Anda di halaman 1dari 6

ABSTRAK

Jambu mete merupakan tanaman pilihan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Timor Tengah Utara
(TTU)

yang beriklim kering. Di sisi lain, permintaan pasar dunia cukup tinggi dan harga cenderung naik. Sampel

penelitian ini adalah 30 petani dan 10 lembaga pemasaran. Data diperoleh melalui observasi,
wawancara,

dan diskusi terfokus dalam kelompok, kemudian dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif (Kelayakan

Usahatani: NPV, IRR, Sensitivity dan Margin Pemasaran) serta Analisis SWOT (IFAS, EFAS dan Matrik

SWOT). Hasil analisis diperoleh agribisnis jambu mete di Kabupaten TTU terdiri dari subsitem agroinput,

subsistem agroproduksi, subsistem agroindustri dan subsistem agroniaga serta lembaga penunjang

(infrastruktur, kelompok tani; penyuluh; dan KUD). Kelayakan usahatani memiliki nilai Net B/C 1,925;
NPV

Rp32.659.705, -; dan IRR 37,05. Terdapat 3 saluran tataniaga, dengan lembaga tataniaga terdiri dari

pengumpul desa, pedagang besar kupang/atambua, besar/grosir dan pedagang pengecer. Hasil analisis
IFAS

dan EFAS dengan menggunakan metode SWOT, diperoleh alternatif strategi S – O dalam pengembangan

jambu mete, yaitu meningkatkan produksi dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam bantuan bibit
unggul; integrase tanaman jambu mete – ternak sapi sebagai upaya perbaikan kesuburan tanah;
menguatkan

bargaining position melalui kelompok tani; dan penganekaragaman produk olahan kacang met

Komoditas perkebunan merupakan andalan

pendapatan nasional dan devisa negara

Indonesia, hal ini dapat dilihat dari nilai

ekspor komoditas perkebunan, sejak Tahun

2013 total ekspor perkebunan mencapai

US$ 29,476 milyar atau setara dengan

Rp353,713

triliun

(asumsi 1

US$=Rp12.000). Kontribusi sub sektor

perkebunan terhadap perekonomian

nasional semakin meningkat dan

diharapkan dapat memperkokoh

pembangunan perkebunan secara


menyeluruh

(Perkebunan, Direktorat

Jenderal, 2015).

Jambu mete, merupakan salah satu

produksi hasil perkebunan di Indonesia.

Perkembangan luas areal dan produksi

jambu mete di Indonesia mengalami

peningkatan. Negara tujuan ekspor jambu

mete Indonesia terbesar adalah Vietnam

dan India. Indonesia mengekspor hampir

90.08% ke negara tersebut. Berdasarkan

hasil proyeksi yang dilakukan, penawaran

jambu mete yang didasarkan pada proyeksi

produksinya tahun 2015-2019 mengalami

peningkatan sebesar 2,20% per tahun

(Siagian, 2015). Terdapat beberapa


wilayah di Indonesia yang memproduksi

jambu mete, salah satunya di Kabupaten

Timor Tengah Utara.

Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)

berada di wilayah perbatasan negara

dengan kondisi wilayah sebagian besar

berupa lahan kering yang memiliki alam

berbukit-bukit (BPS, 2018). Sesuai kondisi

alam tersebut, maka pengembangan

pertanian di wilayah perbatasan ini

difokuskan pada pengembangan pertanian

lahan kering (Priyanto & Diwyanto, 2014).

Salah satu tanaman yang cocok dengan

kondisi kekeringan dan banyak ditanam

masyarakat adalah jambu mete dan sedang

diupayakan secara maksimal untuk


menggalakkan pembudidayaan tanaman

Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu sumber devisa negara yang memberikan
kontribusi signifikan terhadap pendapatan petani di lahan marjinal. Jambu mete pada awalnya
dikembangkan di Indonesia sebagai tanaman penghijauan di lahan marjinal. Pengembangannya sampai
saat ini menyebar di seluruh Provinsi di Indonesia pada kondisi lahan dan iklim kering. Penanaman
jambu mete di Indonesia sebagaian besar (97%) diusahakan oleh rakyat baik secara monokultur maupun
polikultur dengan kondisi pertanaman yang bervariasi dari kurang baik sampai baik (Wawan Haryudin &
Otih Rostiana, 2016).

Pengembangan potensi ekspor kacang mete Indonesia cukup besar, namun nilai ekspor kacang mete
dari Indonesia masih sangat rendah. Dari data FAO dalam kurun 5 tahun (2004 – 2009) terjadi kenaikan
nilai total ekspor – impor biji kacang mete sebesar 65 % (impor) dan 57% (ekspor). Kenaikan angka ini
cukup besar yang mencerminkan kenaikan permintaan kacang mete dunia. Pada Tahun 2010 Indonesia
menduduki peringkat ke 5 penghasil biji kacang mete terbesar di dunia. Walaupun potensi ekspor
kacang mete Indonesia cukup besar, namun nilai ekspor masih sangat rendah . (Anonim1, 2012).

Nusa tenggara Timur merupakan salah satu sentra produksi jambu mete tersebar di beberapa
Kabupaten terutama Nagekeo, Sikka, Flores Timur, Sumba Barat, Sumba Timur, Ende dan Timur Tengah
Selatan. Total luas lahan jambu mete yang sudah digunakan di Kabupeten Nagekeo 1.252 ha dengan
jumlah produksi dari tahun ke tahun terus meningkat. Kabupaten Nagekeo adalah salah satu Kabupaten
di Pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan daerah pengembangan dan penyebaran
tanaman jambu mete. Luas Kabupaten ini adalah 1.417 Km² dan luasan sebaran tanaman jambu mete
adalah 5.241 ha, dengan produksi mencapai 1.379 ton atau 599 kg/ha (Dinas Pertanian NTT, 2017).

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan penilaian kelayakan teknis blok penghasil tinggi dan pohon induk
terpilih jambu mete di Kab. Nagekeo yang akan ditetapkan kembali dengan SK Direktur Jenderal
Perkebunan an. Menteri Pertanian sebagai kebun benih sumber.

1. Penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Jambu Mete

Penetapan Blok Penghasil Tinggi jambu mete di Kabupaten Nagekeo dilaksanakan oleh tim yang terdiri
dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor, Direktorat Jenderal Perkebunan, Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya, Pengawas Benih Tanaman
Provinsi NTT dan Dinas Pertanian (Bidang Produksi Perkebunan) Kabupaten Nagekeo.
Adapun tolak ukur penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan Pohon Induk Terpilih (PIT) berdasarkan
pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 327/Kpts/KB.020/10/2015 tanggal 30 Oktober 2015 tentang
Pedoman Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman Jambu Mete (Anacardium
occidentale

Anda mungkin juga menyukai