Anda di halaman 1dari 4

Pada dasarnya saat dimana Nabi Muhammad SAW menyebarkan islam tidak semudah

pada saat ini hanya saja diperlukan strategi yang sangat teliti. Yang dimana saat itu beliau
banyak kecaman social dari kaumnya sendiri yaitu kaum quraisy. ketika beliau sudah
mendapatkan wahyu dan memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi. Pada masa ini juga
kenabian Nabi Muhammad ada 27 surat yang diturunkan, bukan kitab sucian wahyu yang
disampaikan pada nabi, peristiwa pewahyuan utama ini masih di pertahankan selama 3-4 tahun
pertama.

Surat-surat yang diturunkan pada fase ini surat yang pendek dengan gaya bahsa yang
khas. Pada fase ini surat yang diturunkan berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW, baik dialog
dngan atau tentangnya, atau sanggahan terhadap musuh-musuh yang menentangnya. Surat-surat
ini berkaitab dengan kaum quraisy yang mempunyai sikap tercela dan penolakan terhadap
kenabian.

Pada fase ini surat yang turun mempunyai ide besar ialah pengatan asas-asas aqidah islam
yaitu ketuhanan, kenabian, dan dalam beberapa surat pun menegaskan kebenaran hari
pembalasan. Adapun surat yang turun pada fase ini yaitu

1. Al-Alaq surat ini merupakan titik berangkat kenabian Muhammad, dan surat ini
menjelaskan bahwa tuhan akan menuntun (baca, mengajarkan) Muhammad.

2. Al-Muddassir surat ini menjelaskan tugas kenabian, yaitu al-qiyam bi al-inzar.

3. Al-Massad atau Al-Lahab surat ini merupakan celaan terhadap Abu Lahab dan istrinya
yang mengimplimasikan bahwa siapa yang menentang Muhammda dan kenabiannya
akan mendapatkan la’nat

4. Al-Takwir surat ini menjelaskan menolak tuduhan quraisy bahwa Muhammad adalah
orang gila sembari menekankan bahwqa ia adalah Nabi yang menerima al-zikr. Akan
tetapi, disini relevansi yang disampaikan al-jabir tidak memuaskan alam konteks ini. Ada
kaitan yang sangat besar lainnya, yaitu budaya paganisme arab dan pengalaman mereka
yang belum pernah menerima kitab sepanjang sejarah. Kondisi semenanjung arab yang
dipisah-pisahi dan di penuhi denga gurun yang sangat luas serta situasi sosal politik
etnisitas yang hidup membuat pengaruh agama yahudi dan nasrani yang tidak begitu
besar di arab.
Strategi dakwah sembunyi-sembunyi sangat masuk akal ketika pada masa itu. Untuk
melakukan secara terang-terangan harus memmiliki mental yang cukup kuat. Pada fase ini
begitu pentingnya dari beberapa surat yang turun pertama hanya tiga yang diindetifikasikan.
Pada surat yang diindetifikasi hanha satu kata pada masing-masingnya. Ditemukan pada surat
Al-Takwir [81]:27, yang menempati urutan keempat pada tartib al-nuzuli. Identifikasi yang
kedua pada surat Al-Rahman [55]:27 ini tidak bias dilepaskan dari konteks menyeluruh suratnya.

Pada fase ini AL-Qur’an menggunakan istilah al-zikr yang terindetifikasi pada surat
urutan keempat, Al-Takwir. Indetitikasi selanjutnya rentang relative jauh yaitu pada surat Al-
Rahman [55] surat ini duturunkan pada ururtan ke-21. Pada fase ini banyak sekali indentifikasi
ayat Al-Qur’an yang turun pertama, timbul isitilah al-rahman. istilah ini memperkenalkan Al-
Qur’an dengan istilah baru kepada khalayak arab. Al-Rahman yang dengannya surat ini dibuka
dan dengannya pyla surat ini dinamai, juag diperkenalkan oleh Al-Qur’an dalam makna baru.

Sebelumnya, ia digunakan dalam makna yang tidak berkaita dengan ketuhanan. Akan
tetapi, Al-Qur’an mennggunakan istilah sebagai nama Allah dan bahkan belakangan kata ini
menjadi salah satu asma’ al-husna.

Satu istilah lgi yang menarik dari peristiwa pewacanaan ini, yaitu mengenai terminologi
Allah. Istilah ini digunakan pertama kali dalam surat al-A’la (87), dan digunakan kembali dalam
surat al-Ikhlas (112). Term ini juga diperkenalkan dengan dimensi makna yang baru. Memang
benar kata ini sebelumnya telah digunakan dalam konteks tuhan, akan tetapi tuhan disini adalah
tuhan masyarakat pagan, bukan Tuhan monoteis sebagaimana yang diperkenalkan Al-Qur’an.
Kedua surat tersebut terutama al-Ikhlas (112) memperkenalkan Allah dengan konsep baru yakni
konsep Tuhan monoteisme. Disebutkan bahwa Allah bersifat ahad. Kata ahad sendiri bukanlah
istilah asing bagi bangsa arab. Sya’ir jahiliyah telah menggunakan istilah ini dengan makna
individu seseorang dengan satu atau beberapa sifat khas. Akan tetapi istilah ini belum pernah
digunakan sebagai sifat Tuhan. Oleh sebab itu Allah ahad adalah sebuah konsep baru, konsep
Tuhan monoteisme. Dengan konsep ini, Ia merupakan satu-satunya Tuhan, dan tidak ada Tuhan
selain Dia, tidak ada yang pantas disembah kecuali Dia. Konsep ini berbeda dengan model
kepercayaan penduduk Makkah yang menyembah berhala sebagai perantara untuk Tuhan.
Terlihat jelas bahwa Al-Qur’an memperkenalkan tiga istilah penting ini, satu tentang kitab suci
dan dua lainnya tentang ketuhanan, secara berurutan dan berdekatan.
Indikasi Al-Qur’an pada surat berikutnya adalah al-Buruj (85) yang memperkenalkan
istilah baru yaitu lawh al-mahfuz. Kata ini digunakan sekali dalam Al-Qur’an dan diperkenalkan
dalam dimensi yang khas. Secara bahasa, kata lawh bermakna segala benda, apapun bentuk atau
asalnya, yang berfungsi untuk menjaga sesuatu yang tertulis. Istilah tersebut sudah populer bagi
bangsa arab jahiliyyah yang mana niasanya menulis sesuatu di tulang, kulit hewan, tumbuhan,
pelepah kurma, dan sebagainya. Tidak demikian dengan lawh al-mahfuz,Al-Qur’an
menggunakannya dengan sebagai suatu tempat tertentuyang tidak bisa digapai kecuali oleh
Allah. Al-Qur’an mewacanakan dirinya diajarkan oleh al-rahman (Allah) dan ia terjaga di lawh
al-mahfuz. Maka wacana yang dibangun adalah bahwa wahtu yang diterima oeh Muhammad
adalah al-zikr/ al-qur’an yang diajarkan oleh al-Rahman (55) melalui perantara Rasul karim. Ini
menjadi kualitas pembeda antara Al-Qur’an dengan sya’ir jahiliyah.

Dalam sudut pandang studi ini, terlihat jelas bahwa Al-Qur’an benar-benar melakukan
penataan ulang terhadap makna lama dan menyusun kembali makna-makna yang baru bagi
bangsa arab. Al-Qur’an diperkenalkan di tengah-tengah konsep yang baru tersebut. Al-rahman
diberikan nuansa ketuhanan dan Allah dijelaskan dalam konteks monoteisme, dan begitupun
dengan Al-Qur’an. Wahyu yang diterima oleh Muhammad diberi nama al-qur’an. Sebagaimana
keadaan bangsa arab yang belum menerima kitab sebelumnya, dan salah seorang dari mereka
telah diwahyukan kitab dan kitab tersebut dinamai dengan nama asing. Ini memperlihatkan
bahwa Al-Qur’an dengan serius menyusun kembali sebuah wacana otentik. Kitab suci yang
mengejutkan dengan keasingan-keasingan yang dibawanya.

Secara berangsur-angsur sikap Wahyu Muhammad terhadap sya’ir jahiliyyah berlanjut.


Pada surat at-Takwir (81) ia menyebut proses pewahyuan yang mirip sebagaimana sya’ir
jahiliyyah dan pada surat al-Rahman ia mengatasinya dngan menyatakan keaslian yang tinggi.
Masih pada al-Rahman, ia menurunkan derajat jin menjadi setara dengan manusia, hingga
kemudian pada surat al-Jinn (72) ia menutup kekuasaan jin terhadap pesan rahasia dari langit.
dalam masa berangsur-angsurnya peristiwa ini, wahyu Muhammad secara bertahap merendahkan
sakraitas sya’ir bagi bangsa Arab. Pada saat yang sama, jin yang pada awalnya merupakan salah
satu penopang kualitas cendikiawan penya’ir diwacanakan tunduk kepada Al-Qur’an dan
Muhammad. Hal itu secara otomatis merendahkan sakralitas sya’ir, sedangkan Al-Qur’an
meningikan dirinya. Al-Qur’an telah menutup sama sekali fungsi sya’ir jahiliyyah bagi
peradaban Arab. Oleh sebab itu sebgaia gantinya, diciptakanlah wacana baru yaitu Al-Qur’an.

Al-Qur’an juga menegaskan bahwa wahyu yang diterima Muhammad adalah zikr dan al-
qur’an. Terdapat dua istilah sebgai penunjuk iden titas Al-Qur’an. Kedua istilah tersebut
dihubungkan dengan kata hubung waw (dan). Dalam bahasa arab, kata hubung ‘ataf berfungsi
untuk menjelaskan perbedaan. Dengan demikian al-qur’an berbeda dengan al-zikr. Akan tetapi
perbedaan tersebut bagi penulis sama saja. Argumentasi penulis adalah bahwasanya al-qur’an
dan al-zikr bersama dengan al-kitab dan al-furqan adalah nama bagi kitab suci wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahwa al-
qur’an sebgai kitab suci adalah sesuatu dan nama baginya (Asma’ al-Qur’an) adalah sesuatu
yang lain. Al-Qur’an dan al-zikr memang dua hal yang berbeda. Akam tetapi, keduanya berada
dibawah payung asma’al-qur’an. Seperti terdapat dalam surat Yasin (36) : 69, penyandingan
antara al-qur’an dan al-zikr disini adalah penekanan bagi pendengar bahwa Wahyu yang
diterima oleh Muhammad adalah al-zikr. Ia dalahasesuatu yang dilantunkan sama sifatnay seperti
sya;ir hjahiliyah yang dipamerkannya secara bahasa. Al-Qur’an juga tetap menjaga
keterkaitannya dengan sisi ini untuk berbicara dengan bangsa arab yang dekat dengan budaya
sya’ir. Akan tetapi, pada sisi lain wahyu ini adalah al-qur;an yang berbeda dengan sya’ir. Jika
Allah ( ar-rahman ) telah mengajarkan Muhammad al-qur’an ( Q.S. al-Rahman (55) : 2 ), tidak
demikian dengan sya’ir. Maka eksklusifitas ini diwujudkan dengan istilah al-qur’an. Al-zikr dan
al-qur’an adalah dua kata yang berbeda yang merujuk kepada wujud yang sama dengan
penekanan yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai