Anda di halaman 1dari 31

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen Pengampuh : Nazaruddin S.Kep, Ns, M.Kep


KELOMPOK 2

ASUHAN KEPERAWATAN KERACUNAN

NAMA NIM

SITTI NUR VANESA P201701095

SELFI SEPTIANINGSI P201701120

ENTRI SULISTIA PARIRAK P201701135

IRMAWATI TOHAMBA P201701118

EMRITHA DELLA P201701127

NURHIJRAH P201701117

KHOFIFA NAJWATI RASYID P201701126

IFNI ANGRAENI P201701099

FITRIAH NINGSIH P201701115

J3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keracunan” dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah


pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya.

Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman


yang masih kurang. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini dan harap maklum.

Kendari, Sepetember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................
i

DAFTAR ISI   .................................................................................................................
ii

BAB I KONSEP DASAR  ..............................................................................................


1

A. Definisi..................................................................................................................
1
B. Klasifikasi..............................................................................................................
1
C. Etiologi..................................................................................................................
4
D. Manifestasi Klinis.................................................................................................
4
E. Patofisiologi..........................................................................................................
5
F. Komplikasi............................................................................................................
6
G. Penatalaksanaan ...................................................................................................
6
H. PATHWAY...........................................................................................................
9

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN UMUM.............................................................


10

A. Pengkajian Keperawatan Umum...........................................................................


10

ii
B. Diagnosa Keperawatan Umum..............................................................................
18
C. Intervensi Keperawatan Umum ............................................................................
18

BAB III PEMBAHASAN JURNAL..............................................................................


22

A. Jurnal Internasional 1............................................................................................


22
B. Jurnal Internasional 2............................................................................................
23
C. Jurnal Lokal 1........................................................................................................
24
D. Jurnal Lokal 2........................................................................................................
25
E. Jurnal Lokal 3........................................................................................................
25
F. Jurnal Lokal 4........................................................................................................
26
G. Jurnal Lokal 5........................................................................................................
27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
29

i
BAB I

KONSEP DASAR

A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel
pada kulit, atau dihasilakn didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil
menyebabkan cedera tubuh dengan adanya reaksi kimia (Smeltzer dalam
nurarif, 2015).
Keracunan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang
dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi
(Brunner & Suddarth, 2015).
B. Klasifikasi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain :
1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme
yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasite, bakteri yang pathogen dan juga bahan kimia yang
bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain :
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara
anaerobic, yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya.Kuman ini
mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan
membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman
ini banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang
sempurna.

1
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak. 18-36
jam sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa
lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur
dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-
saraf otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara
dan susah menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan penyuntikan serum antioksin yang khas untuk botulinum.Oleh
karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.Pencegahan :
sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus
bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak beberapa menit sampai 2 jam
sesudah makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut
berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat
banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan : apabila tidak ada muntah-muntah,
penderita dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas
dengan larutan encer kalium permanganate (1 gram dalam 2 liter air),
atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan
dan kirim penderita ke rumah sakit.
c) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Di
duga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan
itu.Gejala-gejala keracunan berbagai bintang laut tersebut muncul
kira-kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa : mual,
muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan : usahakan agar dimuntahkan kembali
makanan yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula
pembilasan lambung dan pernafasan buatan.Obat yang khas untuk
keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.

2
2. Bahan kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa
seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri.
a) Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida
yang berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan
baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh
golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid,
aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenal yaitu diare,
inkontinensia urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis,
salvias, lakrimasi, bronkospasme, kram otot perut, muntah,
hiperperistalik dan latergi biasanya terlihat sejak awal.Kematian
biasanya karena depresi pernafasan.
3. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise,
ansietas, samapai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan kematian.
Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan kejadian dari
gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau
serangan gigitan serangga di antaranya adalalah :
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa,
namun dapat mengancam kehidupan dan membutuhkan
pertolongan darurat.
b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
c. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
d. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
e. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan
(antiserum). Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-

3
bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai
empat belas hari setelah penggunaan anti serum.
C. Etiologi
Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa
macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara
umum yang banyak terjadi di sebabkan oleh :
1. Mikroba
a. Escherichia coli pathogen
b. Staphilococus aureus
c. Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e. Clostridium Botulisme
f. Streptokkus
2. Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo sulfat dan karbonat
3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan singkong
c. Tempe bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang
D. Manifestasi klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya :
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala

4
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
f. Tremor pada lidah dan kelopak mata
3. Keracunan sedang
a. Nausea, muntah-muntah
b. Kejang, dan kram perut
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
e. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare
b. Reaksi cahaya negative
c. Sesak nafas, sianosis, edema paru
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

E. Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll.Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-
organ dalam tubuh.Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual,
muntah, diare, perut kembung, gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi
darah dan kerusakan hati (sebagai akibat dari keracunan obat dan bahan
kimia).Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga
HCL dalam lambung meningkat.Makanan yang mengandung bahan kimia
beracun (IFO) dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh
(KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arachnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh di tempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan

5
menimbulkan efek muscarinic, nikotinik, dan ssp (menimbulkan stimulasi
kemudian depresi SSp).

F. Komplikasi
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas (Apneu)
e. Syok

Namun pada beberapa kasus tertentu komplikasi yang muncul bisa


diakibatkan oleh jenis dari zat racun tersebut, antara lain (Sartono, 2015) :

1. Keracunan zat padat


a. Obat salisilat : perdarahan, edem paru, depresi pernapasan, nekrosis
tubular akuta.
b. Makanan : dehidrasi, dan gangguan kesadaran.
2. Keracunan gas
a. CO : edem paru, depresi pernapasan, syok, koma.
b. Toksit iritan : edem paru.
c. Hidrokarbon : depresi pernapasan.
3. Keracunan zat cair
a. Alkohol
1) Perdarahan lambung dan usus.
2) Kerusakan ginjal dengan zat gula dalam kencing.
3) Kerusakan hati.
4) Kegagalan jantung.
5) Oedema paru-paru.
6) Pembentukan methemoglobine.
b. Metil alkohol : kejanh, syok, koma.

6
G. Penatalaksanaan
1. Penanganan pertama pada keracunan makanan
a. Kurangi kadar racun yang masih adaa didalam lambung dengan
memberi pasien minum air putih atau susu sesegera mungkin..
b. Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban
untuk muntah.
c. Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah
dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak
tersedak.
d. Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e. Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut
korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha
memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.
f. Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan
seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah,
tiner, serta pembersih toilet.
2. Penanganan di rumah sakit
a. Tindakan emergency
Airway : bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi.
Breathing : berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafasa
spontan atau pernafasan atau pernafasan tidak adekuat.
Circulasi : pasang infus bila keadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.
b. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan,periksa
pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5 % kecepatan 15-20 tetes/menit,
nafas buatan, oksigen, hisap lender dalam saluran pernafasan, hindari
obat-obatan depresan saluran nafas, jika perlu respirator pada
kegagalan nafas berat.hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut,
sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.
Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag-valve-mask.

7
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15-30 ml, dapat di ulang
setelah 20 menit bila tidak berhasil.Katarsis (intestinal lavage)), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan usus
besar.
.
4. Kumbah lambung atau gastric lavage pada penderita yang kesadarannya
menurun atau padapenderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif
bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan, keramas
rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis
dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bilakeracunan terjadi
kurang 4-6 jam pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endoktrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia.
5. Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi akhir
pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1-2,5 mg.
b. Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10 menit sampai timbul gejala-
gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis,
febris dan psikosis).
c. Kemudian interval doperpanjang setiap 15-30-60 menit selanjutnya
setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentukan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

8
PATHWAY

Makanan Bahan kimia & Gigitan binatang berbisa


(bakteri& non bakteri) obat-obatan

Saluran cerna Sal.pernafasan Kulit

Mual,muntah Pemb.darah Korosi trachea Pemb.darah nyeri lokal


&diare &kemerahan

Defisit Gg. system edema laring Sal.cerna GG.INTEGRITA


Saraf otonom S KULIT
cairan&elektrolit
Obstruksi sal. Mual,muntah
nafas

BERSIHAN Def. cairan


JLN NAFAS
Hipotensi
TDK EFEKTIF & elektrolit

Nyeri kepala kelemahan pusat pernafasan


&otot otot,kram,
Opistotonus nafas cepat&dalam GG.POLA NAFAS

GG.RASA Gg. Pergerakan CO2dikeluarkan >>


NYAMAN

Alkalosis respiratorik
INTOLERANSI

AKTIFITAS

9
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : An. R Nama : Tn. H

Umur : 10 tahun Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin :L Jenis Kelamin :L

Suku : Bugis Suku : Bugis

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : S1

Alamat : Kel. Kadia Alamat : Kel. Kadia

2. RIWAYAT KEPERAWATAN

a. Riwayat Penyakit Sekarang


An. R di bawah ke rumah sakit oleh ibunya setelah makan ikan. Ibunya
mengatakan bahwa anaknya mual dan muntah-muntah setelah memakan
ikan, klien sering buang air besar serta merasa keram dan nyeri pada
perutnya. Ibunya mengatakan anaknya terlihat sulit saat bernapas dan
mengalami penurunan kesadaran. An. R mengatakan badannya terasa
lemah, ia merasa pusing, dan tidak dapat menggerakkan badannya. Dari
hasil pengkajian sementara di dapatkan TD: 100/70 mmHg, BB:25 kg (BB
semula 32 kg), nadi: 77 x/menit, RR: 27 x/menit, suhu: 36℃.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ibu An.R pernah di rawat di rumah sakit dengan riwayat penyakit diare
pada umur 8 tahun dan malaria pada umur 5 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.

