Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun Oleh :
NAMA : ERIKA
NIM : P07120421017N
KELAS : A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. Konsep Penyakit Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan

peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian

(mortalitas). Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada 2 fase

dalam setiap denyut yaitu fase sistolik 140 mmHg menunjukkan

fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90

mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,

2014).

Menurut WHO kisaran tekanan darah dalam batasan normal

yaitu 120-140 mmHg tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan

diastolik. Seseorang dapat dipastikan mengalami hipertensi apabila

tekanan darahnya >140/90 mmHg. Sementara itu JNC VII 2003

berpendapat bahwa tekanan darah pada orang dewasa yang

berumur lebih dari 18 tahun dikategorikan mengalami hipertensi

stadium I jika tekanan sistoliknya 140-159 mmHg dan tekanan

diastoliknya 90-99 mmHg. Diklasifikasikan masuk pada level

hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih dari 160

mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg, dan masuk pada

7
level hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari

180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg.

Hipertensi pada lansia didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik

160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Manutung, 2018).

Menurut American Heart Association atau AHA dalam

Kemenkes (2018), hipertensi merupakan silent killer dimana

gejalanya sangat bermacam-macam pada setiap individu dan

hampir sama dengan penyakit lain. Hipertensi pada lansia adalah

tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik diatas 90 mmHg (Baughman & Hackley, 2000). Pada

lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi pada lansia adalah

tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤

110 mmHg (Whelton et al, 2017). Jadi dapat disimpulkan bahwa

hipertensi pada lansia merupakan suatu keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik 90 mmHg.

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A.

2016) klasifikasi hipertensi adalah :

1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama

dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90

mmHg.
2. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-

149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg.

3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar

atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau

sama dengan 95 mmHg.

Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H.

2016), klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah

sistolik dan diastolik yaitu :

Tabel 1 Klasifikasi derajat hipertensi secara klinis

No Katagori Sistolik Diastolik(mmHg)


(mmHg)
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120 – 129 80 – 84
3 High Normal 130 – 139 85 – 89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
6 Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
7 Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
8 Grade 4 (sangat ≥210 ≥210
berat)
Sumber : Tambayong dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016).

3. Etiologi Hipertensi

Secara umum penyebab hipertensi dibagi menjadi dua yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi

pada lansia yang sering dijumpai adalah hipertensi primer.

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua antara

lain:
1. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer merupakan 90% dari seluruh kasus

hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik).

Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh beberapa

faktor sebagai berikut :

a. Genetik : Individu yang mempunyai riwayat keluarga

dengan hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan

penyakit hipertensi.

b. Jenis kelamin dan usia : laki- laki berusia 35-50 tahun dan

wanita pasca menopause berisiko tinggi untuk mengalami

hipertensi.

c. Diet : Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara

langsung berhubungan dengan berkembangnya

hipertensi.

d. Berat Badan : Obesitas (> 25% diatas BB ideal) dikaitkan

dengan berkembangnya hipertensi.

e. Gaya hidup : Merokok dan konsumsi alcohol dapat

meningkatkan tekanan darah.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh

kasus hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada


sebelumnya atau terjadi akibat penyebab yang jelas seperti

penyakit ginjal, gangguan tiroid, penggunaan kontrasepsi oral,

neurogenik (tumor otak, ensefalitis, dan gangguan psikiatris),

kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, dan luka bakar.

4. Patofisiologi Hipertensi

Meningkatkan tekanan darah dalam arteri bisa terjadi melalui

beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri

besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga

mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa

darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung

di paksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada

biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Ini lah yang terjadi

pada usia lanjut. Dimana dinding arteri nya telah menebal dan

kaku karena arteriosklirosis (Triyanto, 2014).

Dengan cara yang sama tekanan darah juga meningkat

pada saat terjadi vasokontriksi, Jika arteri kecil (arteriola) untuk

sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau

hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi

bisa menyebabkan meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi

jika terdapat kelainan fungsi ginjal tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh, volume darah dalam
tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat

(Triyanto, 2014).

Sebaliknya jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri

mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka

tekanan darah menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor

tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dlm fungsi ginjal dan

sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur

berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal,

ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara : jika

tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran

garam dan air yang menyebabkan berkurangnya volume dan

mengembalikan tekanan darah ke normal (Triyanto, 2014).

Sistem saraf simptis merupakan bagian dari sistem saraf

otonom yang untuk sementara waktu meningkatkan tekanan

darah selama fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman

dari luar) meningkatnya arteriola di daerah tertentu (misalnya

otot rangka memerlukan pasokan darah dalam tubuh

melepaskan hormone epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin

(noadrenalin) yang merangsang jantung dan pembuluh darah

faktor stress merupkan satu faktor pencetus terjadinya

peningkatan tekanan darah dengan peoses pelepasan hormone

epinefrin dan norepinefrin (Triyanto, 2014).


5. Pathway
6. Kompilikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal
jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler - kapiler ginjal glomelurus.
Rusaknya membran glomelurus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema.
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat
terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal
sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan,hingga kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan
penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan
ateroklorosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah).

7. Faktor Resiko

Beberapa karakteristik kondisi, dan kebiasaan seseorang

dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Berikut

beberapa faktor risiko utama terjadinya hipertensi :

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan

bertambahnya umur risiko terkena hipertensi menjadi lebih

besar. Pada kelompok >55 tahun prevalensi hipertensi

mencapai > 55%. Pada lanjut usia, hipertensi terutama

ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darak sistolik.


Kejadian ini disebabkan oleh perubahan sruktur dan

pembuluh darah besar (Kemenkes RI, 2013).

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria

mempunyai risiko 2,3 kali lebih banyak mengalami tekanan

darah sistolik dibandingkan perempuan, karena pria

memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan

tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause,

prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Bahkan

setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor hormon

(Kemenkes RI, 2013).

c. Keturunan (genetik)

Riwayat keluarga yang menderita hipertensi juga

meningkatkan faktor risiko hipertensi terutama hipertensi

primer. Jika kedua orang tuanya menderita hipertensi maka

sekitar 45% akan turun ke anaknya. Jika salah satu orang

tuanya menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun

ke anak nya (Kemenkes RI, 2013).

2. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Kegemukan (Obesitas)

Kegemukan atau obesitas adalah presentase abnormalitas

lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh yaitu


perbandingan antara berat badan dan tinggi badan kuadrat

dalam meter.Berat badan dari Indeks Masa Tubuh (IMT)

berkorelasi langsung dengan tekanan darah terutama

tekanan darah sistolik. Risiko untuk hipertensi pada orang

gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan

seseorang yang badannya normal. Prevalensi hipertensi

pada obesitas jauh lebih besar, sekitar 20-33% memiliki

berat badan lebih (Kemenkes RI, 2013).

b. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida

yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah

dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat

tersebut mengakibatkan proses arteriosklerosis dan

tekanan darah tinggi. Merokok dapat meningkatkan denyut

jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung

bertambah. Merokok pada tekanan darah tinggi akan

semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah

arteri (Kemenkes RI, 2013).

c. Konsumsi garam berlebih

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh

karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan,

sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer terjadi respon


penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan

garam.Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam tiga

gram atau kurang ditemukan tekanan darah rerata yang

rendah sedangkan pada masyarakat asupan garam tujuh

sampai delapan gram tekanan darah rerata lebih tinggi

(Kemenkes RI, 2013).

d. Konsumsi alkohol

Peningkatan kadar kartisol, peningkatan volume sel darah

merah dan peningkatan kekentalan darah berperan dalam

peningkatan tekanan darah. Pengaruh alkohol terhadap

kenaikan tekanan darah apabila mengkonsumsi alkohol

sekitar dua sampai tiga gelas ukuran standar setiap harinya

(Kemenkes RI, 2013).

e. Stress

Stress atau ketegangan dapat merangsang ginjal melepas

hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih

cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat.

Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha

mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan

organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul

dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Stress adalah

suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara

individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang


untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan

situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial)

yang ada pada diri seseorang. Peningkatan tekanan darah

akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai

kecenderungan stress emosional tinggi. Pada wanita usia

45-64 tahun mempunyai sejumlah faktor psikososial seperti

keadaan tegang, masalah rumah tangga, tekanan ekonomi,

mobilitas pekerjaan, ansietas, dan kemarahan yang

terpendam. Dari semuanya itu berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Kemenkes RI, 2013).

f. Kurang aktivitas fisik

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan

tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi.

Dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur tekanan

darah akan mengalami penurunan (Kemenkes RI, 2013).

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang,

senam dan bersepeda bermanfaat untuk menurunkan

tekanan darah dan memperbaiki kinerja jantung. Senam

selama 30 menit sebanyak tiga sampai empat kali

perminggu dapat menurunkan tekanan darah baik sistole

maupun diastole. Olahraga teratur merupakan alternatif

bagi penderita hipertensi tanpa obat (Aspiani, 2014).


8. Upaya Pengendalian Hipertensi

Muhammadun (2010) dalam buku Triyanto (2014)

berpendapat bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam upaya mengendalikan hipertensi:

1. Upaya pengendalian hipertensi dengan cara olahraga yang

teratur.

2. Upaya pengendalian hipertensi dengan cara istirahat yang

cukup.

3. Upaya pengendalian hipertensi dengan cara medis.

4. Upaya pengendalian hipertensi dengan cara mengatur pola

makan.

5. Upaya pengendalian hipertensi dengan cara mengurangi

konsumsi garam satu sendok teh perhari.

Muhammadun (2010) dalam buku Triyanto (2014)

mengatakan bahwa untuk menghindari terjadinya komplikasi

hipertensi yang fatal, maka penderita perlu mengambil

tindakan pencegahan yang baik (stop highblood pressure)

sebagai berikut:

1. Mengurangi konsumsi garam

2. Mengurangi kegemukan (obesitas)

3. Membatasi konsumsi lemak

4. Olahraga teratur

5. Makan banyak buah dan sayur segar


6. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol

7. Melakukan relaksasi dan meditasi

8. Berusaha membina hidup yang positif

9. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi pada lansia dibagi menjadi dua

yaitu penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis :

1. Penatalaksanaan farmakologis

Obat obatan yang diberikan untuk penderita hipertensi

meliputi duretik untuk mengurangi curah jantung dan

menghambat reabsorbsi natrium dan air dalam ginjal,

adregenik dapat menghambat aktivitas sistem saraf simpatis

dan menurunkan kecepatan jantung, vasolidator dapat

menurunkan tekanan perifer, tekanan darah sistolik dan

diastolik yang bekerja langsung pada otot polos pembuluh

darah, Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor dapat

menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,

antagonis kalsium menghambat masuknya ion kalsium

kedalam sel, dan menurunkan kerja jantung (Smeltzer & Bare,

2001). Berbagai penelitian klinis membuktikan bahwa obat

antihipertensi yang diberikan tepat waktu dapat menurunkan

kejadian stroke hingga 34-40%, infark miokard 20-25%, dan

gagal jantung lebih dari 50% (Kemenkes RI, 2013).


2. Terapi non farmakologis

a. Makan gizi seimbang

Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan

tekanan darah pada penderita hipertensi. Manajemen diet

bagi penderita hipertensi yaitu membatasi gula, garam,

cukup buah, sayuran, makanan rendah lemak, usahakan

makan ikan berminyak seperti tuna, makarel dan salmon

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

b. Mengurangi berat badan

Hipertensi erat hubungannya dengan kelebihan berat

badan. Mengurangi berat badan dapat menurunkan

tekanan darah karena mengurangi kerja jantung dan

volume sekuncup (Aspiani, 2015). Penderita hipertensi

yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas)

dianjurkan untuk menurunkan berat badan hingga

mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2, lingkar pinggang

<90 cm untuk laki-laki dan <80 cm untuk perempuan

(Kementerian Kesehatan RI, 2013).

c. Berhenti Merokok

Berhenti merokok dapat mengurangi efek jangka panjang

hipertensi karena asap rokok yang mengandung zat-zat

kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok dapat menurunkan aliran dara ke


bebagai organ dan meningkatkan kerja jantung (Aspiani,

2015).

d. Mengurangi konsumsi alkohol

Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunan tekanan

darah sistolik. Sehingga penderita hipertensi diupayakan

untuk menghindari konsumsi alkohol (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

e. Mengurangi stress

Stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung dan

meningkatkan kebutuhan oksigen ke berbagai organ

sehingga meningkatkan kinerja jantung, oleh karena itu

dengan mengurangi stres seseorang dapat mengontrol

tekanan darahnya (Nurahmani, 2012).

f. Olahraga Teratur

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, senam

dan bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan

darah dan memperbaiki kinerja jantung. Senam selama 30

menit sebanyak tiga sampai empat kali perminggu dapat

menurunkan tekanan darah baik sistole maupun diastole.

