Anda di halaman 1dari 19

BMKG Ungkap Masa-masa Kritis Perubahan Iklim Dunia

CNN Indonesia
Jumat, 23 Oct 2020 07:15 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan
perubahan iklim saat ini berada dalam kondisi kritis. Kenaikan suhu setiap tahun ditambah
curah hujan ekstrem merupakan bukti masa kritis iklim.

"Semua ini merupakan bukti bahwa kita berada dalam masa krisis iklim yang terjadi pada skala
lokal hingga global, yang membutuhkan perhatian serius kita untuk memperlambat perubahan
iklim dan mengurangi dampaknya," ujar Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan
Kualitas Udara BMKG, Siswanto kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/10).

BMKG mencatat tahun 2016 dan 2019 merupakan dua tahun terpanas dalam catatan di
Indonesia. Siswanto mengatakan dalam periode itu, Organisasi Meteorologi Dunia menyatakan
2019 sebagai tahun terpanas ke-2 setelah 2016.

Periode 2015-2019 adalah periode lima tahun terpanas dalam sejarah Bumi dengan peningkatan
suhu rata-rata sekitar 1,1° C.

"Tahun terpanas 2016 diyakini telah dipengaruhi oleh peristiwa El Nino 2015/2016 yang kuat di
Samudra Pasifik Khatulistiwa," kata Siswanto.

Lihat juga:Efek La Nina, Banten Rawan Banjir Dan Longsor


Sedangkan 2019 dapat dikaitkan dengan peristiwa Mode Dipole Samudra Hindia (fase positif)
terkuat dalam 100 tahun terakhir. Akibatnya, Indonesia mengalami kekeringan yang signifikan
pada tahun 2019, meskipun tidak sekering tahun 2015.

Laporan terkini, meskipun saat ini sedang berlangsung La Nina di Samudera Pasifik yang dapat
sedikit mendinginkan suhu permukaan bumi, NOAA mencatat bahwa September lalu sebagai
bulan terhangat sepanjang data yang ada

"Hal ini membuat  2020 mungkin mencapai rekor baru tahun terpanas di Bumi. Rekor
menghangatnya suhu di Eropa dan Asia mengalahkan dampak pendinginan La Niña yang sedang
berkembang," kata Siswanto.
Sementara itu, Siswanto mengungkap dalam skala regional, 2019 menjadi terpanas kedua di
Indonesia setelah 2016. Suhu rata-rata permukaan Indonesia tahun 2019 adalah 0,84° C, di atas
rata-rata iklim periode 1981-2010.
Suhu Jakarta meningkat 1,6° C dalam 100 tahun terakhir, lebih tinggi dari kenaikan suhu global
Pada skala lokal, suhu di Jakarta meningkat seiring dengan pesatnya urbanisasi dan pemanasan
global. 
Lihat juga:Pakar: Waspada Gempa 8,5 M dari Siberut di 7 Wilayah Sumbar
Selama satu abad terakhir, ditemukan kenaikan sekitar 1,6° C per abad untuk suhu rata-rata
tahunan Jakarta selama periode 1866-2012. Kenaikan suhu di Jakarta lebih tinggi dibandingkan
kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,1° C.
"Suhu ini lebih tinggi dari kenaikan suhu rata-rata global 1,1° C selama periode 1880-2019 ,"
kata Siswanto.

Lebih lanjut, Siswanto juga mengatakan suhu maksimum meningkat lebih kuat dari suhu rata-
rata dan suhu minimum dengan tren 2,12° C per 100 tahun.

Peningkatan tren Suhu minimum yang lebih tinggi terlihat selama 50 tahun terakhir dengan laju
0,42° C per 10 tahun.
Ia mengatakan sejalan dengan perubahan suhu, perubahan curah hujan ekstrem yang
menyebabkan banjir juga terlihat jelas.  Catatan sejarah menunjukkan bahwa bencana banjir
terjadi berkali-kali di wilayah Jabodetabek sejak masa penjajahan.
Banjir tahun 1918 merupakan salah satu bencana yang paling merusak di wilayah ini, di mana
wilayah Jabodetabek tergenang selama satu bulan.  Siswanto mengatakan curah hujan ekstrem
semakin sering menyebabkan banjir setiap tahunnya.

"Tetapi banjir zaman dahulu tidak terjadi sesering di masa sekarang. Curah hujan ekstrem
pemicu banjir juga tidak setinggi hujan ekstrem saat ini," tutur Siswanto.
Lihat juga:Ahli Ingatkan Dampak Megatsunami Alaska Tak Sampai Indonesia
Seiring dengan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi, banjir besar lebih sering
terjadi di Jabodetabek, seperti yang terjadi pada 1979, 1996, 2002, 2007, 2008, 2013, 2015, dan
yang terakhir pada tahun 2020.

Curah hujan kumulatif ekstrem dalam 1 dan 2 hari dapat dikaitkan dengan peristiwa banjir
tersebut dan diatribusikan sebagai pemicu banjir.
Di sisi lain, Siswanto mengingatkan perlunya diperhatikan bahwa curah hujan tidak selalu
menjadi satu-satunya faktor penyebab banjir yang parah.
"Banjir tahun 2020, misalnya, disebabkan oleh curah hujan ekstrem harian yang belum pernah
terjadi sebelumnya dalam semua catatan curah hujan harian di wilayah Jabodetabek," tutur
Siswanto.

Siswanto mengungkap perubahan lingkungan antropogenik yang disebabkan oleh aktivitas


manusia  telah direspon oleh alam dengan cuaca ekstrem yang berdampak luas  pada kehidupan
manusia.

Perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi secara signifikan dari pola-pola cuaca (suhu di
atmosfer dan di laut, curah hujan, pola angin, dan variabel lainnya) yang dihitung berdasarkan
statistik dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun lamanya dalam cakupan regional
maupun global.

Perubahan Iklim di Indonesia


Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak
hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang
mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan
kuantitas air, habitat, hutan, kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.
Terlalu tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kualitas sumber air. Selain itu,
kenaikan suhu juga mengakibatkan kadar klorin pada air bersih.
Pemanasan global akan meningkatkan jumlah air pada atmosfer, yang kemudian meningkatkan
curah hujan. Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat meningkatkan jumlah sumber air
bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya kemungkinan air untuk
langsung kembali ke laut, tanpa sempat tersimpan dalam sumber air bersih untuk digunakan
manusia.
Fenomena-fenomena perubahan iklim telah terjadi di dunia, bahkan di Indonesia. Berikut ini
adalah beberapa fenomena perubahan iklim yang dirangkum oleh tim knowledge center.
Perubahan iklim berdampak sangat buruk bagi Indonesia, khususnya pada sektor keamanan
pangan dan sektor perikanan. Kekeringan yang terjadi di Indonesia mengubah pola tanam yang
mengakibatkan gagal panen. Selain itu, perubahan iklim juga mengubah arus laut dan
menyebabkan pengasaman laut, sehingga menyebabkan menurunnya hasil tangkapan ikan.

