Anda di halaman 1dari 17

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM QS.

ALI-IMRAN AYAT 18
DAN QS. AL-ANKABUT AYAT 43

MAKALAH

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi)

Dosen pengampu:
Agus Zamzam Nur, M.Pd

Disusun oleh kelompok 6:

Andi Setiabudi (20211021004)


Sulaeman (20211021022)
Waliyul Ilmi (20211021014)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah Subhanahuwwata’ala pencipta alam semesta


yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang
menjadikan setiap apa yang ada di bumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang
berfikir. Tidak lupa sholawat serta salam akan tetap tercurahkan kepada
junjungan besar kita Nabi Muhammad Shalallahu A’laihi Wa Sallam beserta
keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. dan sungguh berkat
limpahan rahmat-nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini demi
memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah Subhanahuwwata’ala semata. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, sehingga penyusun dapat memperbaiki makalah ini
menjadi lebih layak untuk dibaca, dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan
informasi yang bermanfaat bagi semua pihak. Atas perhatiannya penyusun
menyampaikan terima kasih.

Kuningan, 14 April 2022


Penyusun

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A. Lafadz dan Asbabun Nuzul Qs. Ali-Imran ayat 18 .................... 3
B. Tafsir Qs. Ali-Imran ayat 18 ...................................................... 4
C. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Ali-Imran ayat 18 ................. 9
D. Lafadz dan Asbabun Nuzul Qs. Al-Ankabut ayat 43 ................. 10
E. Tafsir Qs. Al-Ankabut ayat 43..................................................... 10
F. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Al-Ankabut ayat 43............... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam, hal
ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulia disamping hadits-hadits nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Didalam Al qur’an, kata ilmu
digunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana
tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan
dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam.
Allah Subhanahuwwata’ala berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:
”Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan) dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”Ayat ini dengan jelas
menunjukkan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi. Ketinggian itu bukan saja karena nilai
ilmu yang dimilikinya, tetapi juga karena amal dan pengajarannya kepada pihak
lain baik secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan. Keimanan yang
dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan
Allah, sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya.
Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran agamanya untuk
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, maka pasti dapat diraih kembali
puncak kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah hingga
abad ke dua belas Hijrah, dimana umat dan Negara-negara Islam menjadi pusat
peradaban dunia.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Lafadz dan Asbabunn Qs. Ali Imran ayat 18?
2. Bagaimana Tafsir tentang Qs. Ali Imran ayat 18?
3. Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Ali Imran ayat 18?
4. Bagaimana Lafadz dan Asbabunn Qs. Al-Ankabut ayat 43?
5. Bagaimana Tafsir tentang Qs. Al-Ankabut ayat 43?
6. Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Al-Ankabut ayat 43?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Lafadz dan Asbabunn Qs. Ali Imran ayat 18?
2. Untuk mengetahui Tafsir tentang Qs. Ali Imran ayat 18?
3. Untuk mengetahui Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Ali Imran ayat 18?
4. Untuk mengetahui Lafadz dan Asbabunn Qs. Al-Ankabut ayat 43?
5. Untuk mengetahui Tafsir tentang Qs. Al-Ankabut ayat 43?
6. Untuk mengetahui Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Al-Ankabut ayat 43?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lafadz dan Asbabun Nuzul Qs. Surat Ali-Imran ayat 18

Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan


melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Pada saat Rasulullah Shalallahu A’laihi Wa Sallam sudah berhijrah dan


