Disusun oleh :
Hendri Saputra
NIM: 200112073
I. PENDAHULUAN
II. Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminea,
dan hiperkolesterolemia. Kadang kadang terdapat hematuria, hipertensi, penurunan
fungsi ginjal (Nurarif dan Kusuma, 2016). Sindrom
III. Nefrotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan
IV. peningkatan permeabilitas glomerulus.Sindrom Nefrotik dalah merupakan kumpulan
gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerulus yang terjadi
V. pada anak dengan karakteristik: proteinuria,
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan
suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria
sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang
dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri,
bahkan kadang-kadang azotemia.1,2,3,4,7,11
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan
histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit
perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom
Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy). 2,3,6
VI. INSIDENSI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia 2- 7 tahun
dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1,2,3,6
1:1.
VII. ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri
tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut
rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus
ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada
anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1,5
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan
pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di
luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom
nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari
401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai
adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis,
Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan
antibody yang larut (“ soluble”) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen
dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C 3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa
benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane
basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C 3 yang ada dalam HUMPS ini
lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat
melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.3
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan
proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus
berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu
hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya
muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin
meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3
PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun
penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah
hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran
basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang
hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan
onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau
>40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel
dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai
petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index
Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance
IgG dan Clearence Transferin.
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan
kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti
ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus
berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.3,5
HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas
degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin
serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya
kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena
bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga
beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat
bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan
membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi,
pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar
apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini
tidak hanya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid. 1,3,5
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada
SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid
plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler
dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium
dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler
tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang
interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori
underfill . Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan
fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar
aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal
natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin
plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja
kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu
kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak
pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema
genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema
anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat
anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps
rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala
lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe
lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut
pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun Tidak
ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis Fungsi ginjal
normal
Titer komplemen C3 normal
GEJALA KLINIS
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar
95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga
mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari
waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya.
Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal
tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila
ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen
dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami
restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih
pucat.4,5
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering
dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.2,4
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.2,4
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik
umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya.
Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of
Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan
diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3
bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan
petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi
ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum.
Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang
dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. 1,5
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai, atau seluruh
tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
berwarna kemerahan.5
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau
adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.5
1) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara
kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan
oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai
eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml), albumin
menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi
(N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ globulin normal (N:0,3-1
gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari
penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau
pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila
orang tua dan anak setuju.2
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.5
IX. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi
kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala
menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid
pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut : 2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik 5
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari
berturut-turut.
Kambuh
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut- turut, dimana
sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh tidak sering
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh sering
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali kambuh
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan
pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama
4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan
dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu
pengobatan dihentikan.2,3,4,5
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi Remisi
Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut turut dalam 1
minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari3
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang lebih efektif dan
fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis dengan
pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh
furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau
perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid atau asam
etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik
ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam
waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari
atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera
berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.4
A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi (tidak perlu
menunggu sampai 4 minggu)3
CD
AD/ID Tapp.Off
Stop
Mg12 3 4
Remisi Remisi
ID pred
12 345 67 8 123 45 67 8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan gabungan
imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6 bulan
pertama.2,3,4,5
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1 2 3 4 5 6 7 8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2 mg/kgBB/hr, keduanya secara
CD.
• Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3
dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
• Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis
tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3
dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
• Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan
dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40
mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48
jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap
pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter
spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap
pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi
ginjal.3,4,5
X. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
XI. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. 2.
Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis yang kurang baik karena sering
mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Vol.2. Edited by
Dr.Rusepno Hasan dan Dr.Husein Alatas. Infomedika. Jakarta. 2007.
2. Staf Pengajar IKA FK UH. Standar Pelayanan Medik BIKA FKUH. Edited by Dr. Syarifudin
Rauf,dkk. BIKA FKUH. Makassar.2009
3. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH. Makassar. 2009
4. Behrman. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. 2000
5. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On 2006].
Available from URL: http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm