Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan

dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan

secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya

kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan

kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas (Permenkes RI, 2014).

Puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan

untuk jenjang tingkat pertama. Diwilayah kerja Puskesmas terdapat berbagai

bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya masyarakat. Pelayanan

masyarakat bisa dikatakan baik bila masyarakat dapat dengan mudah

mendapatkan pelayanan dan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu

cepat dan hampir tidak ada keluhan yang diberikan kepadanya (Librianty, N.

2017).

Layanan keperawatan di puskesmas/rumah sakit diberikan kepada

pasien baik melalui pelayanan rawat jalan maupun pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,

pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lainnya

dengan menginap di rumah sakit/puskesmas. Selama dalam layanan rawat


2

inap pasien memiliki kewajiban dan hak yang harus dipenuhi (Kemenkes RI

No. 560 tahun 2003).

Pasien rawat inap akan mengalami keterbatasan dalam melakukan

perawatan diri seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas perawatan

diri, terutama untuk mandi, berpakaian, makan dan minum (Direja, 2015).

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang

mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi

aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),

berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Direja, 2015).

Perawatan diri merupakan kemampuan dasar manusia dalam memenuhi

kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, pasien dinyatakan

terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri,

dalam kehidupan sehari-hari ( Nurjannah, 2016).

Activity of daily living adalah kemampuan seseorang untuk melakukan

aktivitas sehari – hari secara mandiri (Maryam, 2008). Activity of daily living

merupakan suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan

activity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional

dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga

memudahkan pemilihan intervensi yang tepat. Kemandirian berarti tanpa

pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif (Maryam,

2008).

Pengkajian tingkat kemandirian penting untuk mengetahui tingkat

ketergantungan pasien dalam rangka menetapkan level bantuan bagi pasien


3

dan perencanaaan perawatan jangka panjang (Tamher dan Noorkasiani,

2011). Kemandirian dapat dilihat dengan menggunakan instrument yang

cukup sederhana dan mudah dilaksanakan. Aktivitas kegiatan sehari-hari yang

dinilai adalah mandi, berpaikan, toileting, perpindah, mengontrol eliminasi

dan makan. (Martono, 2009)

Ada beberapa penghambat dalam melakukan kegiatan aktivitas sehari-

hari diantaranya kurangnya pengetahuan, dukungan keluarga dan motivasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rinajumita (2011) dan Karunia

(2016), yang menyebutkan terdapat hubungan yang bermakna antara

dukungan keluarga dengan kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari.

Faktor yang mempengaruhi kemandirian pasien dalam melakukan

perawatan diri yaitu umur, status kesehatan, kesehatan fisiologis, fungsi

kognitif, fungsi psikososial, dan pelayanan kesehatan (Hardywinoto, 2010).

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda kemauan

dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat perkembangan

dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–lahan berubah dari

tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity of daily living

(Hardywinoto, 2010).

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous

mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari lingkungan.

Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga

dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan.


4

Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat

mengganggu pemenuhan activity of daily living (Hardywinoto, 2010).

Penelitian Santoso, (2003) dengan judul Kemandirian Aktivitas Makan,

Mandi dan Berpakaian Pada Penderita Stroke 6-24 Bulan Pasca Okupasi

Terapi, hasil penelitian menyebutkan terdapat 39 orang yang dapat dijadikan

responden. Distribusi responden yang tidak mau mandiri dalam melakukan

aktivitas: mandi sebanyak 28 orang (71,7%), berpakaian sebanyak 27 orang

(69,2%), dan makan 32 orang (82,0%). Sedangkan distribusi responden yang

tidak mampu mandiri dalam melakukan aktivitas; mandi sebanyak 8 orang

(20,6%), berpakaian sebanyak 9 orang (23,1%), dan makan sebanyak 4 orang

(10,3%).

Hasil dari penelitian yang dilakukan Rina, Agus dan Anastasia (2016) di

Posyandu Lansia binaan Puskesmas Banguntapan III Bantul menyatakan

bahwa jumlah lansia yang mengalami ketergantungan sedang dan ringan

masing masing sebanyak 11 orang (50%).

