Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan. Keracunan dapat diartikan sebagai setiap
keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas.
(Arief Mansjoer, 1999). Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat
korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen
non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam,
kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam
renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner & Suddarth,
2001).

Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif
yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO). Keracunan makanan, yaitu
keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukkan
karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela
(singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan
racun pada udang maupun kepiting.

Keracunan makanan dapat terjadi karena :


1. Makanan tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya
(singkong, jamur dsb.)
2. Timbul zat beracun dalam makanan tersebut karena proses pengolahan dan
penyimpanan
3. Makanan tercemar oleh zat beracun baik disengaja ( pengawet,zat
warna,penyedap ) ataupun tidak disengaja (salmonella, staphylococcus dsb.)

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu keracunan ?
2. Apa yang dimaksud dengan keracunan korosit dan non korosif ?
3. Apa perbedaan keracunan korosit dan non korosif ?
4. Bagaimana tanda dan gejala keracunan ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan keracunan ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengatahui apa itu keracunan.
2. Mahasiswa mengetahui apa itu keracunan korosif dan non korosif.
3. Mahasiswa mengetahui perbedaan keracunan korosif dan non korosif.
4. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala keracunan.
5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pasien dengan keracunan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI KERACUNAN

Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan.

Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaaan yang menunjukkan


kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas. (Arief Mansjoer, 1999)

Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang
meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen non pospat,
pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam, kalkulator,
dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang,
pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner & Suddarth, 2001).

Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non
korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

B. KERACUNAN KOROSIF

Keracunan korosif meliputi keracunan alkali, asam klorida, asam oksalat,


aseton, formaldehid, natrium hipoclorid.

1. Keracunan Alkali :
a) Bahan-bahan yang termasuk alkali :

Cairan pembersih saluran, bubuk/cairan pembersih mobil, deterjen, ammonia,


button batteries.
b) Bahaya alkali terhadap kesehatan :
- Inhalasi : iritasi saluran nafas , nyeri kepala , odema dan
kerusakan paru.

3
- Kontak kulit : iritasi dan radang kulit
- Kontak melalui mata : iritasi mata , kebutaan
- Tertelan : nyeri menelan , hipersalivasi, muntah, hematomesis
melana , nyeri dada, sesak, demam.

2. Keracunan Asam Klorida


a) Bahan – bahan yang termasuk asam klorida :Campuran pembersih
keramik.

Bahaya asam klorida bagi kesehatan :


- Inhalasi: iritasi saluran nafas , nyeri dada , odema paru.
- Kulit : iritasi dan radang kulit
- Mata : iritasi mata dan kebutuhan
- Tertelan : rasa terbakar , mual dan muntah

3. Keracunan Asam Oksalat


a) Bahan yang termasuk asam oksalat : Pemutih, pembersih, logam,
pembersih karet.
b) Bahaya asam oksalat terhadap kesehatan :
- Inhalasi : luka bakar, muntah, sukar bernafas, sakit kepala,dan
kerusakan ginjal
- Kulit : luka bakar sianosis
- Mata : luka bakar
- Tertelan : luka bakar, mual, diare, nyeri perut, mabuk dan kerusakan
ginjal.

4. Keracunan Minyak Tanah :


Minyak tanah merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon. Nama
lain dari minyak tanah : kerosene, paraffin bakar, atau minyak lampu. Minyak
tanah diabsorpsi secara lambat melalui lambung, usus dan paru-paru.
Bahaya minyak tanah bagi kesehatan :
a) Inhalasi :

Iritasi, mual, muntah, mabuk, bendungan dan kerusakan paru, sakit kepala
dan sensasi kegelian.
b) Kontak melalui kulit :

4
Iritasi kulit, melepuh, mual, nyeri kepala, mabuk, kejang.
c) Kontak melalui mata :

Iritasi mata
d) Tertelan : mual, muntah, aritmia jantung, mabuk, sianosis, bendungan dan
kerusakan paru.

5. Keracunan Bensin :
Bensin merupakan senyawa organic golongan hidrokarbon berbau khas
dan mudah terbakar. Aspirasi bensin dalam beberapa Ml dapat menyebabkan
pneumonia. Penelanan 10 -20 ml bensin dapat menyebabkan keracunan yang
serius.

Efek potensial bensin terhadap kesehatan :


a) Inhalasi : iritasi , telinga berdenging , mual ,muntah , dada perih sukar
bernafas, nyeri
b) Kontak melalui kulit : iritasi kuli , melepuh
c) Kontak melaui mata : iritasi mata , perih
d) Tertelan : mual , muntah , diare , dada perih , sukar bernafas , denyut
jantung tidak normal ,sakit kepala , rasa ngantuk

6. Keracunan Sianida :
Sianida merupakan bahan yang amat beracun dan bereaksi sangat cepat dan
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Sianida berasal dari fungsida
untuk pembasmian serangga dan tikus , hasil pembakaran sampah plastic ,
penyepuhan logam dll

Gambar Klinis Keracunan Sianida :


a) Nyeri kepala
b) Mual
c) Dispnoe
d) Bingung
e) Kejang
f) Koma
g) Sinkop

5
C. KERACUNAN NON KOROSIF

Keracunan non korosif meliputi keracunan makanan, obat-obatan, gas (CO).


Keracunan makanan, yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia
(fermentasi) dan pembusukkan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan
makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn),
jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting.

Keracunan makanan dapat terjadi karena :


4. Makanan tersebut memang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya
(singkong, jamur dsb.)
5. Timbul zat beracun dalam makanan tersebut karena proses pengolahan dan
penyimpanan
6. Makanan tercemar oleh zat beracun baik disengaja ( pengawet,zat
warna,penyedap ) ataupun tidak disengaja (salmonella, staphylococcus dsb.)

a) Keracunan Ketela Pohon


Dapat terjadi karena ketela pohon yang mengandung cyanogenic unamarine
(mengandung HCN ).
Gejala klinis :
1) Tergantung pada kandungan HCN, kalau banyak dapat menyebabkan
kematian dengan cepat
2) Penderita merasa mual, perut terasa panas, pusing, lemah dan sesak
3) Pernafasan cepat dengan bau khas ( bitter almond )
4) Kejang, lemas, berkeringat,mata menonjol dan midriasis
5) Mulut berbusa bercampur darah
6) Warna kulit merah bata ( pada orang kulit putih ) dan sianosis

Penatalaksanaan :
1) Bebaskan jalan nafas,perbaiki sirkulasi dan beri oksigen.
2) Eliminasi racun ( rangsang muntah, kumbah lambung, pemberian norit )
3) Pemberian antidotum seperti Sodium thiosulfat IV pelan-pelan dan
4) Sodium nitrit IV pelan-pelan sesuai dengan dosis

6
b) Keracunan Jengkol

Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam jengkolat di


tubuli,ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.

