DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZKY AGUSTINA
NIM : PO0220220026
1. Definisi
Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lamanya berlangsung selama 6-8 minggu
(Mochta_Rustam, 1998 : 115).
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu atau 42 hari. Kejadian yang terpenting dalam nifas
adalah involusi dan laktasi (Manuaba, 1998 : 190).
Menurut WHO menyatakan bahwa, pasca partus-post natal, mulai sejak 1 jam setelah
plasenta lahir sampai minggu ke-6 atau berlangsung selama 42 hari (Manuaba,2001).
Masa puerperium (nifas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan
tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelumnya pada kehamilan dalm waktu 3
bulan (Ilmu Kebidanan, 2007).
b. Indikasi janin:
1) Letak lintang.
2) Letak bokong.
3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak
berhasil.
3. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin
adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus
uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu
jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.
Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
4. Manifestasi Klinis
Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan post sectio
caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
WOC
Insufisiensi plasenta Sirkulasi uteroplasenta↓ Cemas pada janin
Post date
SC
Persalinan tidak
normal
Ketidakefektifan
menyusui
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea menurut (Mochtar R,
2002: 121) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila reperitonealisasi terlalu
tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan
8. Diagnosa Keperawatan
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition . New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition . New
Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 . Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal . Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka