Abstract
In the era of digital disruption, internet is a major differentiating factor in the social arena of society. The
internet presents various forms of new media platforms which known as digital media or social media.
Social media has become a media information and at the same time as a new employment for the community,
especially for the digital natives. This generation knows the internet and social media since they were
little kids and over time, they are able to change social media from just channeling a hobby to become a
profitable media. This cleverness in reading business opportunities is also due to the strong foundations of
media literacy that were acquired since they were young. This happened to the six students in Malang who
were informants in this study. Researchers used a qualitative approach with an interpretive paradigm to
be able to explore how the background of these six students in achieving profits through the social media.
Abstrak
Pada era disrupsi digital saat ini, internet menjadi faktor pembeda utama dalam arena sosial masyarakat.
Internet menghadirkan berbagai bentuk platform media baru yang dikenal dengan media digital atau
media sosial. Media sosial menjadi media informasi dan sekaligus lapangan pekerjaan baru bagi golongan
masyarakat, terutama golongan genarasi digital natives. Generasi ini mengenal internet dan media sosial
sejak usia muda dan seiring berjalannya waktu mampu mengubahnya dari hanya sekedar menyalurkan hobi
kepada media profit yang mampu mendatangkan keuntungan. Kepandaian dalam membaca peluang bisnis
melalui media sosial ini juga karena adanya fundasi literasi media yang kuat yang diperoleh sejak masih
berusia muda. Hal ini yang terjadi pada keenam mahasiswa di Kota Malang yang menjadi informan dalam
penelitian ini. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif berparadigma interpretif untuk bisa mendalami
bagaimana latar belakang keenam mahasiswa ini dalam meraih keuntungan melalui media sosial.
juga cara mengeksplorasi kemenangan. Dan 54,68% dari total populasi penduduk Indonesia
keenam, teknologi sudah memasuki gelombang (gambar 1).
ketiga: internet of things. Hal ini berarti media Dari sekian banyak pengguna internet
sosial dan komersial sudah memasuki titik tersebut, APJII juga menemukan bahwa layanan
puncaknya. Dunia kini memasuki gelombang chatting dan social media merupakan layanan
smart device yang mendorong kita semua hidup yang paling sering diakses, yakni sebanyak
dalam karya-karya yang kolaboratif. 89,35% dan 87,13% sedangkan akses layanan
Pengantar Guru Besar Manajemen ini tentu perbankan berada di posisi paling akhir dengan
berdasarkan pada fakta bahwa perkembangan hanya sebesar 7,39% (gambar 2).
internet dan teknologi digital sekarang sedang
berada pada masa-masa puncak dan tidak ada
yang tahu kapan berakhirnya. Bahwa kehadiran
internet dan media baru memberikan ruang
yang lebih luas yang memungkinkan proses
produksi dan distribusi serta volume informasi
tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu (Kurnia,
dkk., 2017, 3). Internet dan media baru (media
sosial) melahirkan sebuah masyarakat baru:
network society. Oleh Manuel Castells (2010
dalam Habibi, 2011), kemajuan teknologi
telah mengubah sifat ekonomi, negara dan Gambar 2. Layanan yang Diakses (APJII, 2017)
masyarakat. Dalam bidang ekonomi, dikatakan Dalam hal menggunakan internet untuk
bahwa ekonomi pada era sekarang berciri: keperluan mengakses media sosial, pada tahun
informatif, global dan bersifat jaringan. Hal 2019, Websindo merilis data infografis tentang
ini juga mengubah sifat negara, dimana negara perilaku masyarakat Indonesia terhadap
dalam suatu masyarakat jaringan berubah media sosial yang diambil dari Hootsuite.com
menjadi ‘negara jaringan,’ yakni negara sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 3.
cenderung membangun kerjasama antarnegara
dan membagi kedaulatan untuk memperoleh
pengaruh. Dan yang terakhir adalah dalam
kaitannya dengan masyarakat juga melahirkan
masyarakat baru yaitu ‘masyarakat jaringan.’
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 75
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
76 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
konsep dan teori sebagai bahan literatur dan dalam berbagai bentuk teknologi canggih,
sekaligus acuan dalam menjawab pertayaan penggunaan cloud computing, kecerdasan
penelitian. Adapun konsep yang digunakan buatan, robot, 3D printing, smart devices, big
dalam penelitian ini terdiri dari (a) disrupsi data dan media sosial mengubah sendi-sendi
digital, (b) media sosial, (c) digital natives dan kehidupan manusia (Matzler et al., 2018).
(d) literasi media. Munculnya “pemain” baru seperti Uber, Airbnb
dan Spotify sebagai disruptor pada akhirnya
Disrupsi Digital mengubah mindset lama bahwa untuk dapat
Kajian mengenai disrupsi – dan disrupsi memenangkan pertarungan dalam arena bisnis,
digital (digital disruption) - di Indonesia secara tidak selalu ditentukan oleh kepemilikan modal
serius digarap oleh Prof. Rhenald Kasali. yang banyak dan atau properti lainnya seperti
Dalam bukunya yang berjudul Disruption, ia kantor yang megah dan mewah. Para disruptor
menyebutkan bahwa disruption adalah sebuah secara perlahan namun pasti mampu menguasai
inovasi yang menggantikan seluruh sistem lama beragam sektor industri karena kepandaian
dengan cara-cara baru. Disruption berpotensi mereka dalam memanfaatkan teknologi digital.
mengantikan pemain-pemain lama dan Dirupsi digital (digital disruption) memiliki
menggantikan teknologi lama yang serba fisik tiga (3) elemen atau unsur yaitu digital
dengan teknologi digital yang menghasilkan innovation, digital ecosystems dan value logics.
sesuatu yang benar-benar baru dan lebih Digital innovation berfokus pada proses desain
efisien, juga lebih bermanfaat. Disruption pada yang oleh Yoo et al. (2010) menyebutnya sebagai
akhirnya menciptakan suatu dunia baru: digital kombinasi komponen fisik dan digital untuk
marketplace (Kasali, 2017, 34, 43). memproduksi produk tertentu. Berikutnya,
Perkembangan teknologi digital dan digital ecosystem dipahami sebagai collective
internet mengubah struktur sosial, ekonomi firms yang terhubung karena adanya kesamaan
dan budaya masyarakat. Transformasi digital dalam hal penggunaan teknologi digital untuk
identik dengan kecepatan (speed), jangkauan keperluan produksi produk tertentu atau secara
(range) dan dampak (impact). Kebaruan sederhana dimaknai juga sebagai technological
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 77
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
network. Sedangkan, value logics diartikan relasi, kepercayaan dan pada akhirnya terjalin
sebagai logika yang digunakan digital disruptor hubungan bisnis.
dalam menciptakan berbagai bentuk model Terminologi media sosial dijelaskan pula
bisnis baru (Selander et al., 2013, Adomavicuis oleh Manning (2014) dalam Encyclopedia
et al., 2010 dalam Skog, et al., 2018). Skog et of Social Media and Politics, bahwa istilah
al. (2018) menggambarkan dinamika disrupsi media sosial (social media) merujuk pada
digital (gambar 6). berbagai bentuk media yang melibatkan
interaktivitas. Seiring perkembangan
Media Sosial teknologi digital, interaksi menjadi semakin
Media sosial (social media) secara mudah dan kelahiran era media baru (new
sederhana diartikan sebagai media yang media) menitikberatkan interaktivitas fungsi
dipakai untuk bersosialisasi. Safko (2012, 4-5) media. Media sosial berlangsung pada digital
mendefinisikan social media dengan terlebih platform, akan tetapi tidak semua yang bersifat
dahulu menurunkan kedua istilah tersebut, digital mampu dikategorikan kedalam media
yakni social dan media. Social diartikan sebagai sosial. Terdapat dua karakterisktik utama
kebutuhan dasar manusia dalam berhubungan media sosial, yakni pertama, social media
dengan sesama manusia. Kebutuhan untuk allow some form of participation, dan kedua,
bisa membaur dengan lingkungan sekitar social media involve interaction. Disamping
diperlukan seseorang agar ia mampu membagi memiliki dua karakter pembeda dengan media
ide, pengalaman dan perasaan. Terminologi lainnya, Kaplan & Haenlein (2010, dalam
kedua yakni media merupakan sesuatu hal yang Baruah, 2012) menjelaskan enam (6) tipe
digunakan manusia untuk berhubungan dengan media sosial, diantaranya collborative projects
sesama manusia. Ia menyimpulkan bahwa (e.g. Wikipedia), blogs and microblogs (e.g.