10
3. PEMERIKSAAN FISIK

- Suara jantung √ S1 S2 Tunggal S3 S4


- Nadi √ Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill √ < 3 detik > 3 detik
Kardiovaskuler

- JVP √ Normal Meningkat ….. cm


- Murmur Ya √ Tidak
- Gallop Ya √ Tidak
- Akral hangat √ Dingin
- Oedem Ya, lokasi √ Tidak
- CVP -
- Lain- lain -

- Bentuk dada Simetris kiri dan kanan


- Bunyi nafas Bronkial Bronkovesikular √ Vesikular
Suara nafas tambahan :
- Whezing Tidak √ Ya, (kanan/kiri)
- Ronchi √ Tidak Ya, (kanan/kiri)
Respiratory

- Stridor √ Tidak Ya,


- Snoring √ Tidak Ya,
Batuk Tidak √Ya, Produktif/ tidak, secret……
Pemakaian otot Bantu nafas √ Tidak Ya, ……………….
RR 27x/menit
- Lain – lain -

- Warna kulit Kuning langsat


- Kelembaban lembab berkeringat √ kering
- Icterus √ Tidak ya, lokasi……….
Integumen

- Turgor Jelek
- Jejas √ tidak ada, ……cm. lokasi…………
- Luka √ tidak ada …….cm lokasi…………
- Luka bakar √ tidak ada ….%, grade… lokasi
- Lain – lain -

11
- Pupil Isokor Anisokor
Reflek cahaya
Diameter
- GCS
Neurologi

- Reflek patologis babinski chadock regresi……………


- Reflek fisiologis bisep trisep achiles patela
- Meningeal Sign kernig kaku kuduk Brudzinki I
- Parestesia tidak ada, ……cm. lokasi…………
- Gangguan N I s/d N XII
- Lain – lain
- Riwayat pertumbuhan dan Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
Endokrin

Exopthalmus Goiter Hipoglikemia


Tidak toleran terhadap panas
Tidak toleran terhadap dingin
Polidipsi Poliphagi Poliuri
- Lain – lain Tidak memiliki kelainan pertumbuhan dan
perkembangan.
- Kemampuan pergerakan sendi √ Bebas Terbatas
- Parese Ya √ Tidak
- Paralise Ya √ Tidak
- Hemiparese Ya √ Tidak
- Kontraktur Ya √ Tidak
Muskuloskeletal

- Lain- lain -
Ekstremitas
- Atas Mengalami kelemahan
- Bawah Mengalami kelemahan
- Tulang belakang √ Tidak ada kelainan Peradangan
Patah tulang Perlukaan
Lokasi…………………….
- Lain –lain -

12
Abdomen
- Kontur Abdomen √ Normal distensi
- Jejas Tidak ya,……cm, lokasi……..
- Bising usus Tidak √ ada, ……..x/mt
- Meteorismus √ Tidak ya
- Nyeri tekan √ Tidak ya, lokasi………
- Pembesaran Hepar √ Tidak ya, …cm bawah arcus costae
- Pembesaran Limpa Tidak √ ya
- Teraba Massa √ Tidak ya, lokasi……
- Ascites √ Tidak ya
Gastrointestinal

- BAB frekwensi/ konsistensi


- Mual/ muntah √ Tidak ya
- Lain – lain -
Nutrisi
Pola makan :
- Jenis Diet/ kalori -
- Mendapat makanan tambahan √ Tidak Ya,…
- Klien makan Makanan yang Habis………….porsi
disajikan
- Kesulitan menelan √ Tidak ya
- TB/BB ……………………………………………
- Terpasang Alat Bantu √ Tidak ya………………………
- Lain – lain ……………………………………………

Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh………………………


- Citra diri / body image Bagian tubuh yang disukai..……………………
Bagian yubuh yang tidak disukai………………
Persepsi terhadap kehilangan bagian tubuh yang
lainnya………………………………………….

Status klien dalam keluarga


- Identitas √ anak istri suami
kepuasan klien terhadap status dan posisinya
dalam keluarga √ puas tidak puas
kepuasan klien terhadap jenis kelaminya
√ puas tidak puas

13
- Peran tanggapan klien terhadap perannya
senang tidak senang
lain – lain……………………………………..
kemampuan / kesanggupan klien melaksanakan
perannya sanggup tidak sanggup
kepuasan klien melaksanakan perannya
puas tidak puas
lain- lain…………………………………………

- Ideal diri / harapan harapan klien terhadap


tubuhnya…………………………………………
posisi(dalam pekerjaan…………………..………
status (dalam keluarga)…………………………
tugas/ pekerjaan………………………………….
Psikososial

Harapan klien terhadap penyakit yang dideritanya


……………………………………………………

- Harga diri tanggapan klien terhadap harga dirinya


…………………………………………….

