Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat

awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau

kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata “diri”, maka pembahasan

mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang

perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers di sebut

dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian (Desmita,

2014).

Istilah kemandirian menunjukan adanya kepercayaan akan sebuah

kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah tanpa bantuan dari orang lain.

Individu yang mandiri sebagai individu yang dapat menyelesaikan masalah-

masalah yang dihadapinya, mampu mengambil keputusan sendiri,

mempunyai inisiatif dan kreatif, tanpa mengabaikan lingkungan disekitarnya.

Menurut beberapa ahli “kemandirian” menunjukan pada kemampuan

psikososial yang mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung

dengan kemampuan orang lain, tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas

mengatur kebutuhanya sendiri (Eti, N. 2011).

Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu

mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan

orang lain (Maryam, 2008).


Adapun beberapa definisi kemandirian menurut para ahli, sebagai

berikut :

a. Menurut Watson, “kemandirian berarti kebebasan untuk mengambil

inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat,

gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa

mengandalkan bantuan dari orang lain.”

b. Menurut Bernadib, “kemandirian mencakup perilaku mampu

berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mempunyai rasa percaya

diri, dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa menggantungkan diri

terhadap orang lain.”

c. Menurut Johson, “kemandirian merupakan salah satu ciri

kematangan yang memungkinkan individu berfungsi otonom dan

berusaha ke arah prestasi pribadi dan tercapainya tujuan.”

d. Menurut Mu’tadin, “kemandirian mengandung makna : (1) suatu

keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk untuk

maju demi kebaikan dirinya, (2) mampu mengambil keputusan dan

inisiatif diri dalam mengerjakan tugas-tugas, dan bertanggung jawab

atas apa yang dilakukan (Eti, N. 2011).

Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa Kemandirian

merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara bertahap selama

perkembangan berlangsung, di mana individu akan terus belajar untuk

bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga

individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.


2. Bentuk-bentuk Kemandirian

Menurut Robert Havighurst sebagaimana di kutip Desmita,

membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian, yaitu :

a. Kemandirian Emosi Merupakan kemampuan mengontrol emosi sendiri

dan tidak tergantung kebutuhan emosi orang lain

b. Kemandirian Ekonomi Kemandirian ekonomi yaitu kemampuan

meengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi

pada orang lain.

c. Kemandirian Intelektual Kemandirian itelektual yaitu kemampuan untuk

mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

d. Kemandirian Sosial Kemandirian sosial merupakan kemampuan untuk

mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada aksi

orang lain (Eti, N. 2011).

3. Ciri-ciri Kemandirian

Kemandirian secara psikososial tersusun dari tiga aspek yaitu sebagai

berikut :

a. Mandiri emosi adalah aspek kemandirian yang berhubungan dengan

perubahan pendekatan atau keterkaitan hubungan emosional individu,

terutama sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainya yang banyak

melakukan interaksi dengan dirinya.

b. Mandiri bertindak adalah kemampuan untuk membuat keputusan secara

beba, menindaklanjuti, serta bertanggung jawab.

c. Mandiri berfikir adalah kebebasan memaknai seperangkat prinsip tentang

benar-salah, baik-buruk, dan apa yang berguna bagi dirinya (Eti, N.


2011).

B. Konsep Perawatan Diri

1. Defenisi

Self care menurut Orem (2001) adalah aktivitas individu yang

bertujuan memenuhi kebutuhan keberlangsungan hidupnya,

mempertahankan kesehatan serta menyejahterahkan individu sendiri baik

dalam keadaan sehat maupun sakit.

