah
sebelum timbulnya nyeri di perut kanan bawah. Diare timbul pada apendisitis
terutama pada apendik yang letaknya di daerah pelvis dimana proses radang pada
apendik akan mengiritasi rektum, kejadiannya sekitar 18% dari kasus apendisitis
Beberapa jam akan terjadi penjalaran nyeri ke perut kanan bawah yang
dibandingkan dengan nyeri saat awal, nyeri ini lebih berat, bersifat terus-menerus
kanan bawah adalah merupakan gambaran yang paling umum dan khas pada
pasien dengan apendisitis akut. Penemuan gejala ini mempunyai sensitivitas dan
spesifitas hampir 80%. Demam biasanya ringan dengan suhu 37,5-38,5°C, febris
yang berat jarang terjadi kecuali jika sudah terjadi perforasi (Livingston, et al.,
2007). Berdasarkan salah satu penelitian, muntah dan febris lebih sering
Lokasi dari nyeri sangat tergantung dari posisi appendix. Umumnya nyeri
didapatkan pada titik McBurney di daerah perut kanan bawah. Dari penelitian,
nyeri ini didapatkan sekitar 96% dari pasien, tetapi penemuan ini tidaklah spesifik
spesifik adalah rebound tenderness, yaitu nyeri perut kanan bawah yang terjadi
saat tekanan di perut kanan bawah dilepaskan., nyeri ketok, rigiditas dan
11
guarding adalah timbulnya tahanan pada dinding perut saat dilakukan palpasi.
Menurut Petroianu, (2012) selain pemeriksaan tersebut dapat juga lain seperti :
a. Rovsing Sign adalah nyeri perut kanan bawah yang terjadi saat dilakukan
palpasi di perut bawah kiri dan diduga kuat sudah terjadi iritasi peritoneum.
b. Psoas Sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat dilakukan
c. Obturator Sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat dilakukan
internal rotasi pada posisi tungkai bawah kanan fleksi. Respon yang positif
apendisitis).
d. Cough Sign adalah nyeri perut kanan bawah yang timbul saat penderita batuk-
batuk. Gejala ini menandakan sudah terjadi iritasi peritoneum (Craig, 2009).
Rovsing Sign, Psoas Sign dan Obturator Sign tidak selalu didapatkan
pada pasien dengan apendisitis akut. Tidak adanya gejala ini belum dapat
massa atau nyeri di sisi kanan. Nyeri saat dilakukan pemeriksaan colok dubur
sangat sedikit memberikan makna akan apendisitis akut. Nyeri yang dihasilkan
2.6.1 Laboratorium
didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai
12
predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak
ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada
Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis
oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada appendisitis akut dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.
2.6.2 Ultrasonografi
bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang
Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler
Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Apendisitis
Akut tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga
abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal
ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto
polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang
disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat
daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT
Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess Appendix untuk melakukan
14
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-
48%. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis akut harus dipersiapkan
untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti,
2.7 Penatalaksanaan
1) Sebelum Operasi
a. Observasi
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring
b. Antibiotik
2) Operasi
15
a. Laparatomi
organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik
laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area
abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang,
b. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai
dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini
dalam pembedahan. Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka
10 mm akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat keloid. Rasa nyeri setelah
masa pulih setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas
3) Setelah Operasi
klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam
tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali
normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di
temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk
di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer,
2010).
dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk
suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi.
Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai
perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta (Ellis H, Nathanson LK, 2011).
Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
anatomi dari inflamasi appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai
yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien (Ellis H, Nathanson LK,
2011).
anak- anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi
sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa
sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis.
2. Gastroenteritis Akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
18
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan
Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
acut. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
5. Intususseption
berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2
2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa
berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila
tidak ada tanda- tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian
6. Chron’s Enteritis
leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan
anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada
8. Epiploic Appendagitis
torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat
berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual
dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah
yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap
individu. Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik
pada kasus Appendicitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator sign,
Blumberg’s sign, Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare,
nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
kelainan ginekologi.
21
22
Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.
4. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
5. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
6. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
7. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
8. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,