Anda di halaman 1dari 14

Bahasa dan Berpikir

Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dari
hewan. Manusia dapat ber-. pikir karena manusia mempunyai bahasa, hewan tidak. "Bahasa" hewan
bukanlah bahasa seperti yang dimiliki manusia. "Bahasa" hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu
dipelajari dan di ajaikan. Bahasa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.

Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala sesuatu baik yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan. Semua benda, nama sifat, pekerjaan, dan hal lain yang abstrak, diberi nama. Dengan
demikian, segala sesuatu yang pernah diamati dan dialami dapat disimpannya, menjadi tanggapan-
tanggapan dan pengalaman-pengalaman kemudian diolahnya (berpikir) menjadi pengertian-pengertian.

Dengan singkat, karena memiliki dan mampu berbahasa maka manusia berpikir. Bahasa adalah alat yang
terpenting bagi berpikir. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir. Karena eratnya hubungan antara
bahasa dan berpikir itu, Plato pernah tidak be mengatakan dalam bukunya Sophistes "berbicara itu
berpikir yang keras (terdengar), dan berpikir itu adalah "berbicara batin".

mempuny

). Perasz

nimbulke

lah: caca

masyaraka

2. Apakah Berpikir Itu?


n, bahwi Dalam arti yang terbatas berpikir itu tidak dapat didefinisikan. s sang Tiap kegiatan jiwa yang
menggunakan kata-kata dan pengertian selalu mengandung hal berpikir.

menjad

it

pelajara

Berpikir adalah satu keaktipan pribadi manusia yang meng akibatkan penemuan yang terarah kepada
suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang kita kehendaki.

Ciri-ciri yang terutama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Abstraksi dalam hal ini berarti: anggapan
lepasnya kualitas atau relasi dari benda-benda, kejadian-kejadian dan situasi-situasi yang mula-mula
dihadapi sebagai kenyataan. Sebagai contoh, kita lihat sebungkus rokok, rokok itu sebuah benda yang
kongkrit. Jika kita pandang hanya warna bungkus rokok itu, maka warna isi kita lepes kan dari semua
yang ada pada sebungkus rokok itu (bentuknya rasanya, beratnya, baunya, dan sebagainya). Mula-mula
warna itu hanya pada benda kongkret yang kita hadapi dan merupakan bagian dari keutuhan yang tidak
dapat dilepaskan. Sekarang warna itu sendiri kita pandang, dan kita pisahkan dari keseluruhan bungkus
rokok. Dengan demikian dalam arti luas kita dapat mengatakan: Berpikir adalah bergaul dengan
abstraksi-abstraks Berpikir erat Dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencari
hubungan/pertalian antara abstraksi-abstraksi. hubungannya dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti
dengan: tanggapan, ingatan, pengertian, dan perasaan. Tanggapan me megang peranan penting dalam
berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu jalannya berpikir. Ingatan merupakan syarat yang
harus ada dalam berpikir, karena memberikan pengalaman pengalaman dari pengamatan yang telah
lampau. Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir dapat memberi bantuan yang besar pula dalam
suatu proses berpikir. Perasaan selalu menyertai pula; ia merupakan dasar yang mendukung suasana
hati, atau sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah/persoalan.

3. Pendapat Beberapa Aliran Psikologi tentang Berpikir


a. Psikologi Asosiasi mengemukakan, bahwa berpikir itu tidak lain daripada jalannya tanggapan-
tanggapan yang dikuasai oleh hukum asosiasi. Aliran psikologi asosiasi berpendapat bahwa dalam alam
kejiwaan yang penting ialah terjadinya, tersimpannya dan bekerjanya tanggapan-tanggapan. Unsur yang
paling sederhana dan merupakan dasar bagi semua akti vitas kejiwaan adalah tanggapan-tanggapan.
Daya jiwa yang lebih tinggi, seperti perasaan, kemauan, keinginan dan berpikir, semua berasal/terjadi
karena bekerjanya tanggapan-tanggapan. Keaktifan pribadi manusia itu sendiri diabaikannya. Pendapat
inilah yang kemudian menimbulkan pendidikan dan pengajar an yang bersifat intelektualistis dan
verbalistis. Tokoh yang terkenal dalam aliran ini ialah John Locke (1632-1704) dan Herbart (1770-1841).
Dengan adanya eksperimen-eks perimen yang dilakukan oleh para ahli psikologi kemudian, pendapat
aliran ini tidak dapat dipertahankan lagi.