2. Teori perawatan diri (self care theory)

Teori perawatan diri (self care theory) berdasarkan Orem terdiri dari :

a. Perawatan diri adalah aktivitas yang dilakukan setiap hari oleh individu

dalam memenuhi kebutuhannya untuk mempertahankan hidup, menjaga

kesehatan dan menyejahterahkan diri. Pada seseorang yang mengalami

kesulitan memenuhi kebutuhan perawatan diri, maka memerlukan bantuan

orang lain untuk membantu memenuhinya (Aini N, 2018).

b. Kemampuan perawatan diri (self care agency) adalah kemampuan

kompleks dimiliki oleh individu atau orang-orang dewasa (matur) untuk

terlibat melakukan tindakan memenuhi kebutuhan hidupnya dalam

mencapai suatu tujuan. Kemampuan perawatan diri mengacu pada

kekuatan atau kemampuan untuk terlibat dalam tindakan pemenuhan

kebutuhan perawatan diri (self care). Kemampuan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

usia, tingkat perkembangan, sosiokultural, kesehatan.

Menurut Damasio (2013) kemampuan perawatan diri (self care agency)

merupakan kemampuan individu untuk terus mengevaluasi kebutuhan


berhubungan dengan kesehatan dan melakukan kegiatan perawatan diri

yang bertujuan untuk mempromosikan, menjaga kesehatan dan

kesejahteraan. Beberapa Penelitian menyebutkan bahwa kemampuan

perawatan diri (self care agency) sebagai konstruksi penting dalam

pengembangan dan pemeliharaan perilaku promosi serta kemampuan

manajemen diri dari penyakit spesifik dalam memberikan perawatan dan

minum obat dengan benar.

c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (therapeutic self care demands)

adalah tindakan perawatan diri secara total yang dilakukan dalam jangka

waktu tertentu untuk memenuhi seluruh kebutuhan perawatan diri individu

melalui cara-cara tertentu seperti, pengaturan nilai-nilai terkait dengan

keadekuatan pemenuhan udara, cairan serta pemenuhan elemen-elemen

aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (upaya

promosi, pencegahan, pemeliharaan dan penyediaan kebutuhan).

3. Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Diri

Faktor – faktor yang berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan perawatan

diri (self care) basic conditioning factor berdasarkan Orem (2001) yaitu :

a. Usia

Usia merupakan faktor penting dalam mempengaruhi self care.

Usia yang terus bertambah cenderung memiliki hubungan

keterbatasan maupun kerusakan fungsi tubuh lansia. Sehingga

memunculkan bertambahnya kebutuhan pemenuhan perawatan diri

(self care) secara efektif pada usia yang bertambah (Orem, 2001).
b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki andil dalam mempengaruhi

kemampuan perawatan diri. Pada laki – laki cenderung melakukan

penyimpangan kesehatan terutama dalam pengontrolan diri terkait

dengan berat badan dan gaya hidup kurang sehat seperti merokok.

Wanita lebih terjaga kesehatannya karena jarang ditemui merokok

(Orem, 2001).

c. Status Perkembangan

Menurut Orem (2001) status perkembangan meliputi tingkat

fisik, seseorang, fugsional, perkembangan kognitif dan tingkat

psikososial. Individu dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri

(self care) juga di pengaruhi oleh tahap perkembangan. Perawat

harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan

klien, karena di sepanjang kehidupan akan berubah kognitif dan

perilaku seseorang (Potter & Perry, 2010).

d. Status Kesehatan

Status kesehatan sangat penting mempengaruhi lansia dalam

memenuhi kebutuhan perawatan diri yang berhubungan dengan

diagnosis medis, gambaran kondisi klien serta kompliksi. Status

kesehatan menurut orem antara lain status kesehatan saat ini, status

kesehatan dahulu serta presepsi individu terkait kesehatannya

(Orem, 2001).
e. Sosiokultural

System yang bsalin berkaitan antara lingkungan social.

