Anda di halaman 1dari 12

 

SARI

            Penyelidikan mineral logam di daerah Kecamatan Dondo dan Kecamatan Baolan
merupakan eksplorasi pendahuluan dengan melakukan pengamatan geologi lapangan, alterasi,
mineralisasi dan juga melakukan penyelidikan geokimia dilakukan dengan pengambilan conto
sedimen sungai aktif, konsentrat dulang dan batuan.
            Hasil analisa geokimia menunjukkan hasil anomali untuk daerah penyelidikan adalah
sebagai berikut : Cu > 62,82 ppm, Pb >26,05 ppm, Zn > 112,56 ppm, Ag > 1,67 ppm dan Au >
11,50 ppb. Dari hasil sebaran anomali gabungan unsur-unsur terdapat sebanyak sepuluh jenis
anomali gabungan dari 2 (dua) atau 3 (tiga) unsur logam yang terdapat pada 18 (delapan belas)
lokasi. Analisa batuan menunjukkan hasil Cu = 43 – 190 ppm , Pb = 13 – 110 ppm, Zn = 9 –
111 ppm, Ag = 1 – 15 ppm dan Au = 1 – 5 ppb. Dibandingkan dengan harga rata-rata unsur
pada batuan, maka harga anomali tersebut tidak menunjukan berbedaan harga yang menyolok.
            Indikasi mineralisasi ditemukan dari konsentrat dulang berupa emas dan galena, sedang
dari bongkah batuan ditemukan galena, kalkopirit dan pirit.
Pada daerah endapan teras, disekitar Kampung Janja ditemukan butiran emas (2FC dan 2MC)
dari konsentrat dulang dan didaerah ini juga terdapat bekas-bekas pertambangan rakyat. Sesuai
dengan tahap eksplorasi pendahuluan diperkirakan sumber daya hipotetik emas di daerah ini =
0,875 kg. Dengan jumlah yang sedemikian kecil, sumberdaya tersebut hanya mungkin
dimanfaatkan sebagai tambang rakyat, bukan untuk sekala besar.
1. PENDAHULUAN
Mineralisasi emas dan ikutannya di daerah Kec. Dondo dan Baolan, Kab. Tolotoli (sesuai
dengan informasi dari Pemerintah Kabupaten Tolitoli) merupakan sumber daya mineral logam
yang potesial untuk dimanfaatkan. Hal ini akan sangat membantu memudahkan pemerintah
daerah setempat dalam rangka pengembangan wilayah guna menggali pendapatan asli daerah di
bidang pertambangan dan juga untuk melengkapi data yang telah dimiliki oleh Pemerintah
Kabupaten Tolitoli dan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.

Gambar 1 : Peta Tektonik Sulawesi


Data-data dari penyelidik terdahulu seperti PT.Rio Tinto Indonesia (1973 – 1980), Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi (1973 – 1976), Direktorat Sumber Daya Mineral (1999 –
2000 dan 2002) menunjukkan bahwa daerah tersebut masih memungkinkan untuk mendapatkan
mineralisasi logam.

2. TEKTONIK
Secara umum P. Sulawesi dibentuk oleh 3 tektonik utama dan disusun oleh 4 lengan geografi,
yaitu  bagian barat Sulawesi: lengan utara dan selatan, bagian timur Sulawesi, lengan timur dan
tenggara dan kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang
berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea. Daerah penyelidikan berada
pada lengan utara Sulawesi (Gambar 1), dimana bagian ini merupakan busur bagian barat yang
mengalami pengangkatan kuat, tersingkap batuan metamorphik ditempat yang dalam. Batuan
sediman Paleogen berselang seling dengan batuan vulkanik, berasosiasi dengan sejumlah kecil
batuan basaltik dan tubuh batuan granitoid besar.
Struktur utama daerah Pulau Sulawesi adalah sesar Palu – Koro, berarah Baratlaut – Tenggara,
berupa sesar mendatar mengiri yang masih giat sampai sekarang dengan kecepatan pergeseran
diperkirakan 2 – 3,5 mm setiap tahun (Katili, 1978), berumur Oligosen. Dari bagian tengah
sampai utara terdapat sesar-sesar lainnya yang berarah sejajar maupun tegak lurus sesar utama
yang terbentuk secara bersamaan atau setelah sesar utama terbentuk. Semakin kearah utara
disamping sesar mendatar juga terjadi pergeseran tegak yang dimungkinkan oleh terjadinya
pengangkatan akibat tabrakan lempeng benua.
3. HASIL PENYELIDIKAN
3.1. GEOLOGI
Urut-urutan stratigrafi dari muda hingga tua sebagai berikut : endapan alluvium, endapan teras
(Kuarter), batuan tufa (Pliosen – Kuarter), batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan
malihan yang keduanya termasuk Formasi Tinombo (Kapur Atas – Eosen Bawah), batuan
gunungapi (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Formasi Tinombo. Batuan
intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditemukan menerobos batuan malihan Formasi
Tinombo di daerah penyelidikan tetapi tidak terlihat adanya gejala mineralisasi (Gambar 2).

3.2.
FotoSTRUKTUR
2 :  Butiran galena dari conto no :
BLD.03/042/P(cabang S.Batu Buaya).
Pada pengamatan lapangan terdapat ubahan argilit pada batuan malihan dan batuan sedimen
termetamorfose rendah Formasi Tinombo. Hasil analisa PIMA (Tabel 1) dari 6 conto batuan dan
bongkah batuan menunjukkan bahwa ubahan yang terdapat pada beberapa tempat di daerah
penyelidikan antara lain adalah : argilik – intermediate argilik – propilit dengan mineral-mineral
ubahan illite, monmorilonit, epidot, kalsit, Mg-klorit, Fe-klorit, phengite, prehnite, ankerite,
halosit dan palygorskite yang terdapat pada batuan malihan Formasi Tinombo dan batuan
gunungapi (basalt – andesitik) yang menjemari dengan Formasi Tinombo. Secara keseluruhan
batuan yang mengalami ubahan – ubahan seperti yang disebutkan di atas tidak menunjukkan
adanya mineralisasi (Gambar 4).

3.4. MINERALISASI
Foto 1 :  Butiran emas dari conto no :
              BLD.003/001/P (daerah Janja).
 

 
 
Indikasi mineralisasi lainnya ditemukan dari bongkah batuan conto no : BLD.03/107/F (daerah
S.Sempinit) berupa batuan andesit yang terkersikan, diterobos oleh “stock work” urat kuarsa,
hasil mineragrafi menunjukkan batuan tersebut mengandung galena, pirit, kalkopirit dan
oksidabesi (Foto 3). Bongkah
Foto 3 :  Mineralisasi lainnya
galena, pirit pada conto no : BLD.03/145/F  merupakan bongkah batuan
              Conto no : BLD.03/107/F.
           
 
 
Foto 4 :  Mineralisasi kalkopirit, pirit pada
                Conto : BLD.03/145/F.
 
 

Conto konsentrat dulang no : BLD.03/001/P berasal dari endapan teras yang terdapat disekitar
Desa Janja, pada endapan teras tersebut juga terdapat bekas penambangan rakyat secara
tradisional. Endapan teras tersebut terdiri dari lempung, pasir, kerikil hingga bongkah batuan
yang mengeras lemah, di bagian atas endapan terdiri dari pebble hingga gravel berbentuk angular
hingga sub-rounded didominasi oleh kuarsit dan kuarsa, dibagian bawah endapan terdiri dari
bongkah batuan berukuran hingga 50 cm, bentuk sub-rounded hingga sub-angular yang
didominasi oleh batuan kuarsit dan urat kuarsa. Luas endapan teras = 1.459 m2, tebal rata-rata 
5 m, sehingga volume endapan teras = 1,459 x 5 m 3 = 7.295 m3 = 7.295.000 dm3 = 7.295.000
ltr. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Laboratorium Penguji Kimia – Fisika Mineral dan
Batubara diperkirakan 10 butir emas ukuran FC beratnya  0.20 mg dan 10 butir emas ukuran
MC beratnya  1,00 mg, sehingga berat 2 FC emas = 2/10 x 0,20 mg = 0,04 mg dan berat 2 MC
emas = 2/10 x 1,00 mg = 0,20 mg, sehingga berat emas yang didapat dari conto BLD.03/001/P =
2 FC + 2 MC = 0,04 mg + 0,20 mg = 0,24 mg. Berat conto tersebut didapat dari hasil
pendulangan  20 ltr material (endapan teras), hingga diperkirakan jumlah emas yang terdapat di
daerah endapan teras = (7.295.000/ 20) x 0.24 gr = 87540 mg = 0,875 kg. Jumlah ini merupakan
sumber daya hipotetik sesuai dengan sifat penyelidikan, yakni penyelidikan pendahuluan.

