Judul Penelitian
PENGARUH KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP PROFESIONALITAS
SERTA IMPLIKASINYA PADA KINERJA GURU
MADRASAH ALIYAH DI PROVINSI LAMPUNG
Studi Kasus :
MAN 1 Bandar Lampung dan SMA AL Kautsar Bandar Lampung
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN
Diajukan Sebagai Proposal Disertasi
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
LAMPUNG
FEBRUARI 2022
0
II. Rumusan Masalah
1
Alur Kerangka Berpikir
2
profesionalitas. Budaya organisasi dapat mempengaruhi profesionalitas dalam
meningkatkan efektivitas kinerja bisnis (Schuller dan Jackson, 1996). Sumber
daya manusia yang produktif karena budaya organisasinya akan meningkatkan
profesionalitas dalam bekerja untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.
b) Budaya organisasi berpengaruh terhadap profesionalisme guru ;
c) Kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi secara bersama sama
berpengaruh terhadap profesionalisme guru ;
Massarik (1961) menyatakan kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi,
yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses
komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
Sedangkan Rauch & Behling (1984) menyatakan kepemimpian adalah
proses mempengaruhi aktivitas – aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasi ke arah pencapaian tujuan. Demikian juga Jacob & Jakckues,
(1990) kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti pengarahan yang
berarti terhadap suatu usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Semua
pengertian di atas memperlihatkan terdapat pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja.
3
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR
4
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR
5
Eficacy or Self- Efficacy. Perasaan memiliki atau kapasitas
determination are people mempengaruhi keputusan. Apakah anggota
in the school because they cenderung menerima (pasrah) terhadap
want to be? Do they work masalah atau berusaha untuk
to improve their skills as memecahkannya.
true professionals or do
they simply see
themselves as helpless
victims of a large and
uncaring bureaucracy?
Share decision making by all participant.
Seluruh anggota yang menjalankan
keputusan diikutsertakan dalam membuat dan
mengimplementasikan keputusan
6
diampu
Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif
Mengembangkan keprofesian secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mengembangkan diri
7
Kegairahan dalam bekerja
Komitmen Normatif Keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi
Perasaan bertanggung jawab terhadap
organisasi
8
Pelaksanaan Tugas di luar
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Sejawat (I)
Pelaksanaan tugas pokok
Pelaksanaan Tugas di luar Telaah Dokumen
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Sejawat (II)
Pelaksanaan tugas pokok
Pelaksanaan Tugas di luar Telaah Dokumen
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Diri Sendiri
Pelaksanaan Tugas pokok
’-Perencanaan
Pembelajaran
’-Pelaksanaan dan
Evaluasi Pembelajaran Dokumen Self Asesesment
Pelaksanaan Tugas di
Luar Tugas Pokok
Pengembangan
Profesionalisme
Penilaian Siswa
Awal Pembelajaran
Inventory
Inti pembelajaran
Penutup
9
IV. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data yang digunakan bersumber dari atau
didapatkan melalui wawancara, catatan lapangan, catatan pribadi dan dokumen resmi
lainnya, selain itu juga menggunakan FGD (Focus Group Discussion) dan sumber lain
seperti dokumen dan rekaman (record) serta dengan melakukan triangulasi data. Dalam
pengumpulan data melibatkan aktivitas pendukung lainnya seperti menciptakan rapport,
pemilihan informan yang dilakukan secara purposif (bukan secara acak) yaitu atas dasar
apa yang diketahui tentang variasi-variasi yang ada atau elemen elemen yang ada atau
sesuai kebutuhan, pencatatan data/informasi hasil pengumpulan data.
Dalam melakukan wawancara dengan subjek juga akan diamati situasi sosial yang terjadi
dalm kontek yang sesungguhnya, melakukam foto fenomena, symbol dan tanda yang
terjadi serta melakukan rekam dialog. Kegiatan pada fase ini tidak akan diakhiri fase
pengumpulan data sebelum yakin bahwa data yang terkumpul dari sumber data yang
10
berbeda dan fokus pada situasi sosial, dalam hal ini validasi, reabilitas dan triangulasi
diupayakan dilakukan dengan benar dalam upaya ketepatan dan kredibilitas informasi
yang diperoleh tidak diragukan.
