Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Disusun Oleh:
Kelompok 4
M. Irfan Ghani 150610200028
Indira Sekar Setiyadi 150610200078
Amienda Cahya Mandasansa 150610200099
Chabibah 150610200105
Dyah Sekar Taji Nur Fadjri 150610200107
Tazkia Khaerunnisa 150610200110
Hutan merupakan sumber daya alam terbarukan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Hutan merupakan aset yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Hutan juga merupakan aset multiguna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu,
arang, pulp, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain (non-use) seperti pelindung panas,
pemecah angin (windbreaks), dan pelindung tanah dari bahaya erosi. Selain itu, hutan juga
menjadi habitat bagi satwa dan hewan lainnya yang penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain, hutan tidak saja memberikan
manfaat pada saat mereka ditebang (manfaat eksploitasi), tetapi juga banyak memberikan
manfaat tatkala sumber daya ini dibiarkan (manfaat konservasi).
Pengelolaan sumber daya hutan memiliki ciri- ciri sebagai berikut.
1. Tidak bersifat common property resource. Hampir sebagian besar hutan di Indonesia,
misalnya, dikuasai oleh pemerintah dan hak pengelolaan hutan diberikan kepada individu
atau swasta melalui mekanisme perizinan.
2. Skala waktu (time scale). Hutan memiliki skala waktu pertumbuhan yang sangat panjang,
mulai saat ditanam sampai ditebang (beberapa jenis pohon tertentu bisa tumbuh sampai
100 tahun, yang tentu saja lebih lama daripada kebanyakan pertumbuhan spesies lain,
misalnya, ikan)
3. Lahan dimana hutan tumbuh memiliki nilai pilihan (option value).
4. Harga per unit (unit price) diharapkan meningkat tergantung umur pohon dan volume
kayu.
5. Adanya konflik pemanfaatan (multiple use resource conflict), misalnya antara
pemanfaatan hutan untuk komersial dan rekreasi.
BAB II
KEHUTANAN NEGARA BERKEMBANG
B. Penyebab Deforestasi
Indonesia telah mempublikasikan hasil penghitungan angka deforestasi sejak
Tahun 2006, dan secara berkala diterbitkan setiap tahunnya. Terdapat beberapa
kegiatan yang diindikasi sebagai penyebab deforestasi yaitu: pengelolaan hutan secara
intensif pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK); konversi
kawasan hutan untuk digunakan oleh sektor lain, seperti perluasan pertanian,
pertambangan, perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan hutan yang tidak lestari;
pencurian kayu atau penebangan liar; perambahan dan okupasi lahan pada Kawasan
hutan serta kebakaran hutan. Selain itu, terdapat penyebab lain seperti pembangunan
infrastruktur, permintaan untuk ekspor kayu bulat, pertumbuhan dan kepadatan
penduduk, urbanisasi dan perluasan daerah perkotaan, harga-harga komoditas (kayu
bulat, kelapa sawit, batu bara, bauksit, dan nikel), aksesibilitas geografis Indonesia
terhadap pasar, kemiskinan, keamanan penguasaan lahan dan konflik, serta upah dan
pekerjaan pasca panen.
2.3 Solusi
A. Pelibatan masyarakat
Mulai tahun 1990 pemerintah mulai sadar akan pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan. Tak bisa dipungkiri terdapat 25.863
desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan di Indonesia dengan jumlah
penduduk pada desa-desa tersebut kurang lebih 37,2 juta jiwa, yang terdiri atas 9,2
juta rumah tangga. Tentunya para penduduk desa yang berada disekitar hutan akan
memanfaatkan hutan untuk kebutuhan sehari-hari, Namun penduduk tersebut juga
memiliki potensi dan kemampuan untuk berperan dalam pengelolaan hutan. Untuk
mendukung Pemberdayaan masyarakat, dalam kurun 2007-2014 pemerintah membuat
berbagai peraturan yang terkait Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa , Kemitraan, dan
Hutan Tanaman Rakyat dengan tujuan mendukung peran masyarakat dalam
pengelolaan hutan. dalam kurun waktu yang sama Perizinan yang telah dikeluarkan
meliputi total kawasan seluas 449.104,23 hektar, terdiri dari Hutan Desa seluas
78.072 hektar, Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 153.725,15 hektar, Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) seluas 198.594,87 hektar, dan Kemitraan seluas 18.712
hektar. Namun, efektivitas implementasinya relatif rendah.
Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, program perhutanan lebih berorientasi
pada kesejahteraan masyarakat dan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka
menengah Nasional Tahun 2015-2019. Pemberian izin jauh lebih lancar dibandingkan
pada 2007-2014, pada kurun waktu 2015-2018 izin yang diterbitkan kepada
masyarakat untuk mengelola hutan mencapai 1.558.453,58 hektar, yang terdiri atas
969.215,18 hektar untuk areal Hutan Desa (HD), 337.142,51 hektar adalah untuk areal
HKm, 99.709,87 hektar untuk areal HTR; 102.000,08 hektar untuk hutan kemitraan,
22.435,59 hektar adalah untuk areal Izin Pemanfaatan Perhutanan Sosial (IPHPS); dan
seluas 27.950,3493 hektar untuk Hutan Adat.
Pemerintah tidak hanya memberikan dukungan melalui peraturan dan perizinan
melainkan dengan berbagai dukungan lain seperti Pemberian alat ekonomi Produktif,
Fasilitas Pembiayaan, Bantuan bibit dan mengadakan festival Pesona (perhutanan
Sosial Nusantara) yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan yang
bergerak pada Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Dengan adanya
berbagai kebijakan dan batuan harapannya penduduk yang tinggal disekitar hutan
dapat memanfaatkan hutan dengan bijak serta semakin peduli akan pentingnya
melestarikan hutan.
3.1 Kondisi
Hutan adalah salah satu aset alam paling luar biasa di planet ini. Menutupi sedikit
di bawah sepertiga dari total luas daratan Bumi, mereka menyediakan rumah bagi dua
pertiga dari keanekaragaman hayati yang dikenal dan memainkan peran penting dalam
pengaturan iklim dan oksigen siklus. Hutan membantu menjaga cadangan air tawar,
membatasi erosi tanah, dan menyediakan tempat berlindung dan rezeki bagi lebih dari
satu miliar manusia.
Sementara, sumber daya ini sangat bermanfaat bagi umat manusia, sumber daya ini
juga berada di bawah ancaman serius dari manusia aktivitas. Studi satelit menunjukkan
bahwa hutan dunia ditebangi dengan laju 177.000 persegi kilometer per tahun,
menghancurkan habitat vital bagi spesies tumbuhan dan hewan.
Sementara beberapa deforestasi paling parah terjadi di negara-negara berkembang
di Asia Tenggara dan Amerika Selatan, penebangan pohon juga merupakan ancaman
lingkungan yang signifikan di salah satu negara maju, yaitu Australia. Menurut perkiraan
WWF, bahwa lebih dari 80% deforestasi yang akan terjadi secara global antara tahun
2015 dan 2030 akan terjadi di 11 'front' deforestasi. Salah satunya adalah Australia timur
di negara bagian Queensland dan New South Wales, yang berarti bahwa Australia berada
di antara Amazon, Kalimantan, Cekungan Kongo, dan daerah tropis terancam lainnya.
Dampak dari penebangan pohon sangat signifikan baik bagi tanaman maupun
hewan dan kesehatan planet yang lebih luas. Beberapa 964 dari 1.250 spesies hewan
darat Australia yang terdaftar sebagai terancam memiliki habitat fragmentasi atau
degradasi terdaftar sebagai ancaman, sementara hal yang sama berlaku untuk 286 dari
390 spesies tumbuhan yang terancam. Spesies yang terancam karena penebangan pohon
termasuk kakatua Carnaby, kasuari selatan, kanguru pohon Bennet, batu karang Cape
York-walabi, dan walabi batu diapit hitam, serta ikon koala, baru-baru ini terdaftar
sebagai hewan yang rentan terhadap kepunahan di Queensland dan New South Wales.
Tetapi penebangan pohon juga memiliki efek jangkauan yang lebih luas pada
lingkungan Australia. Pohon memainkan peran kunci dalam menangkap dan menyimpan
gas rumah kaca, dan menjadi sumber karbon ketika dibunuh. Deforestasi dan degradasi
hutan menyumbang sekitar 15% dari total emisi gas rumah kaca global.
Penebangan pohon juga mendorong erosi tanah, memungkinkan subur lapisan
tanah atas untuk disapu ke saluran air yang merusak yang ada ekosistem. Lebih sedikit
pohon di suatu wilayah juga dapat berkontribusi untuk kekeringan dengan mengurangi
jumlah curah hujan lokal.
3.3 Solusi
Sebagai salah satu bagian dari negara maju, Australia mengakui bahwa hutan
merupakan hal yang penting untuk produksi pangan berkelanjutan, pelestarian spesies
yang terancam, dan penciptaan masa depan rendah pada karbon. WWF-Australia sebagai
organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah mengenai
konservasi, penelitian, dan restorasi sendiri berjuang untuk memperkuat undang-undang
untuk menghentikan penebangan pohon yang berlebihan khususnya di Queensland dan
New South Wales.
WWF mengadvokasi Zero Net Deforestation and Forest Degradation (ZNDD) secara
global pada tahun 2020 yang memungkinkan pembukaan lahan pertanian dan pemukiman
yang terbatas dan terkontrol dengan hati-hati di seluruh negara berkembang. Di Australia,
WWF menganjurkan tutupan Hutan Bersih positif pada tahun 2020 yang memiliki arti
dalam meningkatkan tutupan hutan asli. Hal ini disebabkan Australia sudah berkembang
dengan baik dan memiliki lebih dari cukup lahan yang terbuka untuk dikerjakan.
Perdana Menteri Australia, Scott Morison, sejauh ini memberikan solusi dengan
menentang dalam menolak hubungan apapun yang berkesinambungan antara kebijakan
iklim konservatif pemerintah dan kebakaran hutan dengan meningkatkan kinerja dan
membatasi emisi. Pihaknya juga mengatakan bahwa banyak layanan kesehatan mental
yang tersedia untuk para korban yang terkena dampak deforestasi. Resor pegunungan
Australia pun diperintahkan oleh pemerintah Australia dengan membersihkan mesin
pembuat salju musim dingin untuk meledakkan air dingin ke lereng ski yang kering.
Dewan Asuransi Australia memberikan total klaim yang mencapai lebih dari AUS$ 900
juta akibat kerusakan deforestasi.
BAB IV
KESIMPULAN
Kondisi Menyumbang emisi gas 20%dari Menyumbang emisi gas 15% dari
total emisi gas rumah kaca global. . total emisi gas rumah kaca global.
Solusi
● Menghentikan deforestasi ● Memperkuat undang-
yang berlebihan undang untuk menghentikan
● Mempertegas penegakan penebangan pohon yang
hukum yang mengatur berlebihan.
kelestarian hutan ● Di Australia, WWF
● Melibatkan masyarakat menganjurkan tutupan
sekitar desa Hutan Bersih positif.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. Status Hutan dan Kehutanan
2018. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Nadolny, C., Burrows, W. H., Pickard, J., & Hannam, I. (1991). Tree clearing in Australia.
Search, 22(2), 43–52. https://doi.org/10.1016/0006-3207(92)91237-m
Fauzi, A. (2004). Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan: Teori dan aplikasi. Gramedia
Pustaka Utama.
Gallen, L. Konsekuensi dari Kebijakan Perubahan Iklim yang Buruk: Peringatan dari
Tetangga Indonesia.