Anda di halaman 1dari 27

I.

Judul Penelitian

IAI AN NUR LAMPUNG

PENGARUH KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP PROFESIONALITAS
SERTA IMPLIKASINYA PADA KINERJA GURU
MADRASAH ALIYAH DI PROVINSI LAMPUNG

Studi Kasus :
MAN 1 Bandar Lampung dan SMA AL Kautsar Bandar Lampung
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN
Diajukan Sebagai Proposal Disertasi

DOSEN PENGAMPU : PROF DR H NASRUDIN HARAHAP


DIBUAT OLEH : SYAHRUL AR

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
LAMPUNG
FEBRUARI 2022

0
II. Rumusan Masalah

a. Terdapat indikasi bahwa rendahnya kinerja guru madrasah aliyah di provinsi


Lampung dipengaruhi oleh profesionalitas guru yang diduga rendah, terutama
dilihat dari mata pelajaran yang diampu tidak sesuai dengan bidang keahlian
guru ;
b. Rendahnya kinerja guru madrasah aliyah di provinsi Lampung diduga oleh
budaya organisasi yang ada di madrasah tidak mendukung tugas pembelajaran
guru ;
c. Terdapat indikasi bahwa profesionalitas guru diduga belum sepenuhnya
dijadikan patokan dalm penyusunan standar kinerja guru madrasah aliyah
sehingga belum dapat mengoptimakan kinerja guru ;
d. Rendahnya profesionalitas guru madrasah aliyah di provinsi Lampung diduga
dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kurang kondusif dalam menanggani
para guru;
e. Proses komunikasi yang kurang lancar antara guru dengan kepala madrasah
diduga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan transformasional sosial yang
tidak sepenuhnya diterapkan dan juga budaya organisasi yang kurang kondusif
f. Terdapat indikasi profesionalitas guru dan budaya organisasi secara bersama
sama belum mampu meningkatkan kinerja guru ;
g. Terdapat indikasi bahwa kepemimpinan transformasional yang diterapkan
kurang dapat mendorong guru untuk bekerja dengan kinerja tinggi dan terus
menerus mengembangkan diri.
III. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian terdiri dari : Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan


Profesionalisme, Kinerja Guru

1
Alur Kerangka Berpikir

Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti pengarahan yang berarti


terhadap suatu usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha
yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jakckues,1990). Kinlaw (1990),
bahwa pegawai yang memiliki profesionalitas tinggi adalah seseorang yang secara terus
menerus mencoba melakukan hal terbaik serta bersedia meluangkan waktu dan usaha
ekstra untuk melakukan pekerjaanya. Kepemimpinan yang baik akan meningkatkan
profesionalitas .

Mehta, Dubinsky, dan Anderson (2003 : 50) memberikan gambaran adanya


hubungan sebab akibat (causality) antara kepemimpinan, profesionalitas , dan kinerja
pegawai. Bahkan Massarik (1961) menambahkan bahwa kepemimpinan merupakan
pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan
melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijadikan dasar dapat disimpulkan :


a) Kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap profesionalisme guru ;
Di samping kepemimpinan transformasional yang baik akan meningkatkan
profesionalitas, ternyata budaya organisasi juga berperan dalam meningkatkan

2
profesionalitas. Budaya organisasi dapat mempengaruhi profesionalitas dalam
meningkatkan efektivitas kinerja bisnis (Schuller dan Jackson, 1996). Sumber
daya manusia yang produktif karena budaya organisasinya akan meningkatkan
profesionalitas dalam bekerja untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.
b) Budaya organisasi berpengaruh terhadap profesionalisme guru ;
c) Kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi secara bersama sama
berpengaruh terhadap profesionalisme guru ;
Massarik (1961) menyatakan kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi,
yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses
komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
Sedangkan Rauch & Behling (1984) menyatakan kepemimpian adalah
proses mempengaruhi aktivitas – aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasi ke arah pencapaian tujuan. Demikian juga Jacob & Jakckues,
(1990) kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti pengarahan yang
berarti terhadap suatu usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Semua
pengertian di atas memperlihatkan terdapat pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja.

d) Kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja guru ;


e) Rhee (2008 : 146) menyatakan bahwa kinerja pegawai sangat ditentukan oleh
budaya organisasi pegawai pada pekerjaannya. Menurut Mathis & Jackson
(2001 ; 241), Budaya organisasi adalah kebiasaan pegawai yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim.

f) Budaya organisasi yang ditetapkan dalam organisasi merupakan basis dari


berbagai aspek pengembangan sumber daya yang dimiliki, yang
dikondisikan sebagai upaya pendukung dalam pencapaian kinerja organsiasi,
dengan keunggulan kinerja merupakan modal penting untuk mengantar
organisasi mencapai tingkat keunggulan bersaing yang optimal dan efisien.

3
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR

Kepemimpinan 1. Ispiration Motivation 1. Memberikan inspirasi dalam


Transformasional (memberikan motivasi mengembangkan visi dan misi organisasi
yang diilhami oleh madrasah
nilai nilai dan cita cita
yang tinggi) 2. Meningkatkan optimisme anggota dalam
mencapai tujuan madrasah
3. Memberikan stimulasi bagi warga
madrasah untuk menghadapi tantangan
dan berani mengambil resiko.
4. Mengkomunikasikan harapan yang
tinggi
5. Menanamkan komitmen anggota
madrasah dalam mencapai visi, misi dan
tujuan madrasah.
6. Menunjukkan peluang-peluang yang
baik dalam mewujudkan visi,misi dan
tujuan madrasah
2. Individual 1. Menghargai perbedaan individu (potensi,
Consideration minat, karakteristik) masing masing
(memberikan anggota madrasah.
perhatian dan
pertimbangan 2. Memberikan solusi terhadap
terhadap anggota permasalahan-permasalahan individual
secara individu masing-masing anggota madrasah.
3. Memberikan tugas sesuai dengan
karakteristik individual masing masing
anggota madrasah
4. Memberikan kesempatan dan dukungan
bagi anggota untuk berkembang secara
optimal
4. Intellectual 1. Mengeksplorasi ide ide baru yang lebih
Stimulation baik dalam pemecahan masalah atau
(memberikan pelaksanaan tugas sehari hari.
rangsangan untuk
menemukan dan 2. Memberikan dorongan kepada anggota
menerapkan cara-cara madrasah untuk mengembangkan
baru yang lebih program atau metode baru yang lebih
inovatif dalam baik dalam melaksanakan tugas dan
melaksanakan fungsinya.
pekerjaan 3. Menghargai dan menstimulasi anggota
madrasah untuk mengekspresikan ide
idenya guna mencapai tujuan madrasah.

4
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR

Budaya Madrasah 1. Profesional Hight Expectation of Self and Others.


Colaboration (guru dan Keunggulan diakui, kemajuan dirayakan dan
staf bekerjasama untuk didukung
menyelesaikan
permasalahan
permasalahan
profesional)
Experimentation and entrepreunership (Ide
ide baru melimpah dan penemuan penemuan
terjadi
Tangible Support. Upaya-upaya peningkatan
yang selaras dengan dukungan sumber daya
yang memenuhi.
Shared vision. Seluruh anggota madrasah
memahami apa yang penting dan
menghindari tugas tuhas yang sepele
Collegial Relationship Collegiality. Cara orang dewasa
(warga madrasah merasa memperlakukan orang lain dengan respec
nyaman bekerja bersama, dan harmoni
saling mendukung, dan
merasa bermakna /
dibutuhkan.
Trust and confidence. Anggota madrasah
percaya akan pimpinan dan yang lainnya
berdasarkan kesesuaian antara pernyataan
dan perbuatan
Apreciation and recognition of improvement.
Orang orang merasa istimewa dan bertindak
istimewa
Caring, Celebrating, and Hmour. Kepedulian
diekspresikan melalui candaan dan gurauan
yang penuh perasaan
Tradition. Madrasah memiliki perayaan
perayaan dan ritual ritual yang indentifiable
karena penting bagi komunitas madrasah
Open and honest communication. Informasi
informasi mengalir di seluruh organisasi baik
formal maupun informal. Setiap orang
menerima informasi berdasarkan kebutuhan
untuk mengetahui.
Metaphor and stories. Bukti perilaku
dikomunikasikan dan dipengaruhi oleh
perumpamaan (imaginery) internal

5
Eficacy or Self- Efficacy. Perasaan memiliki atau kapasitas
determination are people mempengaruhi keputusan. Apakah anggota
in the school because they cenderung menerima (pasrah) terhadap
want to be? Do they work masalah atau berusaha untuk
to improve their skills as memecahkannya.
true professionals or do
they simply see
themselves as helpless
victims of a large and
uncaring bureaucracy?
Share decision making by all participant.
Seluruh anggota yang menjalankan
keputusan diikutsertakan dalam membuat dan
mengimplementasikan keputusan

DIMENSI KINERJA GURU

VARIABLE INDIKATOR SUB INDIKATOR

Kemampuan Akademik Pedagogis Menguasai karakteristik peserta didik dari


aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,
emosional dan intelektual
Menguasai materi teori belajar dan prinsip
prinsip pembelajaran yang mendidik
Mengembangkan kurikulum yang terkait
dengan mata pelajaran yang diampu
Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan peserta didik
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
untuk kepentingan pembelajaran.
Profesional Menguasai materi, struktur, konsep dan pola
pikir keilmuan yang mendukung
matapelajaran yang diampu
Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran yang

6
diampu
Mengembangkan materi pembelajaran yang
diampu secara kreatif
Mengembangkan keprofesian secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif
Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mengembangkan diri

Kemampuan Guru (Non Kepribadian Bertindak sesuai dengan norma agama,


Akademik) hukum, sosial dan kebudayaan nasional
indonesia
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,
berakhlak mulia san teladan bagi peserta
didik dan masyarakat
Menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantab, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab
yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
Sosial Bersikap inklutif, bertindak objektif, serta
tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis
kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh
wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragamaan sosial budaya.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain

Komitmen Guru Komitmen Afektif Perasaan menjadi bagian (terikat) dari


madrasah
Penerimaan tujuan dan nilai nilai madrasah
Keinginan memberikan sumbangan yang
bermanfaat bagi madrasah
Komitmen Kontinuitas Keinginan membantu organisasi dalam
mencapai tujuan
Kebutuhan untuk bertahan karena manfaat
yang diperoleh

7
Kegairahan dalam bekerja
Komitmen Normatif Keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi
Perasaan bertanggung jawab terhadap
organisasi

Motivasi Kerja Guru Kebutuhan berprestasi Berusaha unggul


Mengambil tanggungjawab pribadi
Menyenangi tantang
Menetapkan tujuan tujuan realistik
Memilih resiko moderat
Menghendaki umpan balik
Memiliki semangat yang tinggi dan bekerja
keras
Kebutuhan eksistensi dan Mempengaruhi orang lain
berkuasa
Mengendalikan orang lain
Menyukai persaingan
Ingin dihargai/diakui
Kebutuhan berafiliasi Membangun persahabatan
Keinginan untuk disukai
Meninkmati kegiatan sosial
Keinginan rasa memiliki
Kebutuhan aktualisasi dan Tidak tergantung dengan orang lain
kemandirian
Mengendalikan tugas tugasnya sendiri
Tidak ingin dirintangi oleh aturan / prosedur
yang berlebihan
Harapan pertumbuhan Harapan (expectancy) Keyakinan penuh
bahwa ia akan berhasil
Nilai (value)
Pertautan (Instrumentality) Keberhasilan
dalam melaksanakan pekerjaan akan
berdampak bagi keberhasilan karir
Penilaian Kinerja Guru Penilaian Atasan
Telaah Dokumen
Pelaksanaan tugas pokok

8
Pelaksanaan Tugas di luar
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Sejawat (I)
Pelaksanaan tugas pokok
Pelaksanaan Tugas di luar Telaah Dokumen
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Sejawat (II)
Pelaksanaan tugas pokok
Pelaksanaan Tugas di luar Telaah Dokumen
tugas pokok
Pengembangan
profesionalisme
Penilaian Diri Sendiri
Pelaksanaan Tugas pokok
’-Perencanaan
Pembelajaran
’-Pelaksanaan dan
Evaluasi Pembelajaran Dokumen Self Asesesment
Pelaksanaan Tugas di
Luar Tugas Pokok
Pengembangan
Profesionalisme
Penilaian Siswa
Awal Pembelajaran
Inventory
Inti pembelajaran
Penutup

9
IV. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:

1. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap profesionalitas guru


di Madrasah Aliyah;
2. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap profesionalitas guru di Madrasah
Aliyah;
3. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi secara
bersama-sama terhadap profesionalitas guru di Madrasah Aliyah;
4. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja guru di
Madrasah Aliyah;
5. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja guru di Madrasah Aliyah;
6. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi secara
bersama-sama terhadap kinerja guru di Madrasah Aliyah;
7. Mengetahui pengaruh profesionalitas guru terhadap kinerja guru di Madrasah Aliyah;
dan
8. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, dan
profesionalitas guru secara bersama-sama terhadap kinerja guru di Madrasah Aliyah.

V. Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data yang digunakan bersumber dari atau
didapatkan melalui wawancara, catatan lapangan, catatan pribadi dan dokumen resmi
lainnya, selain itu juga menggunakan FGD (Focus Group Discussion) dan sumber lain
seperti dokumen dan rekaman (record) serta dengan melakukan triangulasi data. Dalam
pengumpulan data melibatkan aktivitas pendukung lainnya seperti menciptakan rapport,
pemilihan informan yang dilakukan secara purposif (bukan secara acak) yaitu atas dasar
apa yang diketahui tentang variasi-variasi yang ada atau elemen elemen yang ada atau
sesuai kebutuhan, pencatatan data/informasi hasil pengumpulan data.

Dalam melakukan wawancara dengan subjek juga akan diamati situasi sosial yang terjadi
dalm kontek yang sesungguhnya, melakukam foto fenomena, symbol dan tanda yang
terjadi serta melakukan rekam dialog. Kegiatan pada fase ini tidak akan diakhiri fase
pengumpulan data sebelum yakin bahwa data yang terkumpul dari sumber data yang

10
berbeda dan fokus pada situasi sosial, dalam hal ini validasi, reabilitas dan triangulasi
diupayakan dilakukan dengan benar dalam upaya ketepatan dan kredibilitas informasi
yang diperoleh tidak diragukan.

Sehingga yang menjadi tujuan penelitian kualitatif ini ingin mengambarkan kejadian yang
sebenarnya yang ada di madrasah. Oleh karena itu pendekatan kualitatif dalam penelitian
ini adalah penelitian yang menghasilkan data deskriftip berupa kata kata atau lisan dari
orang – orang dan prilaku yang diamati. Penelitian deskriftip dengan pendekatan kualitatif
memerlukan keterangan langsung dari narasumber tentang keadaan subjek dan objek yang
akan diteliti.

Sumber data yang dimaksud semua informasi baik berupa benda nyata, astrak peristiwa.
Menurut Sukandarrumidi (2006: 44) sumber data yang bersifat kualitatif di dalam
penelitian diusahakan tidak bersifat subjektif, oleh sebab itu perlu diberikan bobot.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah :

1. Sumber Primer

Sumber yang didapatkan langsung dari lapangan atau tempat penelitian seperti kata-
kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber
data utama. Sumber ini diambil dengan cara pencatatan tertulis maupun dengan
wawancara. penelitian dengan data ini untuk mendapatkan informasi tentang
kepemimpinan transformasional kepala madrasah, budaya madrasah dan profesional
guru terhadap kinerja guru dan outcome dari MAN 1 Bandar Lampung dan SMA AL
Kautsar Bandar Lampung. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan seluruh warga sekolah dan madrasah dimaksud, disertai observasi.

2. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah data yang berasal dari sumber bacaan dan berbagai sumber
lainnya yang terdiri dari note, buku harian, surat- surat pribadi, sampai dokumen-
dokumen resmi. Data sekunder dapat berupa buletin, survey dan sebagainya.
Penelitian ini menggunakan sumber sekunder berupa dokumen kurikulum, rencana
kerja tahunan, dan evaluasi dir madrasah (EDM).

11
Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah penting dalam melakukan penelitian, karena
data yang terkumpul akan dijadikan bahan analisis dalam penelitian. Metode yang
digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah dengan teknik triangulasi (Moleong, 2004:
135), yaitu. :

1. Wawancara

Wawancara dapat dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui keadaan seseorang,


Wawancara sendiri dapat dilakukan secara individu atau kelompok guna mendapatkan
informasi yang tepat dan otentik.

Penelitian ini mengunakan bentuk wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini
adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan
pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajian sama untuk setiap responden (Moloeng,
2011: 188). Alasan peneliti menggunakan jenis wawancara baku terbuka adalah untuk
mengurangi variasi hasil wawancara pada saat dilakukan.

Wawancara digunakan untuk mengetahui data tentang kepemimpinan transformasional,


budaya dan profesionalisme guru dan kinerja guru di MA Negeri 1 Bandar lampung dan
SMA Al Kautsar. Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa instrumen
yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditunjukan kepada kepala sekolah atau
madrasah, warga madrasah, Tata usaha guru dan siswa. Wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang pengaruh kepemimpinan kepala sekolah/madrasah,
terhdap budaya, profesionalisme guru dan kinerja guru yang berujung pada outcome
sekolah/madrasah tersebut.

2. Focus Group Discussion (FGD)

FGD dilakukan terdahap dewan guru-guru dan warga sekolah/madrasah lainnya


yang menjadi target dalam penelitian.

3. Telaah Dokumen

Telah dokumen dilakukan untuk mengali informasi dan verfikasi data pada sumber
lainnya.

4. Observasi

12
Observasi dilakukan dalam kegiatan pengatamatan yang akan mendukung validitas
data yang diperoleh

Proses Sampling

Dalam rencana penelitian ini sample di pilih secara purposive yaitu hanya dipilih
infroman tertentu, dengan tujuan agar peneliti dapat memfokuskan diri meneliti
sekelompok kecil orang yang berkaitan langsung dalam pekerjaan dengan peristiwa
dan melakukan studi mendalam terhadap mereka, disisi lain dapat juga
menggunakan banyak orang agar jumlah sample yang dicari memenuhi kriteria
signifikan menurut standar statistik. Dalam teknik sampling, pemilihan sample
secara “acak” dengan tujuan mendapat kesempatan yang sama pada sample untuk
dipilih yang paling tepat memungkinkan agar dapat digeneralisasi temuan – temuan
saat penelitian.