Gejala klinik :

1) Sakit pinggang,nyeri perut,muntah,kencing sedikit-sedikit dan terasa sakit


2) Hematuria,oliguria sampai anuria dan kencing bau jengkol
3) Dapat terjadi gagal ginjal akut

Penatalaksanaan :

1) Rangsang muntah
2) Kumbah lambung
3) Beri norit
4) Alkalinisasi : Nabic, bila penderita masih bisa minum dapat diberi Nabic
per oral
5) Pemberian cairan
6) Tidak ada antidotum spesifik

c) Botulisme

Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum yang sering terdapat dalam


makanan kaleng yang rusak atau tercemar kuman tersebut.

Gejala klinik :
1) Mata kabur,refleks cahaya menurun atau negatif,midriasis dan
2) kelumpuhan otot-otot mata
3) Kelumpuhan saraf-saraf otak yang bersifat simetrik
4) Dysphagia, dysarthria
5) Kelumpuhan ( general paralyse )

Penatalaksanaan :
1) Tindakan emergensi ( ABC )

7
2) Eliminasi racun
3) Antitoksin terhadap botulisme 10 - 50 ml IV pelan-pelan
4) Guanidine hidrochloride 15 - 35 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis,
berguna untuk melawan efek blokade neuromuskular.

d) Keracunan Alkohol

Keracunan alkohol terjadi bila seseorang menghabiskan sejumlah besar


minuman keras dalam jangka waktu singkat. Keracunan alkohol juga sering terjadi
pada percobaan bunuh diri dengan meminum produk-produk rumah tangga yang
mengandung etanol, isopropanol, atau metanol.

Pada otak, alkohol mempengaruhi kinerja reseptor neurotransmitter sehingga


mengakibatkan:
- Peningkatan produksi norepinephrine dan dopamine
- Penurunan transmisi acetylcholine
- Peningkatan transmissi gaba
- Peningkatan produksi beta-endorphin di hypothalamus

Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu :


- Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % , misalnya bir dan lain – lain.
- Golongan B : kadar etanol 5 – 20 %, misalnya berbagai jenis minuman anggur
- Golongan C : kadar etanol 20 – 45%, misalnya whiskey, vodka, TKW,
manson, House dan lain lain.

Tanda dan gejala keracunan alkohol :


1. Pusing, Seperti Mau Pingsan
2. Muntah-Muntah
3. Serangan Jantung
4. Nafas Yang Lambat Atau Tidak Seperti Biasa
5. Kulit Tubuh Membiru
6. Hipotermia
7. Tidak Sadarkan Diri (Sudah Parah)

8
Komplikasi

Alkohol dapat mengiritasi perut dan menyebabkan muntah. Alkohol juga dapat
mengganggu refleks muntah. Selain itu ada resiko secara tidak sengaja menghirup
muntahan ke paru-paru, hal ini akan menyebabkan gangguan pernafasan yang fatal.
Muntahan yang banyak juga berakibat pada dehidrasi. Selain itu juga menyebabkan
henti fungsi jantung yang menuju padakematian.

Tatalaksana kegawat daruratan

1) Pemberian oksigen berkonsentrasi 100% melalui nasal kanul sebanyak 3 L/


menit karena klien mengalami hipoventilasi
2) Berikan dextrose 5 % melalui IV untuk mengatasi hipoglikemi
3) Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi
penyerapannya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah banyak.
Cairan yang dipakai adalah air biasa atau susu.
4) Upayakan pasien emesis, efektif bila dilakukan dalam 4 jam setelah racun
ditelan. Dapat dilakukan dengan cara mekanik yaitu dengan merangsang
dinding faring dengan jari atau suruh penderita untuk berbaring tengkurap,
dengan kepala lebih rendah dari pada bagian dada. Emesis tidak boleh
dilakukan pada penderita tidak sadar.
5) Etanol dengan cepat diabsorbsi dari perut dan usus halus. Overdosis pada
alkohol biasanya ditangani dengan kumbah lambung. Lebih efektif jika klien
tiba di IGD kurang dari 1 jam setelah mengkonsumsi.
6) Berikan thiamin. Thiamin digunakan sebagai kofaktor untuk membuat
adenosin trifospat. Jika glukosa telah diberikan terlebih dahulu sebelum
thiamin, thiamin yang tersedia (yang telah berkurang) akan habis untuk
memecah glukosa. Wernicke-Korsakoff encephalopathy dan permanent
psycosis dapat terjadi.
7) Jika penderita pernah mengalami serangan kejang-kejang, berikan fenittoin
500mg dan diulangi 4-6 jam kemudian. Selanjutnya sehari 300mg.

e) Keracunan Obat-Obatan

1) ASETAMINOFEN

 Gejala keracunan asetaminofen terjadi melalui 4 tahapan:

9
a. Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala
b. Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal
c. Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan
menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala
kegagalan hati
d. Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat
gagal hati.

 Tindakan Darurat

Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera


memberikan sirup ipekak untuk merangsang muntah dan mengosongkan
lambung.

Di rumah sakit, dimasukkan selang ke dalam lambung melalui hidung


untuk menguras lambung dengan air. Untuk menyerap asetaminofen yang
tersisa, bisa diberikan arang aktif melalui selang ini. Kadar asetaminofen
dalam darah diukur 4-6 jam kemudian. Jika anak telah menelan sejumlah
besar asetaminofen (terutama jika kadarnya dalam darah sangat tinggi),
biasanya diserikan asetilsistein untuk mengurangi efek racun dari
asetaminofen, yang diberikan setelah arang dikeluarkan.

Kegagalan hati bisa mempengaruhi kemampuan darah untuk


membeku, karena itu diberikan suntikan vitamin K1 (fitonadion). Mungkin perlu
diberikan transfusi plasma segar atau faktor pembekuan.

Prognosis tergantung kepada jumlah asetaminofen yang tertelan dan


tindakan pengobatan. Jika pengobatan dimulai dalam waktu 8 jam setelah
keracunan, atau dosis yang tertelan masih dibawah dosis racun, maka
prognosisnya sangat baik.

10
2) ASPIRIN

Overdosis aspirin (salisilisme) pada anak yang telah meminum aspirin


dosis tinggi selama beberapa hari biasanya lebih berat.