tinggal di Madinah, Islam berkembang dengan cepat. Banyak orang jahiliyah
yang kemudian masuk islam begitu tersentuh dengan dakwah Islam Rasulullah
Shalallahu A’laihi Wa Sallam. Nama besar Rasulullah Shalallahu A’laihi Wa
Sallam di Madinah dengan cepat dikenal oleh banyak orang. Bahkan dua orang
ahli kitab yang berasal dari negeri Syam sengaja datang ke Madinah untuk
bertemu dengan Rasulullah Shalallahu A’laihi Wa Sallam. Kedatangan dua ahli
kitab itu karena penasaran terhadap isi al kitab yang mereka pelajari,
menyebutkan bahwa di kota itu telah datang seorang nabi akhir zaman. Tentu
saja informasi itu membuat keduanya penasaran dan ingin segera
membuktikannya.
Melalui ayat itulah kedua ahli kitab itu disadarkan atas keagungan dan
kebesaran Allah Subhanahuwwata’ala. Firman Allah Subhanahuwwata’ala yang
disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu A’laihi Wassallam tersebut begitu
menyentuh keimanan mereka. Meskipun singkat, mereka merasakan kebenaran
atas ayat tersebut.
Luluhlah hati mereka, sehingga tanpa keraguan lagi mereka akhirnya
mengucapkan kalimat syahadat sebagai pengakuan atas keesaan Allah

3
Subhanahuwwata’ala dan penunjukan Nabi Muhammad Shalallahu A’laihi Wa
Sallam sebagai Rasul-nya.
Seluruh nabi yang dipilih oleh Allah Subhanahuwwata’ala sama-sama
menyerukan kalimat syahadat untuk mengajak seluruh umatnya mempercayai
keesaan Allah Subhanahuwwata’ala dan meyakini bahwa Nabi Muhammad
Shalallahu A’laihi Wa Sallam adalah utusan Allah.
Oleh karena itu, kalimat syahadat ditempatkan pada urutan pertama dalam
rukun Islam. Setelah meyakini ke-esaan Allah Subhanahuwwata’ala dan
meyakini Nabi Muhammad Shalallahu A’laihi Wa Sallam sebagai utusan Allah,
rukun islam dilanjutkan dengan shalat, puasa, zakat dan ibadah haji bagi yang
mampu ke Baitullah.

B. Tafsir Qs. Ali-Imran ayat 18


(Tafsir Al-Azhar) "Allah telah menjelaskan bahwa tiada Tuhan selain
Dia."(pangkal ayat 18).Syahida diartikan menjelaskan. Dengan segala amal
ciptaannya ini, pada langit dan bumi, pada lautan dan daratan, pada tumbuh-
tumbuhan dan binatang, dan segala semat-semesta, Tuhan Allah telah
menjelaskan bahwa hanya Dia yang Tuhan, hanya Dia yang mengatur. Maka
segala yang ada ini adalah penjelasan atau kesaksian dari Tuhan, menunjukkan
bahwa tiada Tuhan melainkan Allah."Demikianpun malaikat"dalam keadaan
mereka yang ghaib itu semuanya telah menyaksikan, telah memberikan
syahadah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebab Malaikat adalah
sesuatu kekuatan yang telah diperintahkan oleh Tuhan melaksanakan perintah-
nya, dan taat patuh setialah mereka menjalankan perintah itu. Kita tidak
dapat melihat malaikat dalam bentuk rupanya yang asli, tetapi kita dapat
merasakan adanya. Di antara malaikat itu ialah Jibril yang diperintahkan Tuhan
menyampaikan wahyu kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu a’laihi wa
sallam dan wahyu itu telah tercatat menjadi Al-Qur’an dan Al-Qur’an telah
terkumpul menjadi mushhaf. Oleh sebab itu di dalam tangan kita sendiri kita
telah mendapat salah satu bekas syahadah dari malaikat. "Dan orang-orang yang
berilmu pun telah menyampaikan syahadahnya pula, bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah. Bertambah mendalam ilmu, bertambah menjadi kesaksianlah

4
dia bahwa alam ini ada bertuhan dan Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah dan tidak
ada Tuhan yang lain, sebab yang lain adalah makhluk-nya belaka. "Bahwa
Dia berdiri dengan keadilan", yakni setelah Allah menyaksikan dengan qudrat-
iradatnya, dan malaikat menyaksikan dengan ketaatannya, dan manusia yang
berilmu menyaksikan dengan penyelidikan akalnya bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, maka timbul pulalah kesaksian bahwa Tuhan Allah itu
berdiri dengan keadilan. Bahwa Tuhan mencipta alam dengan perseimbangan
dan Tuhan menurunkan perintah-nya dengan adil, serta seimbang.
Adil ciptaan-nya atas seluruh alam, sehingga manusia berjalan dengan
teratur, tidak lain adalah karena adil pertimbangannya. Adil pula perintah dan
syariat yang diturunkan-nya, sehingga seimbang dunia dengan akhirat, rohani
dengan jasmani. Kata qisthi mengandung akan maksud adil, seimbang,
semuanya bisa kita dapati di mana-mana dengan teropong ilmu pengetahuan.
"Tidaklah ada Tuhan selain Dia. Maha gagah lagi Bijaksana."(ujung
ayat 18).
Hendaklah menarik perhatian kita tentang kedudukan mulia yang
diberikan Tuhan kepada Ulil-ilmi, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu di
dalam ayat ini. Setelah Tuhan menyatakan kesaksian-nya yang tertinggi sekali,
bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan kesaksian itu datang dari Allah sendiri,
maka Tuhan pun menyatakan pula bahwa kesaksian tertinggi itupun diberikan
oleh malaikat. Setelah itu kesaksian itupun diberikan pula oleh orang-orang
yang berilmu. Artinya, tiap-tiap orang yang berilmu, yaitu orang-orang yang
menyediakan akal dan pikirannya buat menyelidiki keadaan alam ini, baik di
bumi ataupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-
tumbuhan, niscaya manusia itu akhirnya akan sampai juga, tidak dapat tidak,
kepada kesaksian yang murni, bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan
Allah. Itulah pula sebabnya maka di dalam surat Fathir (surat 35 ayat 28)
tersebut, bahwa yang bisa merasai takut kepada Allah itu hanyalah ulama, yaitu
ahli- ahli ilmu pengetahuan.
Imam Ghazali di dalam kitab al-Ilmi dan di dalam kitabnya Ihya
Ulumuddin telah memahkotai karangannya itu ketika memuji martabat ilmu

5
bahwa ahli ilmu yang sejati telah diangkat Tuhan dengan ayat ini kepada
martabat yang tinggi sekali, yaitu ke dekat Allah dan ke dekat malaikat.
Itulah kesan yang timbul kembali, meyakinkan kesan yang pertama tadi
demi setelah memperhatikan pendirian Tuhan Allah dengan keadilan itu. Pada
dua nama, Aziz dan Hakim, gagah dan bijaksana, terdapat lagi keadilan. Tuhan
Allah itu Gagah Perkasa, hukum-nya keras, teguh dan penuh disiplin. Tetapi
dalam kegagah-perkasaan itu, diimbanginya lagi dengan sifatnya yang lain,
yaitu Bijaksana. Sehingga tidak pernah Allah berlaku sewenang-wenang karena
kegagah-perkasaannya dan tidak pernah pula bersikap lemah karena
kebijaksanaannya. Di antara gagah dan bijaksana itulah terletak keadilan1.

(Tafsir Jalalain) Allah menyaksikan artinya menjelaskan kepada


hamba-hamba-nya dengan dalil-dalil dan ayat-ayat (bahwasanya tidak ada
Tuhan) yakni tidak ada yang disembah dalam wujud ini dengan benar
(melainkan Dia, dan) menyaksikan pula atas yang demikian itu (para malaikat)
dengan pengakuan mereka (dan orang-orang yang berilmu) dari kalangan para
nabi dan orang-orang beriman, baik dengan keyakinan maupun dengan
perkataan (menegakkan keadilan) dengan mengatur makhluk ciptaan-nya.
Manshub disebabkan kedudukannya sebagai hal, sedangkan yang menjadi
amilnya ialah arti keseluruhan yakni hanya Allahlah yang mengatur makhluk-
nya dengan seadil-adilnya. (Tidak ada Tuhan melainkan Dia) diulangi kembali
memperkokoh perkataan sebelumnya (Yang Maha Perkasa) dalam kerajaan-nya
(lagi Maha Bijaksana) dalam perbuatan dan ciptaan-nya2.

(Tafsir Ibnu Katsiir) Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan


melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang
diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah
diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
1
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, “Tafsir Al-Azhar Prof. DR. Hamka,” Tafsir (1982): 1140–
1141.
2
Imam Jalaludin Muhammad bin Ahmad Mahalli dan Syaikh Jalaluddin Abdurahman bin Abi
Bakar Suyuti, “Terjemah Tafsir Jalalain” (2010): 1–402.

6
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-
ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-nya.
Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka
katakanlah, "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-
orang yang mengikutiku." Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi
Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, "Apakah kalian (mau) masuk
Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah
menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-
nya. Allah memberikan pernyataan-nya, dan cukuplah Allah sebagai saksi. Dia
adalah saksi Yang Maha benar lagi Maha adil, dan Maha benar firman-nya.
bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Ali Imran: 18) Artinya,
hanya Dialah Tuhan semua makhluk, dan bahwa semua makhluk adalah hamba-
hamba-nya dan merupakan ciptaan-nya; semua makhluk berhajat kepada-nya,
sedangkan Dia Mahakaya terhadap semuanya selain Dia sendiri. Perihalnya
sama dengan yang diungkapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman
lainnya, yaitu: tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-nya
kepadamu. (An-Nisa: 166), hingga akhir ayat. Kemudian Allah mengiringi
pernyataan-nya itu dengan kesaksian para malaikat dan orang-orang yang
berilmu, yang disertakan dengan kesaksian (pernyataan)-nya. Untuk itu Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman: Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Dia (begitu pula) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. (Ali
Imran: 18) Hal ini merupakan suatu keistimewaan yang besar bagi para ulama
dalam kedudukan tersebut.
Yang menegakkan keadilan. (Ali Imran: 18) Lafal qa-iman di-nasab-kan
sebagai hal. Dengan kata lain, Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa
menegakkan keadilan dalam semua keadaan. Tidak ada Tuhan melainkan Dia.
(Ali Imran: 18) Kalimat ayat ini berkedudukan sebagai taukid atau yang
mengukuhkan kalimat sebelumnya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Ali Imran: 18) Al-Aziz Yang Maha Perkasa, Yang keagungan dan kebesaran-
nya tidak dapat dibatasi, lagi Maha Bijaksana dalam semua ucapan, perbuatan,
syariat, dan takdir-nya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada

7
kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul
Walid, telah menceritakan kepadaku Jubair ibnu Amr Al-Qurasyi, telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Ansari, dari Abu Yahya maula
keluarga Az-Zubair ibnul Awwam, dari Az-Zubair ibnul Awwam yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Arafah membaca ayat berikut, yaitu firman-nya: Allah menyatakan bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan.
Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Ali Imran: 18); Sesudah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan: Dan aku termasuk salah seorang yang mempersaksikan hal
tersebut, ya Tuhanku. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui jalur lain. Untuk
itu ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Husain, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Mutawakkil Al-Asqalani, telah
menceritakan kepada kami Umar ibnu Hafs ibnu Sabit Abu Sa'id Al-Ansari,
telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Yahya ibnu Abbad ibnu
Abdullah ibnuz Zubair, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Az-Zubair yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika membacakan ayat ini: Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Dia, begitu pula para malaikat. (Ali Imran: 18); Lalu beliau
mengucapkan: Dan aku ikut bersaksi, ya Tuhanku.
Al-Hafidzh Abul Qasim At-Ath-Thabarani mengatakan di dalam kitab
Mu'jamul Kabir: telah menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad dan Ali
ibnu Sa'id; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu
Umar Al-Mukhtar, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepadaku Galib Al-Qattan, bahwa ia datang ke Kufah dalam salah satu misi
dagangnya, lalu tinggal di dekat rumah Al-A'masy3.

3
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahaman bin Ishaq Al-Sheikh Dr, “Lubaabut Tafsiir Min Ibni
Katsiir,” in Tafsir (Bogor, 2003), 125.