Keyakinan spiritual dan fungsi keluarga (Orem, 2001).

f. Sistem Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan memiliki andil peran dalam

mempertahankan kesehatan, megobati keluhan yang dialami lansia

serta mediagnostik suatu penyakit (Orem, 2001).

g. Sistem Keluarga

Sistem keluarga memiliki peran dan hubungan terkait

memenuhi kebutuhan lansia sesuai dengan peraturan, tipe dan

budaya keluarga masing – masing (Orem, 2001).

h. Pola Hidup

Pola hidup merupakan aktivitas yang sering silakukan individu

secara berulang – ulang setiap hari (Orem, 2001).

i. Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat individu dalam melakukan

aktivitas pemenuhan kebutuhan dirinya baik lingkungan rumah

maupun yang bertempat di panti werdha (Orem, 2001).

j. Ketersediaan Sumber

Ketersediaan sumber terkait dengan ekonomi, personal,

kemampuan dan waktu dalam memdukung perawatan atau proses

penyembuhan klien (Orem, 2001).


Sedangkan menurut Hardywinoto (2010), kemauan dan

kemampuan untuk melakukan activity of daily living tergantung pada

beberapa faktor, yaitu:

a. Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda

kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat

perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–

lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan

activity of daily living.

b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous

mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari

lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan

sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan

cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena

penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of

daily living.

c. Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang

dalam melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif

menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan


menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan

menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada

fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living.

d. Fungsi Psikososial

Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk

mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada

suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks

antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada

intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau

ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab

keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah

komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam 23

penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan

activity of daily living.

e. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia

yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang

berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis

pelayanan kesehatan dalam posyandu salah satunya adalah

pemeliharan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif

melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik

dari pada lansia yang tidak aktif ke posyandu.


4. Penilaian Activity Of Daily Living (ADL)

Menurut Maryam (2009) dengan menggunakan indeks kemandirian Katz

untuk ADL yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung

dari klien dalam hal makan, mandi, toileting, kontinen (BAB/BAK), berpindah

ke kamar mandi dan berpakaian. Penilaian dalam melakukan activity of daily

living sebagai berikut:

a. Mandi

1) Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti

punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi

sendiri sepenuhnya.

2) Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,

bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi

sendiri.

b. Berpakaian

1) Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,

melepaskan pakaian, mengancing / mengikat pakaian.

2) Bergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya

sebagian.

c. Toileting

1) Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian


membersihkan genitalia sendiri.

2) Bergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil

dan menggunakan pispot.

d. Berpindah

1) Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri.

2) Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur

atau kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.

e. Kontinen

1) Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.

2) Bergantung : inkontinesia persial atau total yaitu menggunakan

kateter dan pispot, enema dan pembalut/pampers.

f. Makan

1) Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya

sendiri.

2) Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring

dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan

parenteral atau melalui Naso Gastrointestinal Tube (NGT).

C. Konsep Puskesmas

1. Pengertian

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas


adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventiv, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya

(Permenkes No 75 Tahun 2014).

Puskesmas adalah sebagai tulang punggung penyelenggaraan upaya

pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya berperan

menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat

kesehatan yang optimal (Permenkes RI No. 44 Tahun 2016).

2. Tugas dan Peran Puskesmas

Menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 Puskesmas mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya

kecamatan sehat.

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi

pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh

ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut

ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah

melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan

yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada

masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan

teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara

komprehensif dan terpadu.


3. Fungsi Puskesmas

Berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat, Puskesmas memiliki fungsi sebagai penyelenggara

upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan di wilayah kerjanya. Dalam

menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggara upaya kesehatan

masyarakat, puskesmas memiliki beberapa wewenang, antara lain:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah

kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang

diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat

yang bekerjasama dengan sektor lain yang terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan

upaya kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia

puskesmas.

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan.


i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat.

Sedangkan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan,

wewenang puskesmas antara lain:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif.

c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.

e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif

dan kerja sama inter dan antar profesi.

f. Melaksanakan rekam medis.

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu

dan akses pelayanan kesehatan.

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.

i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan

sistem rujukan.

4. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan memiliki prinsip


dalam penyelenggaraannya. Prinsip tersebut antara lain:

a. Paradigma sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk

berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan

yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap

pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

c. Kemandirian masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat

diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya

secara adil dan merata tanpa membedakan status sosial, ekonomi,

agama, budaya, dan kepercayaan.

e. Teknologi tepat guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk pada

lingkungan.

f. Keterpaduan dan kesinambungan

Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan


penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat lintas

program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang

didukung dengan manajemen puskesmas (Permenkes No 75 Tahun

2014).

