Tentang
Berpikir dan Intelegensi
Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
Dr. Dermizal Rusli, M.Pd.
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Berpikir dan
Intelegensi”. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Psikologi Pendidikan yang diampuh oleh Bapak Dr. Dermizal Rusli, M.Pd.
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik
dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, penulis dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
memberikan manfaat untuk pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berpikir
1. Bahasa dan Berpikir
Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang
khas yang membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat ber- pikir
karena manusia mempunyai bahasa, hewan tidak. "Bahasa" hewan
bukanlah bahasa seperti yang dimiliki manusia. "Bahasa" hewan adalah
bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan di- ajai kan. Bahasa manusia
adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan.
Dengan bahasa manusia dapat memberi nama kepada segala
sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Semua benda,
nama sifat, pekerjaan, dan hal lain yang abstrak, diberi nama. Dengan
demikian, segala sesuatu yang pernah diamati dan dialami dapat
disimpannya, menjadi tanggapan-tanggapan dan pengalaman-pengalaman
kemudian diolahnya (berpikir) menjadi pengertian-pengertian.
Dengan singkat, karena memiliki dan mampu berbahasa maka
manusia berpikir. Bahasa adalah alat yang terpenting bagi berpikir. Tanpa
bahasa manusia tidak dapat berpikir. Karena eratnya hubungan antara
bahasa dan berpikir itu, Plato pernah mengatakan dalam bukunya
Sophistes "berbicara itu berpikir yang keras (terdengar), dan berpikir itu
adalah "berbicara batin".
Dalam arti yang terbatas berpikir itu tidak dapat didefinisikan. Tiap
kegiatan jiwa yang menggunakan kata-kata dan pengertian selalu
mengandung hal berpikir.
Berpikir adalah satu keaktipan pribadi manusia yang meng-
akibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk
menemukan pemahaman/pengertian yang kita kchendaki.
Ciri ciri yang terutama dari berpikir adalah adanya abstraksi.
Abstraksi dalam hal ini berarti: anggapan lepasnya kualitas atau relasi dari
benda-benda, kejadian-kejadian dan situasi-situasi yang mula-mula
dihadapi sebagai kenyataan. Sebagai contoh, kita lihat sebungkus rokok,
rokok itu sebuah benda yang kongkrit. Jika kita pandang hanya warna
bungkus rokok itu, maka warna isi kita lepas- kan dari semua yang ada
pada sebungkus rokok itu (bentuknya, rasanya, beratnya, baunya, dan
sebagainya). Mula-mula warna itu hanya pada benda kongkret yang kita
hadapi dan merupakan bagian dari keutuhan yang tidak dapat dilepaskan.
Sekarang warna itu sendiri kita pandang, dan kita pisahkan dari
keseluruhan bungkus rokok. Dengan demikian dalam arti luas kita dapat
mengatakan: Berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Dalam
arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencari
hubungan/pertalian antara abstraksi-abstraksi. Berpikir erat hubungannya
dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti dengan: tanggapan, ingatan,
pengertian, dan perasaan. Tanggapan me megang peranan penting dalam
berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu jalannya berpikir.
Ingatan merupakan syarat yang harus ada dalam berpikir, karena
memberikan pengalaman- pengalaman dari pengamatan yang telah
lampau. Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir dapat memberi
bantuan yang besar pula dalam suatu proses berpikir. Perasaan selalu
menyertai pula; ia merupakan dasar yang mendukung suasana hati, atau
sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah/persoalan.
a. Berpikir Induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang ber- langsung
dari khusus menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau
sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik
kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada
semua jenis fenomena tadi. Beberapa contoh sebagai penjelasan:
1) Seorang ahli psikologi mengadakan penyelidikan dengan
observasi. Bayi A setelah dilahirkan segera menangis, bayi B juga
begitu, bayi C, D, E, F, dan seterusnya de- mikian pula.
Kesimpulan "semua bayi yang normal segera menangis pada
waktu dilahirkan".Seorang guru mengadakan eksperimen-
eksperimen me- nanam biji-bijian bersama murid-muridnya;
jagung di- tanam, tumbuh ke atas; kacang tanah ditanam tumbuh-
nya ke atas pula; kacang merah ditanam dengan mata lembaganya
di sebelah bawah, tumbuhnya ke atas pula: biji-biji yang lain
demikian pula. Kesimpulan: Semua batang tanaman tumbuhnya ke
atas mencari sinar mata- hari.
Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil
secara induktif ini terutama bergantung kepada representatif atau
tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena
keseluruhan.
Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti makin re-
presentatif, dan makin besar pula taraf dapat dipercaya (vali-ditas)
dari kesimpulan itu; dan sebaliknya. Taraf validitas kebenaran
kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh obyek- tivitas dari si
pengamat dan homogenitas dari fenomena- fenomena yang
diselidiki.
b. Berpikir Deduktif
Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya
berlangsung dari yang umum menuju kepada yang khusus. Dalam
cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip
ataupun kesimpulan yang dianggap- nya benar dan sudah bersifat
umum. Dari situ ia menerapkan- nya kepada fenomena-fenomena
yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi
fenomena tersebut. Contoh sebagai penjelasan:
1) Manusia semua akan mati (kesimpulan umum) Jamilah adalah
manusia (kesimpulan khusus) Jamilah akan mati (kesimpulan
deduksi)
2) Semua logam jika dipanaskan memuai (kesimpulan umum) Besi
adalah logam (kesimpulan khusus) Besi jika dipanaskan memuai
(kesimpulan deduksi)
Ada pula semacam kesimpulan deduksi yang tidak dapat kita
terima kebenarannya, yang disebut silogisme semu.
Contoh: Semua manusia bernafas dengan paru-paru (premis
mayor) Anjing bernafas dengan paru-paru (premis minor) Karena
itu anjing adalah manusia (kesimpulan yang salah).
c. Berpikir Analogis
Analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analo- gis
ialah berpikir dengan jalan menyamakan atau memper- bandingkan
fenomena-fenomena yang biasa/pernah dialami. Di dalam cara
berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenar- an dari fenomena-
fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena
yang dihadapi sekarang.
Contoh: Setiap hari kira-kira jam 11.00 udara di atas kota Bogor
kelihatan berawan tebal; dan tidak lama se- sudah itu hujan lebat
turun sampai sore. Pada suatu hari kira-kira jam 11.00 udara di atas
kota Bogor berawan tebal. Kesimpulannya: "sudah tentu sebentar
lagi akan turun lagi hujan lebat sampai sore".
Kesimpulan yang diambil dari berpikir analogis ini kebenaran nya
lebih kurang dapat dipercaya. Kebenarannya ditentukan oleh faktor
"kebetulan" dan bukan berdasarkan perhitungan yang tepat.
Dengan kata lain: validitas kebenarannya sangat rendah.
5. Hasil-hasil Penyelidikan tentang Berpikir
a. Intelijensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian,
minat, dan sebagainya turut mempengaruhi inteli- jensi seseorang).
b. Kita hanya dapat mengetahui intelijensi, dari tingkah laku atau
perbuatannya yang tampak. Intelijensi hanya dapat kita ketahui
dengan cara tidak langsung, melalui "kelakuan inteli- jensinya".
c. Bagi suatu perbuatan intelijensi bukan hanya kemampuan yang
dibawa sejak lahir saja yang penting. Faktor-faktor lingkungan dan
pendidikan pun memegang peranan.
d. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan
tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-
cara untuk mewujudkan dan men- capai tujuan itu.
2. Percobaan-percobaan Kohler tentang Intelijensi