Bentuk salisilat yang paling beracun adalah minyak wintergreen (metil


salisilat), yang merupakan komponen dari obat gosok dan larutan
penghangat. Seorang anak dapat meninggal karena menelan kurang dari 1
sendok teh metil salisilat murni.

Gejala awal dari salisilisme adalah mual dan muntah, diikuti dengan
pernafasan yang cepat, hiperaktivitas, peningkatan suhu tubuh dan kadang
kejang. Anak menjadi mengantuk, mengalami kesulitan dalam bernafas dan
pingsan. Kadar aspirin yang tinggi dalam darah menyebabkan anak menjadi
sering berkemih, dan hal ini bisa menyebabkan dehidrasi.

 Tindakan Darurat

1. Dilakukan pengurasan lambung sesegera mungkin. Jika anak dalam


keadaan sadar, diberikan arang aktif melalui mulut atau melalui selang
yang dimasukkan ke dalam lambung.
2. Untuk mengatasi dehidrasi ringan, anak diharuskan minum sebanyak
mungkin (susu maupun jus buah).
3. Untuk dehidrasi yang lebih berat, diberikan cairan melalui infus.
4. Demam diatasi dengan kompres hangat.
5. Untuk mengatasi perdarahan bisa diberikan vitamin K1.

Prognosis tergantung kepada kadar salisilat dalam darah. Kadar yang


bisa menimbulkan keracunan adalah 150-300 mg/kg berat badan.

f) Keracunan Gas (CO)

Karbon monoksida adalah suatu gas tak berwarna dan tak berbau, dengan
afinitas terhadap hemoglobin 300 kali daripada oksigen, sebagai akibat
perubahanhemoglobin terhadap karboksi-hemoglobin, kemampuan mengangkut
oksigen daridarah arteri berkurang sehingga menimbulkan hipoksi. Juga ada bukti

11
bahwa karbonmonoksida mungkin mempunyai efek toksik langsung terhadap
miokardium.

Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada
otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan
perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi .Efek yang terutama pada sistem
respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat
daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara, kejang
disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya gejala
timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan gas akut
umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan
pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit
sebagai penyebab kematian., melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit.
Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk
menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat
terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan
kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat
menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam
konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi
keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-
induced delayed neuropathy(OPIDN).(1) Sindrom ini berkembang dalam 8 – 35 hari
sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai
bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa
foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat.

D. EPIDEMIOLOGI

Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan di Indonesia secara


akurat, sangat sulit karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara
sistemik dan periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan

12
kesehatan, sistem pelaporan sama sekali tidak berjalan sehingga sulit mengetahui
kondisi kesehatan nasional termasuk gambaran keracunan korosif dan non korosif.

E. PATOFISIOLOGI KERACUNAN NON KOROSIF (CO)

Gas CO secara inhalasi masuk ke paru-paru, secara inhalasi kemudian


mengalir ke alveoli masuk ke aliran darah. Gas CO dengan segera mengikat
hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin,
untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb). Mekanisme kerja gas CO di dalam
darah: Afinitas hemoglobin untuk CO adalah 300 kali lebih besar dari oksigen.
Jumlah titik jenuh dijelaskan dalam bentuk persentase hemoglobin yang
dikombinasikan CO dalam bentuk karboksi-hemoglobin. Konsentrasi 0,5-10% atau
5.000-10.000 bagian per juta dari atmosfir dengan cepat dicapai pada saat
kebakaran dan dapat menghasilkan sebuah titik jenuh COHb sekitar 75% dalam
waktu 2-15 menit. Disamping afinitas terbesar dari hemoglobin untuk CO, kandungan
COHb mencegah pelepasan oksigen ke jaringan, dampaknya adalah hipoksia
jaringan. Kelembaban, temperatur, karbon dioksida dan aktfitas fisik meningkatkan
tingkat respirasi dan absorbsi CO. COHb mencampuri interaksi protein heme yang
menyebabkan kurva penguraian HbO2 bergeser ke kiri. Akibatnya terjadi
pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. CO bereaksi dengan
fe dari porfirin, oleh karena itu, CO bersaing dengan O 2 dalam mengikat protein
heme, yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a,a3), dan sitokrom
P-450, peroksidase, dan katalase. Yang paling penting adalah reaksi CO dengan Hb
dan sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb mengakibatkan Hb menjadi
inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk mengangkut O2. Selain itu,
adanya COHb dalam darah akan menghambat disosiasi oksi-Hb. Sehingga jaringan
akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengan sitokrom a3 yang merupakan link yang
penting dalam sistem enzim pernapasan sel yang terdapat pada mitokondria, akan
menghambat pernapasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.

13
F. PATHWAY KERACUNAN NON KOROSIF

Bahan non korosif


(CO)

Terhirup

Alveolus

Terjadi difusi Hb-Co

CoHb

Menghalangi ikatan O2 dengan Hb


(oksihemoglobin)

Hipoksia

Kemoreseptor
Ansietas

Otak Sistem Saraf simpatis


Sistem
Kardiovaskuler pembuluh darah
Pernafasan

Pernafasan
Aktifitas Sianosis Perifer Frekuensi
nafas
Jantung meningkat
Peradangan
Buram Perubahan Pola
perfusi nafas

Resi
ko
Perlu energi me
Penurunan perfusi Curah jantung
jaringan ke otak meningkat:
- Tensi me Kelelahan
- Nafas me
Sakit kepala - Nadi me

Intoleran
Nyeri akut si

1
G. PATHWAY KERACUNAN KOROSIF

Bahan korosif (Asam Hipoklosit)

Tertelan

Iritatis Toxin

Saluran cerna
Perdarahan Ulseratif
Terjadi penyerapan melalui Melabsorbsi
usus halus
Risiko penurunan volume cariran dan elektrolit

Beredar ke seluruh tubuh melalui vena porta


Destruktif sel epitel pada sal-cerna bagian atas

Hati SSP (otak)


Ansietas Nyeri pada dada dan uluhati
Obstruktif
KompensasiUnkompensasi
Nyeri Perubaha n perfusi jaring

Defisit pengetahuan
Polorus U ng distalToxin Destruktif sel- sel hepatosik
j us besardinonaktifkan
Muntah Hmbatan puls ke SSP Hepatitis
a Kesulitan bernafas

Perubahan pemenuhan nutrisi


Penurunan peristaltik

Konstipasi

1
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan
penundaan disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan
adanya aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,
termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda
oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia,
hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin
dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa
diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa
efektif.

I. PENATALAKSANAAN KERACUNAN
1. Tindakan emergensi :
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan
atau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
Jaringan.
2. Identifikasi penyebab keracunan.
3. Eliminasi racun, dengan beberapa cara yaitu apa bila :
a. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:

1
1) Rangsang muntah
Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan
merangsang palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat
dilakukan dengan pemberian obat- obatan :
 Sirup Ipecac
 Apomorphine
Kontraindikasi rangsang muntah :
 Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut
mengandung bahan-bahan yang berbahaya seperti camphor,
produk-produk yang mengandung halogenat atau aromatik,
logam berat dan pestisida.
 Keracunan bahan korossif
 Keracunan bahan - bahan perangsang CNS ( CNS stimulant,
seperti strichnin)
 Penderita kejang
 Penderita dengan gangguan kesadaran

2) Kumbah lambung
Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh
dilakukan pada :
a. Keracunan bahan korosif
b. Keracunan hidrokarbon
c. Kejang

3) Pemberian Norit ( activated charcoal )


Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
a. Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,
antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.
b. Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.
c. Lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine, digitalis,
quinine, theophylline, cyclic anti – depressant

1
Norit tidak efektif pada keracunan Fe, lithium, cyanida,
asam basa kuat dan alkohol.

4) Catharsis
Efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal
ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma
abdomen.

5) Diuretika paksa ( Forced diuretic )


Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital ( alkalinisasi
urine ).

6) Dialysis
Dialysis dilakukan bila :
» Asidosis berat
» Gagal ginjal
» Ada gejala gangguan visus
» Tidak ada respon terhadap tindakan pengobatan.

b. Racun yang disuntikkan atau sengatan


1. Immobilisasi
2. Pemasangan torniquet diproksimal dari suntikan
3. Berikan antidotum bila ada
c. Racun pada kulit dan mata
Lepaskan semua yang dipakai kemudian bersihkan dengan sabun dan
siram dengan air yang mengalir selama 15 menit. Jangan diberi
antidotum.

d. Racun yang dihisap melalui saluran nafas


1. Keluarkan penderita dari ruang yang mengandung gas racun.Berikan
oksigen. Kalau perlu lakukan pernafasan buatan.
2. Pemberian antidotum kalau mungkin

1
3. Pengobatan Supportif :
Pemberian cairan dan elektrolit
Perhatikan nutrisi penderita
Pengobatan simtomatik ( kejang, hipoglikemia, kelainan
elektrolit dsb.)

J. PENATALAKSANAAN KERACUNAN KOROSIF

1. Stabilisasi
- Jalan nafas (A)
- Pernafasan (B)
- Sirkulasi (C)
2. Dekomentaminasi
a) Mata

Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama 15-
20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal

Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal 100cc
untuk sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.
3. Eliminasi

Indikasi melakukan eliminasi:


- Tingkat keracuan berat
- Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
- Menelan zat dengan dodsis letal
- Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma

Tindakan eliminasi:
a) Dieresis paksa:

Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.


b) Alkalinisasi urine:

1
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse
continue 2-3cc/kg/jam
c) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang dapat
dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat molekul kurang
dari 500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah dengan protein.

2
1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA

2. PASIEN KERACUNAN KOROSIF DAN NON KOROSIF


3.

A. PENGKAJIAN

1. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien


2. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari
orang-orang yang mengetahuinya
3. Identifikasi sumber dan jenis racun
4. Kaji tentang bentuk bahan racun
5. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
6. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
7. Pemeriksaan Fisik
a. Bau

4. Aceton : methanol, isopropyl, alcohol, acetyl salicylic acid


5. Coal gas : carbon monoksida
6. Buah per : clorahidrat
7. Bawang putih : arsen, fosfor, thalium, orgofosfat
8. Alcohol : ethanol, methanol
9. Minyak : minyak tanah atau destilat minyak
b. Kulit

10. Kemerahan: Co, cyanide, asam borax, anticholinergic


11. Berkeringat: amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturate
12. Kering : anticholinergic
13. Bulla : barbiturate, carbonmonoksida
14. Ikterus : acetaminophen, carbontetrachlorida, Fe, fosfor, jamur
15. Purpura : aspirin, wafarin, gigitan ular
16. Sianosis : nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain
c. Suhu tubuh

2
17. Hipotermi : sedative hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin,
fenothiazin
18. Hyperthermia: anthicolinergic, salisilat, afetamin, cocain, fenothiazin, theofilin
d. Tekanan darah

19. Hipertensi : simpatomimetik, organofosfat, amfetamin


20. Hipotensi : sedative hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta blocker
e. Nadi

21. Bradikardi : digitalis, sedative hipnotik, beta-blokke.


22. Takikardi : antikolenergik, amfetamin, simpatominetik, alcohol, oksin,
aspirin, theofilin
23. Aritmia : antikolenergik, organofosfat, fenothiazin, cyanide, beta-blokker
f. Selaput lendir

24. Kering : antikolenergik


25. Salivasi : organofosfat, carbamat
26. Lesi mulut : bahan korosif, paraquat
27. Lakrimasi : kaustik, organofosfat, gas iritan
g. Respirasi

28. Depresi : alkhohol, narkotika, barbiturate, sedative hipnotik


29. Tachipnea : salsilat, amfetamin, carbonmonoksida
30. Kussmaul : methanol, ethylene gycol, salsilat
h. Oedem paru: salsilat, narkotika, simpatominetik.
i. Susunan saraf pusat

31. Kejang : amfetamin, fenothiazin cocain, camfer, tembaga, soniazid,


organofosfat
32. Miosis : narkotika, fenothiazin, diazepam, barbiturate, jamur.
33. Buta : methanol
34. Fasikulasi : organofosfat
35. Nistagamus: barbiturate, ethanol, karbon monoksida.
36. Hipertoni : antikolenergik, fenothiazin
37. Rigiditas : antikolenergik, fenothiazin, haloperidol

2
38. Delirium : antikolenergik, simpatominetik, alcohol, fenothiazin, logam
berat, cocain, heroin.
39. Koma : alkhohol, sedative hipnotik, carbonmonoksida, narkotika, anti depresi
40. Paralise : organofosfat, carbonat, logam berat
j. Saluran pencernaan

41. Muntah, diare : besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida,
organofosfat.
42. Nyeri perut (korosif)

43.43.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF
44.
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
akibat akumulasi udara
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perubuahan aliran
darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular cerebral
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
5. Ansietas berhubungan dengan merasakan adanya ancaman kematian.
6. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan respon saraf autonom pada
perubahan status sistem yang tiba-tiba