ksi.

an, seperti d

Tanggapan

ipun adaka

erupakan

an pengala

1. Pengena

bantuan y

Ju menyera
a hati, ata

libutuhkan

Berpikir

tidak

lasai

apat

mya,

sur

kti

ang

‫ان‬

arti luas ka Aliran Behaviorisme: berpendapat bahwa "berpikir" adalah gerakan-gerakan reaksi yang
dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan "buah pikiran". Jadi
menurut Behaviorisme "berpikir" tidak lain adalah berbicara. Jika pada psikologi asosiasi yang merupa
kan unsur-unsur yang paling sederhana dalam kejiwaan manu sia adalah tanggapan-tanggapan, maka
pada behaviorisme unsur yang paling sederhana itu adalah refleks. Refleks adalah gerakan/reaksi tak
sadar yang disebabkan adanya perangsang dari luar. Semua keaktifan jiwa yang lebih tinggi, seperti
perasaan, kemauan dan berpikir, dikembalikannya kepada refleks-refleks. Dalam penyelidikannya
terhadap tingkah laku manusia, Behaviorisme hanya mau tahu soal tingkah laku luar (badaniah) saja.
Gejala-gejala psikis yang mungkin terjadi adalah akibat dari adanya gejala-gejala/perubahan perubahan
jasmaniah sebagai reaksi terhadap perangsang perangsang tertentu. Itulah sebabnya maka menurut
kaum Behavioris (W. James) "orang tidak menangis karena susah, tetapi orang susah karena menangis".
Juga J.B. Watson, se orang Behavirois yang lebih radikal lagi mengatakan bahwa: Bahasa ialah gerak-
gerak yang tertentu dari pangkal teng gorok dan bagian-bagian mulut lainnya, dan bunyi yang di
akibatkannya. Senyum adalah gerak-gerak tertentu dari cuping hidung dan sudut mulut disertai kerlipan
mata.

takkan atau m

Tentu saja terhadap pendapat Behaviorisme banyak yang tidak dapat menyetujuinya. Manusia bukan
sekedar mesin reaksi seperti robot yang hanya bertindak dan berbuat jika ada perangsang dari luar.
Demikian pula terhadap pen dapatnya tentang berpikir, kita tidak dapat menyetujuinya. Memang ada
benarnya, bahwa kadang-kadang dalam pekerja an berpikir dapat dilihat/didengar adanya berbicara.
Tetapi pendapat seperti itu dapat dibantah dengan adanya kenyata an, bahwa orang dapat
bersenandung sambil berpikir tentang sesuatu. Kita memandang berpikir sebagai aktivitas rohani yang
sebenarnya, yang kadang-kadang memang dapat juga disertai gejala-gejala jasmani. Gejala-gejala
jasmani hanya merupakan penampakan turut aktifnya dalam situasi ber pikir, seperti halnya orang
tegang ototnya bila ada pemusatan pikiran. Tetapi gejala-gejala jasmani yang demikian itu tidak
termasuk hal yang esensial dalam keaktifan berpikir.

c. Psikologi Gestalt memandang bahwa gestalt yang teratur mempunyai peranan yang besar dalam
berpikir. Psikolog Gestalt berpendapat bahwa proses berpikirpun seperti prose gejala-gejala psikis yang
lain merupakan suatu kebulatan

Berlainan dengan Behaviorisme, maka penganut Psikolog Gestalt memandang berpikir itu merupakan
keaktifan psiki yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indra kita. Proses
berpikir itu dilukiskan sebagai ber ikut: "Jika dalam diri seseorang timbul suatu masalah yang harus
dipecahkan, terjadilah lebih dahulu suatu skema/bagan yang masih agak kabur-kabur. Bagan itu
dipecahkan dan di banding-bandingkan dengan seksama.
Bagian gestalt dalam bagan itu diamati benar-benar. Orang mencari bagian-bagian yang belum tampak
dalam kebulatan yang dihadapinya. Kemudian sekonyong-konyong anggota anggota/bagian yang
dicarinya itu muncul, sehingga tak terasa kekosongan lagi. Apa yang dicarinya telah diketemukan.
Masalah yang dihadapi terpecahkan.

d. Sehubungan dengan pendapat para ahli psikologi Gestalt itu, maka ahli-ahli psikologi sekarang
sependapat bahwa proses berpikir pada taraf yang tinggi pada umumnya melalui tahap tahap sebagai
berikut:

1) Timbulnya masalah, kesulitan yang harus dipecahkan, 2) Mencari dan mengumpulkan fakta-fakta
yang dianggap ada sangkut pautnya dengan pemecahan masalah,

3) Taraf pengolahan atau pencernaan, fakta diolah dan di cernakan,

4) Taraf penemuan atau pemahaman; menemukan cara me mecahkan masalah,

5) Menilai, menyempurnakan dan mencocokkan hasil pe mecahan.

Perlu dingat, bahwa jalannya berpikir itu ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Suatu masalah yang
sama, mungkin menimbulkan adanya pemecahan yang berbeda-beda pada tiap orang. Sehingga hasilnya
pun kemungkinan berbeda pula. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jalan nya berpikir itu
antara lain ialah bagaimana seseorang melihat atau memahami masalah itu, situasi yang sedang dialami
seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman-peng alaman orang itu, dan bagaimana
kecerdasan orang tersebut.

4. Beberapa Macam Cara Berpikir

Di atas telah diutarakan bahwa dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan bagian-bagian dari
pengetahuannya, sehingga pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang tidak teratur menjadi
tersusun merupakan kebulatan-kebulatan yang dapat dikuasai atau dipahami. Dalam hal ini orang dapat
mendekati masalah itu melalui beberapa cara:
a. Berpikir Induktif

Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang ber langsung dari khusus menuju kepada yang
umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik
kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi.
Beberapa contoh sebagai penjelasan:

1) Seorang ahli psikologi mengadakan penyelidikan dengan observasi. Bayi A setelah dilahirkan segera
menangis, bayi B. juga begitu, bayi C, D, E, F, dan seterusnya de mikian pula. Kesimpulan "semua bayi
yang normal segera menangis pada waktu dilahirkan".

Seorang guru mengadakan eksperimen-eksperimen me nanam biji-bijian bersama murid-muridnya;


jagung di tanam, tumbuh ke atas; kacang tanah ditanam tumbuh nya ke atas pula; kacang merah
ditanam dengan mata lembaganya di sebelah bawah, tumbuhnya ke atas pula: biji-biji yang lain
demikian pula. Kesimpulan: Semua batang tanaman tumbuhnya ke atas mencari sinar mata hari.

Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama bergantung
kepada representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin
besar jumlah sampel yang diambil berarti makin re

presentatif, dan makin besar pula taraf dapat dipercaya (validitas) dari kesimpulan itu; dan sebaliknya.
Taraf validita kebenaran kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh obyek tivitas dari si pengamat dan
homogenitas dari fenomen fenomena yang diselidiki.

b. Berpikir Deduktif

Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju
kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip ataupun
kesimpulan yang dianggap nya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ ia menerapkan nya kepada
fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena
tersebut. Contoh sebagai penjelasan:
1) Manusia semua akan mati (kesimpulan umum) Jamilah adalah manusia (kesimpulan khusus)

Jamilah akan mati (kesimpulan deduksi) 2) Semua logam jika dipanaskan memuai (kesimpulan umum)
Besi adalah logam (kesimpulan khusus)

Besi jika dipanaskan memuai (kesimpulan deduksi) Ada pula semacam kesimpulan deduksi yang tidak
dapat kita terima kebenarannya, yang disebut silogisme semu. Contoh: Semua manusia bernafas dengan
paru-paru (premis

mayor) Anjing bernafas dengan paru-paru (premis minor) Karena itu anjing adalah manusia (kesimpulan
yang salah).

c. Berpikir Analogis

Analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analo gis ialah berpikir dengan jalan
menyamakan atau memper bandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Di dalam cara
berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenar an dari fenomena-fenomena yang pernah dialaminya
berlaku pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang.