4. GEOKIMIA
Tabel 2 : Hubungan antar unsur Cu, Pb,  
 Zn, Ag dan Au.
 
 
Sebaran anomali dari masing-masing unsur adalah sebagai berikut
(Gambar 3) :
Sebaran anomali unsur Cu terdapat di daerah hulu
S.Oyom, S.Mabongkok, S.Ogobinte, S.Basu, S.Ganonggol, hilir
S.Salabia, hulu S.Batu Buaya, hulu S.Sempinit, hulu S.Takade, hilir
S.Kinipasan dan antara S.Silondou dengan S.Leanang. Secara umum
terlihat penyebaran anomaly unsur Cu terpencar-pencar dengan arah
penyebaran timurlaut – baratdaya.
Sebaran anomali unsur Pb antara lain di daerah antara
S.Ogomelabu dengan S.Ogoraring, S.Salabia, bagian hulu antara
S.Sempinit dengan S.Takade, pada salah satu cabang di hulu
S.Kinipasan dan juga pada salah satu cabang di bagian hilir
S.Silondou.
Sebaran anomali unsur Zn terdapat secara terpencar-pencar di daerah antara
S.Ogomelabu dengan S.Ogoraring, di bagian tengah S.Basu, antara cabang S.Ogosuro dengan
bagian hulu S.Ganonggol, salah satu cabang di bagian hilir S.Batu Buaya, hulu S.Takade, cabang
S.Kinipasan dan salah satu cabang S.Silondou.
Anomali unsur Ag terdapat secara terpencar-pencar yang penyebarannya terlihat
mengarah timurlaut–baratdaya, menempati daerah S.Ogogaring, hulu S.Oyom, daerah antara
cabang-cabang S.Oyom dengan S.Mabongkok, sungai-sungai kecil sekitar Desa Janja, salah satu
cabang di hilir S.Salugan, daerah antara cabang-cabang S.Janja, S.Ogosuro dengan S.Ganonggol,
hulu S.Salabia, hulu S.Batu Buaya, cabang-cabang dihulu S.Ogosuro dan hulu S.Kinapasan.
Sebaran anomali unsur Au terdapat secara terpencar-pencar dan terlihat sebaran
mengarah timurlaut – baratdaya. Anomali tersebut antara lain terdapat di daerah bagian hulu
S.Oyom, beberapa cabang di bagian tengah S.Oyom, cabang-cabang sungai antara S.Ogodudu
dengan S.Mabongkok, cabang sungai di hilir S.Ogobinte, beberapa cabang di bagian tengah
S.Basu, beberapa cabang S.Ogosuro, beberapa cabang daerah antara S.Batu Buaya dengan
S.Ogosuro, salah satu cabang S.Kinipasan dan beberapa cabang S.Silondou.
Gabungan sebaran anomali antar unsur-unsur tersebut diatas mendapatkan 10 jenis zona
gabungan anomali antara 2 atau 3 unsur yang terdapat pada 18 daerah sebaran. Sebaran anomali
gabungan tersebut kecil-kecil, terlihat sebaran mengarah timurlaut – baratdaya, searah dengan
patahan normal (Gambar 4).
Analisa beberapa conto batuan, terutama urat kuarsa sedang lainnya batuan sedimen dan malihan
Endapan emas epitermal-mesotermal Ringas terletak pada Busur Magmatic Kalimantan
Tengah sekitar 419 km arah timur Pontianak, Kalimantan Barat.
Mineralisasi dan alterasi daerah Ringas secara genetik berhubungan dengan magmatisme
pasca subduksi yang berturut-turut terdiri dari dasitik dan dioritik Tarsier yang mengalami
alih tempat karena pengangkatan setempat selama Oligosen-Miosen dan brekslasi.
Terjadinya magmatisme yang berturut-turut, menghasilkan tiga tahap mineralisasi dan
alterasi yang overprint, sebagai berikut:
.Pirit (diseminasi) pada awal sin-breksi dengan alterasi propilitik (klorit-epidot-karbonat
tkuarsa), berkadar emas rendah.
•Pirit-sfalerit-galena-emas +kalkopirit pada akhir sin-breksi dengan alterasi filik (serislt-
ilit-klorit-kuarsa-karbonat).
Emas sebagai inklusi dalam sfalerit dan galena, juga
tumbuh simultan dengan pirit, berkadar emas tinggi.
•Pirit-kalkopirit pada pasca-breksi dengan alterasi argilik (kaolin-ilit-montmorilonit),
berkadar emas rendah.
Mineralisasi emas terdapat pada fluidized crackle breccia serta dasit dan andesit profiritic
yang terdiri dari dua tubuh anomali emas (berkadar rata-rata 1,08-3,02 g/t Au), yaitu
daerah Discovery Breccia dan Jelimpau. Kedua daerah anomali ini mempunyai bentuk
memanjang cenderung berarah utara-selatan dan timur-barat, dengan kontinuitas
kedalaman paling tidak sampai 200 m di bawah permukaan sekarang. Berdasarkan
penelitian ini, disarankan bahwa eksplorasi detail dapat diteruskan ke arah selatan Ringas
untuk mengetahui kelanjutan daerah anomali tersebut. Sasaran eksplorasi difokuskan
pada batuan dasit dan andesit yang terpecah-pecah, untuk mengetahui kontinuitas
kedalaman endapan.