2
C. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN NON KOROSIF

7.
N 8. Tujuan dan Kreteria Hasil 9. Intervensi 10. Rasional

11. 12. Setelah diberikan asuhan a) Pantau tingkat/kedaleman dan a) Pengkajian yang berulang kali sangat
1 keperawatan diharapkan pola pola pernafasan. penting karena kadar toksisitas
nafas klien kembali efektif 13. mungkin berubah secara drastis.
dengan Kriteria hasil: b) Catat periode apnea, pernafasan b) Bunyi nafas dapat menurun atau tidak
- Pasien mampu Cheyne-Stokes. ada pada lobus,segmen paru, atau
mempertahankan pola nafas 14. seluruh area paru ( unilateral ).
yang efektif dengan tingkat c) Auskultasi bunyi nafas. c) Area atelektasi btidak ada bunyi
pernafasan yang normal. 15. napas, dan pada area yang kolaps
- Paru-paru pasien bersih, 16. menurun bunyinya, evaluasi juga di
bebas dari cianosis, dan 17. lakukan untuk area yang baik
tanda-tanda/ gejala-gejala 18. pertukaran gasnya dan memberikan
hipoksia yang lain. d) Catat bpengembangan dada data evaluasi perbaikan
19. pneumotaraks.
e) Pertahankan posisi tidur yang d) Pengembangan dada sama dengan
nyaman, biasanya dengan ekspansi paru.
peninggian kepala tempat tidur. e) Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekspansi paru.
2
2
f) Berikan tambahan O2 20.
f) Hipoksia pada susunan saraf pusat
mengakibatkan depres pernafasan.
21.22. Setelah diberikan asuhan a. Awasi tanda vital. Palpasi nadi a. indikasi umum status sirkulasi dan
2 keperawatan diharapkan perfusi perifer, perhatikan kekuatan dan keadekuatan perfusi.
jaringan kembali normal dengan keasaman. b. gangguan sirkulasi dalam waktu yang
Kriteria hasil: b. Lakukan pengkajian lama dapat mengakibatkan terjadinya
- Ttv dalam batas normal neuromuskular periodik, nekrosis pada seluruh jaringan tubuh.
23. contohnya sensasi, ferakan c. Mempertahankan volume sirkulasi
24. nadi, warna kulit dan suhu untuk memaksimalkan perfusi
c. Kolaborasi dalam pemberian jaringan.
IV periodik/produk darah d. Mungkin berguna dalam mencegah
sesuai dengan indikasi. pembentukan trombus.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat e. Ini akan ssangat berguna bgai kita
anti koagulan dosis rendah sesuai dalam mencegah adanya gangguan
dengan indiksi. sirkulasi dan kerusakan perifer lebih
e. Anjurkan pada pasien untuk lanjut.
mengungkapkan hal – hal yang
berhubungan dengan adanya
perubahan perfusi jaringan
perifer,
seperti adanya rasa dingin pada
2
ekstrimitas dan adanya
perubahan warna kulit.
25.26. Setelah diberikan asuhan a. Teliti keluhan nyeri, catat a. Nyeri merupakan penglaman subjektif
3 keperawatan diharapkan nyeri intensitasnya (dengan skala 0- dan harus di jelaskan oleh pasien.
terkontrol dengan Kriteria hasil: 10), karakteristiknya (berdenyut, Identifikasi karakteristik nyeri dan
- Pasien mampu melaporkan konstan) lokasi, lamanya, faktor faktor yang berhubungan merupakan
tingkat nyeri yang berkurang yang memperburuk atau suatu hal yang amat penting untuk
atau hilang meredakannya. memilih intervensi yang cocok dan
- Pasien relaks, tidak gelisah b. Observasi tanda-tanda nyeri non dapat mengevaluasi keefektifan terapi
dan tidak menunjukkan gejala- verbal seperti ekspresi wajah yang diberikan .
gejala nyeri non verbal lainnya posisitubuh, gelisah, b. Merupakan indikator/derajat nyeri
- Skala nyeri 0-1 menangis/meringis, menarik diri, yang tidak langsung yang dialami.
perubahan frekuensi jantung, Sakit kepla mungkin bersifat akut atau
pernafasan, tekanan darah. kronis, jadi manifestasi fisiologinya
c. Berikan kompres lembab/kering dapat muncu atatu tidak.
pada kepala, leher sesuai dengan c. Kompres mampu meningkatkan
kebutuhan pasien. sirkulasi dan mampu menimbulkan
d. Kolaborasi dengan dokter dalam relaksasi.
pemberian obat analgetik seperti d. Penanganan pertama pada sakit
asetaminofen, ponstan, dan kepala secara umum hanya kadang-
sebagainya. kadang bermanfaat pada sakit kepala

2
e. Kolaborasi dalam pemberian O2 karenan gangguan vaskuler.
sesuai dengan indikasi. e. Pemendekan serangan sakit kepala
60%-70% pada beberapa pasien
dapat menurunkan hipoksia yang
berhubungan dengan perubahan
tekanan vaskuler cerebral.
27.28. Setelah diberikan asuhan a. Kaji respon pasien terhadap a. Menyebutkan parameter akan
4 keperawatan diharapkan pasien aktifitas, perhatikan frekuensi membantu dalam mengkaji respon
dapat melakukan aktivitas dan nadi yang lebih dari 20 kali per fisiologis terhadap stres aktifitas dan
latihan secara mandiri dengan menit diatas frekuensi istirahat, bila ada merupakan indikator dari
criteria hasil : peningkatan tekanan darah yang kelebihan kerja yang berkaitan
- Px tidak menunjukan tanda- nyata selama/sesudah aktifitas, dengan tingkat aktifitas
tanda kelemahan dispneu, keletihan, dan b. Teknik penghematan energi
- Px dapat melakukan aktivitas kelemahan yang berlebihan mengurangi penggunaan energi, juga
secara mandiri. b. Instruksikan pasien tentang membantu keseimbangan antara
teknik penghematan energi, suplai dan kebutuhan oksigen
misalnya menggunakan kursi c. Kemajuan aktifitas bertahap
saat mandi, duduk saat menyisir mencegah peningkatan kerja jantung
rambut atau menyikat gigi, secara tiba-tiba. Memberikan bantuan
melakukan aktifitas dengan hanya sebatas kebutuhan akan
perlahan mendorong kemandirian dalam

2
c. Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas
melakukan aktifitas/perawatan
diri bertahapjika dapat
ditoleransi. Beriakan bantuan
sesuai kebutuhan
29.
30.31. Setelah diberikan asuhan a. Kaji tingkat kecemasan pasien a. Peningkatan kecemasan akan
5 keperawatan diharapkan ansietas secara terus menerus. mengacu pada pasien tidak mau
klien menurun atau hilang dengan b. Orientasikan pada pasien berespon terhadap semua tindakan
Kriteria hasil: terhadap keadaan sekelilingnya, yang dilakukan.
- Pasien akan melaporkan waktu dan orang- orang yang b. Pengetahuan tentang dimana pasien
adanya tingkat penurunan ada bersama psien, berbicara berada saat ini akan meningkatan
kecemasan yang dialaminya dengan nada lembut. rasa aman, pasien akan dapat
- Pasien menunjukkan keadaan c. Jelaskan tentang semua mengontrol dirinya
yang relaksasi tingdakan yang akan dilakukan c. Pasien akan merasa aman dan
- Pasien dapat terhadap pasien. kooperatif dalam setiap tindakan yang
mengidentifikasikan d. Anjurkan pasien untuk berdoa akan diberikan.
kecemasan yang dialaminya sesuai dengan keyakinan pasien. d. Doa akan menyebabkan psikologis
dan mampu mengontrol dir 32. pasien akan merasa aman.
dan situasi

2
33.34. Setelah diberikan asuhan a. Pasang bamtalan lunak atau a. Mengurangi terjadinya trauma akibat
6 keperawatan diharapkan cedera penghalang pada tempat tidur. jatuh dari tempat tidur saat
tidak terjadi dengan Kriteria hasil: b. Pantau adanya kejang/ kedutan pengobatan karena pasien mengalami
- Trauma pada pasien tidak pada kaki, tangan dan wajah. penurunan ketajaman pandang.
terjadi c. Perthankan tirah baring selama b. Mencerminkan adanya hipoksia pada
- Pasien mengerti tentang fase akut.. berikan bantuan pada ssp yang dapat mempengaruhi kerja
keadaan sakit yang dialaminya pasien sesuai kebutuhannya. saraf – sraf yang lain termasuk saraf
saat ini d. Berikan penjelasan pada pasien penglihatan ( pasien menjadi buta ).
- Pasien kooperatif dalam setiap tentang mapa tyang sedang c. Menurunkan resiko terjatuh /trauma
tindakan yang diberikan dialami dan apa tujuan setiap d. Akan mampu meningkatan kesadaran
tindakannya yang diberikan. pasien tentang keaadaanya saat ini
dan mampu menurukan cemas yang
dialami pasien, dan pasien mau
kooperatif dalam setiap tindakan yang
di berikan.

35.

36.

2
D. IMPLEMENTASI

37. Sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI

38. Diagnose (Dx):

39. Dx 1 :

- Pasien mampu mempertahankan pola nafas yang efektif dengan tingkat


pernafasan yang normal.
- Paru-paru pasien bersih, bebas dari cianosis, dan tanda-tanda/ gejala-gejala
hipoksia yang lain.
40. Dx2 :
- Ttv dalam batas normal
41. Dx 3 :
- Pasien mampu melaporkan tingkat nyeri yang berkurang atau hilang
- Pasien relaks, tidak gelisah dan tidak menunjukkan gejala-gejala nyeri non
verbal lainnya
- Skala nyeri 0-1
42. Dx 4 :
- Px tidak menunjukan tanda-tanda kelemahan
- Px dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
43. Dx 5 :
- Pasien akan melaporkan adanya tingkat penurunan kecemasan yang
dialaminya
- Pasien menunjukkan keadaan yang relaksasi
- Pasien dapat mengidentifikasikan kecemasan yang dialaminya dan mampu
mengontrol diri dan situasi
44. Dx 6 :
- Trauma pada pasien tidak terjadi
- Pasien mengerti tentang keadaan sakit yang dialaminya saat ini
- Pasien kooperatif dalam setiap tindakan yang diberikan

3
45.45.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF

1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan


aliran darah.
2. Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan saraf pusat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya gangguan integritas mukosa pada
saluran cerna.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek tokxin
pada pencernaan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic usus oleh
karena obstruksi saluran cerna bagian bawah.
6. Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya perdarahan.
7. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman kematian.

3
G. INTERVENSI KEPERAWATAN KERACUNAN KOROSIF

46.
N 47. Tujuan dan Kreteria Hasil 48. Intervensi 49. Rasional

50. 51. Setelah diberikan asuhan a. Tinggikan tempat tidur, tempat a. Memindahkan aliran vena sehingga
1 keperawatan diharapkan kepela pada posisi sedang. dapat mengurangi resiko kongesti
perfusi serebral kembali b. Obsupsi pupil atau perubahan vaskular
normal dengan Kriteria hasil: tanda-tanda vital, penurunan b. Memberikan deteksi awal dan intervensi
- Tidak terdapat nyeri kepala tingkat kesadaran atau fungsi untuk meminimalakan perlukaan pada
- Kesadaran penuh motor susunan saraf pusat
52. c. Doromg istrahat dan ketenangan. c. Meningkatkan relaksasi dan dapat
Kurangi rangsangan lingkungan memebantu menurunkan tekanan darah
d. Pantau tekanan darah dan tanda d. Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas
vital yang lain sepoerti nadi dan intervensi
pernafasan e. Oksigen akan membantu mengurangi
e. Kolaborasi dalam pemberian hipoksia pada jaringan perifer karena
oksigen 4-6 1/mnt suplai oksigen ke otak mencukupi
53. 54. Setelah diberikan asuhan a. Pertahanan bantalan lunak dan a. Mengurangi trauma saat kejang selama
2 keperawatan diharapkan klien penghalang tempat tidur dengan pasien berada di tempat tidur.
tidak kesulitan bernafas posisi tempat tidur rendah b. Membantu melokalisasi daerah otak

3
dengan Kriteria hasil: b. Catat tipe aktifitas kejang seperti yang mengalami hipoksia.
- RR normal (16-20x/menit) lokasi, lamanya, tanda-tanda c. Hal ini merupakan keadaan darurat
- Pasien relaks, tidak gelisah penurunan kesadaran yang mengancam hidup yang dapat
dan tidak menunjukkan gejala-
c. Obserpasi munculnya tanda-tanda mengakibatkan henti nafas ,hipoksia
gejala takipneu
stalus epileptikus, seperti adanya berat, attau kerusakan otot dan sel saraf
kejang tonik-klonik setelah jenis d. Oksigen akan membantu mengurangi
lain muncul dengan cepat dan hipoksia pada jaringan perifer karenai
cukup menyakitkan. suplai oksigen ke otak mencukupi.
d. Kolaborasi dalam pemberian e. Mungkin bergunaa dalam mencegah
oksigen 4-6 1/mnt dalam pembentukan thrombus yang
e. Kolaborasi dalam pemberian obat dapat memicu terjadinya henti nafas.
anti koagulan dosis rendah sesuai f. Dengan diketahuinya kadar oksigen
denmgan indikasi dalam darah dapat menentukan
f. Kolaboraasi dengan petugas lab. tindakan segera yang harus dilakukan
Untuk pemeriksaan kadar oksigen untuk mencegah henti nafas.
dalam darah
55. 56. Setelah diberikan asuhan a. Catatan keluhan nyeri, termasuk a. Nyeri tidak selalu ada, tetapi bila da
3 keperawatan diharapkan nyeri lokasi, lamanya, intervensinya harus dibandingkan dengan gejala nyeri
klien terkontrol dan hilang ( skala 1-10). pasien sebelumnya dimna dapat
dengan Kriteria hasil: b. Kaji ulang factor yang membantu mendiagnosa pendarahan
- Pasien mengungkapkan rasa meningkatkan atau menurunkan dan adanya komplikasi.

3
nyeri berkurang dan bahkan nyeri. b. Membantu dalam membuat diagnose
hilang c. Catat petunjuk nyeri non- verbal dan kebutuhan therapy.
- Pasien tampak rileks seperti gelisah, menolak bergerak, c. Petunjuk non verbal dapat berupa
- Skala nyeri 0-1 takikardi berkeringat. Selidiki fisiologi dan patofisiologidan dapat
ketidak sesuaian antara petunjuk digunakan dalam menghubungkan
verbal dan non verbal. petunjuk verbal untuk mengidentifikasi
d. Kolaborasidengan dokter dalam berat ringannya masalah.
pemberian oabat analgetik, dan d. Analgetik dapat menurunkan fase nyeri
antasida. yang hebat dan dapat menurunkan
57. peristaltic usus. Antasida dapat
menurunkan keasaman lambung
dengan acara absorpsi dan dengan
cara menetralisir kimia.
58. 59. Setelah diberikan asuhan a. Evaluasiadanya/ kaulitas bising a. Iritasi pada mukosa saluran cerna.
4 keperawatan diharapkan usus. Catat adanya distensi atau Terutama pada gaster dapat
kebutuhan nutrisi klien ketegangan dari abdominal mengakibatkan nyeri pada
terpenuhi dengan Kriteria hasil: b. Catat adanya mual, muntah, dan epigastrium, mual, dan hiperaktif bising
- Nafsu makan meningkat diare usus, efek yang lebih serius dari
- BB naik c. Kolaborasi dalam mengusahakan system gastrointestinal mungkin terjadi
- Kebutuhan tubuh pasien akan status puasa sesuai dengan sekunder sensoris atau hepatitis.
nutrisi tetap terpenuhi indikasi b. Mual dan muntah adalah tanda yang

3
- Pasien tidak menunjukkan d. Kolaborasi dengan dokter dalam pertama yang sering muncul dari reksi
penurunan status gizi/nutrisi, pemberian nutrisi melalui I.V gangguan system gastrointestinal, yang
seperti pasien tidak tampak e. Kolaborasi dalam pemberian obat- sangat berhubungan dengan
mengurus, turgor kulit tetap obatan seperti antisida , vitamin- pencapaian masukan nutrisi yang
baik vitamin adekuat.
60. c. Memberikan istirahat pada
gastrointestinal untuk menurunkan efek
yang berbahaya pada stimulasi
lambung/pancreas bila ditemukan
adanya perdarahan gastrointestinal
atau muntah yang berlebihan.
d. Nutrisi yang diberikan secara I.V tidaka
akan mengganggu proses istirahatnya
salauran gastrointestinal, dan nutrisi
bagi keperluan tubuh pasien tetap
terpenuhi.
e. Antasida dapat menurunkan iritasi
lambung. Vitamin dapat
menggantikan kehilangan vitamin
tubuh pasien yang keluar lewat
muntahan, pendarahan,
maupun diare kalau ada.
3
61.

62. 63. Setelah diberikan asuhan a. Pantau pergerakan usus pasien a. Mengidentifikasi masalah konstifasi
5 keperawatan diharapkan BAB b. Pantau keadekuatan masukan pada pasien. Konstifasi adalah
klien lancar dengan Kriteria cairan dapat menimbulkan merupakan manifestasi termudah
hasil: konstipasi dari neurotoksisitas
- Klien melaporkan tidak c. Kolaborasi dalam pemantauan b. Ketidakadekuatan masukan
konstipasi pemeriksaan lab dan rontgent cairan dapat menimbulkan
- Peristaltik usus normal (5- d. Jelaskan pada pasien dan konstifasi.
35x/menit) keluarga tentang semua hasil c. Adanya ketidakseimbangan dalam
pemeriksaan lab, dan rontgen pemeriksaan eliktrolit menunjukan
pasien ketidak adekuatan nutrisi I.V yang
e. Lavement bila tergantung indikasi masuk kedalam tubuh pasien. Dengan
adanya pemeriksaan rontgen dapat
menunjukan posisi, dan kelainannya
yang ada pada gastrointestinal yang
dapat mengakibatkan pasien
konstifasi.
d. Paien dan keluarga paham dengan
penyebab mengapa pasien tidak
bisa buang air besar.
e. Lavement dapat membantu
3
mengeluarkan isi usus bagian bawah,

3
baik inti berupa feses maupun sisa
darah yang membeku
64. 65. Setelah diberikan asuhan a. Catat karakteristik muntah dan a. Membantu dalam menentukan
6 keperawatan diharapkan pendarahan penyebeb distress pada gaster.
volume cairan dan elektrolit b. Awasi tanda vital, bandingkan Kandungan empedu kuning
seimbang dengan Kriteria dengan saat awal penderita dating kehijauwan menunjukanbahwa pylorus
hasil: ke rumah sakit saat kejadian. terbuka.Kandungan fekal menunjukan
- Pasien menunjukkan c. Catat respon fisiologis pasien adanya obstruksi pada usus. Darah
perbaikan keseimbangan terhadap perdarahan misalnya pada saluran cerna.
cairan dan elektroloit adanya kelemahan, gelisah, pucat, b. Perubahan tekanan darah dan nadi
dibuktikan oleh haluran urine berkeringat, takipneu, peningkatan dapat dijadikan sebagai indicator
yang adekuat dengan berat suhu tubuh. perkiraan kehilangan darah (Mis.TD <
jenis normal, tanda vital stabil, d. Kolaborasi dengan dokter dalam 90 mmHg dan nadi > 110 diduga 25%
membran mukosa lembab, pemasangan cairan/darah sesuai penurunan volume atau kurang lebih
turgor kulit baik, pengisian dengan indikasi 1000ml). Hipotensi postural
kapiler cepat e. Kolaborasi dengan dokter dalam menunjukan penurunan volume
pemasangan selang NG pada sirkulasi.
perdarahan akut. c. Simtomatologi dapat berguna dalam
f. Kolaborasi dalam pemberian obat- mengukur berat/lamanya episode
obatan sesuai dengan indikasi perdarahan. Memburuknya gejala
seperti simitidin,ranitidine dapat menunjukan berlanjutan