Contoh: Setiap hari kira-kira jam 11.00 udara di atas kota Bogor kelihatan berawan tebal; dan tidak lama
se sudah itu hujan lebat turun sampai sore. Pada suatu hari kira-kira jam 11.00 udara di atas kota Bogor
berawan tebal. Kesimpulannya: "sudah tentu sebentar lagi akan turun lagi hujan lebat sampai sore".

Kesimpulan yang diambil dari berpikir analogis ini kebenaran nya lebih kurang dapat dipercaya.
Kebenarannya ditentukan oleh faktor "kebetulan" dan bukan berdasarkan perhitungan yang tepat.
Dengan kata lain: validitas kebenarannya sangat rendah.

5. Hasil-hasil Penyelidikan tentang Berpikir


Berikut ini akan kita kemukakan beberapa hasil/pendapat yang penting dari penyelidikan-penyelidikan
yang dilakukan oleh ahli ahli psikologi terhadap proses berpikir manusia.

a. Oswald Kulpe dengan rekan-rekannya, setelah mengadakan eksperimen-eksperimen terhadap


mahasiswa-mahasiswanya de ngan menggunakan metode instrospeksi-eksperimental, men dapat
kesimpulan sebagai berikut:

1) Bahwa di dalam diri manusia terdapat adanya gejala gejala psikis yang tidak dapat diragukan. Di
samping kesan-kesan dan tanggapan-tanggapan yang diperoleh dengan alat indra masih ada gejala-
gejala yang lebih abstrak dan tidak dapat diragukan. Hal demikian terjadi antara lain waktu orang
berpikir.

2) Bahwa pada waktu berpikir, aku atau pribadi orang itu memegang peranan yang penting. Si "aku"
bukanlah faktor yang pasif (seperti pendapat psikologi asosiasi), melainkan merupakan faktor yang
mengemudikan semua perbuatan sadar.

3) Bahwa berpikir itu mempunyai arah tujuan yang tertentu (determine rende tendens). Arah tujuan
berpikir itu di tentukan/dipengaruhi oleh soal atau masalah yang harus dipecahkannya.

b Frohn dan kawan-kawannya, setelah menyelidiki bagaimana proses dan perkembangan berpikir pada
anak-anak yang bisu tuli dan membandingkannya dengan anak-anak yang normal,

mengambil kesimpulan sebagai berikut : Berpikir ialah bekerja dengan unsur-unsur yang abstrak dan
bergerak ke arah yang ditentukan oleh soal/masalah yang di hadapi. Tetapi anak-anak kecil, anak-anak
yang terbelakang, dan anak-anak yang bisu-tuli, dalam berpikir itu tidak dapat melepaskan diri dari
bayang-bayang/tanggapan-tanggapa

dan meng

kongkret b
perlu telah

sarinya yar

tang Pada anak-anak kecil, berpikirnya dipengaruhi oleh t gapan-tanggapan yang kongkret yang pernah
diamatinya Sedangkan anak-anak yang bisu tuli tidak dapat menyusun pengertian karena perkembangan
bahasanya terhambat. Juga dari penyelidikannya itu Frohn dan kawan-kawannya mendapatkan bahwa
di dalam kesadaran manusia dapat di

bedakan adanya tiga tingkatan (niveau kesadaran).

1) Tingkat lukisan kongkret, dalam tingkat ini bayangan bayangan/tanggapan khusus terjadi karena
pengamatan dengan alat indra sifatnya masih kongkret. Kesadaran akan hubungan antara tanggapan-
tanggapan itu satu sama lain belum ada.

2) Tingkat skematis, dalam tingkat ini tanggapan-tanggapan tidak lagi sangat kongkret. Orang telah
mempunyai lukis an-lukisan umum. Hubungan atau asosiasi antara tanggapan yang satu dengan yang
lain telah ada.

3) Tingkat pengertian abstrak. Dalam tingkat ini pengertian pengertian telah terbagi dalam golongan-
golongan. Sifat nya abstrak. Dalam pemakaian kata-kata orang dengan cepat tanpa membayangkan
benda-bendanya. Alam Pikiran penuh dengan pengertian-pengerian umum, dan kekuatan jiwa ialah
menyusun pengertian-pengertian itu. menurut arahnya yang ditentukan oleh soal yang dihadapi nya.
Semua niveau memegang peranan berganti-ganti dalam kesadaran kita, juga pada waktu orang berpikir.

Pendapat-p

kawan-kaw

soal keca
menyelesa

dapat dia

bangan ji

Berhu

Kohnstam

pelajari

laman-per

tanggapan

tersusun

kuasai/di

d. Hasil-has

atas, be
mendidi

dan me

ngetahu

otak ar

Supaya

berikan

1) Pen

c. Otto Selz dan Willwoll

pas

sep

bag

2) Per

ver
Dari penyelidikannya terhadap peranan tanggapan dalam proses berpikir, mereka mengambil
kesimpulan sebagai ber ikut:

Selz.

Bahwa tanggapan-tanggapan kongkret tidak mempunyai pe ngaruh sama sekali atau hanya sedikit sekali
pengaruhnya dalam proses berpikir. Tanggapan kongkret tidak amat me lancarkan dan tidak pula amat
merintangi jalannya pikiran. Willwoll.

Bahwa tanggapan-tanggapan

kongkret

dapat mengganggu dan menghambat jalannya berpikir. Tanggapan-tanggapan kongkret baru berharga
sesudah bagian-bagiannya yang tidak perlu telah dihilangkan oleh tenaga jiwa kita, sehingga tinggal
sarinya yang asli saja.

Pendapat-pendapat/kesimpulan-kesimpulan lain dari Selz dan kawan-kawannya, yang penting bagi kita
ialah: Berpikir adalah soal kecakapan menggunakan metode-metode (cara-cara) menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Metode-metode ini dapat diajarkan kepada orang lain, asalkan tingkat perkem bangan
jiwa orang itu telah matang untuk menerimanya.

Berhubungan dengan kesimpulan Selz tersebut, Prof. Kohnstamm menyatakan bahwa belajar berpikir
adalah mem pelajari (mengenal) cara-cara menggolong-golongkan penga laman-pengalaman yang ada
dalam jiwa, sehingga pengalaman/ tanggapan-tanggapan yang banyak dan tidak teratur menjadi
tersusun merupakan kebulatan-kebulatan yang mudah di kuasai/dimengerti.

Hasil-hasil penyelidikan berpikir yang telah disebutkan di atas, berpengaruh besar sekali terhadap
perbaikan cara-cara mendidik dan mengajar di sekolah-sekolah. Dalam mendidik dan mengajar, pendidik
tidak cukup hanya mengisikan pe ngetahuan atau tanggapan-tanggapan yang banyak ke dalam otak
anak-anak. Anak harus diajar berpikir dengan baik. Supaya anak dapat berpikir dengan baik, kita perlu
mem berikan :

1) Pengetahuan siap (parate kennis): yakni pengetahuan pasti yang sewaktu-waktu siap untuk dapat
dipergunakan seperti hafal tentang abjad, kali-kalian 1 s/d 10 dan se bagainya.

2) Pengertian yang berisi, yang mengandung arti (tidak verbalistis) dan benar-benar dimengerti oleh
anak-anak. 3) Melatih kecakapan membentuk skema, yang memungkin kan berpikir secara teratur dan
skematis.

4) Soal-soal yang mendorong anak untuk berpikir. Dalam hal ini faktor motivasi memegang peranan yang
penting. Tentang motivasi akan diuraikan lebih lanjut pada bab VI, sesudah kita membicarakan intelijensi
yang sangat erat hubungannya dengan masalah berpikir.

Anda mungkin juga menyukai