Translation:

The Ringas epithermal-mesothermal gold deposit is situated in the western part of the
Central Kalimantan Magmatic Arc about 419 km east of Pontianak, the capital city of
West Kalimantan province, Indonesia.
The mineralization and alteration at the Ringas area are genetically related to the
subsequent post-subduction magmatism of the Tertiary dacitic and dioritic emplacement
due to local uplifting during Oligocene-Miocene, and brecciation. The subsequent magma
events have caused three overprinted mineralization stages and alteration assemblages.
The sequence of mineralization includes:
•Early syn-breccia pyrite dissemination with prophylitic (chlorite-epidote-carbonate
±quartz) alterations, poor in gold.
•Late syn-breccia pyrite, sphalerite, galena, gold +chalcopyrite with phyllic (sericite-
illite-chlorite-quartzcarbonate) alteration. Gold is found as inclusion with sphalerite,
galena and intergrown with pyrite, rich in gold.
•Post-breccia pyrite-chacopyrite with argillic (kaolin-illitemontomorillonite) alteration,
poor in gold.
The gold deposits are hosted by fluidized breccia and crackled or highly fractured
porphyritic dacites and andesites; which constitutes two main high grade gold anomaly
bodies (average 1.08-3.02 g/t Au), namely the Discovery Breccia and Jelimpau areas.
These two anomalous areas have an elongated lateral shape trending north-south and
east-west respectively, with depth continuity at least up to 200 m below the present
surface. Based on this study, it is recommended that a detailed exploration may be
continued at south of Ringas in order to know the extension of the anomalous areas. More
attention should be focused within the highly fractured dacite and andesite rocks for their
depth continuity.
Endapan emas epitermal-mesotermal Ringas terletak pada Busur Magmatic Kalimantan
Tengah sekitar 419 km arah timur Pontianak, Kalimantan Barat.
Mineralisasi dan alterasi daerah Ringas secara genetik berhubungan dengan magmatisme
pasca subduksi yang berturut-turut terdiri dari dasitik dan dioritik Tarsier yang mengalami
alih tempat karena pengangkatan setempat selama Oligosen-Miosen dan brekslasi.
Terjadinya magmatisme yang berturut-turut, menghasilkan tiga tahap mineralisasi dan
alterasi yang overprint, sebagai berikut:
.Pirit (diseminasi) pada awal sin-breksi dengan alterasi propilitik (klorit-epidot-karbonat
tkuarsa), berkadar emas rendah.
•Pirit-sfalerit-galena-emas +kalkopirit pada akhir sin-breksi

dengan alterasi filik (serislt-ilit-klorit-kuarsa-karbonat).


Emas sebagai inklusi dalam sfalerit dan galena, juga
tumbuh simultan dengan pirit, berkadar emas tinggi.
•Pirit-kalkopirit pada pasca-breksi dengan alterasi argilik
(kaolin-ilit-montmorilonit), berkadar emas rendah.
Mineralisasi emas terdapat pada fluidized crackle breccia serta dasit dan andesit profiritic
yang terdiri dari dua tubuh anomali emas (berkadar rata-rata 1,08-3,02 g/t Au), yaitu
daerah Discovery Breccia dan Jelimpau. Kedua daerah anomali ini mempunyai bentuk
memanjang cenderung berarah utara-selatan dan timur-barat, dengan kontinuitas
kedalaman paling tidak sampai 200 m di bawah permukaan sekarang.
Berdasarkan penelitian ini, disarankan bahwa eksplorasi detail dapat diteruskan ke arah
selatan Ringas untuk mengetahui kelanjutan daerah anomali tersebut. Sasaran eksplorasi
difokuskan pada batuan dasit dan andesit yang terpecah-pecah, untuk mengetahui
kontinuitas kedalaman endapan.

Translation:

The Ringas epithermal-mesothermal gold deposit is situated in the western part of the
Central Kalimantan Magmatic Arc about 419 km east of Pontianak, the capital city of
West Kalimantan province, Indonesia.
The mineralization and alteration at the Ringas area are genetically related to the
subsequent post-subduction magmatism of the Tertiary dacitic and dioritic emplacement
due to local uplifting during Oligocene-Miocene, and brecciation. The subsequent magma
events have caused three overprinted mineralization stages and alteration assemblages.
The sequence of mineralization includes:
•Early syn-breccia pyrite dissemination with prophylitic (chlorite-epidote-carbonate
±quartz) alterations, poor in gold.
•Late syn-breccia pyrite, sphalerite, galena, gold +chalcopyrite with phyllic (sericite-
illite-chlorite-quartzcarbonate) alteration. Gold is found as inclusion with sphalerite,
galena and intergrown with pyrite, rich in gold.
•Post-breccia pyrite-chacopyrite with argillic (kaolin-illitemontomorillonite) alteration,
poor in gold.
The gold deposits are hosted by fluidized breccia and crackled or highly fractured
porphyritic dacites and andesites; which constitutes two main high grade gold anomaly
bodies (average 1.08-3.02 g/t Au), namely the Discovery Breccia and Jelimpau areas.
These two anomalous areas have an elongated lateral shape trending north-south and
east-west respectively, with depth continuity at least up to 200 m below the present
surface.
Based on this study, it is recommended that a detailed exploration may be continued at
south of Ringas in order to know the extension of the anomalous areas. More attention
should be focused within the highly fractured dacite and andesite rocks for their depth
continuity.
ABSTRAK
                 INVENTARISASI SUMBERDAYA U SEKTOR JUMBANG II, KALIMANTAN BARAT
TAHAPAN PROSPEKSI SISTEMATIK. Penelitian di sektor Jumbang II didasarkan pada kajian geologi
uranium terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh CEA-BATAN (1977) dan PPBGN-BATAN (1985).
Indikasi mineralisasi U ditunjukkan oleh adanya anomali pada beberapa singkapan dengan nilai
radioaktivitas > 15.000 cps dan pada soil dengan nilai radioaktivitas >150 cps. Dalam rangka memperoleh
informasi tentang karakteristik, geometri, penyebaran mineralisasi U dan pendugaan potensi sumberdaya
U, maka penelitian sistematik perlu dilakukan di daerah ini dengan cara pemetaan topografi, radiometri dan
identifikasi aspek-aspek geologi uranium. Di sektor Jumbang II dapat diinventarisasikan 4 zona
mineralisasi dengan luas total 8, 56 ha. Pada zona tersebut tersusun atas batuan kuarsitik yang berasosiasi
dengan batuan granit. Batuan kuarsit dicirikan oleh keberadaan urat-urat bermineralisasi uraninit, serta
mineral alterasinya berupa autunit dan gumit. Secara umum mineral-mineral tersebut berasosiasi dengan
monazit, turmalin, biotit, felspar, kuarsa, zirkon dan berasosiasi dengan mineral bijih berupa molibdenit,
pirhotit, magnetit, pirit, hematit, kalkopirit, galena, sphalerit dan arsenopirit. Kadar U contoh batuan 28
ppm, tertinggi 18.500 ppm. Hasil analisis contoh paritan menunjukkan nilai rata-rata 1.137 ppm (zona A),
1.125,90 ppm (zona B), dan 515 ppm (zona C dan D). Keberadaan mineralisasi secara lateral maupun
vertikal pada zona mineralisasi tedapat secara setempat-setempat. Keberadaan mineralisasi secara struktural
dikontrol oleh perpotongan fraktur yang berkedudukan barat baratlaut -timur tenggara, utara timurlaut -
selatan baratdaya (subvertikal) serta fraktur sub horizontal. Mineralisasi di Sektor Jumbang II termasuk
dalam tipe urat. Zona potensial mineralisasi dengan kedalaman + 80 m dapat diperoleh potensi sumberdaya
U geologis 3.106,893 ton U.

            INVENTORY URANIUM RESOURCES IN JUMBANG II SECTOR WEST


KALIMANTAN, SYSTEMATIC PROSPECTION STAGE. The investigation is based on
geological uranium study by CEA-BATAN (1977) and PPBGN-BATAN (1985). Indication
of U mineralization are several radioactive anomalies as outcrops (15.000 c/s) and soils
anomalies (> 150 c/s). The aim of this in investigation is to find the characteristic, geometric
and distribution of U mineralization and U recourses prediction. The systematic investigation
had to do by tophographic, radiometric mapping and identification of uranium on geological
aspect. In Jumbang II were knewn 4 mineralization zones total area 8,56 ha. The zones of
mineralization consist by quarsitic rock with granitic assosiation rocks. The quarsitic rocks in
this zones are characterized by vein distribution and consist by uraninite, and secondary
uranium mineral are autuniteand gumite. Generally association of the minerals are monazite,
tourmalin, biotite, felspard quarztand zirkon. The ore minerals association are molibdenite,
pyrhotite, magnetite, pyrite, hematite, chalcopyrite, galena, sphalerite, and arsenopyrite.
Uranium content in the quarsitic rock to appeareancesin lowest value 28 ppm , highest 18.500
ppm. Channel sampling rocks chemical analysis appeareances in average value 1.137 ppm
(zone A), 1.125,9 ppm (zona B), and 515 ppm (zone C and D). The distribution vertical and
lateral in the mineralized zone are locally. The mineralization controlled structure exist in inter
section WNW-ESE, NNE-SSW (sub vertical) and sub horizontal fracture. The mineralization
type in Jumbang II is vein type. Geological resources of potensial zones with ±  80 m  depth   is
3.106,893 ton U.

Daerah Ertsberg dan sekitarnya


Daerah meneralisasi Ertsberg (Gunung Bijih) menempati lereng selatan Pegunungan Jayawijaya
(Carstensz) yakni daerah yang terangkat paling tinggi dari rangkaian Pegunungan Tengah Irian
Jaya. Puncak tertingginya Carstensz Pyramid mencapai ketinggian 5.200 meter. Batuan sedimen
tertua di daerah ini ialah anggota teratas kelompok kembelangan, dengan kisaran umur dari Jura
sampai Kapur. Batuannya terutama terdiri dari selang �seling kwarsit dan batupasir, dan setempat
terubah menjadi hornfels karena metamorfosa oleh intrusi. Anggota kelompok Kembelangan
tersebut  tertutup secara selaras oleh formasi Faumai berumur Eosen, yaitu Formasi Basal dari
kelompok-batugamping Irian Jaya. Formasi ini terutama terdiri dari berbagai jenis batugamping
bioklastik yang mengandung antara lain fosil milidae, algea dengan ciri khas adanya    foraminifera
besar. Sebagaimana ditunjukkan di lapangan, batuan formasi ini peka untuk metasomatisma
terhadap intrusi dioritik yang kemudian dapat termineralisasi. Formasi basal di atas tertutup secara
selaras oleh formasi Ainod berumur Oligocene dari kelompok batugamping yang sama. Batuannya
berupa sikwens tebal dari batu gamping masif, dan di daerah Ertsberg kontaknya dengan formasi
faumai ditanmdai oleh batupasir dengan ketenbalan sampai satu meter.

Lapisan-lapisan sedimen di daerah Ertsberg berjurusbarat-laut-tenggara dengan kemiringan


sedang kearah timur laut. Ke arah yang sama, kemiringannya semakin curam dan terdapat suatu
zona dengan sepasang sinklin berjarak rapat dan menghujam akibat kompresi yang kuat. Sumbu-
sumbu sinklinnya hampir sejajar dengan jurus kemiringan lapisan di atas yang juga
menggambarkan arah regional. Di sebelah timur lautnya, tersingkap dengan jelas suatu sesar naik
yang disisi selatannya menyebabkan patahan normal dan patahan-patahan undak (step fault).
Susunan patahan-patahan tersebut mendasari bagian bubungan dari Pegunungan Tengah Irian
Jaya tersebut sebelumnya, sedangkan di permukaan membentuk lembah lebar berbentuk huruf
�U�. Dimulai dari sesar naik itu, di bagian timur laut daerah Ertsberg perlipatannya langsung
menjadi landai. Beberapa patahan strike-slip tegak memotong perlipatan-perlipatan tersebut
dengan arah timur daya-barat laut.

Intrusi-intrusi berukuran relatif kecil terdapat sebagai stock, retas dan sill yang melampar
sepanjang patahan-patahan utama tersebut atau pada perpotongannya. Batuan intrusif tersebut
berkomposisi diorit sampai monzonit, berbutir sedang yang serba sama sampai porfiritik dengan
hornblende, biotit dan piroksin sebagai mineral mafik. Bijih tembaga dengan kadar yang tinggi
terdapat dalam skarn-xenolitik, skarn-kontak, dan stockwork. Mineral bijih tembaga yang utama
ialah kalkopirit dan bornit, sedang emas terdapat sebagai inklusi di dalamnya. Di daerah Ertsberg,
bentang alam dan endapan glasial merupakan ciri yang khas.

ENDAPAN BIJIH ERTSBERG

Tubuh bijih Ertsberg terdiri dari skarn magnetit dengan bentuk seperti gigi yang kearah luar
dikelilingi berturut-turut oleh selikat-gamping dan kemudian diorit. Seluruh skarn magnetite ter-
breksi, dengan  inklusi berbentuk menyudut dan berukuran halus sampai beberapa meter yang
terdiri dari karn silikat-gamping, batuan beku, dan kalkopirit masif. Selain itu terdapat banyak
rongga dan gua yang dilapisi oleh kalsit, selikat amorf, dan kalkopirit.

Mineral bijih utamanya ialah kalkopirit dan bornit yang berasosiasi dengan galena, bismutit,
kovelit,digenit, sfalerit, tembaga alami, perak alami, linnacit, dan tetrahedrit. Umumnya sulfida-
sulfida di atas terdapat sebagai hamburan ( replacement) foraminifera besar dan bidang perlapisan,
blok sampai berdiameter 3 meter, dan pengisian rongga. Emas berbutir halus terdapat sepanjang
batas bornit dengan kwarsa atau kalsit.

Ciri-ciri khas dalam skala kecil dan besar menunjukkan bahwa skarn magnetit Ertsberg adalah
pengganti dari skarn silikat-gamping yang terbentuk sebelumnya, dan batuan intrusif. Keseluruhan
bentuk dan ukuran skarn silikat-gamping dan skarn magnetit mencerminkan suatu potongan besar dari
metasoma batugamping foraminifera besar dolomitan yang tertelan (stoped) oleh intrusi dioritik.
Cadangan geologi endapan bijih Ertsberg lebih dari 35 juta ton, dengan kadar Cu lebih besar dari
2,0%. Produksi dengan metoda tambang terbuka dimulai tahun 1972, dan dewasa ini tambang sudah
ditutup, dengan meninggalkan sedikit sisa cadangan bagian bawah, yang kemudian hari akan
ditambang dengan metoda bawah-tanah.  Mineralisasi tembaga dalam wilayah kontrak karya FIC
selain di Ertsberg atau Gunung Bijih (GB), terdapat pula di daerah sekitarnya, yaitu di Ertsberg East
atau Gunung Bijih Timur (GBT), Dom dan Grassberg.

ENDAPAN BIJIH ERTSBERG TIMUR


Sekitar 1,5 km sebelah timur endapan skarn senolitik Ertsberg, terdapat deposit skarn sentuh Ertsberg
Timur. Endapan ini terbentuk di antara batugamping kelompok Irian Jaya terutama dari formasi Faumai
dan intrusi dioritik Ertsberg Timur. Menurut keperluan penambangan, kompleks Ertsberg Timur dibagi
dari permukaan ke bawah menjadi zona-zona bijih atas (Gunung Bijih Timur, GBT), tengah
(intermediate ore zone, IOZ), dan dalam (deep ore zone, DOZ).