Olahraga teratur merupakan alternatif bagi penderita

hipertensi tanpa obat (Aspiani, 2014).

Olahraga sangat baik dilakukkan terutama oleh lansia

agar aliran darah menjadi lancar, olahraga yang paling


sesuai bagi orang lanjut usia adalah senam ergonomik dan

senam lansia. Dimana mesin pompa jantung kekuatannya

akan berkurang. Terjadi kekakuan pada banyak pembuluh

darah penting khusus di jantung dan otak oleh karena itu

latihan fisik atau senam bisa meningkatkan kekuatan pada

pompa jantung dan darah bisa lancar mengalir. Apabila

kegiatan ini dilakukan dengan teratur maka dampak yang

dihasilkan akan sangat bermanfaat bagi lansia terutama

terhadap tekanan darahnya (Hernawan, 2017).

10. Pemeriksaan Penunjang

1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor

resiko seperti hipokoagubilita, anemia.

2. BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi /

fungsi ginjal.

3. Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan ada DM.

b. CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

c. EKG : dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini

penyakit jantung hipertensi.


d. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu

ginjal, perbaikan ginjal.

e. Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area

katup, pembesaran jantung.


B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan

terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan

pada reaksi dan respon unik individu pada suatu kelompok atau

perorangan terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik aktual

maupun potensial. Proses keperawatan juga dapat diartikan sebagai

pendekatan yang digunakan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan, sehingga kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi

(Mahyar Suara dkk. 2010).

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah proses pengumpulan data secara

sistematis untuk menentukan status kesehatan dan fungsional kerja

serta respon klien pada saat ini dan sebelumnya (Induniasih, 2017).

a. Identitas pasien yang meliputi nama, umur, tempat tinggal dan

pekerjaan.

b. Pemeriksaan pasien yang meliputi pengecekan tekanan darah,

denyut nadi dan suhu tubuh.

c. Riwayat penyakit dahulu :

Tanyakan pada klien apakah klien mempunyai riwayat penyakit

terdahulu yang berhubungan dengan penyakit jantung, maupun

ginjal.
d. Riwayat penyakit sekarang :

Klien yang mengalami penyakit hipertensi akan mudah sekali

pusing, mudah lelah.

e. Riwayat penyakit keluarga :

Tanyakan atau kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki

penyakit yang sama.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges,

2000 ) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan

vasokontriksi pembuluh darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral.

4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan masukan berlebih sehubungan dengan kebutuhan

metabolik.

5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping

tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak

realistik.

6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya

berhubungan dengan kurangnya informasi


3. Perencanaan

Intervensi keperawatan hipertensi yang muncul menurut

(Doenges, 2000 ) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan

vasokontriksi pembuluh darah.

Intervensi:

a) Observasi tekanan darah

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran

yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah

vaskuler.

b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis

mungkin teramati/palpasi. Denyut pada tungkai mungkin

menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi.

c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat

karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3

menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya

krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder

terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).

d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian

kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa

pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/

penurunan curah jantung.

e) Catat adanya demam umum/tertentu.

Rasional:dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan

ginjal atau vaskuler.

f) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi

aktivitas/keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan

lamanya tinggal.

Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis

meningkatkan relaksasi.

g) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang

menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan

menurunkan tekanan darah.

h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti

hipertensi, diuretik.

Rasional: Menurunkan tekanan darah.

i) Ajarkan teknik rendam kaki pada pasien.

Rasional: Menurunkan tekanan darah.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

Intervensi

a) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan

parameter: frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi

istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada,

kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau

pingsan.

Rasional:Parameter menunjukan respon fisiologis pasien

terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh

kelebihan kerja/jantung.

b) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan

kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan

perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.

Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk

memajukan tingkat aktivitas individual.

c) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.

(Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat

meningkatkan jumlah oksigen yang ada.

Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan

tiba-tiba pada kerja jantung.


d) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan

kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan

sebagainya.

Rasional: teknik penghematan energi menurunkan

penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.

e) Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode

aktivitas.

Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap

kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler serebral.

Intervensi:

a) Pertahankan tirah baring selama fase akut

Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.

b) Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit

kepala, misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung

dan leher.

Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler

serebral dengan menghambat/memblok respon simpatik,

efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.


c) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala: mengejan saat BAB, batuk

panjang, dan membungkuk.

Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan

tekanan vakuler serebral.

d) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas

yang berlebihan yang memperberat kondisi klien.

e) Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1

jam setelah makan.

Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan

kerja pencernaan.

4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan

metabolik.

Intervensi :

a) Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara

hipertensi dengan kegemukan.

Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah

tinggi, kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan

peningkatan curah jantung berkaitan dengan massa tumbuh.


b) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi

masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.

Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya

aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi

untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit

ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam

memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat

merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

c) Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.

Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah

internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat

badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil.

d) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.

Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam

program diit terakhir. Membantu dalam menentukan

kebutuhan inividu untuk menyesuaikan/penyuluhan.

e) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan

harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan

lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.

Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi

yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu

untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien

telah/dapat mengontrol perubahan.


f) Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari

makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju,

telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak,

kuning telur, produk kalengan, jeroan).

Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan

kolesterol penting dalam mencegah perkembangan

aterogenesis.

g) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan

memenuhi kebutuhan diet individual.

5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping

tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak

realistik.

Intervensi:

a) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi

perilaku, Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan

perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana

pengobatan.

Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola

hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan

mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam

kehidupan sehari-hari).
b) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,

kerusakan konsentrasi, peka rangsangan, penurunan

toleransi sakit kepala, ketidak mampuan untuk

mengatasi/menyelesaikan masalah.

Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife

mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan

diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolik.

c) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan

kemungkinan strategi untuk mengatasinya.

Rasional: Pengenalan terhadap stressor adalah langkah

pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap

stressor)

d) Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri

dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.

Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan

kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan

koping, dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment

terapiutik.

e) Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup.

Tanyakan pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan

merupakan apa yang anda inginkan?.

Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang

relatif terhadap pandangan klien tentang apa yang


diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk kontrol dan

fokus keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada

kebutuhan-kebutuhan personal.

f) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan

perubahan hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan

ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.

Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara

realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak

berdaya

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Intervensi:

a) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko

kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya: obesitas, diet

tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton,

merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan

teratur) pola hidup penuh stress.

Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan

hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit

kardiovaskuler serta ginjal.

b) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang

terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa

karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati

mempengaruhi minimal klien/orang terdekat untuk

mempelajari penyakit, kemajuan danprognosis. Bila klien

tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan

kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.

c) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat

lanjut.

Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang

proses penyakit hipertensi dan mempermudah dalam

menentukan intervensi.

d) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi

(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan,

pengobatan, dan akibat lanjut) melalui pendidikan

kesehatan.
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah

status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik

yang menggambarkan criteria hasil yang diharapkan, pada

tahap implementasi ini diharapkan tindakan yang dilaukan pada

pasien adalah sesuatu yang tepat, tentunya sesuai dengan

rencana tindakan yang sudah disusun agar menghasilkan

jawaban dan tujuan yang di inginkan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,

evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses

keperawatan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan,

dan pernaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab

mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal

(Alfaro-LeFever, 1994 dalam Mahyar Suara dkk, 2010)


DAFTAR PUSTAKA

Aspiani R.Y (2014) Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jilid 1. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta.
Baughman, D. C., & Hackley, J. C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Buku
Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
III. Alih Bahasa: I Made Kriasa. EGC.Jakarta
Hernawan, T., Rosyid, F. (2017). Pengaruh Senam Hipertensi Lansia
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Di
Panti Wreda Darma Bhakti Kelurahan Pajang Surakarta. Jurnal
Kesehatan, Issn 1979-7621, Vol. 10, No.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Manutung Ns A. 2018. Terapi Perilaku Kognitif Pada Pasien Hipertensi.
Malang : Wineka Media
Noorhidayah, S. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi
Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di Desa Salamrejo.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Nurarif, A.H., & Kusuma, H., (2016). Asuhan Keperawatan Praktis.
Yogyakarta: Mediaction.
Nurrahmani, Ulfah. 2012. Stop Hipertensi. Yogyakarta : Familia
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai