Anda di halaman 1dari 11

[Type text]

Diare kronik et causa Intoleransi Laktosa Pada Anak

Shabrina Khairunnisa
102011339
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan
Diare pada anak sangat sering ditemukan, dan dapat menimbulkan tingkat kematian yang
cukup tinggi terutama pada negara berkembang dikarenakan komplikasinya, yakni berupa
dehidrasi. Diare mempunyai sebab yang sangat banyak, dimulai dari infeksi bakteri,
malabsorpsi gizi, atau bahkan sebagai komplikasi dari penyakit lain. Selain itu berdasarkan
pembagian waktunya, diare juga dibagi menjadi 3 jenis, yakni akut, persisten, dan kronis.
Kebanyakan diare yang terjadi merupakan diare akut infeksius, hak ini terjadi karena higiene
yang buruk dan sanitasi yang buruk pula, hal ini mengartikan bahwa diare, juga terkait pada
tingkat ekonomi pasien. Terkadang gejala klinis yang ringan sampai sedang pada diare, dapat
menandakan sebuah penyakit yang parah, seperti kanker colorectal, atau penyakit tiroid.

Anamnesis 1-3
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yuang profesional dan optimal. Anamnesis dapat dilakukan secara autoanamnesis atau
alloanamnesis, autoanamnesis berarti melakukan wawancara medis dengan pasien itu sendiri.
Sedangkan alloanamnesis berarti melakukan wawancara medis dengan orang dkat dengan
pasien misal ibu pasien, atau pengasuh pasien.

Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:

1. Identitas pasien

1
[Type text]

2. Riwayat penyakit sekarang


3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.

Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat
berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar. Misalnya keluhan diare
sejak 3 hari yang lalu.

Bisa juga ditanya apakah pasien merasakan nyeri pada perut pasien tersebut? Nyeri
pada perut dapat bersifat setempat atau menjalar ke seluruh perut. Mintalah pasien
menunjukkan lokasi nyerinya. Selain nyeri pada perut dapat ditanyakan juga keluhan lain
seperti apakah feses mengandung lendir atau darah.

Tanyakan pada pasien, apakah ia memiliki penyakit yang dulu pernah ia derita dan
sampai kini masih ia derita, contohnya Diabetes Mellitus. Atau dapat ditanyakan pula berapa
lama ada rasa nyeri di epigastrium sudah mencapai lebih dari 6 bulan, kemungkinan ada
gangguan fungsional.

Tanyakan pada pasien mengenai riwayat kesehatan keluarganya, apakah di


keluarganya ada yang menderita penyakit keturunan, seperti alergi terhadap suatu benda.

Tanyakan pula riwayat sosial ekonomi pasien, jenis pekerjaan apa yang ia lakukan, kebiasaan
apa yang sering pasien lakukan, dan tentukan tingkat ekonomi pasien. 1

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan abdomen patologis.
Hal yang dilakukan adalah:

2
[Type text]

1. Inspeksi untuk melihat bentuk abdomen simetris atau tidak, datar atau menonjol,
warna kulit dan apakah dan apakah ada vena yang berdilatasi, juga dilihat aoakah
adanya gerakan pada abdomen.
2. Palpasi dilakukan untuk mengetahui adana nyeri pada tekanan dan pelepasan sentuhan
pada bagian abdomen tertentu.
3. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran hati atau adanya perforasi
lambung, hal ini dilakukan dengan pembedaan suara timpani yang terdapat pada
rongga kosong dengan gas, dan suara pekak yang merupakan suara perkusi organ.
4. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus yang meningkat atau
adanya suara nadi pada abdomen seperti pada kasus aneurisma aorta.

Penilaian derajat dehidrasi dengan :


1. Keadaan dan tingkah laku
2. Mata, air mata, rasa haus
3. Turgor kulit
4. Ubun-ubun cekung pada anak
5. Nadi cepat dan lemah
6. Pada keadaan asidosis metabolik terdapat pernapasan yang cepat dan
dalam(kussmaul)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tinja untuk
mengetahui penyebab dari diare, apakah bakteri, virus, atau protozoa. Dilakukan secara
mikroskopis dan makroskopis. Serta kadar pH, dan kadar gula darah jika diduga intoleransi
gula. Dan biakan kuman penyebab dan uji resistensi terhadap antibiotika.
Kemudian dapat dilakukan tes toleransi laktosa, dengan pemberian laktosa, dan dilihat
apakah ada kenaikkan pada gula darah. Caranya adalah pemberian 50ml laktosa dalam
200mL air, kemudian dilihat setelah 2 jam kadar gula darah, jika terjadi kenaikkan minimal
25mg/dL maka hasilnya normal, namun apabila hasilnya dibawah 25mg/dL hasilnya tidak
normal. Jika tidak, harus dibedakan dengan malabsorsi karbohidrat, dengan pemberian
glukosa, dan dilihat apakah ada kenaikkan pada gula darah.

Diagnosa kerja

3
[Type text]

Dari gejala yang diderita oleh pasien maka diambil diagnosis kerja diare kronis et
causa intoleransi laktosa. Diare, seperti pada definisi merupakan peningkatan dari total feses
sehari-hari yang manusia buang, dan biasanya disertai dengan peningkatan pembuangan
cairan lewat feses, sehinga bentik feses menjadi cair. Pada bayi dan anak kecil, diare
berakibat pembuangan feses lebih dari 10g/kg/24jam atau lebih dari batas orang dewasa
yakni sekitar 200g/hari. Diare yang terjadi lebih dari 2 minggu disebut sebagai diare kronis.
Diare terjadi karena adanya perubahan dari transport air dan elektrolit. Tipe diare dibagi
berdasarkan lamanya kejadian adalah diare akut < 2 minggu, diare persisten apabila 2-
4minggu, dan diare kronis apabila >4minggu.4,5

Tipe diare
I. Diare akut : merupakan kasus diare lebih dari 90% yang terjadi di masyarakat.
Diare akut disebabkan oleh karena agen infeksius, dan memiliki gejala muntah,
demam, dan nyeri abdominal. Sedangkan sisa 10% merupakan diare akut yang
disebabkan oleh pengobatan, menelan racun, iskemia.
Agen infeksius: didapatkan kebanyakan dari fecal-oral, via makanan dan
minuman. Pada orang yang immunokompeten penghuni mikroflora fecal, yang
terdiri dari >500 spesies, tidak akan menimbulkan gejala diare, malah
menghentikan bakteri pathogen yang tertelan. Infeksi akut terjadi apabila, agen
yang tertelan melebihi kemampuan imun mukosa untuk menahan infeksi. Di US,
ada beberapa kelompok yang rentan terhadap paparan infeksi akut diare, yakni:
1. Petualang, hampir 40% turis ke daerah endemik diare, akan menderita diare,
hal ini disebut traveler’s diarrhea. Umumnya terjadi karena infeksi bakteri
Entero Toxigenic E.Coli (ETEC), dan juga jenis Shigella, Campylobacter.
2. Pemakan makanan tertentu, diare sangat erat hubungannya dengan konsumsi
makanan tertentu, makanan di piknik, restoran, ada kemungkinan erat infeksi
oleh Salmonella, Shigella atau Entero Haemorragic E.Coli (EHEC).
3. Orang imuno defisien, merupakan orang yang sangat rentan pada segala jenis
infeksi, karena tidak adanya sistem imun yang melindungi tubuh, sehingga
pada infeksi diare biasa, pada orang yang mengalami imun defisiensi akan
mengalami gejala yang lebih fatal.
4. Penyebab lain : efek samping dari pengobatan merupakan salah satu penyebab
diare non-infeksius. Beberapa contohnya adalah pengobatan antibiotik,
antihipertensi, NSAID, dan laxative.

4
[Type text]

II. Diare kronis : merupakan diare yang terjadi pada lebih dari 4 minggu, kebanyakan
dari kasus diare kronis adalah non-infeksius. Ada beberapa penyebab yang
menyebabkan diare kronis, yakni:
1. Penyebab sekretorik, adalah karena perubahan transport elektrolit dan cairan
di mukosa usus besar, diare kronis tipe ini dicirikan dngan output feses yang
banyak dan konsistensinya sangat cair. Diare tipe ini dapat terjadi karena
pengobatan yang dilakukan pasien, reseksi usus besar, fistula usus besar.
2. Penyebab osmotik, adalah diare yang terjadi karena ada zat yang tercerna
namun tidak terabsorpsi, sehingga zat ini masih ada di usus besar dan menarik
air ke lumen usus. Diare tipe ini bisa terjadi karena malabsorpsi karbohidrat.

Intoleransi laktosa merupakan penyakit dimana laktosa tidak dapat dicerna didalam
tubuh. Hal ini dikarenakan karena tidak adanya atau hanya ada sedikit enzim laktase,
sehingga laktosa tidak mampu dicerna menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga
laktosa akan tetap berada di dalam lumen usus, jadi laktosa akan bergerak menuju
lumen usus besar dan akan menarik air ke arah lumen usus, dan akan menyebabkan
feses menjadi sangat cair. Pada kasus ini, pasien tidak dapat memakan dan mencerna
makanan yang memiliki kandungan laktosa, karena tidak dapat diserap. Produk yang
mengandung laktosa adalah susu, keju, yogurt.5

Diagnosis banding

Malabsorbsi
Sindroma malabsorpsi karbohidrat, pada penyakit ini pasien tidak mampu menyerap
segala bentuk karbohidrat dalam makanan, tentu hal ini akan menimbulkan masalah bagi
pencernaan, karena zat gizi yang tidak dapat diserap dalam saluran cerna akan menjadi benda
osmotik, yang akan menimbulkan efek diare, yakni tipe diare osmotik.4

Diare cair akut karena bakteri non-invasif

Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V. Cholerae Eltor, ETEC dan C.
Perfringens. V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang dapat terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini disebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan

5
[Type text]

kadar AMP dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.1,2,6

Diare enterotoksigenik : tanpa demam, tanpa darah

- Non invasif, ada mual


- Kolera : tinja seperti cucian beras, disertai muntah
- Patogen : ETEC, Giardia lamblia, rotavirus, Vibrio cholera
- Sebab lain : bahan toksik pada makanan (logam berat misalnya preservatif kaleng,
nitrit pestisida, histamin pada ikan)
- Lab : tidak ada leukosit di tinja
- Biasanya defekasi berupa air-air

Diare karena bakteri/parasit invasif / Disentri

Bakteri yang merusak (invasif antara lain EIEC, Salmonella, Shigella, Yersinia, C.
Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan
ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diarenya dapat tercampur lendir dan
darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare
koleriformis. Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B,
Stuphimurium, S.enterriditis, S.cholerasuis. penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitika
dan G.lambia. 1,2,6

Diare enterovasif : terdapat demam, tinja berdarah.

- Invasif, sering di kolon, diare berdarah, sering tetapi sedikit-sedikit, sering diawali
diare air.
- Banyak leukosit di tinja (patogen invasif)
- Kultur tinja untuk Salmonella, Shigella, Campylobacter

Etiologi
Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, beberapa penyebab diare adalah:

6
[Type text]

1. Infeksi bakteri, virus, protozoa, bakteri seperti E.coli, shigella, salmonella mampu
menyebabkan gejala diare pada pasien, dan diare akan segera berhenti apabila kuman
penyebab sudah hilang, maka dimasukkan pada tipe diare akut.
- Virus berkembang di epitel vili usus dan dapat menimbulkan kerusakan epitel,
pemendekan vili, dan hilangnya enzim disakarase.
- Bakteri menempel di mukosa usus dan menyebabkan sekresi cairan bertambah,
mengeluarkan toksin yang membuat absorpsi natrium berkurang sedangkan absorpsi
klorida bertambah.
- Protozoa menempel di mukosa mengakibatkan pemendekan vili (Giardia lambia) dan
invasi mukosa sehingga terjadi ulkus (E.histolitika).
2. Pengobatan, obat-obat seperti analgesik, antihipertensi, atau obat untuk penyakut
muskuloskeletal seperti kolkisin memiliki efek membuat pasien menjadi diare,
khususnya golongan analgesik, karena juga dapat menyebabkan iritasi lambung yakni
gastritis akut.
3. Sindroma malabsorpsi, pada zat gizi yang tidak dapat diabsorpsi, malah dapat menjadi
hal yang memicu diare, contohnya adalah laktosa, jika laktosa tidak dapat dipecah
menjadi galaktosa dan glukosa, maka laktosa akan menjadi zat yang menarik air ke
lumen usus besar, dan akhirnya akan menyebabkan diare.4,5

Epidemiologi
Diare dapat ditemukan dimana-mana, karena merupakan penyakit dengan faktor
penyebab yang beragam. Diare oleh karena infeksi bakteri dapat ditemukan hampir
dimanapun, tapi memiliki faktor pendukung yakni lingkungan dengan higiene dan sanitasi
yang buruk. Sedangkan diare noninfeksius, memiliki penyebab seperti pengobatan analgesik
ataupun intoleransi laktosa, sehingga dapat terjadi pada siapapun yang memiliki faktor
keturunan yang mendukung penyebab diatas. Dapat diurutkan beberapa faktor yang
berpengaruh4 :
1. Penyebaran kuman, melalui kontak oro-fecal yang didukung dengan tindakan air
minum tercemar, tidak mencuci tangan, pembuangan tinja sembarangan.
2. Meningkatnya kerentanan diare, seperti pada anak yang kurang gizi, atau
imunodefisiensi.
3. Umur tersering pada 6-11 bulan, namun bisa juga pada anak <2tahun, dan pada orang
dewasa.