VI. Tinjauan Kepustakaan

Madrasah merupakan sebuah organisasi yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh


beberapa faktor, seperti kepemimpinan, budaya organisasi, profesionalitas, dan kinerja
guru. Di bawah ini akan dipetakan sejumlah fenomena dan permasalahan yang ada pada
organisasi madrasah dewasa ini.

Pertama, madrasah dengan kepala madrasah sebagai pemimpinnya, merupakan sebuah


organisasi yang unik dan berbeda dengan organisasi sekolah, misalnya adanya perbedaan
cara pandang kepala madrasah terhadap kepemimpinan, budaya madrasah yang lebih
diwarnai dengan budaya kekeluargaan, keislaman, kualitas atau latar belakang guru, dan
jumlah muatan kurikulum. Menurut Pidarta (1997), kepala madrasah merupakan kunci
kesuksesan dalam mengadakan perubahan. Pidarta menambahkan bahwa kepemimpinan
kepala madrasah dapat dilihat dari peran dan tanggung jawabnya sebagai manajer
pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan, dan administrator pendidikan.

Fakta menunjukkan bahwa kepemimpinan di madrasah belum sepenuhnya efektif. Hal


ini bisa dilihat dari masih banyaknya madrasah yang mempunyai kualitas lulusan yang
kurang memuaskan. Menurut Timpe (1998) sejumlah ciri-ciri pemimpin yang berhasil di
antaranya adalah kelancaran berbicara, kemampuan untuk memecahkan masalah,
kesadaran akan kebutuhan, keluwesan, kecerdasan, kesediaan menerima tanggung jawab,

13
keterampilan sosial, dan kesadaran akan lingkungan. Sebagian besar kepala madrasah
ditengarai belum sepenuhnya memiliki ciri-ciri di atas.

Kedua, budaya yang ada di lingkungan madrasah juga merupakan budaya organisasi.
Budaya organisasi adalah interpretasi kolektif yang dilakukan oleh anggota organisasi
berikut hasil aktivitasnya. Budaya organisasi dapat berbentuk norma-norma dan nilai-
nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Budaya selalu dinamis. Hal ini
sesuai dengan peranan madrasah sebagai agen perubahan yang fleksibel untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Budaya organisasi di madrasah diharapkan dapat
mengikuti, menyeleksi, dan berinovasi terhadap perubahan yang terjadi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Tilaar (2004) yang mengemukakan bahwa kebudayaan dan pendidikan
merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan karena saling mengikat. Dengan
demikian, kualitas lulusan madrasah akan sangat ditentukan tidak hanya oleh
kepemimpinan, tetapi juga budaya yang ada di lingkungan madrasah.

Budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dasar dalam suatu organisasi. Beberapa


permasalahan dalam budaya madrasah adalah adanya asumsi sebagian masyarakat bahwa
madrasah merupakan lembaga pendidikan kelas dua dibandingkan dengan sekolah.
Selain itu, kecenderungan yang terdapat di masyarakat yaitu dari “sekolah untuk mencari
ilmu” menjadi “sekolah untuk mencari kerja” juga merupakan alasan mengapa
masyarakat lebih memilih sekolah daripada madrasah. Nilai-nilai yang ada di madrasah
yang notabene dipengaruhi oleh ajaran Islam juga merupakan budaya organisasi yang
merupakan interpretasi kolektif. Permasalahannya, apakah budaya organisasi di
madrasah sudah kondusif dan baik sehingga mampu menjadi sebuah organisasi yang
efektif.

Ketiga, profesionalitas adalah suatu kondisi atau pekerjaan tertentu yang dalam
merealisasikannya sangat menuntut penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya. Untuk menjadi sebuah organisasi yang sukses,
tantangan madrasah ke depan adalah bagaimana meningkatkan dan menerapkan prinsip-
prinsip profesionalitas guru seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurut Akadum (1999) dinyatakan bahwa dunia
guru memiliki dua masalah yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan yaitu (1)
profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena gaji yang rendah, sedangkan

14
gaji yang rendah akan berpengaruh pada kinerjanya, (2) profesionalitas pendidik masih
rendah.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


bahwa pendidik (guru) merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan, dan pelatihan. Menurut
John Suprihanto (1996) kinerja dapat dinilai dari aspek berikut yaitu: 1) kemampuan
kerja, 2) kerajinan, 3) disiplin, 4) hubungan kerja, 5) prakarsa dan kepemimpinan atau
hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya.

Di antara faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah imbalan atau hadiah yang
diberikan. Hadiah tersebut dapat mempengaruhi profesionalitas seseorang untuk
melakukan pekerjaan lebih baik. Di samping itu, kemampuan menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif dan pemberian penghargaan juga diperlukan untuk meningkatkan
kinerja. Berdasarkan data, sekitar 91,4 persen madrasah berstatus swasta sehingga
banyak guru yang tidak mempunyai gaji yang mencukupi, jauh di bawah standar upah
minimal, dan ini merupakan problem yang cukup mendasar.

Dengan demikian, faktor kepemimpinan, budaya, dan profesionalitas guru di organisasi


“unik” madrasah sangatlah penting dan menarik diteliti untuk mengetahui bagaimana
faktor-faktor organisasi tersebut berpengaruh di lingkungan pendidikan yang berbasis
masyarakat dan mempunyai kekhasan agama Islam. Penelitian ini akan menguji dan
menganalisis hubungan ketiga variabel yaitu kepemimpinan, budaya organisasi, dan
profesionalitas guru. Penelitian ini sangat penting selain untuk mengkaji hubungan antar
ketiga variabel di atas juga bisa membuka tabir atau memecahkan kompleksitas sebab
ketertinggalan dan rendahnya kinerja guru di madrasah.

Berbagai kendala dihadapi dalam rangka mewujudakn tujuan pendidikan, salah satunya
adalah masalah kepemimpinan dalam pendidikan. Dibutuhkan berbagai kiat agamar
amanat undang undang sebagaimana tercantum dama Undang Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dapat terealisasi secara optimal. Dengan
pemilihan model gaya kepemimpinan yang tepat, carut marut masalah pendidikan dapat
diurai dengan mudah. Sosok pemimpin yang mengelola satuan pendidikan haruslah
pribadi yang prima, memiliki dasar – dasar kepemimpinan yang andal dan visioner.
Bukan pribadi yang suka mencari aman (pragmatis), yang serba boleh (permisif), dan
tidak kreatf.

15
Kepemimpinan pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam dunia
pendidikan, terlebih lagi di Indonesia yang hingga saat ini masih terus menerus mencari
pola terbaik dalam mengelola pendidikan. Berbagai bentuk, model, dan gaya
kepemimpinan terus-menerus digali agar ditemukan cara terbaik dan efektif dalam
mencapai harapan dunia pendidikan sesuai amanat Undang undang Dasar. Bentuk
kepemimpinan seperti apakah yang paling efektif dalam menghantarkan lembaga atau
organisasi pendidikan mencapai tujuan yang diinginkan.

Kepemimpinan yang baik, efektif dan andal dapat membawa lembaga pendidikan ke
arah yang lebih berkualitas , yaitu lembaga atau organisasi pendidikan yang mampu
secara mandiri menghasilkan manusia manusia baru sebagaimana yang diharapkan.
Manusia baru yang dimaksud adalah sosok pribadi yang telah mengalami inisiasi dan
pencerahan, pribadi yang mau berubah dari tidak baik menjadi baik, dari bodoh menjadi
cerdas, dari biadab menjadi beradab. Begitu pula sebaliknya, tanpa hadirnya sosok
pimpinan dengan kepemimpinan yang andal dan memadai, maka mustahil tujuan
pendidikan yang telah dicanangkan akan tercapai sebagai mana yang dicita – citakan.
Bila perubahan pemimpin tidak mampu menangkap sinyal sinyal gerak perubahan
lembaga atau organisasi pendidikan, maka cita – cita tinggallah sebatas anggan-anggan,
mustahil dapat diraih dengan optimal. Pendidikan tanpa memunculkan perubahan positif
pada diri pelakunya, maka laksana mendirikan bangunan dengan fondasi yang rapuh,
yang cepat atau lambat akan menimpa para pelaku yang terlibat didalamnya (Kotter
dalam Yayat Hidayat dan Maufur, 2009:13). Capaian-capaian hasil pendidikan yang
dibangundari dasar pemikiran yang rapuh adalah outputyang menipu, bukan capaian
hasil pendidikan yang sesungguhnya.

Kepemimpinan dalam dunia pendidikan memiliki peran strategis dalam mengondisikan


sistem pembelajaran yang ideal sebagaimana diharapkan dalam Undang-undang Dasar,
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan lainnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan sistem pendidikan secara nasional.

Masalah implementasi manajemen, pemilihan model dan gaya kepemimpinan juga


menjadi penentu apakah suatu lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan dapat
menjalankan fungsi pelayanan publik sebagimana tugas dan fungsi (tupoksi) yang telah
digariskan lembaga ataukah belum. Masalah pemilihan gaya kepemimpinan akan
berimbas secara langsung pada mutu layanan lembaga pendidikan, baik pada pendidikan

16
formal maupun nonformal dan informal. Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat akan
secara otomatis mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan
dalam mengaktualisasikan visi, misi, dan tujuannya. Maka dari itu permasalahan
optimalisasi manajemen pendidikan dengan pemilihan gaya kepemimpinan menjadi
sangat penting bila dihadapkan pada permasalahan pendidikan di negeri ini yang tidak
semakin berkurang tingkat kerumitannya, melainkan semakin bertambah kompleks dari
waktu ke waktu sesuai perkembangan zaman. Dibutuhkan manajemen kepemimpinan
dan gaya kepemimpinan pendidikan yang tepat dan mampu menanamkan nilai-nilai
perubahan yang mendasar (maton) tetapi sistemik dan masif, yang akan menjadi cikal
bakal kemajuan sebuah lembaga atau organisasi pendidikan.

Dilihat dari segi mutu pembelajaran, komponen yang dipandang sangat perlu
ditingkatkan adalah memfungsikan manajemen pendidikan, dalam hal ini unsur
kepemimpinan pendidikan. Kepemimpinan pendidikan yang baik akan mempengaruhi
metode dan teknologi pendidikan, mempengaruhi budaya organisasi, mempengaruhi
profesionalisme guru, mempengaruhi kemampuan dalam meningkatkan motivasi dan
semangat belajar siswa dan guru, serta mendorong kreativitas tenaga pendidik dan
kependidikan (guru dan karyawan/staf TU) dalam proses belajar mengajar di lembaga
atau organisasi pendidikan.

Optimalisasi sumber daya yang tepat dan efektif pada lembaga akan membawa pada
tujuan dan cita cita lembaga secara optimal, yakni dengan memanfaatkan seluruh potensi
dan peralatan yang adaa (tool) dalam komando pemimpin yang berkarakter kuat.
Pealatan ini meliputi man (sumberdaya) manusia, many (dana), materials (bahan-bahan),
machines (mesin-mesin), methode (metode dan cara), dan market (pemasaran) yang
harus bekerja secara bersama-sama dan berkesinambungan (Tri Jaka, 2011: 13). Hal ini
sangat penting karena pendidikan adalah proses mengubah pola pikir manusia yang harus
dipersiapkan secara matang, serius, dan sistematik. Untuk meningkatkan pengelolaan
kegiatan dan mutu layanan lembaga pendidikan dengan baik dibutuhkan sosok pemimpin
dan kepemimpinan yang dapat diandalkan. Sosok kepemimpinan yang andal akan
mempengaruhi cara berpikir seluruh anggota lembaga untuk bersatupadu menggapai
harapan dan cita-cita yang menjadi visi dan misi lembaga pendidikan.

Dalam hal pemimpin dan kepemimpinan, sesungguhnya tanggung jawab dan prinsip
akuntabilitas kepemimpinan dalam spiritual Islam sebagai alat untuk mencapai

17
kesejahteraan dan tujuan lembaga telah di bahas panjang lebar dengan menerapkan
dasar-dasar etika dan moralitas ajaran agama. Prinsip-prinsip etik sebagaimana
dicontohkan oleh Rasullullah Muhammad SAW dengan 4 prinsip etiknya, yaitu sidik
(kejujuran), tabligh (menyampaikan), amanah (terpercaya, kredibel), dan fathonah
(kecerdasan) telah memberikan gambaran bahwa tujuan lembaga tercapai dengan
meningkatkan nilai-nilai etik tersebut (Yayat Hidayat Mansur, 2009: 9). Nuasa etik dan
moralistik ini yang menjadi subtansi dari perubahan sebuah lembaga atau organisasi,
baik dalam lingkup yang sempit (pribadi) maupun lingkup yang luas (masyarakat). Gaya
kepemimpinan seperti inilah yang sebenarnya mempunyai daya dongkrak dan daya juang
yang ampuh dalam meningkatkan kualitas layanan lembaga organisasi maupun
perusahaan. Titik puncaknya adalah ketika pada masing-masing pribadi telah tertanam
sifat dan motivasi untk berkembang dengan dasar pijakan sistem nilai yang mapan,
berjuang dan bergerak dengan konsep yang jelas, serta memberikan kemampuan dan
keandalan pribadinya untuk kemaslahatan bersama sebagai tanggung jawab yang harus
diemban sebagai khalifah atau pemimpin. Masing-masing pribadi anggota lembaga atau
organisasi memiliki kesadaran akan pentingnya perubahan sebagai fitrah, perubahan
yang membawa dampak positif, yang produktif, dan menghasilkan nilai lebih bagi
lembaga atau organisasi pendidikan.

Pentingnya sosok pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang tepat dalam lembaga
pendidikan juga dengan pertimbangan bahwa pendidikan adalah proses mengubah
mentalitas manusia secara menyeluruh. Mengubah pola pikir manusia yang berbeda latar
belakang kehidupan ekonomi, sosial, dan budayanya. Mengubah pola pikir bukanlah
semudah membalikkan telapak tangan. Mengubah mentalitas dari yang jelek menjadi
baik, dari kurang menjadi lebih, dan dari terbelakang menjadi maju dalam hal pola pikir
dan kejiwaan merupakan tugas berat yang harus dipikul oleh semua pelaku dan pegiat
pendidikan khususnya pimpinan lembaga pendidikan. Mengubah potensi sumber daya
manusia yang digarap dalam pendidikan meliputi aspek pengetahuan (Kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotorik) harus dilaksanakan sistematis dan terkonsep
secra benar sehingga hasil yang diharapkan tidak bias atau menyimpang, yakni antara
konsep dan implementasinya tidak berbeda di lapangan, melainkan segaris dan seirama.

Model gaya kepemimpinan yang efektif dalam lembaga organisasi, telah lama diimpikan
oleh para stakeholder , baik masyarakat, madrasah, wali murid, maupun pemerintah.
Namun tidak selalu ditemukan model dan gaya kepemimpinan yang tepat sekaligus

18
mampu mengerakkan sendi sendi organisasi atau lembaga secara efektif dan efisien.
Model kepemimpinan, titik tolak, dan fokus garapan melahirkan yang khas, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan tempat dimana seorang pemimpin
mengimplementasikan visi dan misi kepemimpinannya.

Istilah kepemimpinan transformasional dicetuskan pertama kali oleh James Mac Gregor
Burn (1978), seorang ahli manajemen dari Barat. Setelah itu, Spreitzer, Perttula et.al
(1990:112) mengembangkan dimensi kepemimpinan transformasional menjadi 6
dimensi, yakni articulating a vision, providing an appropriate, fostering the acceptance of
group goal, setting high performance expectation, providing individualized support, and
intellectual stimulation.

Konsep transformasional yang mengetengahkan kekuatan transformasi nilai mendapat


respon yang sangat luar biasa dari berbagai kalangan karena mampu membawa
perubahan yang signifikan kearah perubahan yang positif suatu lembaga atau organisasi.
Konsep ini dipandang sebagai yang terbaru dan teraktual dalam memandang tipe-tipe
kepemimpinan yang mampu membawa perubahan organisasi, lembaga atau perusahaan
secara signifikan.

Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi


berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara
profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih sangat memprihatinkan, baik secara
kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya
berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini.

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2015 menjelaskan bahwa,


Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru profesional adalah guru yang mampu menjalankan tugasnya karena kompetensi dan
keterampilan yang dimiliki, maka dapat dipahami dalam konteks keguruan bahwa
profesionalisme merupakan kualitas dan mutu kinerja, serta perilaku yang menunjukkan
suatu profesi guru (Syakur, 2012). Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa profesional
merupakan pekerjaan yang memiliki keahlian, kecakapan dan standar mutu. Guru yang
professioanal harus memiliki standar mutu antara lain memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial ), dan sertifikat pendidik

19
yang dapat dilihat dari kinerja serta perilaku yang menunjukkan profesi guru. Guru yang
mempunyai pengakuan sebagai tenaga profesional ini tentunya mampu melaksanakan
pekerjaannya dengan profesional dengan fungsinya.

Budaya organisasi menyatakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-
anggota organisasi itu. Oleh karena itu diharapkan bahwa individu-individu di dalam
organisasi mendiskripsikan budaya yang sama, walaupun sebenarnya mereka
memiliki keragaman latar belakang yang bervariasi dan tingkat-tingkat jabatan dalam
organisasi yang berbeda beda. Pengakuan bahwa budaya organisasi mempunyai sifat-
sifat bersama, tidaklah berarti bahwa tidak dapat ada sub-sub budaya di dalam suatu
organisasi. Karena pada kenyataanya bahwa organisasi yang besar mempunyai suatu
budaya yang dominan dan sejumlah sub budaya. Menurut Robbins (1990) ada tiga
kekuatan yang penting untuk mempertahankan sebuah budaya adalah: 1) praktek
seleksi penerimaan pegawai baru dalam organisasi; 2) Tindakan manajemen puncak;
dan 3) Sosialisasi budaya organisasi.

Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan, maka Kinerja guru dapat didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang guru bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya dalam upaya mencapai tujuan institusional. Kemampuan seorang guru
akan terlihat pada saat mengajar yang dapat diukur dari kompetensi mengajarnya.
Meningkatkan Kinerja adalah salah satu tujuan utama penilaian Kinerja. untuk itu perlu
dipahami definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. cukup banyak ahli
memberikan definisi dan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kinerja atau
prestasi kerja adalah perilaku yang tampak atau terwujud dalam pelaksanaan tugas-baik
tugas di dalam kantor maupun di luar kantor yang bersifat kedinasan.

Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara gaya kepemimpinan


transformasional seorang kepala madrasah dengan budaya warga madrasah terhadap
profesionalisme dan kinerja guru. Secara teoritis, kinerja guru, sebagai salah satu faktor
penunjang keberhasilan sebuah satuan pendidikan, secara langsung maupun tidak
langsung dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, dan
profesionalitas guru.

20
VII. Tinjauan Teoritik

Kepemimpinan Transformasional :
Kepemimpinan transfomasional sebagai sebuah proses yang padanya “para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan profesionalitas yang lebih tinggi.”
Menurut Burns (1978). Kepemimpinan dalam suatu organisasi memegang peranan penting.
Pentingnya kepemimpinan dalam suatu organisasi terkait dengan strategi kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional ditandai oleh kemampuan pemimpin untuk mengartikulasi
visi bersama tentang masa depan, secara intelektual menstimulasi karyawan, dan menaruh
perhatian terhadap perbedaan individual karyawan (Lowe dalam Brown dan Keeping, 2005).
Tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam
hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut. Para pengikut
pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat
terhadap pemimpin tersebut, dan mereka terprofesionalitas untuk melakukan lebih daripada
yang awalnya diharapkan terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan
memotivasi pengikutnya dengan cara: 1) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya
hasil-hasil suatu pekerjaan, 2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau
tim daripada kepentingan diri sendiri, dan 3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka
pada yang lebih tinggi. Kepemimpinan dan kinerja seorang kepala madrasah harus dilihat
pada fungsinya sebagai Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator,
Motivator. Dengan demikian untuk melaksananakan fungsi dan tanggung jawabnya yang
semakin luas kepemimpinan transformasional penting untuk diterapkan oleh kepala madrasah
demi kesuksesan tugasnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah sebuah proses di mana pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri
ke tingkat moralitas dan profesionalitas yang lebih tinggi dengan cara menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan,
bukan berdasarkan atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan, atau kebencian. Dimensi
kepemimpinan transformasional dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Dimensi karisma, indikatornya adalah :


a) Mempunyai karisma sehingga ditaati oleh pengikutnya
b) Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
c) Posisi kepala madrasah dalam organisasi
d) Posisi individu di luar lingkungan madrasah
2. Dimensi stimulasi intelektual, indikatornya adalah:

21
a) Memahami visi, misi, dan prinsip organisasi
b) Memberi respon yang cepat dan tepat terhadap perkembangan
c) Konsistensi terhadap visi dan misi organisasi
d) Mengembangkan sistem organisasi
3. Dimensi perhatian yang terindividualisasi, indikatornya adalah:
a) Memberikan perhatian kepada guru yang sedang menghadapi masalah
b) Bersikap ramah dan familiar terhadap guru dan bawahan
c) Sikap terhadap kreativitas guru dan bawahan
d) Kontribusi terhadap pelaksanaan tugas
4. Dimensi profesionalitas Inspirasional, indikatornya adalah :
a) Memberikan profesionalitas kepada bawahan
b) Menumbuhkan partisipasi aktif guru dan bawahan
c) Sikap terhadap inisiatif dan kreativitas guru
d) Sikap terhadap guru yang tidak memiliki semangat untuk maju

Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah pola keyakinan yang stabil dan nilai-nilai bersama yang
dikembangkan dalam organisasi sepanjang waktu. Gordon dan Ditomaso (dalam Baird,
2004). Budaya organisasi merupakan asumsi-asumsi dan keyakinan dasar yang dirasakan
bersama oleh anggota organisasi dan merupakan solusi secara konsisten yang dapat berjalan
dengan baik bagi sebuah kelompok dalam menghadapi persoalan-persoalan eksternal dan
internalnya, sehingga dapat diajarkan kepada para anggota baru sebagai suatu persepsi,
berpikir, dan merasakan hubungannya dengan persoalan-persoalan tersebut. Schein (dalam
Dwyer, 2003). Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi, bukan individu
anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, budaya organisasi
merupakan personalitas atau kepribadian organisasi, tetapi budaya organisasi dapat juga
membentuk perilaku organisasi anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota
organisasi sebagai individu. bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai, asumsi-asumsi,
dan keyakinan-keyakinan dasar yang dirasakan bersama dan perlu dilaksanakan oleh anggota
organisasi. Dimensi budaya organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
. Dimensi kewaspadaan, indikatornya adalah :
a) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan
b) Kepedulian terhadap standar yang berlaku di madrasah

22
2. Dimensi keterikatan, indikatornya adalah ;
a) Keterikatan terhadap madrasah dan lingkungan di sekitarnya
b) Kepedulian terhadap permasalahan yang sedang dihadapi madrasah
3. Dimensi kredibilitas, indikatornya adalah :
a) Sikap yang diterima oleh guru terhadap hak dan kewajibannya
b) Apresiasi yang diterima oleh guru terhadap hasil kinerjanya
4. Dimensi akuntabilitas, indikatornya adalah :
a) Melaksanakan tanggung jawab terhadap tugas yang diemban
b) Semangat untuk melaksanakan tanggung jawab
5. Dimensi pemberdayaan, indikatornya adalah :
a) Pemberdayaan guru yang ada di madrasah
b) Inisiatif untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
6. Dimensi dorongan, indikatornya adalah :
a) Kepuasan terhadap respon yang diberikan kepala madrasah terhadap
kepentingan guru
b) Semangat untuk meningkatkan kreativitas guru
7. Dimensi pilihan-pilihan, indikatornya adalah :
a) Kepuasan terhadap profesi guru
b) Pengaruh suasana kerja terhadap pilihan profesi guru