- Sosial /interaksi Klien sering dikunjungi oleh keluarga……..


Hubungan klien dengan keluarga…………..
Dukungan keluarga terhadap klien
Lain – lain……………………………………..

- Spiritual ……………………………………………………
……………………………………………………
……………………………………………………
………………..…………………………………..

4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LABORATORIUM, X-RAY,


DLL):

a. Pemerikasaan laboratorium : Pada pemeriksaan laboratorium biasanya


dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit.
Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab
terjadinya keracunan.Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan
di layanan kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya:

14
pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit;
pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu
membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun
2014).
b. Gas darah arteri : Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-
obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang
akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan
asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma
dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada
keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada
defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
c. Uji fungsi ginjal : beerapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular
yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus
diukur dan dilakukan urinalisis.
d. Osmolalitas serum : Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
e. Elektrokardiogram : Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar
dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan
kuinidin.
f. CT-Scan : fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. (00132) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.


2. (00032) Pola nafas tidak efektif berhubugan dengan distress pernafasan.

15
3. (00002) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake tidak adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan
menelan.
4. (00027) Defisit volume cairan berhubungan dengan muntah, diare.
5. (00085) Hambatan mobilitas fisik berhubungan paralisis, ketidakmampuan
otot berkontraksi.
6. (00092) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Intervensi Keperawatan

Dx. Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

1. Setelah dilakukan 1) Lakukan pengkajian nyeri secara


tindakan keperawatan 1x komprehensif termasuk lokasi, durasi
24 jam diharapkan nyeri frekuensi, karakteristik, kualitas dan faktor
berkurang, menghilang
presipitasi
dengan kriteria hasil:
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
Pain level, dibuktikan nyamanan
dengan respon nonverbal 3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
pasien menunjukkan menemukan dukungan
tidak ada nyeri, tanda 4) Kontrol lingkungan yang dapat
vital dalam batas
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
normal, tidak ada
pencahayaan dan kebisingan
masalah pola tidur,
5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
pasien melaporkan nyeri
6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
berkurang.
intervensi
Pain control, dibuktikan 7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dengan pasien dapat
dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
melakukan teknik
dingin
nonfarmakologis untuk
8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
mengurangi nyeri.
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang nyeri seperti

16
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan
dari prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

2. Setelah dilakukan 1) Monitor vital sign


tindakan keperawatan 1x 2) Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan
24 jam diharapkan pola 3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas menjadi efektif
ventilasi
dengan kriteria hasil:
4) Monitor status respirasi: adanya suara nafas
NOC : Status tambahan
Pernapasan : 5) Kolaborasi dengan tim medis: pemberian
oksigen
Pertukaran Gas tidak
akan terganggu
dibuktikan dengan :

Kesadaran
composmentis,TTV
menjadi normal,
pernafasan menjadi
normal yaitu tidak
mengalami nafas
Dangkal

3. Setelah dilakukan 1) Monitor intake dan output makanan/cairan dan


tindakankeperawatan hitung masukan kalori perhari sesuai kebutuhan
selama 1 x 24jam 2) Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
pemenuhan nutrisi dapat
3) Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
adekuat/terpenuhidengan
4) Bantu pasien memilih makanan yang lunak dan
kriteria hasil:
lembut
Status Gizi Asupan 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai batas
Makanan dan Cairan diet yang dianjurkan
ditandai pasien

17
nafsumakan meningkat, 6) Kolaborasikan pemberian anti emesis sesuai
mual dan muntah hilang, indikasi
pasientampak segar

Status Gizi; Nilai Gizi


terpenuhi

dibuktikan dengan
BBmeningkat, BB tidak
turun.

4. Setelah dilakukan 1) Monitor intake dan output, karakter serta jumlah


tindakan keperawatan feses
selama 1x24 jam 2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran
diharapkan kebutuhan
mukosa, penurunan turgor kulit
cairan terpenuhi dengan
3) Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
kriteria hasil:
cairan per oral
a. Tidak adanya 4) Kolaborasi pemberian cairan paranteral sesuai
tanda-tanda indikasi
dehidrasi
b. Vital sign dalam
batas normal

5. Setelah dilakukan 1) Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya


tindakan keperawatan terhadap fungsi sendi
selama 1x24 jam 2) Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri
diharapkan kemampuan
dan ketidak nyamanan selama
mobilitas fisik
pergerakan/aktivitas
meningkat dengan
3) Lakukan latihan ROM pasif atau ROM dengan
kriteria hasil:
bantuan, sesuai indikasi
a. Kekuatan otot 4) Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan
meningkat tujuan melakukan latihan sendi
b. Tidak ada kaku 5) Dukung pasien untuk melihat gerakan tubuh
sendi sebelum memulai latihan