social media dipahami sebagai seperangkat Twitter), content communities (e.g. YouTube),
teknologi yang secara efektif mampu social networking sites (e.g. Facebook), virtual
menghubungkan sesama manusia, membangun game worlds (e.g. World of Warcraft) dan
78 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
virtual social networks (e.g. Second Life). teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun fungsi “sosial” yang melekat pada Kategori ini merupakan representasi mayoritas
media sosial ini digambarkan dengan baik oleh dari generasi digital natives.
Kitzmann et al. (2011 dalam Wolf et al., 2017) Kedua, kelompok digitl immigrants juga
pada gambar 7. terdiri dari tiga (3) kelompok besar, yakni (a)
avoiders yaitu mereka yang memutuskan untuk
Digital Natives meminimalisir, bahkan memutuskan untuk
Pembabakan generasi di tengah tidak menggunakan teknologi dalam kehidupan
perkembangan teknologi digital ditentukan dari kehidupan sehari-hari, (b) reluctant adopters,
seberapa melek-nya masyarakat akan teknologi adalah sekelompok orang yang menyadari
digital. Sebelumnya, generasi manusia pentingnya teknologi namun merasa asing atau
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok tidak fasih dalam menggunakannya. Kelompok
atau kategori. Hasugian (2011) membagi ini merupakan yang terbanyak jumlahnya dalam
generasi manusia dalam 6 kategori, diantaranya generasi digital immigrant, dan (c) enthusiastic
(a) Greatest Generation yakni generasi yang adopters yaitu mereka yang menggunakan
lahir pada masa Perang Dunia II (1902-1924), teknologi karena sadar akan pentingnya
(b) Silent Generation, yang lahir pada rentang teknologi dan mampu menyesuaikan diri
tahun 1925-1945, (c) Baby Boomers adalah dengan kelompok digital natives.
generasi yang lahir pada rentang tahun 1943- Istiana (2016) menyimpulkan karakteristik
1960, (d) Generasi X, yang lahir pada kisaran digital natives berdasarkan studi literatur
tahun 1961-1981, (e) Millennial yakni generasi dari beberapa ahli, yaitu sebagai berikut (a)
yang lahir pada rentang waktu 1982-2002, dan mengandalkan kecepatan dalam menggunakan
(f) Digital Natives atau Generasi Z atau Internet dan menerima informasi. Mereka ingin
Generation, adalah generasi yang lahir dari mendapatkan informasi segera, sehingga
tahun 1994 hingga saat ini (Mardina, 2017). kurang mentolerir hal yang bersifat lambat, (b)
Menurut Akcayir (2016), digital natives memiliki keinginan dan kebutuhan multitasking.