Sehingga yang menjadi tujuan penelitian kualitatif ini ingin mengambarkan kejadian yang
sebenarnya yang ada di madrasah. Oleh karena itu pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini adalah penelitian yang menghasilkan data deskriftip berupa kata kata atau lisan dari
orang – orang dan prilaku yang diamati. Penelitian deskriftip dengan pendekatan kualitatif
memerlukan keterangan langsung dari narasumber tentang keadaan subjek dan objek yang
akan diteliti.
Sumber data yang dimaksud semua informasi baik berupa benda nyata, astrak peristiwa.
Menurut Sukandarrumidi (2006: 44) sumber data yang bersifat kualitatif di dalam
penelitian diusahakan tidak bersifat subjektif, oleh sebab itu perlu diberikan bobot.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah :
1. Sumber Primer
Sumber yang didapatkan langsung dari lapangan atau tempat penelitian seperti kata-
kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber
data utama. Sumber ini diambil dengan cara pencatatan tertulis maupun dengan
wawancara. penelitian dengan data ini untuk mendapatkan informasi tentang
kepemimpinan transformasional kepala madrasah, budaya madrasah dan profesional
guru terhadap kinerja guru dan outcome dari MAN 1 Bandar Lampung dan SMA AL
Kautsar Bandar Lampung. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan seluruh warga sekolah dan madrasah dimaksud, disertai observasi.
2. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah data yang berasal dari sumber bacaan dan berbagai sumber
lainnya yang terdiri dari note, buku harian, surat- surat pribadi, sampai dokumen-
dokumen resmi. Data sekunder dapat berupa buletin, survey dan sebagainya.
Penelitian ini menggunakan sumber sekunder berupa dokumen kurikulum, rencana
kerja tahunan, dan evaluasi dir madrasah (EDM).
11
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah penting dalam melakukan penelitian, karena
data yang terkumpul akan dijadikan bahan analisis dalam penelitian. Metode yang
digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah dengan teknik triangulasi (Moleong, 2004:
135), yaitu. :
1. Wawancara
Penelitian ini mengunakan bentuk wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini
adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan
pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajian sama untuk setiap responden (Moloeng,
2011: 188). Alasan peneliti menggunakan jenis wawancara baku terbuka adalah untuk
mengurangi variasi hasil wawancara pada saat dilakukan.
3. Telaah Dokumen
Telah dokumen dilakukan untuk mengali informasi dan verfikasi data pada sumber
lainnya.
4. Observasi
12
Observasi dilakukan dalam kegiatan pengatamatan yang akan mendukung validitas
data yang diperoleh
Proses Sampling
Dalam rencana penelitian ini sample di pilih secara purposive yaitu hanya dipilih
infroman tertentu, dengan tujuan agar peneliti dapat memfokuskan diri meneliti
sekelompok kecil orang yang berkaitan langsung dalam pekerjaan dengan peristiwa
dan melakukan studi mendalam terhadap mereka, disisi lain dapat juga
menggunakan banyak orang agar jumlah sample yang dicari memenuhi kriteria
signifikan menurut standar statistik. Dalam teknik sampling, pemilihan sample
secara “acak” dengan tujuan mendapat kesempatan yang sama pada sample untuk
dipilih yang paling tepat memungkinkan agar dapat digeneralisasi temuan – temuan
saat penelitian.
13
keterampilan sosial, dan kesadaran akan lingkungan. Sebagian besar kepala madrasah
ditengarai belum sepenuhnya memiliki ciri-ciri di atas.
Kedua, budaya yang ada di lingkungan madrasah juga merupakan budaya organisasi.
Budaya organisasi adalah interpretasi kolektif yang dilakukan oleh anggota organisasi
berikut hasil aktivitasnya. Budaya organisasi dapat berbentuk norma-norma dan nilai-
nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Budaya selalu dinamis. Hal ini
sesuai dengan peranan madrasah sebagai agen perubahan yang fleksibel untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Budaya organisasi di madrasah diharapkan dapat
mengikuti, menyeleksi, dan berinovasi terhadap perubahan yang terjadi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Tilaar (2004) yang mengemukakan bahwa kebudayaan dan pendidikan
merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan karena saling mengikat. Dengan
demikian, kualitas lulusan madrasah akan sangat ditentukan tidak hanya oleh
kepemimpinan, tetapi juga budaya yang ada di lingkungan madrasah.
Ketiga, profesionalitas adalah suatu kondisi atau pekerjaan tertentu yang dalam
merealisasikannya sangat menuntut penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya. Untuk menjadi sebuah organisasi yang sukses,
tantangan madrasah ke depan adalah bagaimana meningkatkan dan menerapkan prinsip-
prinsip profesionalitas guru seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurut Akadum (1999) dinyatakan bahwa dunia
guru memiliki dua masalah yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan yaitu (1)
profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena gaji yang rendah, sedangkan
14
gaji yang rendah akan berpengaruh pada kinerjanya, (2) profesionalitas pendidik masih
rendah.
Di antara faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah imbalan atau hadiah yang
diberikan. Hadiah tersebut dapat mempengaruhi profesionalitas seseorang untuk
melakukan pekerjaan lebih baik. Di samping itu, kemampuan menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif dan pemberian penghargaan juga diperlukan untuk meningkatkan
kinerja. Berdasarkan data, sekitar 91,4 persen madrasah berstatus swasta sehingga
banyak guru yang tidak mempunyai gaji yang mencukupi, jauh di bawah standar upah
minimal, dan ini merupakan problem yang cukup mendasar.
Berbagai kendala dihadapi dalam rangka mewujudakn tujuan pendidikan, salah satunya
adalah masalah kepemimpinan dalam pendidikan. Dibutuhkan berbagai kiat agamar
amanat undang undang sebagaimana tercantum dama Undang Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dapat terealisasi secara optimal. Dengan
pemilihan model gaya kepemimpinan yang tepat, carut marut masalah pendidikan dapat
diurai dengan mudah. Sosok pemimpin yang mengelola satuan pendidikan haruslah
pribadi yang prima, memiliki dasar – dasar kepemimpinan yang andal dan visioner.
Bukan pribadi yang suka mencari aman (pragmatis), yang serba boleh (permisif), dan
tidak kreatf.
15
Kepemimpinan pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam dunia
pendidikan, terlebih lagi di Indonesia yang hingga saat ini masih terus menerus mencari
pola terbaik dalam mengelola pendidikan. Berbagai bentuk, model, dan gaya
kepemimpinan terus-menerus digali agar ditemukan cara terbaik dan efektif dalam
mencapai harapan dunia pendidikan sesuai amanat Undang undang Dasar. Bentuk
kepemimpinan seperti apakah yang paling efektif dalam menghantarkan lembaga atau
organisasi pendidikan mencapai tujuan yang diinginkan.
Kepemimpinan yang baik, efektif dan andal dapat membawa lembaga pendidikan ke
arah yang lebih berkualitas , yaitu lembaga atau organisasi pendidikan yang mampu
secara mandiri menghasilkan manusia manusia baru sebagaimana yang diharapkan.
Manusia baru yang dimaksud adalah sosok pribadi yang telah mengalami inisiasi dan
pencerahan, pribadi yang mau berubah dari tidak baik menjadi baik, dari bodoh menjadi
cerdas, dari biadab menjadi beradab. Begitu pula sebaliknya, tanpa hadirnya sosok
pimpinan dengan kepemimpinan yang andal dan memadai, maka mustahil tujuan
pendidikan yang telah dicanangkan akan tercapai sebagai mana yang dicita – citakan.
Bila perubahan pemimpin tidak mampu menangkap sinyal sinyal gerak perubahan
lembaga atau organisasi pendidikan, maka cita – cita tinggallah sebatas anggan-anggan,
mustahil dapat diraih dengan optimal. Pendidikan tanpa memunculkan perubahan positif
pada diri pelakunya, maka laksana mendirikan bangunan dengan fondasi yang rapuh,
yang cepat atau lambat akan menimpa para pelaku yang terlibat didalamnya (Kotter
dalam Yayat Hidayat dan Maufur, 2009:13). Capaian-capaian hasil pendidikan yang
dibangundari dasar pemikiran yang rapuh adalah outputyang menipu, bukan capaian
hasil pendidikan yang sesungguhnya.
16
formal maupun nonformal dan informal. Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat akan
secara otomatis mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan
dalam mengaktualisasikan visi, misi, dan tujuannya. Maka dari itu permasalahan
optimalisasi manajemen pendidikan dengan pemilihan gaya kepemimpinan menjadi
sangat penting bila dihadapkan pada permasalahan pendidikan di negeri ini yang tidak
semakin berkurang tingkat kerumitannya, melainkan semakin bertambah kompleks dari
waktu ke waktu sesuai perkembangan zaman. Dibutuhkan manajemen kepemimpinan
dan gaya kepemimpinan pendidikan yang tepat dan mampu menanamkan nilai-nilai
perubahan yang mendasar (maton) tetapi sistemik dan masif, yang akan menjadi cikal
bakal kemajuan sebuah lembaga atau organisasi pendidikan.
Dilihat dari segi mutu pembelajaran, komponen yang dipandang sangat perlu
ditingkatkan adalah memfungsikan manajemen pendidikan, dalam hal ini unsur
kepemimpinan pendidikan. Kepemimpinan pendidikan yang baik akan mempengaruhi
metode dan teknologi pendidikan, mempengaruhi budaya organisasi, mempengaruhi
profesionalisme guru, mempengaruhi kemampuan dalam meningkatkan motivasi dan
semangat belajar siswa dan guru, serta mendorong kreativitas tenaga pendidik dan
kependidikan (guru dan karyawan/staf TU) dalam proses belajar mengajar di lembaga
atau organisasi pendidikan.
Optimalisasi sumber daya yang tepat dan efektif pada lembaga akan membawa pada
tujuan dan cita cita lembaga secara optimal, yakni dengan memanfaatkan seluruh potensi
dan peralatan yang adaa (tool) dalam komando pemimpin yang berkarakter kuat.
Pealatan ini meliputi man (sumberdaya) manusia, many (dana), materials (bahan-bahan),
machines (mesin-mesin), methode (metode dan cara), dan market (pemasaran) yang
harus bekerja secara bersama-sama dan berkesinambungan (Tri Jaka, 2011: 13). Hal ini
sangat penting karena pendidikan adalah proses mengubah pola pikir manusia yang harus
dipersiapkan secara matang, serius, dan sistematik. Untuk meningkatkan pengelolaan
kegiatan dan mutu layanan lembaga pendidikan dengan baik dibutuhkan sosok pemimpin
dan kepemimpinan yang dapat diandalkan. Sosok kepemimpinan yang andal akan
mempengaruhi cara berpikir seluruh anggota lembaga untuk bersatupadu menggapai
harapan dan cita-cita yang menjadi visi dan misi lembaga pendidikan.
Dalam hal pemimpin dan kepemimpinan, sesungguhnya tanggung jawab dan prinsip
akuntabilitas kepemimpinan dalam spiritual Islam sebagai alat untuk mencapai
17
kesejahteraan dan tujuan lembaga telah di bahas panjang lebar dengan menerapkan
dasar-dasar etika dan moralitas ajaran agama. Prinsip-prinsip etik sebagaimana
dicontohkan oleh Rasullullah Muhammad SAW dengan 4 prinsip etiknya, yaitu sidik
(kejujuran), tabligh (menyampaikan), amanah (terpercaya, kredibel), dan fathonah
(kecerdasan) telah memberikan gambaran bahwa tujuan lembaga tercapai dengan
meningkatkan nilai-nilai etik tersebut (Yayat Hidayat Mansur, 2009: 9). Nuasa etik dan
moralistik ini yang menjadi subtansi dari perubahan sebuah lembaga atau organisasi,
baik dalam lingkup yang sempit (pribadi) maupun lingkup yang luas (masyarakat). Gaya
kepemimpinan seperti inilah yang sebenarnya mempunyai daya dongkrak dan daya juang
yang ampuh dalam meningkatkan kualitas layanan lembaga organisasi maupun
perusahaan. Titik puncaknya adalah ketika pada masing-masing pribadi telah tertanam
sifat dan motivasi untk berkembang dengan dasar pijakan sistem nilai yang mapan,
berjuang dan bergerak dengan konsep yang jelas, serta memberikan kemampuan dan
keandalan pribadinya untuk kemaslahatan bersama sebagai tanggung jawab yang harus
diemban sebagai khalifah atau pemimpin. Masing-masing pribadi anggota lembaga atau
organisasi memiliki kesadaran akan pentingnya perubahan sebagai fitrah, perubahan
yang membawa dampak positif, yang produktif, dan menghasilkan nilai lebih bagi
lembaga atau organisasi pendidikan.
Pentingnya sosok pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat dalam lembaga
pendidikan juga dengan pertimbangan bahwa pendidikan adalah proses mengubah
mentalitas manusia secara menyeluruh. Mengubah pola pikir manusia yang berbeda latar
belakang kehidupan ekonomi, sosial, dan budayanya. Mengubah pola pikir bukanlah
semudah membalikkan telapak tangan. Mengubah mentalitas dari yang jelek menjadi
baik, dari kurang menjadi lebih, dan dari terbelakang menjadi maju dalam hal pola pikir
dan kejiwaan merupakan tugas berat yang harus dipikul oleh semua pelaku dan pegiat
pendidikan khususnya pimpinan lembaga pendidikan. Mengubah potensi sumber daya
manusia yang digarap dalam pendidikan meliputi aspek pengetahuan (Kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotorik) harus dilaksanakan sistematis dan terkonsep
secra benar sehingga hasil yang diharapkan tidak bias atau menyimpang, yakni antara
konsep dan implementasinya tidak berbeda di lapangan, melainkan segaris dan seirama.
Model gaya kepemimpinan yang efektif dalam lembaga organisasi, telah lama diimpikan
oleh para stakeholder , baik masyarakat, madrasah, wali murid, maupun pemerintah.
Namun tidak selalu ditemukan model dan gaya kepemimpinan yang tepat sekaligus
18
mampu mengerakkan sendi sendi organisasi atau lembaga secara efektif dan efisien.
Model kepemimpinan, titik tolak, dan fokus garapan melahirkan yang khas, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan tempat dimana seorang pemimpin
mengimplementasikan visi dan misi kepemimpinannya.
Istilah kepemimpinan transformasional dicetuskan pertama kali oleh James Mac Gregor
Burn (1978), seorang ahli manajemen dari Barat. Setelah itu, Spreitzer, Perttula et.al
(1990:112) mengembangkan dimensi kepemimpinan transformasional menjadi 6
dimensi, yakni articulating a vision, providing an appropriate, fostering the acceptance of
group goal, setting high performance expectation, providing individualized support, and
intellectual stimulation.
19
yang dapat dilihat dari kinerja serta perilaku yang menunjukkan profesi guru. Guru yang
mempunyai pengakuan sebagai tenaga profesional ini tentunya mampu melaksanakan
pekerjaannya dengan profesional dengan fungsinya.
Budaya organisasi menyatakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-
anggota organisasi itu. Oleh karena itu diharapkan bahwa individu-individu di dalam
organisasi mendiskripsikan budaya yang sama, walaupun sebenarnya mereka
memiliki keragaman latar belakang yang bervariasi dan tingkat-tingkat jabatan dalam
organisasi yang berbeda beda. Pengakuan bahwa budaya organisasi mempunyai sifat-
sifat bersama, tidaklah berarti bahwa tidak dapat ada sub-sub budaya di dalam suatu
organisasi. Karena pada kenyataanya bahwa organisasi yang besar mempunyai suatu
budaya yang dominan dan sejumlah sub budaya. Menurut Robbins (1990) ada tiga
kekuatan yang penting untuk mempertahankan sebuah budaya adalah: 1) praktek
seleksi penerimaan pegawai baru dalam organisasi; 2) Tindakan manajemen puncak;
dan 3) Sosialisasi budaya organisasi.
Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan, maka Kinerja guru dapat didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang guru bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya dalam upaya mencapai tujuan institusional. Kemampuan seorang guru
akan terlihat pada saat mengajar yang dapat diukur dari kompetensi mengajarnya.
Meningkatkan Kinerja adalah salah satu tujuan utama penilaian Kinerja. untuk itu perlu
dipahami definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. cukup banyak ahli
memberikan definisi dan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kinerja atau
prestasi kerja adalah perilaku yang tampak atau terwujud dalam pelaksanaan tugas-baik
tugas di dalam kantor maupun di luar kantor yang bersifat kedinasan.
20
VII. Tinjauan Teoritik
Kepemimpinan Transformasional :
Kepemimpinan transfomasional sebagai sebuah proses yang padanya “para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan profesionalitas yang lebih tinggi.”
Menurut Burns (1978). Kepemimpinan dalam suatu organisasi memegang peranan penting.
Pentingnya kepemimpinan dalam suatu organisasi terkait dengan strategi kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional ditandai oleh kemampuan pemimpin untuk mengartikulasi
visi bersama tentang masa depan, secara intelektual menstimulasi karyawan, dan menaruh
perhatian terhadap perbedaan individual karyawan (Lowe dalam Brown dan Keeping, 2005).
Tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam
hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut. Para pengikut
pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat
terhadap pemimpin tersebut, dan mereka terprofesionalitas untuk melakukan lebih daripada
yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan
memotivasi pengikutnya dengan cara: 1) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya
hasil-hasil suatu pekerjaan, 2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau
tim daripada kepentingan diri sendiri, dan 3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka
pada yang lebih tinggi. Kepemimpinan dan kinerja seorang kepala madrasah harus dilihat
pada fungsinya sebagai Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator,
Motivator. Dengan demikian untuk melaksananakan fungsi dan tanggung jawabnya yang
semakin luas kepemimpinan transformasional penting untuk diterapkan oleh kepala madrasah
demi kesuksesan tugasnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah sebuah proses di mana pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri
ke tingkat moralitas dan profesionalitas yang lebih tinggi dengan cara menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan,
bukan berdasarkan atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan, atau kebencian. Dimensi
kepemimpinan transformasional dapat dijelaskan sebagai berikut :
21
a) Memahami visi, misi, dan prinsip organisasi
b) Memberi respon yang cepat dan tepat terhadap perkembangan
c) Konsistensi terhadap visi dan misi organisasi
d) Mengembangkan sistem organisasi
3. Dimensi perhatian yang terindividualisasi, indikatornya adalah:
a) Memberikan perhatian kepada guru yang sedang menghadapi masalah
b) Bersikap ramah dan familiar terhadap guru dan bawahan
c) Sikap terhadap kreativitas guru dan bawahan
d) Kontribusi terhadap pelaksanaan tugas
4. Dimensi profesionalitas Inspirasional, indikatornya adalah :
a) Memberikan profesionalitas kepada bawahan
b) Menumbuhkan partisipasi aktif guru dan bawahan
c) Sikap terhadap inisiatif dan kreativitas guru
d) Sikap terhadap guru yang tidak memiliki semangat untuk maju
Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah pola keyakinan yang stabil dan nilai-nilai bersama yang
dikembangkan dalam organisasi sepanjang waktu. Gordon dan Ditomaso (dalam Baird,
2004). Budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dan keyakinan dasar yang dirasakan
bersama oleh anggota organisasi dan merupakan solusi secara konsisten yang dapat berjalan
dengan baik bagi sebuah kelompok dalam menghadapi persoalan-persoalan eksternal dan
internalnya, sehingga dapat diajarkan kepada para anggota baru sebagai suatu persepsi,
berpikir, dan merasakan hubungannya dengan persoalan-persoalan tersebut. Schein (dalam
Dwyer, 2003). Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi, bukan individu
anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, budaya organisasi
merupakan personalitas atau kepribadian organisasi, tetapi budaya organisasi dapat juga
membentuk perilaku organisasi anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota
organisasi sebagai individu. bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai, asumsi-asumsi,
dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersama dan perlu dilaksanakan oleh anggota
organisasi. Dimensi budaya organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
. Dimensi kewaspadaan, indikatornya adalah :
a) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan
b) Kepedulian terhadap standar yang berlaku di madrasah
22
2. Dimensi keterikatan, indikatornya adalah ;
a) Keterikatan terhadap madrasah dan lingkungan di sekitarnya
b) Kepedulian terhadap permasalahan yang sedang dihadapi madrasah
3. Dimensi kredibilitas, indikatornya adalah :
a) Sikap yang diterima oleh guru terhadap hak dan kewajibannya
b) Apresiasi yang diterima oleh guru terhadap hasil kinerjanya
4. Dimensi akuntabilitas, indikatornya adalah :
a) Melaksanakan tanggung jawab terhadap tugas yang diemban
b) Semangat untuk melaksanakan tanggung jawab
5. Dimensi pemberdayaan, indikatornya adalah :
a) Pemberdayaan guru yang ada di madrasah
b) Inisiatif untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
6. Dimensi dorongan, indikatornya adalah :
a) Kepuasan terhadap respon yang diberikan kepala madrasah terhadap
kepentingan guru
b) Semangat untuk meningkatkan kreativitas guru
7. Dimensi pilihan-pilihan, indikatornya adalah :
a) Kepuasan terhadap profesi guru
b) Pengaruh suasana kerja terhadap pilihan profesi guru
Profesionalisme
Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-
strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya (Danim, 2008).
Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental
serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui
berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.
Paradigma baru tentang guru yang mempunyai profesionalitas tinggi yaitu memiliki: (1)
Kepribadian yang matang dan berkembang, (2) penguasaan ilmu yang kuat, (3) kemampuan
untuk meprofesionalitas peserta didik untuk menguasai sains dan teknologi, dan (4)
pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek di atas merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila syarat-syarat
23
profesionalitas pendidik sudah terpenuhi, peran guru yang awalnya pasif bisa menjadi lebih
kreatif. Dimensi profesionalitas guru dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dimensi komitmen dalam pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kesediaan meluangkan waktu untuk membantu siswa yang bermasalah
b) Pengaruh besarnya gaji yang diterima terhadap semangat untuk mengajar
2. Dimensi penguasaan secara mendalam materi pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Pemahaman yang komprehensif terhadap materi pembelajaran
b) Upaya untuk mendalami penguasaan materi yang diberikan guru
3. Dimensi tanggung jawab atas keberhasilan siswa dalam belajar, indikatornya adalah :
a) Usaha untuk membimbing siswa agar berhasil dalam pembelajaran
b) Kepedulian terhadap tingkat kelulusan siswa
4. Dimensi berpikir untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya, indikatornya
adalah :
a) Usaha untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
b) Kepuasan terhadap pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