Pemanasan suhu bumi, kenaikan batasan air laut, terjadinya banjir dan juga badai karena
perubahan iklim akan membawa perubahan besar pada habitat sebagai rumah alami bagi
berbagai spesies binatang, tanaman, dan berbagai organisme lain.
Perubahan habitat akan menyebabkan punahnya berbagai spesies, baik binatang maupun
tanaman, seperti pohon-pohon besar di hutan yang menjadi penyerap utama karbondioksida. Hal
ini disebabkan karena mereka tidak sempat beradaptasi terhadap perubahan suhu dan perubahan
alam yang terjadi terlalu cepat. Punahnya berbagai spesies ini, akan berdampak lebih besar lagi
pada ekosistem dan rantai makanan.
Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim, sebagai paru paru bumi
hutan merupakan produsen Oksigen (O2), selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah
kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.

Pohon-pohon yang mati karena perubahan tata guna hutan, ataupun karena mengering dengan
sendirinya akibat meningkatnya suhu dalam perubahan iklim, akan melepaskan karbondioksida.
Selain itu, kematian pohon-pohon menyebabkan berkurangnya penyerap karbondioksida itu
sendiri. Dengan demikian, karbondioksida dan gas rumah kaca lain akan meningkat drastis.
Kenaikan suhu curah hujan dapat meningkatkan penyebaran wabah penyakit yang mematikan,
seperti malaria, kolera dan demam berdarah. Hal ini disebabkan karena nyamuk pembawa virus-
virus tersebut hidup dan berkembang biak pada cuaca yang panas dan lembab, dimana kondisi
demikian akan secara umum disebabkan oleh perubahan iklim.
Penipisan ozon menyebabkan peningkatan intesitas sinar ultra violet yang mencapai permukaan
bumi yang menyebabkan kanker kulit, katarak, dan penurunan daya tahan tubuh sehingga
manusia menjadi rentan terhadap penyakit. Manusia menjadi lebih rentan terhadap asma dan
alergi, penyakit kardiovaskular, jantung dan stroke.
Suhu yang terlalu panas, berkurangnya ketersediaan air, dan bencana alam yang disebabkan
perubahan cuaca dapat merusak lahan pertanian.
Suhu yang terlalu panas dan berkurangnya ketersediaan air akan menghambat produktivitas
pertanian. Perubahan iklim juga akan menyebabkan perubahan masa tanam dan panen ataupun
menyebabkan munculnya hama dan wabah penyakit pada tanaman yang sebelumnya tidak ada.
Peningkatan permukaan air laut menyebabkan bergesernya batas daratan di daerah pesisir yang
kemudian menenggelamkan sebagian daerah pesisir ataupun pemukiman di daerah pesisir.
Kenaikan suhu bumi yang menyebabkan mencairnya es pada dataran kutub-kutub bumi,
kemudian menyebabkan peningkatan permukaan air laut yang menenggelamkan pulau-pulau
kecil.
Dampak Perubahan Iklim di Indonesia

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dampak Perubahan Iklim di
Indonesia", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/dinipratiwi/5a2feefacaf7db2ec67ac402/dampak-perubahan-iklim-
di-indonesia?page=2&page_images=1
Kreator: Dini Pratiwi

erubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang akan terus terjadi sampai ratusan tahun
mendatang dan hal ini tidak dapat kita hindari.   Namun, pemanasan global yang terjadi sejak
revolusi industri telah mempercepat terjadinya perubahan iklim.  Walaupun kita tidak dapat
mencegah terjadinya perubahan iklim, namun kita dapat berupaya melakukan banyak hal agar
perubahan iklim tidak terjadi dengan cepat seperti saat ini. 

Banyaknya emisi karbon terperangkap di atmosfer membuat bumi semakin panas adalah faktor
penyebab terjadinya perubahan iklim.  Tanpa kita sadari, aktivitas-aktivitas yang kita lakukan
sehari-hari juga menyumbangkan jumlah emisi karbon di atmosfer.  Contohnya seperti polusi
udara berupa CO2 yang dihasilkan dari kendaraan bermotor yang kita kendarai.  Pembakaran
bahan bakar minyak di sektor transportasi di Jakarta menghasilkan 182,5 juta ton CO2 per tahun
(https://databoks.katadata.co.id).  Tidak hanya kendaraan, alat-alat elektronik yang kita gunakan
sehari-hari seperti lampu, kipas angin, televisi, air conditioner, komputer dan alat elektronik
lainnya yang menggunakan listrik juga menimbulkan kenaikan konsentrasi emisi CO2.
Kegiatan-kegiatan industri lainnya di pabrik dan perkantoran juga merupakan salah satu
penyumbang emisi gas rumah kaca di atmosfer.

Masih banyak orang yang tidak peduli terhadap lingkungan karena tidak menyadari dampak dari
perubahan iklim yang terjadi saat ini.  Perubahan iklim telah memberikan dampak yang besar
bagi Indonesia di berbagai macam sektor.  Kenaikan suhu yang terjadi sejak pertengahan abad 19
menyebabakan cuaca ekstrim di dunia yang memicu berbagai bencana alam.  Diperkirakan pada
tahun 2050, 136 kota-kota besar di dunia yang terletak di wilayah pesisir akan mengalami
kerugian sebesar 52 juta dolar amerika akibat banjir karena naiknya permukaan air laut dan
badai.  Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta merupakan salah satu diantara sepuluh kota-
kota di dunia yang paling beresiko mengalami kerugian besar akibat banjir karena naiknya
permukaan air laut [1][2].