3
perdarahan
dan tidak adekuatan penggantian

3
66. cairan.
d. Penggantian cairan tergantung dari
derajat hipovelemia dan lamanya
perdarahan . Pemberian darah segar
lengkap diindikasikan pada pasien
perdarahan akut (dengan
syok)karena darah simpanan dapat
kekurangan factor pembekuan.
e. Memberikan kesempatan untuk
menghilangkan sekresi iritan pada
gaster, darah dan bekuan, juga
dapat menurunkan mual dan
muntah.
f. Obat-obatan tersebut berfungsi
sebagai penghambat H2 menurunkan
produksi asam gaster , meningkatkan
pH gaster, dan menurunkan iritasi pada
mukosa gaster penting untuk
penyembuhan,
juga pencegahan pembentukan iritasi

4
67. 68. Setelah diberikan asuhan a. Sadar dan hadapi ansietas pada a. Ansietas dapat mempengaruhi
7 keperawatan diharapkan pasien dan keluarga. kemampuan mendengar dan
pemenuhan informasi klien b. Berikan peran aktif pasien atau mengasimilasi informasi.

4
terpenuhi dengan Kriteria hasil: orang terdekat dalam proses b. Belajar akan dapat ditingkatkan
- Klien menyatakan pemahaman belajar seperti diskusi tentang apabila individu dapat secara aktif
tentang kondisi, prognosis dan keadaan pasien. terlibat.
pengobatan. c. Kaji kemampuan pengetahuan c. Membantu dalam memperlancar
- Klien dapat mengidentifikasi pasien dan keluarga terhadap pelaksanaan perencanaan yang
hubungan tanda/gejala dengan penyakit yang dihadapi oleh pasien dibuat untuk proses kesembuhan
proses penyakit. saat ini. pasien.
d. Informasikan semua tindakan yang d. Paien dan keluarga mengerti dan
dilakukan terhadap pasien, baik memahami pentingnya tindakan yang
tentang manfaat serta efek akan dilakukan bagi kesembuhan
samping tindakan kalau ada bagi pasien, pasien dan keluarga
pasien. kooperatif dalam semua tindakan
yang dilakukan
69. 70. Setelah diberikan asuhan a. Identifikasi penyebeb ansietas, a. Dengan melinatkan pasien dalam
8 keperawatan diharapkan libatkan klien dalam proses proses pengobatan akan dapat
ansietas klien menurun atau pengobatan yang dilakukan menurunkan tingkat ansietas
hilang dengan Kriteria hasil: b. Kembangkan hubungan saling pasien.
- Pasien akan melaporkan percaya melalui kontrak yang terus b. Meningkatkan perasaan pasien
adsanya tingkat penurunan menerus. Tunjukan sikap yang sebagai manusia, membantu
kecemasan yang dialaminya menerima keadaan pasien menurunkan perasaan curiga dan
- Pasien menunjukkan keadaan c. Informasi pada pasien mengenai rendah diri pasien terhadap pemberi

4
yang relaksasi pelayanan keperawatan.
apa yang akan dilakukan oleh
c. Meningkatkan rasa kepercayaan dan

4
- Pasien dapat petugas dan manfaatnya bagi meningkatkan kerjasama danm
mengidentifikasikan kesembuhan pasien. menurunkan ansietas.
kecemasan yang dialaminya
dan mampu mengontrol dir
dan situasi

4
H. IMPLEMENTASI

71. Sesuai dengan intervensi

I. EVALUASI

72. Dx 1 :

- Tidak terdapat nyeri kepala


- Kesadaran penuh

73.

74. Dx 2 :

- RR normal (16-20x/menit)
- Pasien relaks, tidak gelisah dan tidak menunjukkan gejala-gejala takipneu
75.
76. Dx 3 :
77.
- Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang dan bahkan hilang
- Pasien tampak rileks
- Skala nyeri 0-1
78.
79. Dx 4 :
80.
- Nafsu makan meningkat
- BB naik
- Kebutuhan tubuh pasien akan nutrisi tetap terpenuhi
- Pasien tidak menunjukkan penurunan status gizi/nutrisi, seperti pasien tidak
tampak mengurus, turgor kulit tetap baik
81.
82. Dx 5 :
83.
- Klien melaporkan tidak konstipasi

4
- Peristaltik usus normal (5-35x/menit)
84.
85. Dx 6 :
86.
- Pasien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dan
elektroloit 87.
88. Dx 7 :
89.
- Klien menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses
penyakit. 90.
91. Dx 8 :
92.
- Pasien akan melaporkan adsanya tingkat penurunan kecemasan yang
dialaminya
- Pasien menunjukkan keadaan yang relaksasi
- Pasien dapat mengidentifikasikan kecemasan yang dialaminya dan
mampu mengontrol dir dan situas

4
- BAB III

- PENUTUP

1. KESIMPULAN

- Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan
efek merugikan pada yang menggunakan.

 Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif


yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet,
deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang
digunakan untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam
(pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih logam, penghilang
karat, dan asam baterai) (Brunner & Suddarth, 2001).

 Keracunan non korosif yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat non
korosif yang meliputi makanan, obat-obatan, gas (CO)

-
-

-
-
-

4
-

- DAFTAR PUSTAKA
-

- Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta:


Penerbit Media
- Esculapius FKUI..

- Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9.

- Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

- Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC.

- http://id.shvoong.com/how-to/health/2249159-keracunan-gas-karbon-
monoksida/, diakses tanggal 26 Maret 2012

- http://fitrirosdiana.blogspot.com/2011/01/keracunan.html , diakses tanggal 26


Maret 2012

- Marylin E. Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


Untuk

- Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.


Jakarta: Peneribit Buku Kedokteran EGC.

- Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume. Jakarta:


EGC.

4
-

Anda mungkin juga menyukai