Dengan mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmatnya, akhirnya penulisan tugas makalah yang berjudul “Fungsi Tari dalam
Pendidikan” dapat selesai tepat waktu walaupun kenyataannya masih banyak kekurangan.
Kami sadar bahwa penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan, jauh
dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap adanya kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Adapun tugas makalah ini dapat kami selesaikan karena adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan tugas makalah ini.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada kami dalam menyusun laporan tugas
makalah ini dapat bermanfaat dan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa. Akhir kata kami berharap agar laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
B. RumusanMasalah
Berdasarkan rumusan makalah di atas, maka rumusan masalah dan penulisan makalah
ini adalah;
1. Bagaimana seni tari sebagai media pendidikan di Sekolah Dasar?
2. Apa fungsi seni tari di Sekolah Dasar?
Tujuan penulisan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini adalah:
2. Untuk mengetahui fungsi seni tari-drama di sekolah dasar.
3. Untuk mengetahui pengertian koreografi.
PEMBAHASAN
Banyak guru SD yang berpendapat bahwa dalam mengajarkan tari, siswa harus dapat
menari seperti yang diharapkan misalnya menari Gembira Anom, Gatotkaca, dan lain-lain.
Jika harus demikian dapat dipastikan, akan banyak guru SD yang merasa kesulitan dan
akhirnya tidak melaksanakan pelajaran tari. Agar guru memahami bagaimana pembinaan seni
tari SD, maka perlu dikaji terlebih dahulu fungsi pendidikan tari di SD.
Seni tari adalah proses mewujudkan perasaan dengan melibatkan kesadaran estetik
dan keputusan kritis. Orang yang telah berkembang perasaan estetiknya akan sanggup
mengapresiasi kualitas seni dan pengalaman sehari-hari.
Koreografi lebih diartikan sebagai pengetahuan penyusunan tari atau hasil susunan
tari, sedangkan seniman atau penyusunnya dikenal dengan nama koreografer, atau disebut
pula penata tari (Sal Murgiyanto 1983:4). Untuk itu proses koreografi merupakan suatu
perwujudan dari proses kreatif seorang koreografer, mulai dari menentukan konsep gagasan
dengan penemuan ide, orientasi garapan, pola garapan, menentukan tipe tari, memilih bentuk
penyajian apakah secara simbolis, representisional atau non representasional. Pekerjaan
melakukan suatu pemilihan ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, tetapi seorang
koreografer harus terlebih dahulu memahami fenomena dan lingkungannya. Soedarsono
(1986:97) mengemukakan bahwa istilah koreografi mulai diperkenalkan di Indonesia sekitar
tahun 1950-an. Wacana ini muncul setelah Pemerintah Republik Indonesia sering mengirim
misi-misi kesenian ke luar negeri, baik untuk pagelaran maupun belajar tari. Setelah tahun
1950 an perkembangan koreografi mulai mengalami perkembangan yang signifikan di dunia
seni. Bahkan, koreografi seringkali dipakai untuk mengiringi para penyanyi baik pertunjukan
langsung di panggung. Beberapa pakar koreografi pun muncul dengan keprofesionalisme
mereka masing-masing. Dengan kreativitasnya yang mengagumkan, terciptalah sebuah karya
yang baik.
Istilah koreografi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai seni
mencipta dan mengubah tari (Purwadarminta, 1990:413). Berkaitan dengan itu, Sumandiyo
(2012-12) menjelaskan secara etimologi, koreografi diambil dari bahasa Inggris choreografi
myang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi koreografi. Kata koreo artinya
‘susunan’ dan grafi mempunyai makna sebagai merencanakan laku, baik tertulis atau tidak.