Kenaikan air laut yang menyebabkan abrasi pantai dan mundurnya garis pantai beberapa
kilometer menyebabkan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir menjadi kehilangan tempat
tinggal dan sumber daya [3].  Pulau-pulau kecil di Indonesia terancam tenggelam akibat naiknya
permukaan air laut.
Beberapa tahun ini siklon tropis melanda sejumlah daerah di Indonesia.  Berdasarkan Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sudah ada lima kali siklon tropis yang terjadi
di Indonesia.  Siklon tropis Durga melanda perairan barat daya Bengkulu tahun 2008
menimbulkan gelombang setinggi tiga meter.  Tahun 2010 siklon tropis Anggrek menerjang
perairan barat Sumatra.  Empat tahun kemudian perairan barat daya Sumatra terkena siklon
tropis Bakung.  Bulan November lalu timbul siklon tropis Cempaka di perairan selatan Jawa
Tengah yang membuat curah hujan yang tinggi di Yogyakarta dan banjir di Pacitan.  Siklon
tropis Dahlia meningkat di wilayah barat daya Bengkulu terjadi pada bulan November tahun ini.
Curah hujan yang tinggi di Bengkulu merambat ke Lampung hingga Jawa Barat bagian selatan
berpotensi banjir dan longsor. 

Banjir yang diakibatkan dari curah hujan yang tinggi membuat lingkungan menjadi tercemar dan
kotor sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diare, kolera, demam berdarah.
Beberapa penyakit lainnya seperti malaria juga ditimbulkan karena kenaikan suhu di atmosfer.
Dalam sektor kesehatan, perubahan iklim tentu saja telah menimbulkan berbagai penyakit di
Indonesia. 

Sebagai negara agraris, Indonesia mengalami kerugian besar dalam sektor pertanian akibat
perubahan iklim.  Terjadinya musim kemarau yang panjang saat El-Nino Southern Oscillation
(ENSO) menyebabkan kekeringan pada lahan pertanian membuat sistem irigasi menjadi
terganggu sehingga menyebabkan kekeringan.  Area pertanian menjadi berkurang karena
meningkatnya kerusakan lahan pertanian karena kurangnya ketersediaan air. 

Perubahan iklim juga menimbulkan hama-hama dan wabah penyakit pada tanaman.  Saat musim
kemarau berkepanjangan muncul hama penggerek batang padi, hama belalang kembara.
Sedangkan musim hujan menimbulkan penyakit kresek dan blas pada padi [4].  Terjadi
penurunan produksi pangan palawija dan gagal panen berpengaruh pada berkurangnya
pendapatan para petani yang menyebabkan mereka bermigrasi ke daerah lain untuk mencari
nafkah.

Indonesia yang merupakan segitiga terumbu karang dunia mengalami dampak yang cukup besar
bagi terumbu karang akibat perubahan iklim.  Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, kematian karang di Pulau Seribu dan Pulau Karimunjawa mencapai 90% pada tahun
1982-1983 dan terjadi lagi kematian karang di Laut Jawa sebesar 60% - 70 % tahun 1997 -1998
saat terjadi ENSO.  Kenaikan suhu air laut membuat terumbu karang menjadi stress sehingga
melepaskan alga yang menghasilkan nutrisi bagi terumbu karang.  Pemutihan karang ini
merupakan tanda bahwa karang dalam keadaan sekarat dan akan mati dalam beberapa bulan.
Sebagian besar hewan laut yang tinggal di terumbu karang menjadi kehilangan tempat
tinggalnya.  Karang merupakan sumber keaneka ragaman hayati yang yang paling penting dan
produktif [5].  Terumbu karang menjadi tempat tinggal lebih dari dua puluh lima persen ikan laut
[6].  Keberadaan terumbu karang sebagai dasar ekosistem laut dapat mengubah keberagamaan
biota laut.
Indonesia sebagai penghasil mangrove terbesar di dunia berperan penting dalam mitigasi
perubahan iklim.  Beberapa fungsi mangrove diantaranya sebagai habitat satwa, tempat
sekuestrasi karbon, menjaga stabilitas pantai dari abrasi oleh ombak sehingga dapat memperkecil
efek gelombang tsunami [7] [8]. Namun terjadi penurunan secara drastis luas kawasan hutan
mangrove di Indonesia dari 4.25 juta ha menjadi 3.7 juta ha dalam tiga dekade belakangan ini.
Terdapat 5.5 juta ha di luar kawasan hutan mangrove, yang 4.8 juga ha dalam keadaan rusak.
Keberadaan ekosistem mangrove di Indonesia dalam posisi mengkhawatirkan [7].  Dari apa yang
telah terjadi, kita sebagai masyarakat Indonesia seharusnya lebih peduli terhadap keberadaan
mangrove di Indonesia dengan berkontribusi melakukan budidaya penanaman mangrove.
Kawasan mangrove seharusnya tidak dibabat menjadi tambak.

Mitigasi lainnya yang sedang diupayakan Indonesia yaitu melakukan pembangunan ramah
lingkungan.  Lima kota di Indonesia sudah menerapkan konsep smart city dengan salah satu
pilarnya yaitu smart environment. Ruang Terbuka Hijau semakin diperluas, Kita berharap
adanya smart cities dapat menciptakan pembangunan yang ramah lingkungan untuk mengurangi
terjadinya perubahan iklim.  Peningkatan luas ruang terbuka hijau, mengurangi sampah, efisiensi
energi merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan di perkotaan.

Selain peran pemerintah, kita sebagai manusia yang tinggal di bumi harus berkontribusi nyata
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.  Kita dapat membiasakan diri dengan green lifestyle
seperti mengurangi penggunaan plastik, mengurangi penggunaan listrik dan memakai energi
alternatif seperti energi solar, menggunakan transportasi umum dan mendaur ulang sampah.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat kedua penghasil sampah plastik terbesar di dunia.
Enam puluh sampai delapan puluh pesen limbah yang mengambang di laut adalah plastik [9]
[10]. Limbah plastik merupakan masalah global yang dapat membahayakan lingkungan karena
sulit terurai sehingga semakin menumpuk setiap tahunnya [11].  Sampah plastik juga
membahayakan kelangsungan hidup mereka dan lebih parahnya dapat menyebabkan kematian
akibat tertelan oleh satwa laut[10]. 

Hal-hal optimis yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan plastik yaitu membawa tas
atau kantong sendiri ketika belanja, menggunakan botol minum sendiri daripada membeli botol
kemasan sekali pakai, tidak menggunakan sedotan plastik melainkan menggunakan sedotan
bambu, serta menerapkan reuse, reduce, recycle sampah.  