8
C. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Ali-Imran ayat 18
1. Terdapat keutamaan ilmu dan orang orang berilmu (ulama) karena Allah
mengkhususkan mereka
2. Allah meninggikan derajat orang orang yang berilmu
3. Seorang yang mukallaf wajib menerima kesaksian yang adil lagi benar

9
D. Lafadz dan Asbabun Nuzul Qs. Al-Ankabut ayat 43

Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk


manusia. dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu”.

Demikianlah Allah mengumpamakan sesuatu perumpamaan bagi


manusia. Hanya orang ber-akal lah yang dapat memikirkan perumpamaan
tersebut. Sengaja Allah mengambil laba-laba sebagai perumpamaan, karena itu
barangkali yang mudah bagi mereka untuk memahaminya. Selain dari itu, juga
dimaksudkan untuk menerangkan segala keraguan mereka selama ini. Bagi orang
yang selalu menggunakan hati dan pikirannya dan bagi ahli-ahli ilmu
pengetahuan, pastilah dapat memahami perumpamaan seperti tersebut dan akan
semakin banyak mengetahui rahasia-rahasia Allah yang terkandung dalam ayat-
ayat nya. Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah pernah berkata:

Artinya: Orang yang berilmu itu ialah orang yang selalu memikirkan
Allah (dengan memperhatikan makhluk) yang diciptakan Allah, kemudian
beramal dalam rangka taat kepada-nya serta menjauhi segala kemarahan-nya

E. Tafsir Qs. Al-Ankabut ayat 43


(Tafsir Al-Azhar) “Dan beginilah perumpamaan-perumpamaan Kami
perbuatkan untuk manusia." (pangkal ayat 43). Maka banyaklah Allah membuat
perumpamaan, sudah mendekatkan pemahamannya kepada fikiran manusia.
Ada Tuhan mengambil perumpamaan dengan laba-laba atau lawah, sebagai
yang tercantum di sini. Pernah Tuhan mengambil perumpamaan dengan
ba'uudhatan …, yaitu nyamuk. Pernah Tuhan mengambil perumpamaan dengan
dzubaab = …, yaitu lalat. Berkali-kali menyebut zarrah = …, yaitu atom, zat
yang paling kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Pernah mengambil perumpamaan
dengan keledai membawa beban dan beberapa misal yang lain-lain. Tetapi ada
tersebut bahwa orang-orang musyrikin di Makkah, yang menantang semata-

10
mata hendak menantang, masih saja mencari-cari yang akan ditantangnya dalam
perumpamaan-perumpamaan seperti ini. Perumpamaan seperti demikian masih
mereka cemuhkan. Mereka katakan: “Tuhannya si Muhammad itu menurunkan
apa yang dia sebut wahyu, tetapi yang dibicarakan hanya dari hal laba-laba dan
lalat." Oleh sebab itu maka ujung ayat ini ditutup dengan: “Dan tidaklah dapat
memahaminya melainkan orang-orang yang berpengetahuan." (ujung ayat 43).
Tegasnya, orang yang perasaannya kasar karena ilmunya memang tidak
ada, perumpamaan itu tidaklah akan dapat difahaminya Sebaliknya orang yang
berpengetahuan, bertambah tinggi pengetahuannya Itu, akan bertambah
kagumlah dia memikirkan betapa Maha Besar dan Maha Agungnya Kekuasaan
Allah itu meliputi yang besar dan yang kecil. Orang yang berpengetahuan tentu
akan ta'jub melihat bagaimana Tuhan memberikan “instinct" atau naluri kepada
segala yang diberi Allah hak hidup.
Mereka akan berflkir, meskipun Tuhan telah mengatakan bahwa rumah
laba-laba atau dalam kata lain “jaring lawah" itu amat rapuh tidak dapat jadi
pergantungan manusia, namun anugerah naluri yang diberikan Tuhan kepada
laba-laba itu buat berusaha mencari makan memang ajaib sekali. Dia diberi
kesanggupan membuat jaring dan jaring itu merangkap jadi tempat tinggalnya.
Maka kalau ada binatang kecil, berbagai serangga halus terbang meliwati jaring
itu, dia benar-benar akan terjaring, tidak dapat membebaskan dih lagi. Sebab
jaring itu ada pula getahnya. Di waktu dia terjaring itu si laba-laba dengan
pelan-pelan menjalar ke tempat si mangsa terjaring, lalu memakannya4.

(Tafsir Jalalain) (Dan perumpamaan-perumpamaan ini) yang ada dalam


Al-Qur’an (Kami buatkan) Kami jadikan (untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya) yang mengerti akan perumpamaan-perumpamaan ini (kecuali
orang-orang yang berilmu) yakni, orang-orang yang berpikir5.

4
Amrullah, “Tafsir Al-Azhar Prof. DR. Hamka.”
5
Imam Jalaludin Muhammad bin Ahmad Mahalli dan Syaikh Jalaluddin Abdurahman bin Abi
Bakar Suyuti, “Terjemah TafSIR Jalalain.”

11
(Tafsir Ibnu Katsiir) Kemudian Allah Subhanahuwwata’ala. berfirman:
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-'Ankabut: 43)
Maksudnya, tiada yang dapat memahaminya dan merenungkannya kecuali
hanya orang-orang yang mendalam ilmunya lagi berwawasan luas. Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, dari Abu Qubail, dari Amr ibnul As r.a.
yang menceritakan bahwa ia hafal seribu tamsil dari Rasulullah Shalallahu
a’laihi wa sallam. Hal ini merupakan suatu keutamaan yang besar bagi Amr
ibnul As, karena Allah Subhanahuwwata’ala. telah berfirman: Dan
pernmpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-'Ankabut: 43) Ibnu Abu
Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah
menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan
kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sinan, dari Amr
ibnu Murrah yang mengatakan bahwa tiadalah suatu ayat pun yang ia lalui tanpa
ia pahami maknanya melainkan merasa bersedih hati karenanya.
Sebab ia menyadari bahwa Allah Subhanahuwwata’ala. telah berfirman:
Dan pernmpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-'Ankabut: 43)6.

F. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Qs. Al-Ankabut ayat 43


1. Memerintahkan untuk berilmu
2. Berakhlak
3. Berlaku adil dlm sebuah hukum dan harus beriman agar memenuhi peraturan
illahi untuk keseimbangan hidup

6
Dr, “Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir.”

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam ayat ini terdapat keutamaan ilmu dan ulama (orang-orang
berilmu), karena Allah ta'ala mengkhususkan mereka dalam penyebutan tanpa
menyertakan manusia lainnya. Allah menyandingkan kesaksian mereka dengan
kesaksian-nya dan kesaksian para malaikat-nya, dan Allah menjadikan kesaksian
mereka adalah keterangan dan dalil yang paling besar atas ketauhidan-nya,
Agama-nya dan pembalasan-nya. Seorang yang mukallaf wajib menerima
kesaksian yang adil lagi benar tersebut, dan termasuk diantara kandungannya
adalah membenarkan mereka, bahwa para makhluk mengikuti mereka dan bahwa
mereka adalah para pemimpin yang diikuti. Dalam poin ini terdapat
keutamaan, kemuliaan dan kedudukan yang tinggi yang tidak dapat diukur
kadarnya.

B. Saran
Penyusun tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penyusun akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari pembaca

13
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, Haji Abdul Malik Karim. “Tafsir Al-Azhar Prof. DR. Hamka.” Tafsir
(1982): 1140–1141.
Dr, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahaman bin Ishaq Al-Sheikh. “Lubaabut
Tafsiir Min Ibni Katsiir.” In Tafsir, 125. Bogor, 2003.
Imam Jalaludin Muhammad bin Ahmad Mahalli dan Syaikh Jalaluddin
Abdurahman bin Abi Bakar Suyuti. “Terjemah Tafsir Jalalain” (2010): 1–
402.

14

Anda mungkin juga menyukai