Berdasarkan penelitian Afifah (2016) di Panti Sosial Tresna Werdha

Sabai Nan Aluih Sicincin menyatakan bahwa gambaran tingkat kemandirian

lansia dalam melakukan ADL (Activity of Daily Living) memiliki selisih yang

besar yaitu 45,5% berada pada tingkat mandiri dan 54,5% berada pada

tingkat tidak mandiri. Penelitian ini menunjukan jumlah lansia yang tidak

mandiri lebih besar dari pada lansia yang mandiri.

Menurut Zulaekah dan Widowati pada tahun 2009, tingkat kemandirian

penderita geriatri yang diukur dengan indekskatz di Rumah Sakit Dr. Kariadi

Semarang hanya 17,91% yang memiliki kemandirian pada semua hal yang
5

dinilai pada indeks katz. Penelitian ini menggambarkan bahwa tingkat

kemandirian lanjut usia pada semua aspek yang dinilai pada indekskatz masih

sangat rendah.

Puskesmas tanjung beringin merupakan salah satu puskesmas yang ada

di wilayah pesisir selatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan

tahunan jumlah pasien rawat inap di Puskesmas tanjung beringin tahun

2019……, tahun 2020…….dan tahun 2021…Dari hasil observasi ada pasien

yang mampu melakukan aktivitas-aktifitas tersebut dengan mudah, ada pula

yang mampu namun harus dengan perjuangan yang keras atau tidak mudah,

ada juga yang mampu melakukan namun hanya sebagian saja serta sebagian

yang lainnya membutuhkan bantuan, dan ada pula yang tidak mampu

melakukan semua aktivitas tersebut secara mandiri atau bergantung kepada

orang lain atas terpenuhinya aktivitas-aktiviatas tersebut.

Berdasarkan data dan uraian diatas tampak bahwa faktor kemandirian

pasien merupakan masalah keperawatan, sehingga peneliti tertarik untuk

mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian pasien dalam

perawatan diri pada pasien rawat inap di Puskesmas Tanjung Beringin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah pada

penelitian ini adalah apakah faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian

pasien dalam perawatan diri pada pasien rawat inap di Puskesmas Tanjung

Beringin tahun 2022?.


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian pasien

dalam perawatan diri pada pasien rawat inap di Puskesmas Tanjung

Beringin tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh faktor usia terhadap tingkat kemandirian

pasien dalam perawatan diri pada pasien rawat inap di

Puskesmas Tanjung Beringin tahun 2022

b. Mengetahui pengaruh faktor status kesehatan terhadap tingkat

kemandirian pasien dalam perawatan diri pada pasien rawat inap

di Puskesmas Tanjung Beringin tahun 2022

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menerapkan ilmu metodologi penelitian, biostatistik dan ilmu

keperawatan serta sebagai pengalaman yang sangat berharga dan

dapat menambah wawasan peneliti mengenai faktor yang

mempengaruhi tingkat kemandirian pasien dalam perawatan diri

pada pasien rawat inap

2. Bagi Responden

Hasil penelitian ini di harapkan klien dapat meningkatkan

kemandiriannya.

3. Bagi Profesi

Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai pengetahuan bagi


7

profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan atau asuhan

keperawatan khususnya asuhan keperawatan kepada pasien rawat

inap dan mendorong kemandirian pasien

4. Bagi Institusi.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi yang

dapat membantu tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan

yang optimal kepada pasien.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang faktor yang mempengaruhi tingkat

kemandirian pasien dalam perawatan diri pada pasien rawat inap di Puskesmas

Tanjung Beringin tahun 2021 yang akan dilakukan pada bulan Desember - Januari

2022. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah studi deskriptif dengan

pendekatan crossectional study. Dimana peneliti akan membagikan kuesioner

penelitian untuk diisi oleh responden. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien

rawat inap yang ada di puskesmas tanjung beringin. Peneliti menggunakan

metode sampling dengan total sampling yaitu semua jumlah populasi diambil

sebagai sampel dengan syarat sampel memenuhi kriteria inklusi. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua pasien rwat inap yang ada di puskesmas tanjung

beringin. Analisa data pada penelitian ini berupa analisa univariat dan bivariat,

pengolahan data menggunakan komputerisasi.

Anda mungkin juga menyukai