18
c. Dapat bergerak
dengan mudah

6. Setelah dilakukan 1) Observasi adanya pembatasan klien dalam


tindakan keperawatan melakukan aktivitas
selama 1x24 jam 2) Kaji adanya fakor yang menyebabkan kelelahan
diharapkan klien dapat
3) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
memenuhi kebutuhan
4) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
dirinya dengan kriteria
5) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-
hasil:
hari
a. Ketidaknyamanan
setelah beraktivitas
berkurang
b. Dapat memenuhi
kebutuhan sehari-
hari

19
BAB III

PEMBAHASAN JURNAL

A. Dalam Jurnal “Prevalence and Multi-Drug Resistance Pattern of Food


Poisoning Enteric Bacteria Associated with Diarrhoea Patients” Tahun
2019
Keracunan makanan dan Infeksi yang disebabkan oleh patogen
enterik merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia dan berdampak besar pada kesehatan masyarakat.Beberapa masalah
yang mendasari bahaya kritis yang ditimbulkan oleh munculnya bakteri Multi
Drug Resistance (MDR) yang terkait dengan makanan.Pertama dan
terpenting, hasil pada pasien yang terinfeksi bakteri MDR cenderung lebih
buruk dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi dengan organisme yang
lebih rentan.
Bakteri Multidrug Resistant (MDR) dikenal sebagai salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang paling penting saat ini.Peningkatan
resistensi patogen enterik umum yang terlibat dalam diare terhadap antibiotik
terutama di negara berkembang memerlukan penelitian terfokus pada tren
resistensi antimikroba dari patogen ini untuk memfasilitasi pemilihan yang
efektif dari antibiotik yang tepat yang dapat digunakan dalam pengobatan
diare.Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada isolasi bakteri enterik
patogen yang berhubungan dengan penderita diare yang mengalami
keracunan makanan dan penyelidikan ketahanan / kepekaannya terhadap
antibiotik yang biasa diberikan.Pola resistensi multidrug bakteri keracunan
makanan yang diisolasi dari penderita diare. Menunjukkan bahwa semua
spesies bakteri yang diisolasi resisten terhadap augmentin, kecuali satu isolat
Citrobacter yang menunjukkan sensitivitas terbatas. Akan tetapi, semua isolat
bakteri tanpa kecuali telah resisten terhadap ceftazidine dan cefuroxime.
Studi ini juga lebih jauh menarik perhatian pada meningkatnya
keprihatinan akan penyebaran strain bakteri enterik yang Tahan Multi Obat di
Yenagoa di mana tidak ada pembatasan penjualan dan penggunaan antibiotik.

20
B. Dalam Jurnal “Incidence and Clinical Characteristics of Ciguatera Fish
Poisoning in Guadeloupe (French West Indies) Between 2013 and 2016:
A Retrospective Cases-Series” Tahun 2018
Ciguatera adalah bentuk keracunan paling umum yang terkait dengan
konsumsi ikan di dunia, dengan sekitar 10.000 hingga 50.000 kasus per
tahunatau lebih. Ciguatera disebabkan oleh konsumsi ikan yang mengandung
ciguatoxin (CTXs), yang merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh
mikroalga dari genus Gambierdiscus dan Fukuyoa yang ditransfer melalui
jaring makanan. Secara klinis, selama fase akut keracunan, sindrom ini
didominasi oleh gejala gastrointestinal (mual, muntah, sakit perut, diare) dan
gejala neurologis (paresthesia, dysesthesia), tetapi juga gejala otot, kulit
(pruritus) dan kardiovaskular (bradikardia, hipotensi). Gejala neurologis
dapat bertahan selama beberapa bulan.
Studi kasus retrospektif ini menganalisis kejadian dan gejala
keracunan ciguatera di Guadeloupe (Hindia Barat Prancis) berdasarkan data
yang dikumpulkan oleh otoritas kesehatan daerah yang bertanggung jawab
dan data dari kasus yang terjadi di unit gawat darurat di dua rumah sakit
umum Guadeloupe (Rumah Sakit Universitas Pointe-à-Pitre dan Rumah Sakit
Basse-Terre) antara tahun 2013 dan 2016.
Dua ratus tiga puluh empat kasus keracunan diamati, dengan kejadian
tahunan rata-rata 1,46 / 10.000 (95% CI): 1,27-1,65). Insiden tahunan ini lima
kali lipat lebih tinggi daripada insiden yang dilaporkan sebelumnya. Insiden
ini tidak menurun meskipun ada tindakan perlindungan yang dilakukan oleh
pihak berwenang selama beberapa tahun terakhir. Spesies utama yang
dijelaskan sebagai penyebab keracunan adalah ikan dari famili Carangidae (n
= 47) (dongkrak), diikuti oleh ikan dari famili Lutjanidae (n = 27) (kakap),
famili Serranidae (n = 15) (kerapu) , famili Sphyraenidae (n = 12)
(barracuda), dan famili Mullidae (n = 12) (goatikanes). 93,9% pasien
mengalami gejala gastrointestinal, 76,0% menunjukkan gejala neurologis
(terutama paresthesia, dysesthesia dan pruritus), 40,3% menunjukkan gejala
kardiovaskular (bradikardia dan / atau hipotensi), dan 61,4% pasien
mengalami hipotermia (suhu tubuh <36,5 ° C).