Profesionalisme

Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-
strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sesuai profesinya (Danim, 2008).
Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental
serta komitmenya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui
berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.
Paradigma baru tentang guru yang mempunyai profesionalitas tinggi yaitu memiliki: (1)
Kepribadian yang matang dan berkembang, (2) penguasaan ilmu yang kuat, (3) kemampuan
untuk meprofesionalitas peserta didik untuk menguasai sains dan teknologi, dan (4)
pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek di atas merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila syarat-syarat

23
profesionalitas pendidik sudah terpenuhi, peran guru yang awalnya pasif bisa menjadi lebih
kreatif. Dimensi profesionalitas guru dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dimensi komitmen dalam pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kesediaan meluangkan waktu untuk membantu siswa yang bermasalah
b) Pengaruh besarnya gaji yang diterima terhadap semangat untuk mengajar
2. Dimensi penguasaan secara mendalam materi pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Pemahaman yang komprehensif terhadap materi pembelajaran
b) Upaya untuk mendalami penguasaan materi yang diberikan guru
3. Dimensi tanggung jawab atas keberhasilan siswa dalam belajar, indikatornya adalah :
a) Usaha untuk membimbing siswa agar berhasil dalam pembelajaran
b) Kepedulian terhadap tingkat kelulusan siswa
4. Dimensi berpikir untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya, indikatornya
adalah :
a) Usaha untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
b) Kepuasan terhadap pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
5. Dimensi bagian dari lingkungan profesinya, indikatornya adalah :
a) Bergabung dalam organisasi profesi guru untuk meningkatkan efektivitas
kinerja guru
b) Efektivitas tergabung dalam organisasi profesi guru
Kinerja Guru

Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok
kerja. Ilyas (2002). Kinerja guru berkaitan erat dengan konsep pelayanan karena tugas
seorang guru tidak hanya mengajar tetapi juga memberikan pelayanan terbaik kepada peserta
didiknya. Dimensi kinerja guru dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dimensi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
b) Tanggung jawab terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
2. Dimensi pelaksanaaan pembelajaran, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk menyampaikan metode pembelajaran yang tepat kepada
siswa
b) Pengaruh kemajuan teknologi terhadap efektivitas metode pembelajaran
3. Dimensi penilaian hasil pembelajaran, indikatornya adalah :

24
a) Kemampuan untuk mengadakan penilaian atau evaluasi pembelajaran
b) Tanggung jawab untuk mengadakan evaluasi pembelajaran
4. Dimensi dalam membimbing dan melatih siswa, indikatornya adalah :
a) Kemampuan untuk memberikan bimbingan dan pelatihan kepada siswa
b) Tanggung jawab untuk memberikan bimbingan keterampilan dan pelatihan
5. Dimensi pelaksanakan tugas tambahan, indikatornya adalah ;
a) Kemampuan untuk memberikan tugas dan tanggung jawab terhadap siswa agar
mampu memahami materi pelajaran secara mendalam
b) Efektivitas pemberian tugas tambahan

VIII. Penyajian Data Analisis

Proses Penyajian dan analisi data

Kegiatan analisis data kualitatif menyatu dengan aktivitas pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penyimpulan hasil penelitian. Pengumpulan data dilapangan dilakukan
dengan teknik pengumpulan data yang berkaitan dengan sumber dan jenis data yaitu berupa
kata – kata dan tindakan, disertai data tambahan lain seperti dokumen atau sumber data
tertulis, foto, statistik. Kata- kata dan tindakan di peroleh melalui pengamatan dan atau
wawancara langsung dengan informan yang merupakan sumber data utama. Sumber data
utama ini ditulis melalui catatan tertulis, atau dengan perekaman video/audio tapes,
pengambilan foto atau film. Sedangkan data tambahan diperoleh melalui dokumen yang ada
yang berasal dari sumber tertulis seperti dokumen resmi, dokumen pribadi, buku, majalah
dan lain linnya. Catatan data dilapangan merupakan instrumen utama dalam pengumpulan
data. Bentuk catatan yang diperoleh dilapangan merupakan ;

25
1) Catatan fakta : data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara dalam bentuk
uraian rinci maupun kutipan langsung.

2) Catatan teori ; merupakan hasil analisi penelitian dilapangan untuk


menyimpulkan kondisi yang diteliti, dan merumuskan hubungan antara variabel
penting dalam penelitian secara induktif sesuai fakta – fakta dilapangan.

3) Catatan metodologis ; merupakan pengalaman ketika berupaya menerapkan


metode kualitatif dilapangan. Isi catatan berupa ; pertama catatan deskriptif yaitu
berisi bagian utama dan yang kedua adalah catatan reflektif / memo berisi keritik
terhadap catatan deskriptif.

Untuk memeriksa keabsahan data berdasarkan berdasarkan kriterai tertentu melalui analisis
data kualitatif yaitu atas dasar kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan, dan
kepastian (berasal dari data). Pemeriksaan juga dilakukan melalui teknik triangulasi dengan
tujuan mengecek kembali derajat keterpercayaan hasil penemuan data. Hal lain yang akan
dilakukan adalah membandingkan satu data dengan data yang lain adalah melaui FGD (Focus
Group Discusstion) dalam upaya ; pemeriksaan sejawat melalui diskusi, pengecekan secara
formal dan informal berkenaan dengan kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan.

Reduksi data adalah upaya menyimpulkan data, kemudian memilah milah data dalam satuan
konsep tertentu dan kategori tertentu serta tema tertentu. Proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabtrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan – catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi yang akan dilakukan adalah : (1)
Meringkas data, (2) Mengkode, (3) Menelusur tema, (4) Membuat gugus – gusus. Hal ini
dilakukan dengan cara ; seleksi ketat atas data, ringkasan atau uraian singkat, dan
menggolongkannya dalam pola yang lebih luas.

Penyajian data dilakukan ketika sekumpulan informasi telah disusun sehingga memberikan
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
penyajian data yang akan dilakukan berupa tek naratif berupa catatan lapangan, matrik,
grafik, jaringan dan bagan. Upaya ini dilakukan untuk mengabungkan informasi yang
terssusun dalam bentuk bentuk yang padu, dan mudah diraih sehingga sehingga memudahkan
untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya
melakukan analisis kembali.

26

Anda mungkin juga menyukai