adalah generasi yang lahir setelah tahun 1980 Ini merupakan karakteristik yang menonjol
dan dibesarkan di lingkungan yang dikelilingi pada generasi digital natives, (c) lebih mudah
teknologi serta terampil menggunakan memahami gambar daripada teks, serta mereka
teknologi jika dibandingkan dengan generasi lebih menyukai belajar melalui kegiatan dan
sebelumnya. Teo (2013) menambahkan praktek daripada membaca atau mendengarkan,
bahwa tidak cukup disebut digital natives (d) cenderung memproses informasi dengan
hanya karena lahir setelah tahun 1980, namun nonlinear ways, melompat-lompat dari tugas
pengalaman dalam menggunakan teknologi, satu ke tugas lain, (e) menyukai berjejaring dan
investasi waktu dalam penggunaannya dan berkolaborasi, sehingga akan mampu bekerja
kemudahan memperoleh akses teknologi akan baika dalam jaringan kolaborasi, (f) berharap
mempengaruhi keterampilan individu. Zur teknologi bagian dari kehidupannya, sehingga
dan Walker (2011) mengklasifikasikan digital merasa kesulitan dan tidak nyaman tanpa
natives dan digital immigrants sebagai berikut. teknologi dan (g) menginginkan mendapatkan
Pertama, kelompok digital natives terdiri manfaat/penghargaan seger (instant).
dari tiga (3) kelompok besar diantaranya
(a) aviders, yakni kelompok anak muda Literasi Media
yang meskipun lahir di era digital tetapi Literasi media menjadi salah satu bentuk
tidak tertarik dengan teknologi digital, (b) literasi yang penting bagi masyarakat di era
minimalist, merupakan kelompok anak muda media digital seperti saat ini. Christiany Juditha
yang menyadari pentingnya teknologi tetapi (2014) menulis bahwa literasi dapat diartikan
menggunakannya saat ingin diperlukan, dan (c) sebagai sebuah kemampuan membaca dan
enthusiastic participants adalah kelompok anak menulis atau lebih dikenal dengan melek aksara
muda yang senang dan selalu menggunakan atau keberaksaraan. Ada bermacam-macam
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 79
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
keberaksaraan atau literasi, misalnya literasi this connection to critical thinking (Bulger &
komputer (computer literacy), literasi media Davison, 2018, 3,7).
(media literacy), literasi teknologi (technology Beragam kompetensi dan daya berpikir kritis
literacy), literasi ekonomi (economy literacy), yang menjadi core literasi media pada akhirnya
literasi informasi (information literacy) dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi era
bahkan ada literasi moral (moral literacy). perkembangan media digital saat ini. Thoman
Seseorang dikatakan literat jika ia sudah bisa & Jolis (2014, 9) menyebutkan beberapa alasan
memahami sesuatu karena membaca informasi mengapa literasi media menjadi penting bagi
yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan masyarakat karena (a) the influence of media in
pemahamannya terhadap bacaan tersebut. our central democratic processes, (b) the high
Literasi media merupakan upaya rate of media consumption and the saturation
pembelajaran bagi khalayak media sehingga of society by media, (c) the media’s influence
menjadi khalayak yang berdaya hidup di on shaping perception, beliefs and attitudes,
tengah dunia yang sesak dengan media. (d) the increasing importance of visual
Mengacu pada pandangan para pakar communication and information, dan (e) the
(Considine, 1995; Fedorof, 2002; Silverbiatt, importance of information in society and the
1995; WENO, 2003, dalam Iriantara, 2009), need for lifelong learning.
literasi media yakni memiliki kompetensi
dalam mengakses, menganalis, mengevaluasi METODOLOGI PENELITIAN
dan mengkomunikasikan isi pesan media
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
massa. Silverbiatt menilai seseorang dikatakan
berparadigma interpretif. Paradigma interpretif
memiliki keterampilan literasi media apabila
(interpretive paradigm) disepadankan dengan
dalam dirinya termuat faktor-faktor antara
pendekatan kualitatif (qualitative approach)
lain, kesadaran akan dampak media terhadap
yang umumnya digunakan dalam ilmu-
individu dan masyarakat, pemahaman akan
ilmu sosial (social science) dan humaniora.
