4. AdministrasiPublikdanKebijakanPublik
Berbicara Ilmu Administrasi Negara tidak pernah lepas dari pembicaraan tentang Kebijakan
Publik. Ini memang dikarenakan Kebijakan Publik merupakan kajian utama dari Ilmu Administrasi
Negara. Nicholas Henry, menyatakan bahwa “for the letter part of the twentieth century, the
public bureaucracy has been the locus of public policy formulation and the major determinant of
where this country is going”. Berdasarkan pernyataan Henry ini sangat jelas bahwa ia termasuk
sarjana administrasi negara yang menolak mazhab dikotomi politik-administrasi yang mencoba
memisahkan dengan tegas peran utama birokrasi pemerintah antara peran pe- rumusan
kebijakan dengan peran pelaksanaan kebijakan. Pan- dangan tradisional yang memisahkan peran
politik dan administrasi sudah lama ditinggalkan orang. Mazhab kontinuum politik-admi- nistrasi
memandang peran administrasi publik dalam merumuskan kebijakan adalah sama pentingnya
dengan peran pelaksanaan kebijakan. Antara politik dan administrasi walau bisa dibedakan tetapi
sangat sulit dipisahkan karena keduanya bersifat saling mempengaruhi (interinfluence).
Dewasa ini arah kebijakan administrasi publik lebih banyak didominasi oleh kajian-kajian proses
dan analisis kebijakan publik utamanya pada tiga pilar utama yaitu: policy formulation-policy
implementation - policy evaluation.
Apakah Kebijakan Publik (public policy) itu? Duncan McRae, Jr. dan James A. Wilde dalam
bukunya Policy Analisys for Public Decesions (1979) memberikan definisi policy and public policy
se- bagai berikut : “A chosen course of action significantly affecting large numbers of people is a
policy. If chosen by government, it is a public policy”. Sedangkan menurut Thomas R.Dye dalam
bukunya Understanding Public Policy mengartikan kebijakan publik sebagai: “The authoritative
allocation of values for the whole society”. Dari kedua pendapat tersebut, tampak bahwa
pendapat yang pertama lebih menekankan pada aspek “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah yang berpengaruh terhadap sejumlah besar or- ang”, sedangkan pendapat yang
kedua menunjukan wujud tinda- kan itu berupa “pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif” oleh
pe- merintah kepada seluruh lapisan masyarakat. (dibahas lebih lanjut pada bab II tentang
Kebijakan Publik).
1. KonsepKebijakanPublik
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Rakyatlah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam negara, rakyat yang menentukan kehendak negara
dan rakyat pula menentukan bagaimana berbuatnya. Dengan itu arah Political will dari
pemerintah ditujukan pada Public interest bukan Vested interest. Pemerintah adalah pemegang
mandat dari rakyat untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi rakyat. Pemerintah dituntut
bersikap proaktif dalam mengenali masalah publik dan sedini mungkin melakukan antisipasi
masalah yang berkembang di masyarakat, tahu kapan, seberapa jauh dan tinda- kan apa yang
perlu diambil untuk mengatasi masalah publik.
Kebijakan publik adalah salah-satu kajian dari Ilmu Adminis- trasi Publik yang banyak dipelajari
oleh ahli serta ilmuwan Admi- nistrasi Publik. Ada juga yang mengatakan bahwa Public Policy
menjadi dimensi awal dalam perhatian administrasi negara, se- hingga dapat menentukan arah
umum untuk mengatasi isu – isu masyarakat yang dapat dipakai untuk menentukan ruang lingkup
permasalahan yang dihadapi. Walaupun disadari bahwa masalah- masalah yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat jika diangkat ke pentas politik akan merupakan masalah yang
harus dipecahkan oleh pemerintah yang seringkali pelik dan fundamen- tal sehingga prosesnya
panjang dan lama. Hal inilah yang menyebabkan proses pembuatan kebijakan/proses public
policy tidak mudah. Untuk itu perlu ada rasa tanggung jawab yang tinggi dan kemauan yang keras
untuk mengambil inisiatif dan resiko, karena banyak kepentingan yang berbeda-beda. Misalnya :
• dari masyarakat Kelompok
• dari masyarakat Suku
• dari masyarakat Bangsa
• dari masyarakat Internasional
Dengan demikian, proses pengambilan kebijakan publik men-
jadi semakin kompleks. Jadi proses Public Policy berhubungan de- ngan Lembaga Elit dan
pengikut-pengikutnya yang berbeda-beda sehingga menimbulkan pro dan kontra.
5. BirokrasidanPelayananPublik
Pembahasan kebijakan publik merupakan bagian dari upaya menemukenali kembali realitas
kebijakan publik yang ada di sekitar kita. Untuk itu, pada bagian akhir ini dibahas mengenai
birokrasi dan pelayanan publik.
5.1 Birokrasi
Almond dan Powel ( dalam Santoso,1997:19) mengatakan “The Governmental bureaucracy is a
group of formally organized of- fices and duties, linked in a complex grading subordinates to the
formal role-makers” (Birokrasi Pemerintah adalah sekumpulan tu- gas dan jabatan yang
terorganisasi secara formal, berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat
peran formal). Selanjutnya dijelaskan bahwa berdasarkan tugas pokok atau misi suatu organisasi
birokrasi dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:
a. Birokrasi Pemerintah Umum yaitu yang menjalankan tugas- tugas pemerintahan umum
termasuk memelihara ketertiban dan keamanan, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah
dan lebih bersifat mengatur (regulative function).
b. Birokrasi Pembangunan yaitu yang menjalankan salah satu tugas khusus untuk mencapai
tujuan pembangunan seperti
94
REALITAS KEBIJAKAN PUBLIK
Sistem administrasi/politik/kebijakan
Kebersamaan kita dalam menjalani hidup sehari-hari ini terwadahi dalam suatu sistem
administasi: sistem pengelolaan hidup. Di dalam sistem ini ada anggota-anggota, ada kelompok-
kelompok/organisasi-organisasi dari beberapa anggota dan ada pengurus/pengelola dari sistem.
Sistem hidup itu bertingkat-tingkat: mulai dari RT (bahkan dari keluarga), RW, dusun, desa,
kecamatan, kabupaten, provinsi, negara hingga supra negara dan dunia.
Pemerintah/pengurus sistem
Di dalam setiap sistem ada pengurusnya. RT punya pengurus, desa juga, kabupaten, negara dst.
Fungsi/tugas dari pengurus adalah menjaga sistem sedemikian rupa, sehingga para anggotanya
hidup dengan nyaman bahagia sejahtera jauh dari derita (lir ing sambekala). Tugas pengurus
menjadikan sistemnya gemah ripah loh jinawi, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. UUD
kita menyebut:
“..melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; dan memajukan
kesejahteraan umum.”
Pengurus itu dalam bahasa sehari-hari kita, sayangnya, disebut pemerintah (istilah yang
nuansanya sangat otoriter-diktatorial.)
Dalam sistem yang demokratis, pengurus dibentuk oleh seluruh warga: melalui pemilu langsung
maupun perwakilan. Pengurus itu terdiri dari (dalam sistem kabupaten): bupati dan DPRD.
Karena tidak mungkin melayani –katakanlah-- 500 ribu warganya, maka pengurus mengangkat
pegawai. Pegawai yang berjumlah –misalnya-- 4 ribu orang itu berkelompok- kelompok dalam
berbagai instansi –membentuk suatu birokrasi kabupaten.
Kebijakan publik
Tugas pemerintah adalah mengurus, mengelola, melayani warga. Dalam rangka ini yang dilakukan
oleh pemerintah pertama-tama adalah memutuskan untuk berbuat sesuatu: membuat kebijakan
–demi kemaslahatan masyarakat.
Kalau anda menjadi pengurus baru saat ini, maka anda tinggal meneruskan kebijakan- kebijakan
dari pengurus terdahulu. Tapi biasanya anda ingin membuat kebijakan-kebijakan sendiri yang
baru. Mungkin karena kebijakan lama anda anggap salah atau tidak relevan, atau memang belum
ada suatu kebijakan pun tentang suatu masalah (jadi kebijakan anda baru
1
sama sekali). Tapi mungkin juga sekadar agar anda tampil beda: pengurus baru harus membuat
kebijakan baru –meski hanya berganti judul, nama, bungkus dan kulitnya.
Apakah kebijakan publik itu selalu bermanfaat/menguntungkan publik? Publik yang mana? Di
sinilah persoalan/penyakitnya. Seringkali kebijakan publik hanya menguntungkan sekelompok
orang (keluarga dan konco si pemerintah). Lebih dari itu kebijakan publik seringkali malah
merugikan beberapa segmen masyarakat, meskipun memang menguntungkan kelompok
masyarakat yang lain.
Sepertinya memang tidak bisa dihindari, bahwa kebijakan publik itu menghasilkan keuntungan di
satu pihak dan kerugian di pihak lain. Di sinilah keadilan pemerintah diuji: dia/mereka harus
mendistribusikan keuntungan/manfaat dan kerugian/penderitaan seadil- adilnya.
Proses perumusan
Kebijakan publik harus adil!
Cara untuk menjamin keadilan kebijakan adalah: merumuskannya bersama-sama dengan seluruh
warga. Semua warga (kepala keluarga dan orang-orang yang sudah dewasa) diundang untuk
membicarakan apa yang perlu/harus dikerjakan oleh sistem di masa mendatang (setahun, dua
tahun, lima, sepuluh, tigapuluh tahun ke depan). Kalau tidak mungkin semua warga hadir, maka
kita gunakan sistem/cara perwakilan. DPRD sebenarnya sudah mencukupi sebagai wakil, karena
memang mereka dipilih untuk bekerja sebagai wakil rakyat. Tapi – karena satu dan lain hal-- saat
ini kita sering merasa, bahwa mereka tidak/kurang mewakili kita. (Bubarkan saja DPR/D!?)
Kalau metode perwakilan dengan mekanisme yang selama ini kita lakukan tidak memuaskan, kita
dapat melakukannya dengan cara lain: Wakil dipilih secara acak –bisa berdasar wilayah, umur,
pendidikan, pekerjaan dsb.
Cara yang lain adalah: Minta kaum cerdik-pandai untuk membuat kebijakan itu. Para pakar,
ilmuwan, ulama atau cendekiawan adalah orang-orang yang mengerti/ahli di bidangnya, obyektif,
jujur, lurus, ikhlas, tidak punya kepentingan pribadi, tidak memihak dan terbuka dalam berpikir.
Kebijakan yang dibuat oleh orang-orang seperti ini pastilah akan adil.
Siapapun yang merumuskannya, syarat yang harus dipenuhi oleh proses pembuatan kebijakan
adalah: terbuka, partisipatif, tidak boleh ada tekanan/ancaman/intimidasi dari siapapun.
Pelaksanaan
Persis seperti perumusannya, kebijakan haruslah dilaksanakan secara terbuka dan partisipatif
pula. Pemerintah harus memilih pelaksana yang ahli, kompeten, jujur, tangguh, handal,
profesional. Hanya dengan pelaksana yang berkarakter seperti inilah tujuan-tujuan kebijakan
dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Pelaksana itu bisa pegawai/organisasi pemerintah sendiri, bisa swasta, koperasi, LSM, bisa pula
organisasi masyarakat. Pokoknya siapapun boleh, sepanjang mereka mampu dan mau, memenuhi
standar/spesifikasi kualitas –yang disepakati bersama sebelumnya.
Pengawasan, pengendalian
2
Demikian pula, pengawasan haruslah terbuka dan partisipatif. Pemerintah pastilah mengawasi
dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, karena dia harus melaporkan pelaksanaan itu secara
periodik kepada masyarakat. Tapi masyarakat harus diijinkan untuk mengawasi pula. Hasil
pengawasannya harus direspon secara memadai oleh pemerintah: ditanggapi dan ditindak-lanjuti
dalam waktu yang cepat, tidak berlama-lama apalagi ditunda- tunda dan
dikaburkan/didiamkan/dilupakan.
Evaluasi hasil
Setiap pelaksanaan kebijakan haruslah dievaluasi hasilnya. Masyarakat ingin tahu, apakah
kebijakan yang mereka buat dan laksanakan telah menghasilkan sesuatu yang mereka kehendaki
pada waktu mereka merumuskan kebijakan itu. Jika tidak sesuai, apakah masih tetap
memuaskan? Bagian mana dari kebijakan itu yang perlu diganti –atau harus ditinggalkan saja dan
dibuat kebijakan yang sama sekali baru?
Adakah dampak buruk dari pelaksanaan itu? Berapa ganti rugi atau kompensasi yang pantas
untuk diberikan kepada mereka yang terdampak itu?
Apakah para pelaksana telah bekerja dengan baik? Apakah terjadi penyimpangan,
penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang? Hadiah atau hukuman apa yang pantas
diberikan kepada mereka?
Apakah pengurus dapat/perlu dipertahankan untuk duduk sebagai pengurus atau harus diganti –
nanti atau sekarang juga?
Penutup
Kalau kebijakan publik dirumuskan, dilaksanakan, diawasi, dikendalikan dan akhirnya dievaluasi
dengan proses dan cara seperti tersebut di atas, maka sistem kehidupan masyarakat akan
bergerak maju dan semakin maju dengan cepat.
Mengapa tidak?**