7
[Type text]

Patofisiologi

Mekanisme patofisiologis dari diare dibagi menjadi dua yakni diare osmotik dan diare
sekretorik.

Diare osmotik : dikarenakan oleh adanya zat yang tidak mampu diserap oleh tubuh yang
berada pada saluran gastrointestinal. Contoh dari diare osmotik adalah intoleransi laktosa,
yang disebabkan oleh karena kekurangan enzim laktase sehingga laktosa tidak dapat dicerna
dan diserap oleh usus halus, dan laktosa mencapai usus besar dalam keadaan utuh. Hal ini
menyebabkan bakteri usus besar untuk memfermentasikan laktosa menjadi asam organik
rantai pendek yang bersifat menarik air, dan menyebabkan air akan disekresikan kedalam
lumen usus besar. Contoh lain adalah garam magnesium dan sorbitol yang keduanya tidak
dicerna oleh tubuh, sehingga menimbulkan efek penarik air yang sama dengan laktosa. Diare
osmotik dihentikan dengan puasa zat penyebab, seperti jika penyebabnya adalah intoleransi
laktosa, maka laktosa harus dihentikan asupannya.

Diare sekretorik : mekanisme diare sekretorik adalah aktivasi dari mediator intraseluler
seperti cAMP,cGMP, yang menginduksi sekresi ion Cl- dari sel cripta dan menghambat
absorpsi NaCl netral. Contohnya adalah diare karena kolera maupun E.coli, enterotoxin dari
bakteri ini akan mengikat reseptor spesifik, dan mengaktifkan adenil siklase, kemudian hal ini
akan meningkatkan sekresi dari cAMP, dan hal ini akan menyebabkan diare. Diare sekretorik
ditandai dengan feses yang berair dan sangat banyak.4

Proses pencernaan disempurnakan oleh suatu enzim dalam usus halus. Banyak
diantara enzim-enzim itu terdapat pada brush border usus halus dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorbsi.Enzim laktose adalah enzim yang memecahkan laktosa
(disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida) pada brush border, sehingga
absorbsi dapat berlangsung. Bila laktosa tidak dihidrolisis masuk usus besar, dapat
menimbulkan efek osmotik yang menyebabkan penarikan air ke dalam lumen kolon. Bakteri
kolon juga meragikan laktosa yang menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang
merangsang kolon, sehingga terjadilah peningkatan pergerakan kolon.Diare disebabkan oleh
peningkatan jumlah molekul laktosa yang aktif secara osmotik yang tetap dalam lumen usus
menyebabkan volume isi usus meningkat. Kembung dan flatulens disebabkan oleh produksi
gas (CO2 dan H2) dari sisa disakarida di dalam colon.

8
[Type text]

Gejala klinis
Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien adalah BAB dengan konsistensi cair, anak yang
sering menangis, dan berat badan yang cenderung tetap, atau bahkan berkurang.4

Komplikasi
1. Dehidrasi merupakan keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan cairan. Terdapat
3 jenis dehidrasi berdasar kadar ion Na: dehidrasi isotonik (Na + normal 130-
150mmol/L), dehidrasi hipertonik (Na+ >165mmol/L), dehidrasi hipotonik (Na+
<130mmol/L). Berdasar pada derajatnya adalah : Tanpa dehidrasi defisit cairan <5%,
dehidrasi ringan defisit cairan 5-6%, dehidrasi sedang defisit cairan 5-10%, dhidrasi
berat defisit cairan >10%.
2. Asidosis metabolik, dehidrasi menimbulkan gejala syok, sehingga filtrasi glomerulus
berkurang, sehingga konsentrasi asam bertambah dan berakibat pH tubuh menurun.
3. Hipokalemia dengan gejala lemah otot, aritmia, ileus paralitik
4. Hipoglikemi dengan gejala lemas, apatis, syok dan kejang
5. Gangguan gizi yang disebabkan oleh berkurangnya penyerapan makanan karena
kerusakan vili usus, defisiensi laktase.
6. Kejang karena hipoglikemi, dan kekurangan cairan tubuh dengan nama syok
hipovolemik. 4

Penatalaksanaan
Prinsip pertama dalam penatalaksanaan diare adalah untuk menjaga diet nutrisi yang
cukup, untuk menjaga tumbuh dan kembang yang normal. Tinggi badan, berat badan, dan
status gizi pasien harus selalu dicatat. Pada diare kronis non-spesifik, yang biasanya muncul
pada anak 1-3 tahun harus diadakan restriksi cairan, yakni jika anak tersebut menerima intake
air 150mL/kg/hari dikurangi menjadi 90mL/kg/hari. Dan jika anak mengkonsumsi jus buah,
jus buah sebaiknya dikurangi, karena buah-buah seperti apel, pear mengandung sorbitol yang
tidak dapat dicerna dan menyebabkan osmotik diare. Selain itu, bila ada indikasi karena tidak
dapat mencerna laktosa, maka diet bebas laktosa juga dianjurkan, indikasi malabsorpsi
laktosa, dilihat dari setelah pemberian susu, anak biasanya mengalami gejala diare. Atau selai
itu dapat diberikan Lactase (LactAid) untuk mencerna laktosa. Bila pada feses pasien
ditemukan lemak dan ada gejala berat badan turun, maka diare dikarenakan sindroma
malabsorpsi perlu dipikirkan. Penyebab utama dari diare kronis karena sindroma malabsorpsi

9
[Type text]

adalah biasanya karena sindroma malabsorpsi postgastroenteritis. Kemudian pasien dengan


indikasi adanya kolitis bakterialis di usus halus, perlu terapi antibiotik yakni berupa
metronidazole digabung dengan ampicillin atau cotrimoxazole. Pada terapi empiris diare akut
digunakan ciprofloxacin 500mg 3x1 dan metronidazole 250mg 3x1 selama 7 hari.
Pada anak dengan tipe diare sekretorik perlu diadakan terapi nutrisi yang mencukupi.
Pemberian loperamid sebagai penghenti diare juga baik, karena bagi sebagian orang frekuensi
ke toilet yang bertambah dapat mengganggu aktivitas. Namun harus diingat pada diare akut
infeksius jangan diberikan loperamid, karena hal ini akan membuat diare yang merupakan
salah satu mekanisme tubuh untuk memnuang bakteri terhambat, dan bakteri dapat tertahan
dapat membelah didalam colon.4,5

Prognosis

Prognosis dari diare adalah baik jika penyebabnya dapat dihilangkan,namun jika
penyebabnya tidak dapat dihilangkan maka diare dapat bersampak tidak baik dan hal ini
dapat berbahaya, karena komplikasi diare adalah dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Hal ini dapat terjadi karena banyak cairan yang terbuang, oleh karena itu sangat
penting untuk penyebab diare dihilangkan, seperti ada diare akut infeksius, maka kuman
bakteri harus dihilangkan dengan pemberian antibiotik, sedangkan pada diare kronis, maka
penyebabnya harus dihilangkan, misalnya seperti tidak mampu mengkonsumsi produk
laktosa, maka jika ingin minum susu, harus diganti susu bebas laktosa.5

Kesimpulan
Pasien diduga menderita penyakit diare persisten, hal ini dikarenakan pasien
menderita diare dengan kurun waktu lebih dari 2 minggu. Selain itu pada pasien juga terdapat
gejala sulit naik berat badan sehingga adanya sindroma malabsorpsi, maka dari itu pasien
harus diberikan terapi susu pengganti yang tidak mengandung laktosa, agar diare dapat
berhenti. Selain itu anak juga harus diberikan asupan cairan yang cukup, agar tidak terjadi
gejala dehidrasi.

10
[Type text]

Daftar pustaka

1. Markum A H. Buku ajar Ilmukesehatan anak. Fakultas Kedokteran universitas indonesia.


Jilid 1. Jakarta. 2000.
2. Gleadle.Jonathan.At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta.Erlangga; 2007.h.
93
3. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardani I W, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran, fakultas
kedokteran universitas indonesia. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta, 2000.
5. Abrutyn E, Braunwald E, Fauci AS et all. Harrison’s prinsip ilmu penyakit dalam. Ed: 16.

11

Anda mungkin juga menyukai