proses komunikasi massa, pengembangan
Paradigma interpretif memandang realitas
strategi-strategi yang digunakan untuk
sosial sebagai sesuatu yang holistic, tidak
menganalisis dan membahas pesan-pesan
terpisah-pisah satu dengan lainnya, kompleks,
media, kesadaran akan isi media sebagai ‘teks’
dinamis, pebuh maknda dan hubungan antara
yang memberikan wawasan dan pengetahuan
gejala bersifat timbal balik (reciprocal), bukan
ke dalam budaya kontemporer manusia dan
kausalitas (Rahardjo, 2018).
diri manusia sendiri, peningkatan kesenangan,
pemahaman dan apresiasi terhadap isi media Studi kasus dipakai sebagai strategi penelitian
(Baran dkk, 2000, 395 dalam Juditha, 2014, ini. Sebagai pendekatan, kunci penelitian studi
108-110). kasus memungkinkan untuk menyelidiki suatu
peristiwa, situasi, atau kondisi sosial tertentu
Selain berbagai kompetensi yang telah
dan untuk memberikan wawasan dalam proses
disebutkan tersebut, literasi media juga
yang menjelaskan bagaimana peristiwa atau
dianggap sebagai bagian dari kemampuan
situasi tertentu terjadi (Hodgetts & Stolte, 2012
berpikir kritis (critical thinking) sebagaimana
dalam Prihatsani et al., 2018). Sedangkan dalam
yang dikemukanan oleh Bulger & Davison
pengambilan sampling, peneliti menggunakan
(2018). Menurut mereka, literasi media
strategi purposive sampling dengan sampel
menjadi center of gravity for countering
homogen, dimana peneliti memilih sampel
“fake news.” Masih dalam tulisan yang sama,
berdasarkan kesamaan sifat atau karakteristik.
keduanya mengutip tulisan Hobbs & Jensen
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer
(2009) bahwa pada tingkat yang paling dasar,
yang diperoleh dari hasil in-depth interview
literasi media merupakan active inquiry and
dan data sekunder melalui kajian literatur atau
critical thinking about the messages we receive
studi pustaka.
and create, and most proponents emphasize
80 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 81
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
studi Psikologi Universitas Brawijaya dan mulai berlaku untuk dunia usaha. Corporate mindset
menjadi endorser saat masuk kuliah. Informan menjadi tuntutan utama pada zaman baru,
6 (R6) bernama Gading Cendana Putra berusia zaman serba digital yang serba cepat, mobilitas
19 tahun merupakan mahasiswa program studi tinggi, informasi melekat pada pada diri setiap
Ilmu Komunikasi Institut Teknologi Kreatif pemimpin, pelayan atau calon pemimpin.
Bina Nusantara Malang. Memiliki hobby Mindset inilah yang sekiranya dimiliki oleh
dalam bidang fotografi dan videografi sejak generasi digital natives.
masih berada di sekolah menengah atas.
82 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 83
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
Instagram sebagai portfolio yang menggantikan Bekal Literasi Media Sejak Usia Muda
Curriculum Vitae (CV) untuk kemudian Bulger & Davison (2018) menyebutkan
menjalankan bisnis dalam bidang jasa. bahwa literasi media merupakan center of
Akun Instagram dibuat sedemikian menarik gravity for countering fake news dan juga
tampilannya dan berisikan ragam kegiatan dan kemampuan untuk berpikir kritis. Penulis
hobby. Pada satu moment, manakala ada pihak menemukan bahwa keenam informan bisa
tertentu yang menginginkan jasa mereka bisa disebut literat media karena sudah bisa
langsung mengakses akun tersebut. Hal ini memahami media sosial dengan tepat dan
dialami oleh dua informan, yakni R3 dan R6. bisa mengkritisi apa yang terjadi atau yang
Sebagai penyiar radio dan Master of diperoleh dari media sosial. Keenam informan
Ceremony (MC), R3 memanfaatkan Instagram mengakui bahwa mereka belum sepenuhnya
untuk membagikan kegiatan-kegiatannya paham tentang konsep literasi media akan
kepada publik, dan kemudian banyak tawaran tetapi sejatinya praktik berliterasi media ini
pekerjaan yang datang. sudah dilaksanakan sejak masih berusia muda.
Praktik literasi media yang dilakukan
R3: “Kelas 1 SMA udah masuk ke radio, keenam informan berangkat dari cerita yang
terus kayak udah mulai nge-MC juga kan sama, yaitu pernah mengalami hal-hal yang
karena radio itu, jadi ya udah dari nge- tidak mengenakan dalam bermedia sosial.
MC gitu upload di Instagram. Nah, cuman Keenam informan manjadi korban oknum-
baru paket bener-bener Instagram untuk, oknum tertentu yang memanfaatkan media
oh kayaknya bisa nih buat bisnis. Itu pas untuk beragam hal yang buruk seperti yang
SMA kelas 2. Terus kayak, oh iya kayaknya dialami para informan, diantaranya:
bisa, orang tuh bisa notice kalau kita
punya kegiatan yang positif gitu. Ga bisa Penipuan Produk Online. Modusnya
dipungkiri, pekerjaan juga dateng dari situ adalah pelaku memasang foto produk yang
sih. Jadi kayak lebih gampangnya juga menarik di media sosial untuk memancing calon
sekarang tuh kita gak perlu repot-repot lagi pembeli. Ketika ada pembeli yang berminat
kayak CV, jadi lebih enak karena langsung bersedia untuk melakukan pembayaran, pelaku
aja di Instagram.” tersebut lansung menonaktifkan semua nomor
kontak dan menghilang bersama dengan uang
Berbeda dengan R3, R6 memiliki hobby yang telah diterima dari pembeli. Hal inilah
dalam dunia fotografi dan videografi. Ia yang dialami oleh R1 saat masih berada di
mengaku menggunakan Instagram selain ingin kelas 8 (2 SMP).
mencari informasi atau referensi juga untuk
membagikan karya-karya yang telah dibuat. R1: “Itu aku googling sih sebenernya.
Karya-karyanya diapresiasi orang-orang Sebenernya gampang sih, kaya googling
sehingga tawaran pekerjaan pun datang. tapi harus cermat juga sih, soale aku pernah
ditipu gara-gara ngambil barang, sejuta
R6: “Untuk sekarang ini lebih cenderung ke berapa gitu loh. Terus aku lihat murahna
Instagram. Pakenya buat sharing portfolio tok, dan aku nggak lihat profilnya akhirnya
hasil-hasil foto saya, hasil-hasil video saya. aku ditipu. Kelas delapan aku lek waktu
Saya ngefotoin terus respon anak-anak kok itu. Nangis pol aku nde kamar soale semua
kamu bisa ngefotoin orang gitu loh. Saya modalnya dari aku, hasil nabung kalau
upload fotonya terus respon dan komen- misalnya ada terima angpao atau lebaran.”
komennya bagus. Oleh karena itu, apalagi
setelah orangnya lihat hasil foto saya itu Pembunuhan karakter. Hal ini biasanya
terus menurut dia hasil foto saya itu bagus, dilakukan orang-orang yang menaruh rasa iri
kemudian saya dipromosi kemana-mana.” dan suka ikut campur terlalu jauh dalam ranah
privat seseorang. Mereka tidak segan-segan
84 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
untuk mengeluarkan kata-kata atau komentar kejadian ditipu oleh penjual produk online, ia
yang tanpa disadari mengganggu dan bahkan semakin berhati-hati dan lebih cermat dalam
merusak mental seseorang. Pengalaman ini merespon setiap informasi yang ada. Ia bahkan
dirasakan oleh R3. Ia mengaku sampai harus mampu “menularkan” sikap kehati-hatian dan
menutup akun karena sangat terganggu dengan kritis itu kepada orang tuanya yang masih
komentar-komentar yang dituliskan orang pada mudah terpengaruh informasi-informasi yang
akun media sosialnya. tidak benar atau hoax.
R3: “Pernah down karena comment orang R1: “Pernah sih, seng kaya ada pesen kalau
di IG dan sempat tutup akun. Iseng-iseng lek kamu nggak nyebarin ini ada apa-apa
buka comment-comment karena kan suka gitu datang ke rumahmu terus ada hantu
ngecekin siapa nih temen-temenku yang juga gitu-gitukan. Tapi lek sampai sekarang
comment, kayak gitu-gitu kan. Terus setelah masih ada loh dari WA. Pernah waktu itu
menemukanlah satu komentar itu di satu ada forward-forward gitu dari temennya
foto itu, pake fake account. Jadi gak tau itu Mama gitu kan yang disuruh jangan makan
siapa. Itu kadang yang kayak gitu-gitu sih tempe, soalnya ada ulet, terus jangan makan
yang bikin down gitu.” kangkung nanti gini gitu sampe di rumah
Sexual harrashment. Pelecehan seksual Mama takut untuk makan tempe terus
(sexual harassment) tidak hanya terbatas pada nggak mau makan kangkung gitu kan. Nah,
pemerkosaan dan tindakan kekerasan fisik inikan buat resah juga kan, intinya kita wes
yang dilakukan seseorang, beberapa tindakan pinter-pinter memahaminya. Terus akhirnya
yang dilakukan dan menunjukkan pendekatan- tak bilangno Mama, Ma wes nggak usah
pendekatan terkait dengan seks yang tidak percaya gitu-gitu cuman pengen buat kita
diinginkan dapat dinyatakan sebagai tindakan takut gitu-gitu.”
pelecehan seksual (Rosyidah & Nurdin, 2018).
Kejadian ini pernah dialami R4 saat masih Peran orang tua dan sekolah dalam
berada di bangku SD. memberikan pendidikan mengenai bahaya
penyalahgunaan media diyakini para informan
R4: “Biasanya ada sih. Itu kayak e, mohon sebagai bekal dalam menggunakan media
maaf seputar booking gitu. Hal-hal seperti sosial dengan bijak dan hati-hati. R2 dan R4
itu. Kayak tante-tante yang nakal gitu terus menceritakan pengalaman mereka tentang
dikasi pinnya. Ga tahu juga darimana.” bagaimana orang tua dan sekolah sangat penting
sehingga mereka mampu memanfaatkan media
Ketiga bentuk penyalahgunaan media sosial dengan baik.
sosial yang pernah dialami ini, membuat
para informan lebih “mawas” diri dalam R2: “Jadi dulu itu, temenku suka broadcasat
menggunakan dan menjalin relasi dengan pin-pinnya orang Barat, nah terus mereka
orang lain di media sosial. Pengalaman inilah itu kayak berbincang aneh-aneh gitu
yang kemudian membentuk karakter para pokoknya. Aku langsung delete. Aku tahu itu
informan menjadi pribadi yang lebih hati-hati karena dari orang tua dan sekolah.”
dan kritis dalam menggunakan media sosial.
Dalam hal mengantisipasi dan mengatasi R3 menambahkan:
hal-hal buruk terjadi lagi, keenam informan “Mamaku masih muda sih. Sekitaran
sama-sama sepakat bahwa pemahaman akan sekarang umur 40 tahun. Mama lebih
literasi media menjadi penting. Pendidikan ke BBM kan, lebih suka BBM gitu loh
tentang literasi media ini selain berbasis pada dibanding Facebook. Jadi dia ajarin semisal
pengalaman pribadi, juga karena ada campur nanti ada seperti ini seperti ini, nanti kamu
tangan keluarga (ayah dan ibu) dan sekolah. jangan dibuka atau ditanggepi.”
R1 menyatakan bahwa setelah mengalami
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 85
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
86 LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona
JURNAL PUSTAKA KOMUNIKASI, Volume 3, No. 1, Maret 2020, 74-87
LITERASI MEDIA SEBAGAI KUNCI SUKSES GENERASI DIGITAL NATIVES DI ERA DISRUPSI DIGITAL 87
Frederik Masri Gasa, Eflina Nurdini Febrita Mona