5. Dimensi bagian dari lingkungan profesinya, indikatornya adalah :
a) Bergabung dalam organisasi profesi guru untuk meningkatkan efektivitas
kinerja guru
b) Efektivitas tergabung dalam organisasi profesi guru
Kinerja Guru
Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok
kerja. Ilyas (2002). Kinerja guru berkaitan erat dengan konsep pelayanan karena tugas
seorang guru tidak hanya mengajar tetapi juga memberikan pelayanan terbaik kepada peserta
didiknya. Dimensi kinerja guru dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dimensi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
b) Tanggung jawab terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
2. Dimensi pelaksanaaan pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk menyampaikan metode pembelajaran yang tepat kepada
siswa
b) Pengaruh kemajuan teknologi terhadap efektivitas metode pembelajaran
3. Dimensi penilaian hasil pembelajaran, indikatornya adalah :
24
a) Kemampuan untuk mengadakan penilaian atau evaluasi pembelajaran
b) Tanggung jawab untuk mengadakan evaluasi pembelajaran
4. Dimensi dalam membimbing dan melatih siswa, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk memberikan bimbingan dan pelatihan kepada siswa
b) Tanggung jawab untuk memberikan bimbingan keterampilan dan pelatihan
5. Dimensi pelaksanakan tugas tambahan, indikatornya adalah ;
a) Kemampuan untuk memberikan tugas dan tanggung jawab terhadap siswa agar
mampu memahami materi pelajaran secara mendalam
b) Efektivitas pemberian tugas tambahan
Kegiatan analisis data kualitatif menyatu dengan aktivitas pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penyimpulan hasil penelitian. Pengumpulan data dilapangan dilakukan
dengan teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan sumber dan jenis data yaitu berupa
kata – kata dan tindakan, disertai data tambahan lain seperti dokumen atau sumber data
tertulis, foto, statistik. Kata- kata dan tindakan di peroleh melalui pengamatan dan atau
wawancara langsung dengan informan yang merupakan sumber data utama. Sumber data
utama ini ditulis melalui catatan tertulis, atau dengan perekaman video/audio tapes,
pengambilan foto atau film. Sedangkan data tambahan diperoleh melalui dokumen yang ada
yang berasal dari sumber tertulis seperti dokumen resmi, dokumen pribadi, buku, majalah
dan lain linnya. Catatan data dilapangan merupakan instrumen utama dalam pengumpulan
data. Bentuk catatan yang diperoleh dilapangan merupakan ;
25
1) Catatan fakta : data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara dalam bentuk
uraian rinci maupun kutipan langsung.
Untuk memeriksa keabsahan data berdasarkan berdasarkan kriterai tertentu melalui analisis
data kualitatif yaitu atas dasar kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan
kepastian (berasal dari data). Pemeriksaan juga dilakukan melalui teknik triangulasi dengan
tujuan mengecek kembali derajat keterpercayaan hasil penemuan data. Hal lain yang akan
dilakukan adalah membandingkan satu data dengan data yang lain adalah melaui FGD (Focus
Group Discusstion) dalam upaya ; pemeriksaan sejawat melalui diskusi, pengecekan secara
formal dan informal berkenaan dengan kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan.
Reduksi data adalah upaya menyimpulkan data, kemudian memilah milah data dalam satuan
konsep tertentu dan kategori tertentu serta tema tertentu. Proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabtrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan – catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi yang akan dilakukan adalah : (1)
Meringkas data, (2) Mengkode, (3) Menelusur tema, (4) Membuat gugus – gusus. Hal ini
dilakukan dengan cara ; seleksi ketat atas data, ringkasan atau uraian singkat, dan
menggolongkannya dalam pola yang lebih luas.
Penyajian data dilakukan ketika sekumpulan informasi telah disusun sehingga memberikan
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
penyajian data yang akan dilakukan berupa tek naratif berupa catatan lapangan, matrik,
grafik, jaringan dan bagan. Upaya ini dilakukan untuk mengabungkan informasi yang
terssusun dalam bentuk bentuk yang padu, dan mudah diraih sehingga sehingga memudahkan
untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya
melakukan analisis kembali.
26