21
C. Dalam jurnal “Deteksi Cemaran Escherichia coli dalam Makanan
Jajanan pada Anak Usia Sekolah” Tahun 2019
Keracunan makanan sering terjadi pada anak-anak yang dikarenakan
masih minimnya hygienitas perorangan dan lingkungan (Ningsih, 2014).
Anak usia sekolah sering mengkonsumsi makanan jajanan yang terdapat di
lingkungan sekolah. Harga makanan jajanan yang tergolong murah, proporsi
yang besar dan memiliki aroma yang menarik serta enak merupakan faktor
utama anak sekolahdasar dalam pemilihan makanan jajanan (Kristianto, dkk.,
2013). Kasus keracunan makanan dapat disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang tidak layak sehingga dapat menjadi sumber pertumbuhan
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit (Cahyadi, W., 2008).
Mikroorganisme penyebab kejadian keracunan terbanyak adalah bakteri
patogen seperti Escherichia coli(E.coli) yang sangat dipengaruhi oleh
ketahanan hidup patogen dan pertumbuhan patogen(Arisanti dkk., 2018).
Makanan yang terkontaminasi oleh E.colidapat mengakibatkan
gastroenteritis, peritonitis dan septisemia pada manusia yang
mengkonsumsinya (Vidic et al.,2017).
Sampel makanan yang memiliki jumlah E.coli tertinggi adalah cilok.
Namun dalam penelitian ini, tidak diteliti lebih mendalam mengenai teknis
pembuatan dan penyajiannya cilok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima di
sekitar wilayah Sekolah. Sampel makanan yang dijual oleh pedagang kaki
lima yang tidak menetap masih mengandung kontaminasi bakteriEscherichia
coli. Standar kandungan E.colisesuai dengan Kepmenkes
No.1096/Menkes/Per/VI/2011 sebanyak0 pergram sampel makanan.Namun
sebagian besar, didominasi oleh makanan jajanan yang bebas dari cemaran
kontaminasi bakteri E.coli. Bakteri E. colimerupakan bakteri indikator
higienitas makanan dan minuman yang menandakan apakah makanan layak
untuk dikonsumsi atau tidak apabila berada di luar tubuh manusia (Kurniadi,
dkk., 2013). Bakteri ini banyak terdapat di dalam daging yang belum masak
(Sutiknowati, 2016). Beberapa strain dari golongan bakteri ini tidak

22
menimbulkan bahaya, namun E. coli tipe O157 : H7 memiliki verotoksin
yang apabila terdapat pada makanan dapat menimbulkan keracunan makanan.
D. Dalam jurnal “Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dengan
Perilaku Penanganan Keracunan Makanan Noncorosive Agent Di
Kelurahan Sindang Barang Kota Bogor” Tahun 2019
Keracunan makanan noncorosive agent adalah keracunan dari bahan
makanan atau makanan yang berasal dari pembusukan makanan itu sendiri
dan bukan berasal dari bahan kimia atau zat korosif. Pertolongan pertama
keracunan makanan noncorosive agent yang dapat dilakukan adalah dengan
mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa
dilakukan adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan
satu sendok teh garam dan berikan minuman teh pekat.
Diketahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan masyarakat di
Kelurahan Sindang Barang Kota Bogor. Didapatkan sebanyak 24 orang
(40,0%) memiliki tingkat pengetahuan baik. Diketahui distribusi frekuensi
Perilaku Penanganan Keracunan makanan noncorosive agent di Kelurahan
Sindang Barang Kota Bogor. Didapatkan sebanyak 34 orang (56,7%)
memilikiPerilaku Penanganan Keracunan makanan noncorosive agent
negatif.
E. Dalam jurnal “Manfaat Edukasi Penanganan Keracunan dan Gigitan
Binatang Beracun” Tahun 2020
Keracunan dan gigitan binatang berbisa merupakan kasus
kegawatdaruratan yang sering terjadi di masyarakat. Kondisi keracunan dapat
disebabkan karena kontak langsung baik secara sengaja maupun tidak
disengaja, melalui sistem pernapasan, pencernaan, dan kulit. Gigitan binatang
berbisa seperti gigitan ular maupun serangga dapat berdampak meracuni
peredaran darah individu. Kedua kondisi tersebut harus mendapat
pertolongan dengan cepat dan tepat, sehingga dampak lanjut seperti
kecacatan organ maupun kematian dapat dicegah. Oleh sebab itu masyarakat

23
perlu diberikan informasi tentang pertolongan pertama pada keracunan dan
gigitan binatang beracun.
Hasil yang didapatkan adalah tingkat pengetahuan sebelum diberikan
pendidikan kesehatan tentang penanganan keracunan dan gigitan binatang
beracun pada kader Desa Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta pada
kategori baik hanya 20%, sedangkan setelah diberikan pendidikan kesehatan
yang memiliki kategori baik meningkat menjadi 85%. Kesimpulannya
terdapat peningkatan pengetahuan terhadap penanganan keracuan dan gigitan
binatang beracun setelah diberikan pendidikan kesehatan dan simulasi.
F. Dalam jurnal “Keracunan Akut sianida” Tahun 2017

Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam
bentuk gas, liquid (cairan) dan solid (garam). Kata “sianida” berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “biru” yang mengacu pada hidrogen sianida yang
disebut Blausäure ("blue acid")di Jerman Sianida dapat terbentuk secara
alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat
dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (hidrogen sianida) dan
KCN (kalium sianida).Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berasa dan
memiliki bau pahit yang seperti bau almond. Kebanyakan orang dapat
mencium baunya, tetapi ada beberapa orang yang karena masalah genetiknya
tidak dapat mencium bau HCN.

Pada kasus keracunan sianida akut, pasien kemungkinanmemiliki kulit


normal atau penampilan sedikit ashenmeskipun jaringan hipoksia, dan
saturasi oksigen arteri juga mungkin normal. Tanda-tanda awal keracunan
sianida pada sistem respirasi antara lainpernapasan yang cepat dan dalam.
Perubahan pada sistem respirasiini disebabkan oleh adanya stimulasi pada
kemoreseptor perifer dan sentraldalam batang otak,dalam upaya mengatasi
hipoksia jaringan. Sianida juga memiliki efek pada sistem kardiovaskular,
dimana padaawalnyapasen akan mengalami gejala berupa palpitasi,
diaphoresis, pusing, atau kemerahan. Mereka juga akan megalamipeningkatan
curah jantung dan tekanan darah yang disebabkan oleh adanya
pengeluarankatekolamin.Disamping juga terjadi vasodilasi pembuluh darah,

24
hipotensi, dan penurunan kemampuan inotropik jantung, sianida juga
menekan nodus sinoatrial (SA node) dan menyebabkan terjadinyaaritmia
sertamengurangi kekuatan kontraksi jantung. Penanganan pasien keracunan
sianida membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat dan tepat, selain itu
diperlukan keputusan klinis yang cepat untukmengurangi risikomorbiditas
dan mortilitas pada pasien. Tingkat risiko pasien sangat dipengaruhi oleh
dosis dan durasi paparan sianida pada pasien. Pada prinsipnya manajemen
terapi keracunan sianida bisa mengikuti langkah-langkah Dekontaminasi,
Bantuan hidup dasar dan bantuan pertama pada penyakit jantung, Terapi
antidot, dan Terapi pendukung.

G. Dalam jurnal “Keracunan Pestisida Kronik Pada Petani” Tahun 2019

Keracunan kronis mengacu pada efek jangka panjang atau paparan yang
lebih rendah terhadap zat beracun, seperti ketika aplikator pestisida sering
dibasahi dengan semprotan selama praktik penyemprotan yang tidak
aman.Efek dari paparan kronis tidak segera muncul setelah paparan pertama
namun membutuhkan waktu bertahun tahun untuk menghasilkan gejala.
Pestisida akan terus terakumulasi dalam tubuh, dan perlahan merusak
jaringan tubuh. Seseorang yang sering terpapar dengan dosis rendah pestisida
semacam itu dapat mengalami gejala keracunan lama setelah paparan
pertama. Paparan kronis termasuk keracunan inhalasi oral kronis dan kontak
kulit kronis. Pestisida adalah zat yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan hama. Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan
adalah serangga dan beberapa di antaranya merupakan vektor penyakit.
Penyakit-penyakit yang penularannya melalui vektor antara lain malaria,
onkosersiasis. filariasis, demam kuning, riketsia, meningitis, tifus dan pes.
Insektisida membantu mengendalikan penularan penyakit-penyakit ini.

Pestisida dapat membahayakan manusia melalui keracunan atau


kecelakaan. Keracunan disebabkan oleh pestisida yang mempengaruhi organ
atau sistem di dalam tubuh, sedangkan cidera biasanya disebabkan oleh
pestisida yang merupakan iritasi eksternal. Beberapa pestisida sangat beracun

25
bagi manusia. Efek toksik oleh paparan pestisida dapat berkisar dari gejala
ringan, seperti iritasi kulit ringan atau gejala alergi lainnya, hingga gejala
yang lebih parah, seperti sakit kepala yang kuat, pusing, atau mual. Beberapa
pestisida, misalnya, organofosfat, dapat menyebabkan gejala berat, seperti
kejang, koma, dan bahkan mungkin kematian. Toksisitas pestisida pada
manusia dapat dikategorikan berdasarkan sifat paparan, dimana paparan
terjadi/ sistem tubuh yang terpengaruh. Beberapa efek beracun oleh pestisida
bersifat sementara, mengingat bahwa mereka cepat reversibel sehingga tidak
menyebabkan kerusakan parah atau permanen. Pestisida tertentu dapat
menyebabkan kerusakan yang dapat kembali, tetapi pemulihan penuh
mungkin membutuhkan waktu yang lama.

Diagnosis keracunan pestisida didasarkan pada riwayat paparan, tanda


dan gejala paparan - dan pengukuran laboratorium. Diagnosis juga
membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi. Bahkan setelah paparan akut,
keracunan pestisida dapat salah didiagnosis sebagai penyakit virus (misalnya
diare infeksius daripada keracunan organofosfat) yang mengakibatkan
pengobatan yang tidak memadai dan berpotensi menyebabkan kekambuhan
pada anak-anak. Pestisida atau metabolitnya dapat diukur dengan sampel
darah, urin, air susu ibu, cairan ketuban atau mekonium. Ini dapat
mengkonfirmasi diagnosis. Uji laboratorium tersedia untuk menilai paparan
organofosfat, organoklorin, fungisida dikarboksida, karbamat, herbisida
dipyridyl (misalnya paraquat) dan piretroid.

26
DAFTAR PUSTAKA

Boucaud-Maitre, D., dkk. 2018. “Incidence and Clinical Characteristics of


Ciguatera Fish Poisoning in Guadeloupe (French West Indies) between
2013 and 2016: A Retrospective Cases-Series” dalam Scientific Reports,
Vol. 8 No. 1: 1-7. Diakses dari:
https://www.nature.com/articles/s41598-018-21373-2
Brunner & Suddarth, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
volume 1.Jakarta : ECG.
Cahyawati, P. N., Izal Zahran, M. Ikhsan Jufri, Noviana. 2017. “Keracunan
Akut sianida” dalam Jurnal Lingkungan dan Pembangunan, Vol. 1 No.
1: 80-87. Diakses dari:
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/wicaksana/article/
view/357
Herdman, T.Heather, 2018 “NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Ed.11” Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Mutia, V., & Rasmi Z. O. 2019. “ Keracunan Pestisida Kronik Pada Petani”
dalam JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Vol. 7
No.2: 130-139. Diakses dari:
https://bapin-ismki.e-journal.id/jimki/article/view/53
Nekada, Cornelia D.Y., Tia Amestiasih, Ririn Wahyu Widayati. 2020.
“Manfaat Edukasi Penanganan Keracunan dan Gigitan Binatang
Beracun” dalam Jurnal Formil (Forum Ilmiah), Vol. 5 No. 2: 119-128.
Diakses dari:
http://formilkesmas.respati.ac.id/index.php/formil/article/view/325
Novianty, Tety & Siti Mulyani. 2019. “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Dengan Perilaku Penanganan Keracunan Makanan
Noncorosive Agent Di Kelurahan Sindang Barang Kota Bogor” dalam
Jurnal Ilmiah Wijaya, Vol. 11 No. 1: 73-81. Diakses dari:
https://jurnalwijaya.com/index.php/jurnal/article/view/pv11n1p73
Nurarif. A. H, Kusuma. H, (2015).APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
MediaAction.Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Sartono, (2015). Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika.
Wulansari, N. T. & Ni Luh Putu Januraheni. 2019. “Deteksi Cemaran
Escherichia coli dalam Makanan Jajanan pada Anak Usia Sekolah”
dalam Jurnal Media Sains, Vol. 3 No. 2: 44-48. Diakses dari:
https://www.jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/jms_3/article/view/910
Zige, Douye V. & Christian Kosisochukwu Anumudu. 2019. “Prevalence and
Multi-Drug Resistance Pattern of Food Poisoning Enteric Bacteria
Associated with Diarrhoea Patients” dalam American Journal of
Biomedical and Life Sciences, Vol. 7 No. 3: 63-67. Diakses dari:
https://www.academia.edu/download/61875872/Multi-
drug_resistant_enteric_bacteria20200123-45492-1d2g5wn.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai