Dosen Pengampu:
Dr.H.A.Fenny Rahman HS., M.Pd
Oleh:
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan
kecepatan yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa
Dinul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam
adalah suatu agama yang sekaligus menjadi pandangan atau pedoman hidup.
Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang digunakan mulai zaman muncul
pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai pada zaman modern sekarang
ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran
yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk kemaslahatan umat
manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat luas
dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial, ekonomi,
sains, teknologi dan sebagainya.
Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan,
terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’,
Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran
Islam. Namun permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang belum
mengetahui betapa luas dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna
mendukung umat Islam untuk maju dalam bidang pengetahuan.
1
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja sumber-sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam?
3. Bagaimana Hadits sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam?
4. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan
Hadits?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pengertian Al-Qur’an dari segi terminologinya dapat dipahami dari
pandangan beberapa ulama, bahwa:
a. Muhammad Salim Muhsin dalam bukunya “Tarikh Al-Qur’an al-Karim”
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Yang ditulis
dalam mushaf-mushf dan dinukilkan/ diriwayatkan kepada kita dengan
jalan mutawatir dan membacanya dipandang ibadah serta sebagai
penentang (bagi yang tidak percaya) ataupun surat terpendek.
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah
Subhanahuwwata’ala yang diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril)
kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Dengan bahasa
arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujah kerasulannya,
undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta
dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf
yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas, yang
diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir.
c. Muhammad abduh mendefinisikan Al-Qur’an sbagai kalam mulia yang
diturunkan oleh Allah Subhanahuwwata’ala kepada Nabi yang paling
smpurna (Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam) ajarannya mencakup
keseluruhan ilmu pengetahuan, ia merupakan sumber yang mulia yang
esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci daan
berakal cerdas.
4
megenai bacaannya maupun pemahamannya lalu jibril menyampaikannya
kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam yang ada di bumi.
Menurut az-zarqani asbabun nuzul adalah khusus atau sesuatu yang
terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya Al-Qur’an sebagai penjelas
hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
5
nazar, sumpah dan ibadah-ibadah yang lain yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah Subhanahuwwata’ala. Mu’amalah berkaitan dengan
akad, pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya yang mengtur
hubungan manusia dengan sesama.
Ada dua segi pembahasan isi/kandungan Al-Qur’an, yaitu dimensi
keagamaan dan dimensi keilmuan.
Dimensi Keagamaan
Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam kaitannya dengan
persoalan-persoalan. Pertama, akidah dan kepercayaan yang harus dianut
oleh manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan
kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan; kedua, mengenai
syariat dan hukum,dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang
harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya; ketiga, mengenai akhlak yang murni, dengan jalan
menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh
manusia dalam kehidupannya baik secara individual maupun kolektif.
Dimensi Keilmuan
Al-Qur’an adalah sumber segala pelajaran dan pengetahuan,
didalamnya pembicaraan-pembicaraan dan kandungan isinya tidak semata-
mata terbatas pada bidang-bidang keagamaan, ia meliputi berbagai aspek
hidup dan kehidupan manusia.
Menurut Dr. Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus,
tak ada yang lebih menekankan pentingnya sains dari pada kenyataan
bahwa: berbeda dengan bagian legislatif yang hanya 250 ayat saja,
sedangkan 750 ayat Al-Qur’an hampir seperdelapannya menegur orang-
orang mukmin untuk mempelajari alam semesta, untuk berfikir, untuk
menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk menjadikan kegiatan
ilmiah ini sebagai bagian dari kehidupan umat.
Sekarang banyak ditemukan orang yang mencoba menafsirkan
beberapa ayat Al-Qur’andalam sorotan ilmiah modern. Dengan tujuan
untuk menunjukkan mu’jizat Al-Qur’an dalam lapangan keilmuan untuk
meyakinkan orang-orang non-muslim akan keagungan dan keunikan Al-
6
Qur’an, dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab
seperti itu.
Pandangan mengenai Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan
bukanlah merupakan sesuatu yang baru, karena banyak ulama besar kaum
muslimin yang berpandangan demikian.
Dari keterangan diatas, para ulama berkeyakinan bahwa Al-Qur’an
merupakan kitab petunjuk bagi kemajuan manusia, dan mencakup apa
yang diperlukan manusia dalam wilayah iman dan amal. Al-Quran juga
mengandung rujukan-rujukan pada sebagian fenomena alam.
7
Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopoli kapitalisme
dengan falsafah kolektif komunisme, menciptakan ummatan wasathan
yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan suatu
peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan panduan dan
panduan Nur Ilahi.
Berikut adalah fungsi al-quran menurut nama-namanya:
Al-huda (petunjuk). Dalam al-quran terdapat 3 kategori tentang posisi al-
quran sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum.
Kedua, Al-Quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.
Ketiga, petunjuk bagi orang-orang beriman.
Al-furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran
untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan batil.
Asy-syifa (obat). Al-Quran dikatakan berfungsi sebagai obat bagi
penyakit-penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dada
adalah penyakit-penyakit psikologis.
Al-mauizhah (nasihat). Al-Quran berfungsi sebagai nasihat orang-orang
yang bertakwa.
8
tidak ada, maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada
bayyan, maka mubayyan tidak hilang.
Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy al-subut, sedangkan sunnah bersifat
zanniy al-subut.
Ketiga, secara tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan
kedudukan sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat populer mengenai
pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya menunjuka
subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.
Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam:
1. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban
untuk dapat mempercayai dan menerima apa saja yang telah disampaikan oleh
Rasul kepada umat beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.
Selain Allah Subhanahuwwata’ala memerintahkan agar umatnya
percaya kepada Rasul juga dapat menaati semua perintah atau peraturan yang
telah ditetapkan atau dibawa oleh beliau. Taat kepada Rasul sama denga taat
kepada Allah. Sebagaimana firman Allah QS. Al- ‘Imran:32 yang berbunyi:
َقُلْ َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرسُو َل فَِإ ْن ت ََولَّوْ ا فَِإ َّن هَّللا َ ال يُ ِحبُّ ْال َكافِ ِرين
9
2. Dalil Al-Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup,
disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
وقال صلى هللا عليه وسلم:
تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة النبيه صلى هللا عليه وسلم
)(روه مالك في موطأ
Artinya: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Telah ku
tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama
berpegang teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan
Sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam (Al-Hadist)
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menerangkan tentang
pedoman hidup maupun penetapan hukum. Hadits-hadits tersebut
menunjukkan terhadap kita bahwa berpegang teguh kepada hadits sebagai
pedoman hidup iitu wajib, sebagaimana wajib pada Al-Qur’an.
10
4. Tingkatan Hadits
Secara umum tingkatan hadis terbagi ke dalam tiga, yaitu hadits sahih,
hadis hasan, dan hadis dla‟if.
a. Hadits Shahih
Hadits shahih yaitu hadis yang (1) para perawinya
berkesinambungan dan dapat diterima oleh perawi yang adil dan dlabith.
Adil artinya memiliki sifat adalah yaitu muslim, dewasa, sehat akal, dan
tak pernah berbuat dosa. Dlabith yaitu kuat hafalan, cermat, tepat
tanggapan, dan tidak pelupa. (2) tidak cacat dan (3) tidak bertentangan
dengan riwayat lain yang lebih kuat. Berdasarkan jumlah perawi, hadis
sahih ada tiga jenis, yaitu:
Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak
perawi dan dari banyak perawi sampai waktu dituilskannya sehingga,
karena banyaknya, tidak memungkinkan mereka untuk melakukan
kebohongan.
Hadits Masyhur
Hadits masyhur yaitu hadis yang pada awalnya diriwayatkan
secara seorang-perseorang tetapi pada tingkat akhirnya diriwayatkan
oleh banyak perawi.
Hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ke
seseorang hingga ditulisnya.
b. Hadits Hasan
Yaitu hadis yang sanadnya berkesinambungan, disampaikan oleh
perawi yang adil tetapi kurang kedhabitannya (kekuatan hafalannya),
terbebas dari cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.
c. Hadits Dha’if
Yaitu hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis
hasan, baik dalam sanad, rawi, atau mengandung catat dan bertentangan
dengan riwayat yang lebih kuat. Ada beberapa jenis hadis dha‟if di
11
antaranya:
Hadits Mursal: hadis yang tidak menyebut sahabat dalam rangkaian
perawinya.
Hadits Munqathi‟: hadis yang sanadnya terputus di tengah, karena ada
rawi yang hilang, atau rawi yang identitasnya tidak dikenal.
Hadits Maqlub : hadis yang susunan rawinya terbalik dalam sanadnya,
misalnya seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau
terbalik antara sanad dan matannya.
Hadits Munkar: hadis yang matannya tidak dikenal, kecuali dari
seorang rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan
hafalannya.
Hadits Matruk : hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui
suka berbohong, atau sering salah, atau fasik (berbuat dosa), atau
teledor, sedangkan haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja.
12
beberapa orang rawi (disebut ruwat jamak dari rawi). Dalam contoh di atas
rawi-rawinya ada 6 orang yaitu al-Hamidi Abdullah bin Zubair, Sufyan,
Yahya bin Said, Muhammad bin Ibrahim, Alqamah bin Waqash, dan Umar
bin Khathab.
d. Rijalul Hadits
Rijalul hadis adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan
suatu hadits, yaitu para perawi hadis itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadis
banyak ditentukan oleh rijalul hadits-nya dari segi kecermatan dan
ketelitianya (dhabit) dan keterpercayaanya. Untuk menentukan apakah
para perawi itu berkwalitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk ini,
disebut Ilmu Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji biografi setiap
orang yang terlibat dalam periwayatan hadis, disebut juga Ilmu Tarikhur
Ruwat (Ilmu Sejarah Hidup Para Perawi).
13
Permasalahan yang tidak ada atau tidak jelas ketentuan hukumnya dalam
Al-Qur’an atau hadist Nabi.
Ayat-ayat Al-Qur’an tertentu dan hadis tertentu tidak begitu jelas
maksudnya yang mungkin disebabkan oleh makna yang dikandung lebih
dari satu sehingga perlu ditentukan dengan jalan ijtihad untuk mengetahui
makna-makna yang sesungguhnya yang dimaksud.
2. Macam-Macam Ijtihad
a. Ijma
Ijma berarti menghimpun, mengumpulkan, atau bersatu dalam
pendapat, dengan kata lain Ijma merupakan consensus yang terjadi di
kalangan para mujtahid terhadap suatu masalah sepeninggal Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam. Ahli ushul fikih mengemukakan bahwa Ijma
adalah kesepatan para mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa
sepeninggal Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam terhadap suatu hukum
syariat mengenai suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa yang
memerlukan ketentuan hukum yang tidak ditemukan dalam kedua sumber
sebelumnya (Al-Quran dan sunnah) maka para mujtahid mengemukakan
pendapatnya tentang hukum suatu peristiwa dan jika disetujui atau
disepakati oleh para mujtahid lain, kesepakatan itulah yang disebut Ijma.
b. Qiyas
Secara harfiah berarti analogi atau mengumpamakan. Adapun
menurut pengertian para ahli fikih, qiyas adalah menetapkan hukum
tentang sesuatu yang belum ada nash atau dalilnya yang tegas, dengan
sesuatu hukum yang sudah ada nash atau dalilnya yang didasarkan atas
persamaan illat antara keduanya. Misalnya, menetapkan haramnya
minuman bir yang tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dengan khamar
yang ada hukumnya di dalam Al-Quran. Menyamakan atau
menganalogikan bir dengan khamar ini didasarkan pada adanya persamaan
illat antara keduanya, yaitu
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber ajaran
islam ada tiga macam, yaitu Al-qur’an, hadits dan ijtihad. Al-qur’an sebagai
sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi tentang semua
kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak yang
murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam. Sedangkan
Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-qur’an mengajarkan
kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah disampaikan oleh Rasul
untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga terdapat
pernyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga terdapat dalam
salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai pedoman hidup
setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran
karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan
hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu bahwa sumber ajaran
islam sangat penting sebagai pedoman hidup, untuk itu hendaknya apabila kita
melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka akan menjadikan hal yang
fatal.
B. Saran
Al-Qur’an, Al-Hadits adalah sumber hukum Islam begitu juga dengan
ijtihad, Oleh karenanya diharapkan dan diharuskan agar semua umat Islam
menjadikan ketiganya sebagai pedoman hidup dan dasar hukum dalam Islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
16