C.Proses Koreografi
Banyak cara dapat dilakukan oleh seorang koreografer (pencipta tari) untuk memulai
sebuah proses koreografi atau kreasi tari. Dalam hal ini yang tidak kalah penting artinya
adalah pertama kali dengan menentukan konsep garapan yaitu pemilihan ide dengan memilih
sumber garapan yang dijadikan sebagai tema garapan dalam karya tari. Tema tari ini bisa
berangkat dari apa yang kita dengar, kita pikirkan, dan kita rasakan. Tema juga bisa diambil
dari pengalaman hidup dan gejala atau konflik sosial yang ditemukan ditengah masyarakat
sebagai ungkapan nilai-nilai kolektif yang dianut oleh masyarakat. Misalnya memaknai
kandungan nilai-nilai yang dimaknai dalam cerita malin kundang ditengah masyarakat
Minangkabau.
Proses selanjutnya seorang koreografer menentukan pola garapan dalam bentuk tari
tradisi atau modern yang hendak disajikan, misalnya apakah cipta karya tari tersebut ingin
disajikan dalam bentuk tunggal, duet, atau kelompok. Selanjutnya menentukan tipe tari
apakah disajikan dalam bentuk comikal, studi, murni, abstrak, dan dramatik. Selanjutnya
dalam bentuk penyajian secara totalitas apakah, diekspresikan secara simbolik, representatif
atau non representatif. Hal ini sangat dituntut kejelian dan kemampuan intelektual seorang
koreografer mulai dari proses penciptaan karya seni tersebut hingga memproduksinya dalam
sebuah kemasan seni pertunjukan tari pada audiens.
Dalam seni pertunjukan, jumlah seniman pelaku selalu lebih banyak dari pada seniman
penciptanya. Dengan demikian pula halnya dalam seni tari, jumlah penari lebih banyak dari
pada pencipta atau penata tari. Perbandingannya menurut Doris Humphrey sekitar seratus
berbanding satu (Salmurgianto 1983:5). Besar kemungkinan perbandingan itu jauh lebih
besar, karena penata tari terkait dengan profesi.
Disisi lain penari merupakan perpanjangan tangan dari koreografer. Untuk itu seorang penari
harus bertanggung jawab sebagai instrumen dari seorang koreografer Geycheny
(terj.Sumandio Hadi (1989; 162). Oleh karena itu seseorang yang bermaksud menjadi penari
atau penata tari harus melengkapi dirinya dengan kemampuan sebagai berikut:
1. Keterampilan Gerak
Gerak dalam tari merupakan media ungkap yang dimiliki peranan penting untuk
mengkomunikasikan sesuatu pada orang lain. Gerak dalam tari disebut dengan istilah
wiraga. Wiraga akan terlihat berkualitas jika didukung oleh koordinasi gerak yang tepat
yang disertai dengan penghayatan dalam penyaluran gerak. Demikian juga halnya ekspresi
wajah yang menawan merupakan syarat bagi seorang penari untuk mencapai kesuksesan.
Akan tetapi, jika salah menggunakannya dapat merugikan penari itu sendiri.
2. Penghayatan dan Kemampuan Dramatik
Seorang penari dituntut untuk menghayati dan menjiwai gerak yang ditampilkan
sesuai dengan karakter tari. Unsur ini disebut dengan istilah wirasa. Artinya seorang
penari harus benar-benar menghayati gerak yang dilakukannya sesuai dengan tuntutan isi
tarinya. Idealnya rangkaian gerak tari yang ditampilkan dengan emosi, tetapi lebih kepada
pengontrolan gerak sehingga tari akan kelihatan hidup dan bermakna.
3. Rasa Irama
Rasa irama adalah kemampuan penari dalam menyelaraskan frase-frase atau ritme
musik sebagai bagian pokok dari musik dengan gerak tari. Seorang penari harus mampu
bergerak seirama dengan tempo dan atau mungkin saling mengisi antara gerak dan musik
sehingga memberi dinamika terhadap tari yang disampaikan. Disamping kemampuan
mengenal irama musik pengiring, seorang penari juga harus mampu melakukan irama
gerak tari, yang meliputi pengaturan cepat-lambat, kuat-lemah dan berat-ringan yang
disertai peletakan aksen-aksen gerak sesuai dengan kebutuhan tarian.