5. Program Pokok Puskesmas

Menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 Program pokok puskesmas

dilaksanakan sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang

tersedia di masing-masing puskesmas. Oleh karenanya program pokok di

setiap puskesmas berbeda. Namun demikian, program pokok puskesmas yang

lazim dan seharusnya dialksanakan adalah sebagai berikut:

a. Kesejahteraan ibu dan anak (KIA)

b. Keluarga Berencana

c. Usaha peningkatan gizi

d. Pemberantasan penyakit menular

e. Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat kecelakaan

f. Penyuluhan kesehatan masyarakat

g. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

h. Kesehatan olahraga

i. Perawatan kesehatan masyarakat

j. Usaha kesehatan kerja

k. Usaha kesehatan gigi dan mulut

l. Usaha kesehatan jiwa

m. Kesehatan mata

n. Laboratorium
o. Pencatatan dan pelaporan sistem informasi kesehatan

p. Kesehatan usia lanjut

q. Pembinaan pengobatan tradisional

Semua program pokok yang dilaksanakan di puskesmas

dikembangkan berdasarkan program pokok pelayanan kesehatan dasar

seperti yang di anjurkan oleh World Helath Organization (WHO) yang

dikenal dengan Basic Seven. Basic Seven tersebut terdiri atas (1)

maternal and child health care; (2) medical care; (3) environmental

sanitation; (4) health education; (5) simple laboratory; (6)

communicable disease control; dan (7) simple statistic.

6. Pelayanan Puskesmas
Menurut Permenkes No 75 Tahun 2014 Pelayanan kesehatan yang
diberikan puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh yang
meliputi :
a. Kuratif (pengobatan)

b. Preventif (upaya pencegahan)

c. Promotif (peningkatan kesehatan)

d. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)

Pelaksanaan upaya kesehatan di puskesmas harus selalu

memperhatikan mutu dan akses pelayanan kesehatan. Seperti yang telah

diamanatkan dalam Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 pasal 7 disebutkan

bahwa “Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas berwenang untuk

melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses pelayanan kesehatan”.


Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas

bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :

a. Pelayanan kesehatan perorangan

adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan

tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan

perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan

pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat

jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan

tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut

antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,

penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan

keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta

berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

D. Rawat Inap

1. Pengertian

Rawat Inap adalah salah satu bentuk layanan perawatan kesehatan

rumah sakit dimana penderita tinggal atau menginap sedikitnya satu hari.

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan, yang meliputi


observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rahabilitasi medik, dengan

menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit dimana

dengan alasan medik penderita harus menginap. Pelayanan rawat inap

adalah pelayanan rumah sakit yang diberikan tirah baring di rumah sakit

(Permenkes, 2016).

Ruangan rawat inap berupa ruangan atau bangsal (ward room)

yang berisi tempat tidur dan di huni oleh beberapa pasien sekaligus.

Namun pada beberapa rumah sakit juga menyediakan kategori kelas

tertentu seperti Rawat Inap VIP, Rawat Inap VVIP, Eksekutif untuk

mengakomodasi kebutuhan pasien akan pelayan dan fasilitas yang lebih

dari standar. Semakin tinggi kelas tersebut maka ruangan rawat inap akan

memiliki fasilitas dan pelayanan yang melebihi standar fasilitas dan

pelayanan kelas biasa (Permenkes, 2016).

2. Pasien rawat Inap

Pasien rawat inap di rumah sakit secara umum berawal dari IGD,

Rawat Jalan atau Poliklinik, serta rujukan. Pada pasien rawat inap

ditangani oleh dokter spesialis dan dokter jaga bangsal (ward room

doctor).  Dokter spesialis menangani pasien berdasarkan penyakit yang

diderita pasien. Dokter jaga bangsal merupakan dokter umum yang

menangani pasien berdasarkan letak bangsal.

Setiap pasien rawat inap akan memilki DPJP (Dokter Penanggung

Jawab Pelayanan); adalah seorang dokter yang bertanggung   jawab  

terhadap   pelayanan   dan   pengelolaan   asuhan   medis seorang pasien,


sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 39 tahun 2009 tentang

Kesehatan dan Undang-Undang RI nomor 44 tentang Rumah Sakit. 

Pelayanan medis merupakan inti kinerja berdasarkan evidence base

medicine (kedokteran berbasis bukti). Dalam proses ini, DPJP melakukan

pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila  kasus Penyakit Dalam maka

DPJP yang kompeten untuk kasus Penyakit Dalam adalah dokter Spesialis

Penyakit Dalam begitu juga dengan spesialis lainnya. Satu pasien memiliki

jumlah dokter spesialis yang berbeda-beda dan jumlah dokter jaga bangsal

yang sama. Dokter spesialis memiliki kewajiban untuk mengunjungi

pasien minimal satu kali dalam satu hari (Permenkes, 2016).

3. Jenis Urgensi dan Kelompok Pasien

a. Jenis Urgensi Pasien

1) Pasien yang tidak urgen, artinya penundaan perawatan pasien

tersebut tidak akan mempengaruhi penyakitnya.

2) Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan

kedalam daftar tunggu.

3) Pasien gawat darurat (emergency), maka harus langsung dirawat.

b. Jenis Kelompok Pasien

1) Usia; Neonatus, Anak, Dewasa.

2) Jenis Penyakit; Infeksi, Non Infeksi

3) Jenis Kelamin; Laki-laki, Perempuan

4) Tingkat Keparahan; Ranap Reguler, Intensive

(Permenkes, 2016).
4. Konsep Kelas Standar serta Jenis Pelayanan

a. Kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan yang

harus terpenuhi disetiap ruang rawat inap

b. Memenuhi standarPPI dan keselamatan pasien

c. SDM sesuai dengan ratio kebutuhan (ratio perawat: pasien sesuai dengan

jenis pelayanan rawat inap)

d. Akses dan mutu sesuai standar pelayanan (Permenkes, 2016).

5. Kriteria Umum

a. Kersedianya akomodasi dan pelayanan setiap hari selama 24jam secara

terus-menerus dan 7 hari seminggu.

b. Pelayanan harus berorientasi pada pasien (PCC) dan bersifat komprehensif

yang terintegrasi antar disiplin ilmu.

c. Pelayanan harus mengacu pada Panduan Praktik Klinik (PPK), panduan

asuhan keperawatan (PAK), clinical pathway (CP), dan SPO terkait.

d. Pelayanan harus sesuai dengan standar pencegahan dan pengendalian

infeksi (PPI), mutu dan keselamatan pasien

e. Tersedianya Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang

terinformasi pada pasien-keluarga yang ditangani untuk setiap pasien

rawat inap

f. Pelayanan rawat inap harus dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang

sesuai dengan kompetensinya

g. Dalam memberikan pelayanan rawat inap, RS harus menjaga privasi dan

kerahasiaan informasi pasien


h. Pelayanan rawat inap didukung oleh pelayanan penunjang medik maupun

nonmedik yang tersedia 24jam

i. Pelayanan rawat inap diberikan kepada pasien sesuai Indikasi medis rawat

inap dan kebutuhan lainnya (Permenkes, 2016).

E. Kerangka Teori

Perawatan Diri : Faktor yang mempengaruhi


a. Mandi tingkat kemandirian pasien :
b. Berpakaian a.Usia
c. Toileting b.Status kesehatan
d. Berpindah c. Kesehatan fisiologis
e. Kontinen d.Fungsi kognitif
f. Makan e. Fungsi psikososial
f. Pelayanan kesehatan
Cukup

Kurang

Kemampuan pasien dalam


melakukan perawatan diri

Baik

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Maryam (2009), Hardywinoto (2010)

Anda mungkin juga menyukai