Dengan melihat berbagai akibat dari perubahan iklim, kita harus sadar bahwa perubahan iklim
yang terjadi saat ini menimbulkan berbagai dampak yang menimbulkan kerugian, bahaya dan
resiko sangat besar dan banyak yang dapat mempengaruhi kehidupan kita di Indonesia.  Oleh
karena itu, mulai dari sekarang kita harus turut beraksi dan bertindak dalam menjaga lingkungan
agar perubahan iklim yang terjadi tidak semakin memburuk.
Perubahan Iklim Global: Pengertian, Faktor Penyebab, Dampak dan Upaya
Penanggulangannya

Perubahan Iklim Global – Perubahan iklim merupakan suatu perubahan jangka panjang dalam
pola cuaca tertentu di suatu wilayah. Perubahan iklim ini sendiri sering dikaitkan dengan
pemanasan global. Pemanasan global adalah kenaikan pada suhu Bumi yang kemudian
berlangsung selama satu dekade atau lebih dimana salah satu penyebabnya adalah perubahan
iklim. Simak pembahasan lebih lengkap mengenai Perubahan Iklim Global yaitu mulai dari
Definisi, Faktor Penyebab, Dampak dan Upaya Penanggulangannya berikut ini :

Pengertian Perubahan Iklim


Iklim merupakan rata-rata cuaca yang juga menjadi penanda keadaan atmosfer dalam suatu
kurun waktu tertentu. Iklim juga didefinisikan sebagai ukuran variabilitas kuantitas serta rata-rata
yang relevan dari sebuah variabel tertentu yaitu curah hujan, temperatur, atau angin pada suatu
periode tertentu, yang umumnya merentang dari bulan hingga tahunan atau bahkan hingga jutaan
tahun.
Iklim sendiri berubah secara terus menerus karena adanya interaksi antara suatu komponen dan
faktor eksternal misalnya saja pada erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, serta faktor-faktor
yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pada perubahan penggunaan lahan serta
penggunaan bahan bakar fosil.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri mengungkapkan perubahan iklim
disebabkan oleh aktivitas manusia baik itu secara langsung maupun tidak langsung hingga
kemudian mengubah variabilitas iklim alami dan komposisi dari atmosfer global pada suatu
periode waktu yang dapat diperbandingkan.
Komposisi atmosfer global ini diantaranya komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah
Kaca (GRK) yang terdiri dari atas Nitrogen, Karbon Dioksida, Metana, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, Gas Rumah Kaca sendiri dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap dalam
keadaan stabil. Meski demikian konsentrasi Gas Rumah kaca sendiri kemudian kian meningkat
dan membuat lapisan atmosfer menjadi semakin tebal. Penebalan pada lapisan atmosfer ini
kemudian menyebabkan sejumlah panas bumi menjadi terperangkap di atmosfer dan menumpuk
hingga akhi
Pembahasan mengenai gas rumah kaca yang berperan dominan dalam peningkatan temperatur
rata-rata permukaan bumi juga dapat kamu pelajari pada buku Sains Perubahan Iklim yang juga
membahas berbagai topik lainnya terkait perubahan iklim.

Penyebab Perubahan Iklim


1. Efek Rumah Kaca
Gas Rumah Kaca sebagai penyebab perubahan iklim pertama dan berasal dari gas-gas rumah
kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi sendiri turut berperan dalam hal ini, misalnya pada kaca
di rumah yang memerangkap panas matahari kemudian menghentikannya agar tidak bocor
kembali ke angkasa.
Banyak dari gas-gas ini terjadi secara alami, meski berbagai aktivitas manusia disekitarnya
meningkatkan konsentrasinya di atmosfer, khususnya pada metana, karbon dioksida (CO2),
gas berfluorinasi CO2 dan dinitrogen oksida sebagai gas rumah kaca yang paling umum
diproduksi oleh aktivitas manusia serta bertanggung jawab atas 64% pemanasan global buatan
manusia

Konsentrasinya di atmosfer saat ini adalah 40% lebih tinggi jika dibandingkan saat
industrialisasi dimulai dahulu, Gas rumah kaca lainnya sendiri dipancarkan dalam jumlah
yang lebih kecil, tetapi mereka memerangkap panas jauh lebih efektif dibanding CO2, serta
dalam beberapa kasus ribuan kali lebih kuat. Metana ini bertanggung jawab atas nitro oksida
sebesar 6% dan 17% pemanasan global buatan manusia.

2. Peningkatan Emisi
Penyebab perubahan iklim yang kedua berasal dari peningkatan emisi yang diakibatkan oleh
ulah manusia, misalnya saja pada Pembakaran minyak, batu bara, dan gas yang akan
menghasilkan dinitrogen oksida dan karbon dioksida. Ha ini juga disebabkan oleh deforestasi
atau penebangan hutan.

Pohon sendiri membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Karenanya
saat terjadi penebangan, efek menguntungkan kemudian hilang dan karbon yang tersimpan di
pohon akan dilepaskan ke atmosfer, dan menambah efek rumah kaca di bumi. Selain itu
peningkatan emisi juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah peternakan, khususnya pada
Sapi dan domba, dimana keduanya menghasilkan metana dalam jumlah besar saat mencerna
makanan.

Tak hanya itu pupuk yang mengandung nitrogen juga menghasilkan emisi nitro oksida, Gas-
gas ini berfluorinasi hingga kemudian menghasilkan efek pemanasan yang sangat kuat, yaitu
hingga 23.000 kali lebih besar dibanding CO2.

3. Pemanasan Global
Penyebab perubahan iklim lainnya berasal dari aktivitas pemanasan global. Pembangkit listrik
dan instalasi industri lainnya ialah penghasil CO2 utama. Suhu rata-rata global saat ini sendiri
adalah 0,85ºC lebih tinggi jika dibandingkan dengan akhir abad ke-19.

Masing-masing dari tiga dekade terakhir ini sendiri telah lebih hangat dibandingkan dekade
sebelumnya sejak pencatatan mulai dilakukan yaitu pada tahun 1850an. Para ilmuwan iklim
terkemuka mengemukakan pendapatnya mengenai penyebab pemanasan global adalah
aktivitas manusia.

Hal ini sendiri telah diamati  sejak pertengahan abad ke-20. Peningkatan 2°C dibanding suhu
pada masa pra-industri ini dinilai para ilmuwan sebagai ambang batas. Di mana kemudian
terdapat risiko yang jauh lebih tinggi bahwa perubahan yang berbahaya serta berbagai
bencana di lingkungan global kemungkinan akan terjadi. Karenanya hingga saat ini banyak
diantara negara lain telah menanamkan kepada warganya tentang pentingnya menjaga
pemanasan dibawah 2°C.

4. Perubahan Orbit Bumi


Penyebab terjadinya perubahan iklim selanjutnya berasal dari orbit bumi yang mengalami
perubahan. Dalam  800.000 tahun terakhir, terdapat siklus alami dalam iklim Bumi di antara
zaman es serta periode interglasial yang lebih hangat. Usai zaman es terakhir di 20.000 tahun
yang lalu, suhu global kemudian naik rata-rata sekitar 3°C – 8°C dalam kurun waktu 10.000
tahun terakhir.

Peneliti juga menghubungkan kenaikan suhu dalam 200 tahun terakhir ini dengan kenaikan
level CO2 di atmosfer. Tingkat gas rumah kaca ini sendiri kini telah berada jauh di atas siklus
alami dalam kurun waktu 800.000 tahun terakhir. Orbit bumi yang berada di sekitar matahari
adalah lingkaran bukannya elips.

Kadang ia hampir melingkar dimana jarak Bumi berada kira-kira sama dari Matahari saat ia
bergerak mengelilingi orbitnya. Pada waktu lainnya elips lebih menonjol hingga Bumi
bergerak lebih dekat dan jauh dari matahari saat mengorbit. Saat Bumi lebih dekat ke
matahari sendiri, iklim kemudian akan menjadi lebih hangat.

Berbagai penyebab perubahan iklim serta cara yang dapat kita lakukan utnuk menghentikannya
dapat kita temukan pada buku Why? Climate Change – Perubahan Iklim dengan penyampaian
informasi yang menarik dan juga menyenangkan.

Dampak Perubahan Iklim


Pola cuaca merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan yang akan mempengaruhi
tanaman, dan pangan, air yang kita konsumsi, tempat tinggal, serta berbagai aktivitas dan
kesehatan manusia. Karenanya perubahan iklim benar-benar akan berdampak serius terhadap
kehidupan seseorang.
Tak seorang pun yang mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa depan Namun para
ahli kemudian memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana
iklim kemudian akan berubah ke arah yang lebih buruk jika manusia terus menerus menggunduli
hutan, membuang-buang energi serta menggunakan sistem pertanian yang buruk.
Lalu perubahan iklim seperti apa yang akan terjadi di Indonesia? Musim kemarau
berkepanjangan yang lebih panas termasuk diantaranya gelombang panas, intensitas hujan yang
terus berkurang di musim kemarau, serta kekeringan yang parah. Curah hujan yang berlebih di
musim penghujan sendiri kemudian akan mengakibatkan naiknya air di permukaan laut. Tentu
saja perubahan iklim ini kemudian akan menimbulkan berbagai dampak negatif. Berikut
beberapa diantaranya yang perlu kamu ketahui:
1. Kepunahan Ekosistem
Kemungkinan terjadinya kepunahan ekosistem yaitu pada spesies hewan dan tumbuhan
adalah 20-30 persen hal ini terjadi jika bertambah CO2 di atmosfer serta kenaikan suhu rata-
rata global sebanyak 1,5-2,5 derajat Celcius, yang kemudian akan turut meningkatkan tingkat
keasaman laut. Hal ini kemudian akan berdampak negatif terhadap para organisme-organisme
laut seperti misalnya pada terumbu karang, hingga berbagai spesies yang hidupnya
bergantung terhadap organisme tersebut.

2. Pangan dan Hasil Hutan


Diperkirakan produktivitas pertanian yang berada di daerah tropis akan mengalami penurunan
jika terjadi kenaikan suhu rata-rata global di antara 1-2 derajat Celcius, hingga kemudian
meningkatkan resiko bencana kelaparan.

Meningkatnya frekuensi banjir serta kekeringan kemudian akan memberi dampak buruk
terhadap  produksi lokal utamanya pada penyediaan pangan pada area tropis dan subtropis.
Jika perubahan iklim kemudian terjadi, maka hasil panen akan turut menurun pula, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Berbagai dampak perubahan iklim ini juga dibahas pada buku
Educomics Plants Vs Zombies: Cuaca Dan Iklim yang dikemas melalui ilustrasi sehingga
lebih mudah dimengerti.

Sebagian tanaman sendiri sangat mungkin hancur, hingga kian sulit menghasilkan tanaman
pangan yang baik. tingkat kesuburan sebagian tanah yang berkurang juga membuatnya tak
dapat lagi dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Efeknya terhadap petani adalah kian sulitnya
mendapatkan makanan.

Sehingga sebagian dari warganya kemudian terpaksa harus berpindah ke area lain. Petani-
petani nantinya menjadi harus berebut untuk mendapatkan lahan yang subur. Sementara untuk
area hutan dimana sebagian besar wilayah Kalimantan kemudian terdiri dari hutan penghasil
kayu, makanan, serta produk-produk lainnya, sebut saja rotan.

Hutan juga turut membantu dalam mencegah terjadinya polusi air hingga menghambat
terjadinya erosi. Hutan membantu menyimpan pasokan air hal ini dikarenakan hutan akan
menyerap air hujan pada musim penghujan dan membantu melepaskannya di musim kemarau.
Hutan berfungsi sebagai rumah bagi banyak hewan liar, mulai dari serangga, burung, hingga
berbagai tanaman.

Keanekaragaman hayati ini sendiri sangatlah penting bagi sistem alami yang kemudian akan
membuat lingkungan berfungsi dengan baik. Terjadinya perubahan iklim  akan memberi
dampak yang buruk pada kondisi hutan, tak hanya itu jumlah makanan serta produk hutan pun
akan terus mengalami penurunan. Manusia yang menjual hasil hutan menjadi kian merugi.
Selain itu Fungsi hutan dalam hal pengatur sistem hidrologi dan penyaring air akan kian
melemah. Kuantitas air tanah juga akan berkurang dengan kualitas air yang terus menurun.
Dengan terus berkurangnya keanekaragaman hayati, sistem alami tak lagi berjalan secara
efektif. Tanaman akan kian menderita hal ini dikarenakan perubahan iklim yang juga
meningkatkan jumlah penyakit dan hama.

3. Pesisir dan dataran rendah


Daerah pantai akan kian rentan terhadap naiknya permukaan air laut dan erosi pantai.
Kerusakan pesisir ini sendiri kemudian akan diperparah oleh berbagai tekanan manusia di
daerah pesisir. Diperkirakan pada tahun 2080 nanti sekitar jutaan orang akan terkena banjir
setiap tahun diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut.

Resiko terbesar yang akan dihadapi adalah padat penduduknya area di dataran rendah dengan
tingkat adaptasi yang rendah. Selain itu sesungguhnya penduduk yang paling terancam ialah
yang berada di Afrika dan delta-delta Afrika, Asia serta para penduduk yang bermukim di
pulau-pulau kecil.

4. Sumber dan Manajemen air tawar


Hingga saat ini rata-rata ketersediaan air di daerah subpolar, aliran air sungai dan daerah
tropis basah diperkirakan akan mengalami peningkatkan sekitar 10-40 persen. Sementara pada
daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air kemudian akan mengalami pengurangan
sekitar 10-30% hingga akhirnya berbagai daerah yang kini mengalami kekeringan kemudian
akan semakin menjadi parah kondisinya.

5. Industri, permukiman dan masyarakat


Industri, permukiman serta masyarakat yang kian rentan umumnya berada di daerah bantaran
sungai dan pesisir serta mereka yang tingkat perekonomiannya terkait erat dengan keberadaan
sumber daya yang sensitif terhadap iklim, juga ia yang tinggal di daerah-daerah yang sering
dilanda berbagai bencana ekstrim, dimana urbanisasi biasanya kemudian berlangsung dengan
sangat cepat.

Komunitas dengan ekonomi kebawah sendiri sangat rentan karena kapasitas adaptasi yang
mereka miliki terbatas, dan kehidupannya yang sangat tergantung pada sumberdaya, dimana
Sumber Daya ini keberadaannya sangat mudah terpengaruh oleh iklim dan persediaan
makanan juga air. Temukan pula pembahasan lebih lanjutnya pada buku Kebijakan Fiskal,
Perbahan Iklim, dan Keberlanjutan Pembangunan.

6. Kesehatan
Penduduk yang kapasitas beradaptasinya rendah akan kian rentan terhadap berbagai penyakit
yang melanda, umumnya adalah gizi buruk, diare, dan berubahnya pola distribusi pada
penyakit-penyakit yang ditularkan dari berbagai hewan khususnya serangga.
Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Menanggulangi Perubahan Iklim
Meski tingkat emisi GRK terus meningkat, namun terdapat juga banyak peluang untuk
menguranginya. Salah satunya adalah dengan melalui perubahan pola konsumsi dan gaya hidup.
Berikut ini beberapa rekomendasi kebijakan  dan instrumen yang dapat dilakukan untuk
menurunkan emisi GRK di bumi, seperti diantaranya:
1. Sektor Energi
Pada sektor energi yang bisa dilakukan adalah mengurangi subsidi bahan bakar fosil, Pajak
karbon yang digunakan untuk bahan bakar fosil, serta menggalakan kebiasaan menggunakan
energi terbarukan, tak lupa penetapan harga listrik bagi energi terbarukan, juga subsidi bagi
para produsen.

2. Sektor Transportasi
Pada suatu sektor transportasi adalah dengan menggalakan penggunaan biofuel, mewajibkan
penggunaan bahan bakar dengan standar CO2 untuk alat-alat transportasi di jalan raya,
STNK, Pajak unstuck plebeian endbrain, tarif penggunaan jalan serta parker. Tak lupa juga
merancang suatu kebutuhan transportasi dengan sebelumnya melalui regulasi penggunaan
lahan dan perencanaan infrastruktur yang baik, terakhir adalah berupaya lebih memilih
menggunakan transportasi tak bermotor serta menggunakan fasilitas angkutan umum.

3. Sektor Gedung
Menerapkan standar dan label terhadap berbagai peralatan, regulasi gedung dan sertifikasi
termasuk diantaranya dalam percontohan pemerintah pada pengadaan, insentif yang diberikan
kepada perusahan di bidang energi.Apalagi sekitar 70% penggunaan energi, berasal dari
konstruksi dan bangunan yang menyumbang 39% dari emisi karbon dioksida, selain itu dalam
kurun waktu 15 tahun mendatang infrastruktur perkotaan ini akan dibangun, seiring dengan
semakin cepatnya proses migrasi dari desa ke kota (atau sebaliknya).Selain itu yang sama
pentingnya adalah memperbaiki bagaimana kualitas bangunan yang didirikan, meningkatkan
standar bangunan, serta memikirkan kembali perencanaan kota seperti misalnya saja
memberikan insentif untuk mini-grid solutions. Tak hanya itu sama pentingnya mengatasi
CF11, emisi metana, dan nitrooksida yang diinduksi oleh manusia hingga kemudian
menemukan solusi yang lebih cerdas untuk pemanasan, pendinginan, dan pengelolaan limbah.

4. Sektor Industri
Memberlakukan standar pada subsidi, pajak untuk kredit juga perjanjian sukarela. Pada sektor
pertanian sendiri sebaiknya diberikan Insentif finansial serta regulasi-regulasi yang akan
memudahkan dalam memperbaiki manajemen lahan, irigasi yang efisien, penggunaan pupuk
serta mempertahankan kandungan karbon dalam tanah.

5. Sektor Kehutanan
Insentif finansial dalam hal internasional juga nasional memiliki berbagai tujuan diantaranya
mempertahankan lahan hutan, manajemen hutan, memperluas area kehutanan, hingga
mengurangi deforestasi atau penebangan liar yang kerap terjadi. Regulasi pemanfaatan lahan
serta penegakan regulasi tersebut.

Melindungi dan memulihkan hutan tropis. Tanam triliunan pohon untuk meningkatkan
ketahanan pangan, menyelamatkan keanekaragaman hayati, membantu mengurangi CO2,
membuka mata pencaharian serta menolong ekonomi pedesaan.

Dalam melakukan hal ini, sangat perlu peningkatan investasi yang gunanya mengurangi
separuh pembabatan hutan tropis pada tahun 2020, menghentikan deforestasi secara global
pada tahun 2030 serta mengumpulkan sekitar US$ 50 miliar per tahun dalam kebutuhannya
mencapai target 350 juta hektar hutan serta restorasi bentang alam di tahun 2030 sejalan
dengan berlangsungnya Bonn Challenge. Hingga saat ini, 168 juta hektar restorasi kemudian
telah dijanjikan oleh 47 negara. Sangat perlu menanam lebih banyak pohon di padang rumput
juga lahan tanah pertanian tak lupa pentingnya pemulihan lahan gambut.

6. Sektor Pertanian dan Makanan


Menurut Emissions Gap Report 2018 dari UN Environment, sistem pangan dari produksi
hingga konsumsi berpotensi mengurangi hingga 6,7 gigaton CO2. Pangan menduduki urutan
kedua setelah sektor energi.

Manusia membutuhkan transformasi pangan global dalam 12 tahun ke depan, di mana limbah
makanan dikurangi, serta menjalankan diet dan pola hidup sehat melalui penurunan asupan
protein hewani, menurut badan PBB ini. UNEP menambahkan, penduduk dunia juga perlu
memberi insentif pada pertanian agar lebih tanggap terhadap iklim dan berkelanjutan, serta
mengakhiri situasi pangan yang tidak adil saat ini di mana lebih dari 820 juta orang
kekurangan gizi.
Efek Rumah Kaca – Pengertian, Penyebab, dan Cara Menanggulanginya
by sereliciouz November 18, 2019

Semakin hari, suhu permukaan Bumi terasa semakin panas ya. Hal itu terbukti dengan semakin
banyaknya es yang mencair di Kutub Utara. Baru-baru ini, para peneliti menemukan bahwa es di
Laut Alaska mencair lebih awal dengan keadaan yang tidak biasa. Tidak hanya itu, pada bulan
Juni sampai Juli 2019, negara-negara di Eropa dilanda gelombang panas yang ekstrem.
Fenomena ini merupakan fenomena yang jarang terjadi di daratan Eropa. 
Kira-kira mengapa ya suhu di Bumi semakin hari semakin meningkat? Ternyata, peningkatan
suhu Bumi disebabkan oleh adanya pemanasan global. Pemanasan global tersebut dipicu oleh
aktivitas efek rumah kaca. Memangnya apa sih efek rumah kaca itu? Serta bagaimana proses
terbentuknya efek rumah kaca?
Rumah kaca adalah suatu bangunan yang didesain sedemikian sehingga menyerupai rumah yang
dinding, alas, dan atapnya terbuat dari kaca. Dengan adanya rumah kaca ini, diharapkan udara
panas bisa terperangkap di dalamnya agar saat musim dingin tiba, para petani bisa tetap bercocok
tanam. Lalu, apa hubungan antara rumah kaca dan efek rumah kaca?
Pada prinsipnya, efek rumah kaca ini memiliki kesamaan dengan rumah kaca, yaitu
terperangkapnya radiasi sinar Matahari di atmosfer Bumi. Gas di atmosfer Bumi yang mampu
menahan cahaya Matahari disebut sebagai gas rumah kaca. Salah satu contoh gas rumah kaca
adalah CO2 (karbondioksida). Tanpa adanya efek rumah kaca ini,  suhu Bumi hanya -18o C,
sehingga seluruh permukaan Bumi akan tertutup oleh es. 
Sebenarnya, efek rumah kaca adalah fenomena yang memberikan banyak manfaat bagi
kelangsungan hidup di Bumi. Permasalahannya, jika konsentrasi gas rumah kaca di udara
semakin banyak, maka semakin banyak panas yang terperangkap di Bumi. Hal itu menyebabkan
suhu Bumi semakin meningkat setiap tahunnya. Jika dibiarkan terus menerus, banyak populasi
makhluk hidup yang akan musnah.

Penyebab Efek Rumah Kaca


Gas apa sajakah yang bisa menyebabkan efek rumah kaca?
1. Uap air (H2O)
2. Karbondioksida (CO2)
3. Metana (CH4)
4. Ozon (O3)
5. Nitrous Oksida (N2O)
6. CFC (Chloro Fluoro Carbon) dan HFC (Hidro Fluoro Carbon)
Kontribusi masing-masing gas bergantung pada lamanya gas bertahan di atmosfer. Salah satu gas
yang mampu bertahan cukup lama di atmosfer adalah CO 2. Beberapa dekade terakhir, emisi gas
CO2 di udara semakin meningkat akibat aktivitas manusia.
Contoh aktivitas manusia yang menghasilkan banyak emisi gas CO2 maupun gas rumah kaca
lainnya adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan bahan bakar batu bara secara berlebihan untuk bidang industri dan
pembangkit tenaga listrik.
Pembakaran batu bara secara berlebihan pada proses industri maupun pembangkit listrik
akan menghasilkan gas sampingan berupa CO2. Gas ini nantinya akan dilepaskan ke udara
dalam bentuk emisi.
2. Penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.
Pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan gas rumah kaca berupa
karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O).
3. Penggunaan CFC pada kulkas maupun AC
CFC merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai pendingin di dalam kulkas maupun
AC. Penggunaan CFC secara berlebih bisa mengakibatkan penipisan lapisan ozon. Molekul
CFC bersifat ringan sehingga mudah berikatan dengan molekul ozon. Jika CFC dan ozon
bereaksi, lapisan ozon menjadi semakin tipis.
4. Pembakaran hutan secara besar-besaran
Salah satu ulah manusia yang cukup memberikan peningkatan efek rumah kaca adalah
pembakaran hutan secara liar dan besar-besaran. Jika hutan dibakar, akan terbentuk hasil
samping berupa gas rumah kaca seperti CO2. Gas ini akan dilepaskan ke udara dan menjadi
penahan radiasi sinar Matahari.
5. Industri pertanian
Penggunaan pupuk nonorganik untuk meningkatkan hasil pertanian ternyata membawa
dampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan pupuk tersebut bisa menghasilkan gas rumah
kaca seperti nitrous oksida (N2O) yang nantinya dilepaskan ke udara.
6. Industri peternakan
Limbah industri peternakan seperti kentut dan kotoran sapi ternyata bisa menghasilkan gas
rumah kaca, seperti karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Semakin banyak limbah
peternakan yang dibiarkan begitu saja, semakin besar pula gas rumah kaca yang dilepaskan
ke udara.
7. Penebangan liar
Tahukah kamu jika keberadaan tumbuhan sangat bermanfaat bagi manusia. Selain sebagai
sumber makanan, tumbuhan bisa digunakan sebagai media untuk mengurangi efek rumah
kaca karena untuk melakukan fotosintesis, tumbuhan membutuhkan karbondioksida dan uap
air. Dengan semakin maraknya penebangan liar, keberadaan tumbuhan semakin terancam.
Artinya, semakin berkurang pula media untuk mengurangi efek rumah kaca.
Setelah belajar tentang penyebab efek rumah kaca, kini saatnya Quipperian belajar tentang
proses terjadinya efek rumah kaca. 

