I. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan,
dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera,
2009).
ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily, 2002).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya
terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya
keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 :
60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden
tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier, 2001)
ALL adalah patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan
biasanya berakhir fatal (Ngastiyah, 2005).
Klasifikasi leukimia:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-
rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan
organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik
yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai
3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal
dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit
T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif
yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk
laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita
LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,
disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang.
II. PATOFISIOLOGI
A. Etiologi
1. Faktor Prediposisi
a. Genetik
1) Keturunan
a. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari
virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk – produk minyak,
cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang
selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .
f. Faktor lain
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkologik), faktor lain yang turut berperan adalah:
a. Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia
(bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
b. Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).
B. Tanda dan Gejala
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan
tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal
(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya
sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi,
perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus stafilokokus, streptokokus, serta jamur
6. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
7. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
8. Massa di mediastinum (T-ALL)
9. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
C. Masalah Keperawatan
Menurut Wong, D.L (2004), diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan
atau stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
IV PENATALAKSANAAN
A. Medis
Menurut Ngastiyah, 2005 penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:
1. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia
yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang
suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10 5-106), imunoterapi
mulai diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).
d. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun.
Angka kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan
kimia, radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya.
Selain itu sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan
penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun,
demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan
dan petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-
gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan
resiko Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan
resiko pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada
kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang
terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu
makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak
tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
1. Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan
aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan
aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
2. Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas
ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai
penyakit yang dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak,
serta masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak
lemah sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas
yang berat. Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya,
tetapi bermain yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan.
Anak suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak
tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat
besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak
menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji
dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan
tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya
dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak
terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit
yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning
keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur.
Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak
nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan
cepat (takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh
hiperviskositas darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik
(hipertermi, >37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada
atau tidaknya karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah
(gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental,
kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic
fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,
penggunaan otot bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi
(terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II,
dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar
limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus,
palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,
diaforesis (gejala hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi dibuktikan dengan adanya ketidakadekuatnya pertahanan
tubuh sekunder penurunan haemoglobin/ leukopenia (0142)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat dari anemia
(D. 0056)
3. Resiko perdarahan dibuktikan adanya penurunan jumlah trombosit
(Trombositopenia) (D. 0012)
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan adanya
pengeluaran yang berlebihan muntah atau penurunan intake(D.0037)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
( D.0019)
6. Nyeri akut berhubungan dengan adanya agen pencedera fisiologis ( D.0077)
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan bahan kimia
iritatif ( D.0129)
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi dibuktikan dengan adanya ketidakadekuatnya pertahanan tubuh
sekunder penurunan haemoglobin/ leukopenia (0142)
Kriteria hasil:Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam dengan
ekspektasi menurun adalah
a. Demam menurun
b. Kemerahan
c. Nyeri
d. Bengkak menurun
Intervensi
a. Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan iskemia
b. Terapeutik
1. Batasi pengunjung
2. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3. Tingkatkan asuhan keperawatan sesuai dengan asupan caioran
c. Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian imunisasi, jika perlu
Intervensi:
a. Observasi
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematokrit/ hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
b. Terapeutik
1. Pertahankan bedrest selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasif , jika perlu
3. Gunakan kasur pencegahan decubitus
c. Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
3. Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
4. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Intervensi :
a. Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi, napas
2. Monitor waktu pengisian kapiler
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor elastisitas atau turgor kulit
5. Monitor jumlah dan warna dan berat jenis urine
6. Monitor hasil laborat albumin, protein total, dan serum elektrolit
7. Monitor intake dan output cairan
8. Identifikasi tanda tanda hipovolemi (JVP meningkat, edema perifer,
dispneu)
b. Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi: (I.11353)
a. Observasi
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit ( penurunan kelembaban,
perubahan sirkulasi)
b. Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Bersihkan perineal dengan air hangat , terutama selama periode diare
3. Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
c. Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (lotion)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Daftar Pustaka