Mineral tembaga yang utama ialah bornit dan sedikit kalkopirit,


dengan mineral ikutannya idait, kalkosit, kovelit, galena, pirit,
sfalerit, pirargit, dan markasit. Emas terdapat sebagai inklusi
dalam sulfida tembaga, kalsit dan serpentin. Di GBT, sulfida
tembaga terdapat sebagai sebaran dalam antar � ruang mineral
silika-gamping, isian dalam retakan dan rongga, dan urat. Bentuk
mineralisasi tembaga itu lebih intensif lagi sepanjang breksi
patahan sentuh dengan batugamping yang termarmerkan.
Di DOZ dan sebagian IOZ, zona bijih utamanya ialah sepanjang breksi patahan sentuh tersebut yang
telah digantikan oleh skarn magnetit. Mineral tembaganya terdapat sebagai sebaran dalam antar-ruang
mineral magnetit, dan urat yang seringkali hampir murni/masif. Keseluruhan cadangan Ertsberg Timur
berjumlah lebih dari 100 juta ton dengan kadar tembaga lebih dari 2,0%.

ENDAPAN BIJIH DOM


Dom ialah endapan skarn sentuh lainnya, tapi mineralogi
bijihnya mempunyai banyak persamaan dengan endapan
Ertsberg. Pada bidang datar, bentuk tubuh bijihnya seperti
segitiga yang di bagian tengahnya diterobos oleh diorit tanpa
mineralisasi.Seperti pada kedua endapan yang dibahas
terdahulu. Kompleks Dom juga sedikit banyak mengalami
breksiasi. Mineral tembaga yang utama ialah kalkopirit
dengan digenit dan konvelitsebagai ubahan tepi (alteration
rim). Mineral tembaga oksidanya termasuk malakhit, limonit
pitch, dan delafosit/fenorit
Dalam skarn garnet, mineral tembaganya terdapat sebagai sebaran, isian retakan dan rongga, dan
bagian tepi dari garnet yang terbentuk kemudian. Dalam skarn magnetit yang menggantikan breksi
patahan sentuh dan skarn silikat-gamping, terdapat sebagai isian retakan dan rongga sebaran, dan
penggantian foraminifera besar dan bidang perlapisan . Elektrum dan jejak (trace) emas murni hanya
terdapat dalam jumlah kecil sebagai inklusi dalam sulfida tembaga. Suatu Zona yang teroksidasi
supergen terdapat di bagian atas dan juga terbentuk lapisan tipis ke bawah yang mengikuti struktur.
Cadangan endapan bijih Dom berjumlah 31 juta ton dengan kadar rata-rata 1,5% tembaga dan 0,4
gram/ton perak.

Endapan Cu-Au porfiri Grasberg terbatas dalam zona silikasi


berbentuk stockwork di dalam diorit Grasberg yang sebelumnya
telah mengalami ubahan potasik. Tubuih bijih tersebut hanya
sekitar 10% dari keseluruhan luas permukaan diorit Grasberg,
dan terletak sedikit diluar pusatnya.Bentuknya seperti silinder
yang mencapai kedalaman sekitnya 800 meter dari permukaan,
dan bentuk datarnya menyerupai tapal kuda
Diorit Grasberg menerobos batugamping formasi Ainod dan Faumai yang terlipat kuat. Beberapa
intrusi kecil kemudian yang terbentuk seperti penyumbat (plug) tampaknya serupa dengan diorit
grassberg, tapi tidak sama betul dalam komposisi mineral dan ubahannya. Sikuen ubahan
hidrotermal pada kompleks diorit Grasberg, merupakan ciri khas untuk endapan tembaga yang
kaya dengan emas, yaitu silisifikasi, potasik, propilitik, dan deuterik. Mineral sulfida termasuk pirit,
kalkopirit, bornit, digenit, dan kovelit. Kalkopirit terdapat terutama sebagai isian retakan dan urat
yang kadang-kadang hampir murni dalam stockwork kwarsa. Ditempat yang lebih dalam digenit
dan kovelit terdapat sebagai ubahan bagian tepi disekeliling kalkopirit. Berdasarkan hasil
perhitungan cadangannya berjumlah 485 juta ton dengan kadar rata-rata 1,59% tembaga 1,78%
gram/ton emas, dan 4,49 gram/ton perak.

Anda mungkin juga menyukai