Proses Terjadinya Efek Rumah Kaca


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa efek rumah kaca ini sebenarnya bermanfaat
bagi kelangsungan hidup makhluk di Bumi. Proses terjadinya efek rumah kaca pun berlangsung
secara alami dengan bantuan sinar Matahari. Bagaimana prosesnya?
Atmosfer Bumi terdiri dari empat lapisan. Adapun urutan lapisan paling bawah sampai paling
atas berturut-turut adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Saat Matahari
memancarkan radiasinya, berlaku keadaan berikut.
1. 35% dari radiasi tersebut tidak sampai di permukaan Bumi. Untuk radiasi gelombang
pendek, seperti alfa, beta, dan gamma, akan habis terserap di tiga lapisan teratas
(termosfer, mesosfer, dan stratosfer) dan sisanya dipantulkan kembali ke luar angkasa.
2. 65% sisanya masuk ke lapisan troposfer dengan penjabaran sebagai berikut.
1. 14% diserap oleh uap air, debu, dan molekul gas.
2. 51% sampai ke permukaan Bumi dengan ketentuan sebagai berikut.
1. 37% merupakan radiasi langsung.
2. 14% merupakan radiasi difus yang sudah terhambur di lapisan troposfer oleh molekul gas
maupun partikel debu.
3. Radiasi yang sampai ke Bumi ini, sebagian akan diserap dan sisanya dipantulkan kembali
dalam bentuk radiasi sinar inframerah.
3. Sinar inframerah hasil pantulan tersebut nantinya akan diserap oleh gas rumah kaca, seperti
uap air, CO2, CH4, dan O3. Nah, sinar inframerah yang terperangkap di dalam gas rumah
kaca inilah yang menyebabkan naiknya suhu permukaan Bumi. Fenomena ini disebut
sebagai efek rumah kaca.

Sumber: https://steemit.com/
Permasalahan yang muncul saat ini adalah, kadar gas rumah kaca di atmosfer semakin banyak
karena aktivitas manusia. Hal ini memicu semakin banyaknya sinar inframerah yang
terperangkap di dalamnya. Akibatnya, muncul dampak merugikan yang bisa mengancam
kehidupan makhluk di Bumi.
Dampak Efek Rumah Kaca
Telah tampak berbagai kerusakan akibat peningkatan efek rumah kaca ini. Adapun dampaknya
adalah sebagai berikut.
1. Naiknya suhu permukaan Bumi
Efek rumah kaca merupakan pemicu terjadinya pemanasan global (global warming). Para
ahli menyatakan bahwa pemanasan global yang terjadi sekarang diakibatkan oleh emisi
rumah kaca pada masa lalu.
2. Mencairnya es di kutub
Jika suhu permukaan Bumi mengalami kenaikan akibat efek rumah kaca, bukan tidak
mungkin bongkahan es di kutub utara dan selatan akan mencair dalam jumlah besar.
3. Rusaknya ekosistem
Kenaikan suhu permukaan Bumi secara signifikan mampu menyebabkan rusaknya habitat
makhluk hidup. Akibatnya ekosistem akan terancam rusak.
4. Naiknya ketinggian permukaan air laut
Mencairnya es di kutub berpengaruh pada ketinggian permukaan air laut. Semakin banyak
es yang mencair, semakin bertambah ketinggian permukaan air laut.
5. Tingkat keasaman air laut akan meningkat
Gas rumah kaca yang diemisikan ke udara sebagian akan terserap oleh air laut. Jika kadar
gas tersebut semakin banyak, tentu yang terserap oleh air laut juga semakin banyak.
Akibatnya, laut menjadi semakin asam.
Dari pembahasan di atas, jelas bahwa peningkatan efek rumah kaca membawa dampak yang
kurang baik bagi kelangsungan hidup di Bumi. Sebagai generasi penerus, sudah selayaknya
kita ikut berpartisipasi dalam menjaga Bumi tercinta. Apa saja upaya yang bisa dilakukan?

Cara Menanggulangi Meningkatnya Efek Rumah Kaca


Adapun cara menanggulangi peningkatan efek rumah kaca adalah sebagai berikut.
1. Hemat energi listrik
Gunakan pemakaian listrik seperlunya saja. Dengan begitu, Quipperian sudah berkontribusi
dalam mengurangi pemakaian batu bara yang bisa menimbulkan emisi gas karbondioksida
di udara.
2. Beralih dari pupuk nonorganik ke pupuk organik
Peningkatan hasil pertanian tidak harus selalu berbasis pupuk kimia atau nonorganik. Jika
mampu menggunakan pupuk organik dengan kadar yang optimal, hasil pertanian juga bisa
melimpah, kok. Jika pemakaian pupuk nonorganik bisa dikurangi, maka emisi gas N2O juga
akan berkurang.
3. Menggunakan bahan bakar ramah lingkungan
Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan mungkin masih jarang ditemukan di Indonesia.
Contoh bahan bakar ramah lingkungan adalah panel surya dan bahan bakar listrik. Bahan
bakar tersebut dikatakan ramah karena tidak menghasilkan polutan yang berbahaya bagi
lingkungan.
4. Mengolah limbah peternakan
Limbah merupakan salah satu penyumpang gas rumah kaca, terlebih limbah peternakan.
Untuk mengurangi emisi karbondioksida maupun metana, limbah bisa diolah menjadi
biogas. Biogas ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar
fosil.
5. Menggalakkan reboisasi
Penanaman kembali hutan yang telah ditebang merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
emisi gas rumah kaca di udara. Seperti kamu tahu bahwa tumbuhan akan menyerap
karbondioksida dan uap air sebagai bahan baku fotosintesis.
6. Batasi penggunaan plastik
Plastik merupakan senyawa polimer yang sulit terdegradasi di dalam tanah. Untuk
mengurangi limbah plastik di dalam tanah, salah satu cara termudah adalah dengan
membakarnya. Nah, pembakaran itu akan menghasilkan gas karbondioksida dalam jumlah
besar. Untuk itu, batasi penggunaan plastik dengan cara membawa botol air minum sendiri
atau membawa tas kain saat berbelanja.
Itulah pembahasan tentang efek rumah kaca. Sekecil apapun kontribusimu bagi lingkungan, pasti
akan membawa dampak besar bagi masa depan. Jangan pernah berhenti untuk mencintai Bumi
ini. Kalau bukan generasi ini, siapa lagi.

Anda mungkin juga menyukai