4. Rasa Buang
Pemahaman ruang dalam tari dapat dimaknai atas dua bagian. Pertama ruang
pentas sebagai tempat menari dan kedua ruang sebagai besar kecilnya ruang yang
digunakan oleh jangkauan gerak. Diakui kesadaran terhadap ruang pentas adalah
kemampuan seorang penari secara spontan mampu menempatkan diri sehingga tercapai
keseimbangan pentas. Demikian juga hal nya ruang gerak tari yang digunakan sangat
terkait dengan tingkat jangkauan anatomi penari yang disesuaikan dengan karakter gerak
tari yang diinginkan. Keselarasan baik penempatan pentas maupun ruang gerak tari akan
memperkokoh kualitas tari yang disajikan.
5. Daya Ingat
Daya ingat dalam sajian tari adalah suatu hal yang sangat mendasar. Dikatakan
demikian alangkah mengecewakannya jika penari tidak mampu menampilkan rangkai
gerak tari secara runtut. Apalagi jika teri tersebut ditampilkan dalam bentuk kelompok.
Kesalahan tersebut akan terlihat jelat yang dapat merusak penampilan tari yang disajikan.
Kemampuan daya ingat sangat berharga dalam kelompok tari profesional, sebab seorang
penari yang pelupa bisa mengakibatkan seluruh komposisi berantakan, demikian juga
halnya dalam sajian tari tunggal. Seorang penari yang lupa dapat kehilangan
konsentrasinya, sehingga seluruh komposisi kehilangan kontak dengan penonton.
6. Kemampuan Kreatif
Kemampuan kreatif bukan saja terlihat pada saat sajian tari dipertunjukan. Namun
kreatifitaslebih kepada kemampuan seorang koreografer dalam menata/mengemas tari
dengan keharmonisan menempatkan elemen-elemen gerak beserta unsur-unsur pendukung
tari yang disesuaikan dengan konsep, ide garapan yang dipersiapkan. Sekalipun seorang
koreografer sebagai penentu kualitas tari yang diciptakan, namun kreatifitas penari juga
tidak dapat diabaikan.
Sebagai seorang koreografer harus memiliki kemampuan peka terhadap lingkungan
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam berkarya dan bahkan
mungkin dapat dijadikan sebagai sumber garapan tari. Untuk itu seorang koreografer harus
memiliki rasa dramatik, baik yang diungkapkan dalam alur (plot) yang nyata atau dalam
bentuk yang lebih abstrak.
7. Koreografi dan Keberanian
Tidak jarang terjadi seseorang enggan untuk menciptakan karya tari, karena tidak
punya keberanian dan didesak oleh pikiran takut salah. Perasaan itu sangat wajar terjadi.
Namun jika seorang itu memiliki pengalaman dalam menari, sering mengamati tari, apa
lagi berperan sebagai guru tari, perasaan yang menakutkan itu harus dihindari. Artinya
harus dicoba, dengan syarat mau belajar dan mencoba dan terus belajar untuk mencoba.
Memang diakui bahwa bukan setiap penari memiliki kemampuan sebagai penata
tari/koreografer, akan tetapi penari dan atau guru tari punya peluang dan kesempatan
untuk menata tari. Khusus bagi guru tari, apalagi guru tari anak-anak harus mampu
menciptakan tari yang disesuaikan dengan tingkat usia dan karakter anak. Karena banyak
anak-anak kehilangan kesempatan untuk menyalurkan bakatnya, karena tari yang
dibelajarkan tidak sesuai dengan tingkat jangkau gerak anak tersebut. Tentu saja yang
tidak kalah pentingnya dalam menata tari adalah untuk memahami elemen-elemen
komposisi/koreografi yang akan dikembangkan dalam menyusun dan menata tari sesuai
dengan tujuan hendak yang hendak dicapai.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN