Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N
DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IGD RSUP DR. KARIADI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Pembimbing Akademik
Ns. Nana Rochana,S.Kep.,MN
Ns.Nur Hafizhah W.,M.Kep
Pembimbing Klinik
Ns. Nurul Azizatunnisa,S.Kep

Disusun Oleh :
Suryani Ningsih 22020121210043
Kelompok V

PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXVIII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.N
DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IGD RSUD DR. KARIADI SEMARANG

A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular semakin mengalami peningkatan, dimana proporsi usia
produktif dan usia lanjut menjadi usia yang rentan terhadap penyakit tidak menular.
Bukan hanya masalah kurang gizi, kurus, pendek, akan tetapi juga gizi yang
berlebihan, kegemukan atau obesitas yang terjadi pada anak, remaja, dan dewasa.
Selain itu juga malas dalam bergerak, kurang olahraga, konsumsi rendah serat tinggi
gula, garam dan lemak, merokok, minum alcohol, dan stress tinggi dapat memicu
terjadi penyakit tidak menular ini. Lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya
meninggal karena penyakit tidak menular (63% dari seluruh kematian). Selain itu
juga lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan karena peyakit tidak menular terjadi
sebelum usia 60 tahun. Secara global setiap tahunnya penyebab kematian nomor satu
penyakit tidak menular yaitu penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit yang diakibatkan karena gangguan pada fungsi jantung,
pembuluh darah seperti penyakit jantung coroner, penyakit gagal jantung, hipertensi,
dan stroke (Permatasari, 2020).
Komplikasi penyakit hipertensi menyebabkan kurang lebih 9,4 juta kematian
setiap tahunnya di seluruh dunia. Penyakit hipertensi menyumbang 45% kematian
karena penyakit jantung dan sekitar 51 % kematian karena penyakit stroke. Kematian
yang disebabkan karena penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung koroner
dan stroke diprediksi akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030. Berdasarkan dari Riskesdas (2018), didapatkan bahwa sekitar 34,1%
penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia mengalami hipertensi, dimana pulau
Kalimantan dan pulau Jawa mendominasi urutan tertinggi prevalensi hipertensi pada
tahun 2018. Kelompok umur 45-54 tahun merupakan penderita hipertensi terbanyak
(24,0%), perempuan (54,3%) lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sebagian besar
penderita hipertensi bertempat tinggal diperkotaan (55,9%), hal ini disebabkan
karena faktor gaya hidup, dan pola konsumsi masyarakat diperkotaan cenderung
lebih berisiko daripada masyarakat didaerah perdesaan (Pusdatin,2018).
Penyakit tidak menular selanjutnya yaitu penyakit jantung terbanyak
ditemukan pada kelompok umur 55-65 tahun sebesar 21,3% dan penduduk yang
tinggal didaerah perkotaan (59,8%) lebih banyak menderita penyakit jantung
dibandingkan dengan penduduk di pedesaan (40,2%). Penyakit diabetes melitus,
ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun (29,3%) dan berdasarkan jenis kelamin
orang dengan diabetes melitus sebagian besar perempuan (60,7%), dan sebagian
besar penderita diabetes melitus bertempat tinggal di daerah perkotaan (52,6%).
Dimana karakteristik penderita hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus
kebanyakan orang yang berpendidikan SD. Berdasarkan dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa orang dengan penyakit hipertensi memiliki risiko 4 kali
mengalami stroke, dan orang dengan diabetes melitus berisiko hampir 3 kali
mengalami stroke (Razdiq & Imran 2020) (Pusdatin,2018).
Kejadian penyakit stroke lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun
(33,3%), untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki proporsi kejadian
stroke yang hampir sama, dan sebagian besar pendudukan yang terkena stroke
memiliki pendidikan tamat SD (29,5%). Akan tetapi kendala penanganan stroke di
Indonesia terkait deteksi dini faktor risiko belum optimal dimasyarakat, hal ini dapat
dilihat dari peningkatan prevalensi faktor risiko dan capaian skrining kesehatan usia
produktif yang masih rendah. Terlambatnya penanganan kasus stroke dikarenakan
masyarakat belum mengenali tanda-tanda dini serangan stroke. Selain itu juga belum
semua RS memiliki perangkat diagnostic maupun tim penanganan stroke yang
lengkap dan terpadu, menyediakan fasilitas pelayanan stroke terpadu, serta memiliki
tim penanganan stroke dengan kompetensi khusus perawatan stroke (Pusdatin,2018).
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan stroke non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Tujuan Khusus
a) Mampu mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik
b) Mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan stroke non hemoragik di
Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
c) Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
d) Mendeskrispikan rencana keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik
di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
e) Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
f) Mendeskripsikan evaluasi dari tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
g) Mendeskripsikan pendokumentasian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
3. Tinjauan Pustaka
a) Tinjauan Pustaka Medis
Pengertian Stroke
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian
jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke
otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak
mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah tersebut (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Stroke adalah penyakit
yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang
lain sebagai akibat gangguan funsgi otak (Mutaqin, 2011)
Klasifikasi Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik.
• Stroke Iskemik (Infark/sumbatan)
Stroke iskemik terdapat pada sekitar 80% dari semua kasus stroke.
Stroke iskemia ini dapat terjadi ketika suplai darah ke otak berhenti atau
terganggu akibat adanya penyumbatan arteri sehingga berakibat menghambat
aliran darah otak. Salah satu serangan stroke iskemik adalah TIA (trasient
ischemic attack) atau yang biasa disebut dengan mini-stroke. TIA terjadi
ketika suplai darah ke otak terputus untuk sementara (gangguan sesaat).
Gejala stroke ini sama dengan gejala stroke lainnya, tetapi perbedaannya
adalah TIA dapat pulih kembali dengan cepat atau segera. Dalam istilah lain,
berarti suatu episode dapat berlangsung singkat dalam waktu beberapa menit
hingga beberapa jam, tetapi tidak lebih dari 24 jam. TIA sering menjadi
peringatan akan datangnya serangan stroke yang lebih parah.
• Stroke Hemoragik (Perdarahan)
Stroke hemoragik (perdarahan) terdapat sekitar 20% dari semua kasus
stroke dengan risiko peningkatan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stroke infark (iskemik). Stroke hemoragik
disebabkan oleh perdarahan di otak atau sekitar otak akibat pecahnya
pembuluh darah (perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid).
Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal hemiplegi, pupil mengecil, dan kaku kuduk (Mutaqin, 2011).
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik
Kriteria Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Perbedaan Parenchymatous Subarachnoid Trombosis of Embolism of
Hemorrhage Hemorrhage cerebral vessels cerebral vessels
Usia 40-60 th 20-40 th 50 th Tidak penting
pada sumber
emboli
Tanda awal Sakit kepala Sakit kepala Serangan TIA Tidak sakit
menetap sementara (Iskemik
kepala
sementara)
Saat Mendadak, Mendadak, Pucat Pucat
timbulnya kadang pada saat merasa ada
penyakit melakukan tiupan di kepala
aktivitas dan
adanya tekanan
mental
Gangguan Penurunan Gangguan Kecepatan Sering pada awal
kesadaran kesadaran kesadaran menurunnya
kejadian atau
mendadak reversible sesuai dengan
memberatnya perubahan yang
deficit
terjadi sesuai
neurologis
dengan beratnya
deficit
neurologis
Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Motor Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
excitation
Muntah 70-80% >50 % Jarang 2-5 % Kadang-kadang
(25-30%)
Pernapasan Irreguler, Kadang Jarang terjadi Jarang terjadi
(Breathing) mengorok Cheyne-Stokes gangguan pada
gangguan pada
Kemungkinan kasus proses
bronchorrea hemisfer kasus proses
hemisfer
Nadi (pulse) Tegang, Kecepatan nadi Mungkin cepat Bergantung pada
bradikardia lebih 80-100x/menit dan halus
etiologic
sering
penyakit jantung
Jantung Batas jantung Patologi jantung Lebih sering Alat jantung
(heart) mengalami jarang kardiosklerosis,
endocarditis,
dilatasi, tekanan tanda hipertonik
aorta terdengar jantung aritmia kardiak
pada bunyi
jantung II
Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang Bervariasi Bervariasi
(blood meningkat
preassure) (mungkin
menetap tak
berubah)
Paresis atau Hemiplegia Bisa tidak ada. Hemiparesis Hemiparesis,
plegia dengan aktivitas Jarang pada lebih prominen
kelemahan di
ektremitas berlebihan, lutut pada salah satu
ekstensi ekstremitas bisa salah satu
abnormal mengarah ke
ekstremitas lebih
hemiplegia
tampak daripada
yang lainnya.
Kadang-kadang
mengarah ke
hemiplegia
Tanda Kadang-kadang Kadang-kadang Unilateral Unilateral
patologi bilateral, tampak mengarah ke
bilateral
lesi pada salah
satu sisi serebral
Rata-rata Cepat Cepat Secara perlahan Cepat
perkembangan
penyakit
Serangan Jarang 30% Jarang Jarang
Tanda awal Kadang-kadang Hamper selalu jarang Jarang pada
iritasi
gejala awal
meningeal
penyakit
Pergerakan Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang
mata
Cairan Berdarah atau Kadang-kadang Tidak berwarna Tidak berwarna
cerebrospinal xanthocromic perdarahan dan jernih
dan jernih
dengan
peningkatan
tekanan
Fundus mata Kadang-kadang Jarang Perubahan Perbedaan
perdarahan dan perdarahan sklerotik
perubahan
perubahan pembuluh darah
pembuluh darah pembuluh darah
(arterosklerosis
dan vasculitis)
Echo-EG Terdapat tanda Tidak terdapat Tidak terdapat
pergantian M- pergantian tanda tanda M-echo
echo dan M-echo di atau
hematoma edema otak dan kemungkinan
hipertensi pergantian
intrakranial hingga 2mm
keutuhan
hemisfer pada
hari pertama
serangan stroke
Sumber : Baticca, 2008

Berdasarkan deficit neurologis dibagi menjadi empat jenis yaitu :


a) Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan timbulnya
defisit neurologis akut yang berlangsung kurang dari 24 jam.
b) Reversible Ischemic Neurological Deficid (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih lama,
maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan gejala sisa.
c) Complete Stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa.
d) Stroke in Evolution (Progresive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit di tentukan
prognosanya.Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,
berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk.
(Mutaqin, 2011).
Berdasarkan klinisnya, stroke dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Lacunar Syndromes (LACS)
Terjadi penyumbatan tunggal pada lubang arteri sehingga menyebabkan area
terbatas akibat infark yang disebut dengan lacune. Mayoritas lacune terjadi
di area seperti nucleus lentiform dan gejala klinisnya tidak di
ketahui.Terkadang terjadi kemunduran kognitif pada pasien.
b) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
Menyebabkan kelumpuhan bagian saraf cranial ipsilateral (tunggal maupun
majemuk) dengan kontralateral defisit snsorik meupun motoric.Terjadi pula
defisit motorik-motorik bilateral.Gangguan gerak bola mata (horizontal
maupun vertical), gangguan cerebellar tanpa defisit traktus bagian ipsilateral,
terjadi hemianopia atau kebutaan kortikal. POCS merupakan gangguan fungsi
pada tingkatan kortikal yang lebih tinggi atau sepanjang yang dapat di
kategorikan sebagai POCS(Irfan M. , 2012)
Etiologi Stroke
Etiologi stroke menurut Smaltzer dan Bare (2013), stroke biasanya
disebabkan oleh salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
a) Trombosis
Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi
secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
paresthesia pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada
beberapa jam atau hari.
b) Embolisme serebral
Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabangcabangnya yang merusak sirkulasi serebral
(Valante dkk, 2015).
c) Iskemia
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante dkk,
2015).
d) Hemoragi
Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan
perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran
dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.
Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak
dapat dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol, diantaranya :
a) Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
• Usia
Penyakit stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada saat umur
bertambah kondisi jaringan tubuh sudah mulai kurang fleksibel dan lebih
kaku, termasuk pembuluh darah. Setalah berumur 55 tahun, risiko stroke
iskemik meningkat 2 kali lipat tiap dekade.
• Jenis kelamin
Kejadian stroke lebih tinggi pada laki-laki karena jenis kelamin laki-laki
berhubungan dengan faktor risiko stroke lainnya yakni kebiasaan merokok
dan konsumsi alcohol.
• Ras
Berdasarkan penelitian, orang negro Amerika cenderung berisiko 1,4 kali
lebih besar mengalami perdarahan intraserebral (dalam otak) dibandingkan
orang kulit putih. Orang Jepang dan Afrika-Amerika cenderung mengalami
stroke perdarahan intrakranial, sedang orang kulit putih cenderung terkena
stroke iskemik, dan akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak.
• Faktor genetic
Orang yang memiliki riwayat stroke pada keluarga mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang yang tanpa riwayat
stroke pada keluarganya.
(Smaltzer & Bare, 2013)
b) Faktor risiko yang dapat dikontrol terdapat 2 tingkatan yaitu :
• Pada tingkatan pertama faktor risiko stroke yang dapat dikontrol, dapat
diurutkan dari tingkat banyaknya kejadian seperti hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri.
• Pada tingkatan kedua faktor risiko stroke yang dapat dikontrol yaitu terdiri
dari kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik karotid stenosis, sickle cell
disease, terapi hormon esterogen, diet, obesitas, alkohol, migrain, dan
hiperkoagulasi. Kebanyakan dari faktor risiko yang tingkatan kedua ini,
memiliki hubungan dengan pengembangan faktor risiko tingkatan pertama,
misalnya obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dan
diabetes (Goldstein dkk, 2010).
Tanda dan Gejala Stroke
Tanda dan gejala penyakit stroke diantaranya yaitu :
• Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali terjadi
pada salah satu sisi tubuh
• Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh
• Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan
• Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata
• Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan
• Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau pingsan
Selain itu juga gejala dan tanda-tanda stroke dapat diingat dengan
slogan SeGeRa Ke RS, dimana
Se → Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit
menelan air minum secara tiba-tiba
Ge → Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba
Ra → bicaRa pelo/ tiba-tiba tidak dapat berbicara, tidak mengerti
kata-kata/ bicara tidak nyambung
Ke → Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh
R → Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba
S → Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah
dirasakan sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa
berputar, gerakan sulit dikoordinasi
(Smaltzer & Bare, 2013)
Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis stroke diantaranya yaitu :
a) Defisit lapang pandang
• Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
• Kesulitan menilai jarak
• Diplopia
b) Defisit motoric
• Hemiparesis (Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
• Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
• Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
• Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
• Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
c) Deficit sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
d) Deficit verbal
• Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
• Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
• Afasia global (Kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
e) Deficit kognitif
• Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
• Penurunan lapang perhatian
• Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
• Perubahan penilaian
f) Deficit emosional
• Kehilangan kontrol diri
• Labilitas emosional
• Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
• Depresi
• Menarik diri
• Rasa takut, bermusuhan dan marah
• Perasaan isolasi
(Wijaya & Putri, 2013)
Komplikasi Stroke
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2013) meliputi:
a) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hemotokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
b) Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
c) Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
Pencegahan Stroke
Faktor-faktor yang dapat dilakukan untuk pencegahan stroke diantaranya yaitu :
• Kendalikan tekanan darah
Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dapat mengurangu
risiko stroke hingga 75-85 persen. Pada pasien stroke disarankan untuk
memeriksakan tekanan darah maksimal satu bulan sekali.
• Kendalikan diabetes
Diabetes mellitus meningkatkan risiko stroke hingga 300 persen. Orang
dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke yang
lebih parah dan meninggalkan cacat yang menetap.
• Miliki jantung sehat
Penyakit jantung, secara signifikan meningkatkan risiko stroke. Bahkan,
stroke kadangkala disebut sebagai serangan otak karena adanya persamaan
biologis antara serangan jantung dan stroke.
• Kendalikan kadar kolesterol
Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan aterosklerosis
karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam pembuluh karotid, yaitu
pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Penyempitan pembuluh-
pembuluh inilah yang dapat meningkatkan risiko stroke.
• Berhenti merokok
Perokok memiliki risiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan
cenderung untuk membentuk gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan erat
dengan stroke.
(Wijaya & Putri, 2013).
Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke sesuai dengan penyebab stroke yang dapat berupa
terapi farmakologi, radiologi intervensional, ataupun pembedahan. Pada stroke
iskemik, terapi dilakukan bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah ke otak,
membantu lisis bekuan darah dan mencegah thrombosis lanjutan, melindungi
jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Sedangkan
pada stroke hemoragik, terapu bertujuan untuk mencegah kerusakan sekunder
dengan mengendalikan tekanan intracranial dan vasospasme, serta mencegah
perdarahan lebih lanjut.
• Farmakologi
1. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
2. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan peran
sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi
3. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
• Non Farmakologi
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan terapi wicara, fisioterapi,
akupuntur, terapi ozon, terapi sonolisis, hidroterapi, senam ergonomic, yoga
(terapi meditasi), terapi music, terapi bekam, terapi nutrisi, aromaterapi,
terapi herbal, hipnoterapi, dan psikoterapi.
• Pembedahan
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk memperbaiki aliran darah serebri
dengan:
1. Endoseterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis dileher
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ligase arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
• Pemeriksaan 12 saraf kranial
(Wijaya & Putri, 2013)
b) Tinjauan Pustaka Keperawatan
a. Definisi
Risiko perfusi serebral tidak efektif merupakan suatu kondisi yang berisiko
untuk mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak yang nantinya dapat
menganggu kesehatan.
b. Faktor yang berhubungan
Ada bebrapa faktor yang dapat mempengaruhi risiko perfusi serebral,
diantaranya yaitu :
1. Arterosklerosis pembuluh darah otak
Arterosklerosis adalah penumpukan aterom atau lemak pada lapisan dalam
pembuluh darah. Apabila aterom ini sudah menutupi lumen seluruh
pembuluh darah maka aliran darah akan tersumbat. Sehingga
mengakibatkan jaringan yang ada didepan pembuluh darah akan
kekurangan oksigen dan akibatnya lebih lanjut dapat terjadi kematian
jaringan.
2. Malformasi arteri (pembuluh nadi) otak
Adanya aneurisma (kelemahan) pembuluh darah otak dan tipisnya dinding
pembuluh darah akan memudahkan dinding pembuluh darah robek jika
terjadi peningkatakan tekanan aliran darah.
3. Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan penyempitan maupun pecahnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah di otak menyempit, maka
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian. Sedangkan ketika pembuluh darah pecah maka timbulah
perdarahan otak.
4. Diabetes melitus
Diabetes melitus dapat menebalkan dinding pembuluh darah di otak yang
berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah di otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan
menganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan infark pada sel-sel otak.
5. Penyakit jantung
Faktor risiko ini dapat menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah
ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan
yang telah mati kedalam aliran darah.
(Hasan, 2018)
c. Kerangka pikir nursing fenomena

Faktor yang dapat dimodifikasi :


Faktor yang dapat tidak dapat dimodifikasi : Hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus,
Umur, ras jenis kelamin, dan genetik riwayat penyakit jantung, life style (obesitas, diet,
stress)

Terbentuknya thrombus arterial dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah otak


Risiko perfusi
serebral tidak
efektif
Suplai O2 ke otak menurun

Peningkatan volume
Iskemik jaringan pada otak Syok neurologik intrakranial

Hipoksia TIK naik

Stroke Non Hemoragik Agen pencedera


fisiologis

Iskemi pada arteri serebral anterior Iskemi pada arteri serebral medial Iskemi pada arteri serebral
Nyeri akut
posterior

Gangguan premotor area Gangguan Brocha’s


motorspeech area Gangguan visual area

Kerusakan neuromuskuler
Disatria, afasia,
amourasis, fulgaks Gangguan penglihatan
Diplopia
atau pergerakan bola mata
Hemiplegia Hemiparesis
Gangguan komunikasi verbal

Gangguan persepsi sensori penglihatan


Gangguan Neuromuskuler

Gangguan
mobilitas fisik
d. Pengkajian
Pengkajian dalam kegawatdaruratan dapat dibagi menjadi dua yaitu pengkajian
primer dan pengkajian sekunder, diantaranya yaitu:
1. Pengkajian primer
Ha-hal yang menjadi prioritas dalam melakukan pengkajian primer yaitu
airway maintenance dengan cervical spine protection, breathing dan
oxygenation, circulation, kontrol perdarahan eksternal, disability pemeriksaan
neurologi singkat, dan exposure dengan kontrol lingkungan.
a) Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan untuk mengecek ada sumbatan
jalan napas atau tidak yaitu dengan mengajak pasien berbicara. Dimana
pasien yang berbicaranya jelas berarti jalan napas pasien terbuka.
Pengkajian airway dapat dilakukan dengan mengkaji kepatenan jalan
napas, tanda terjadinya obstruksi jalan napas, adanya muntah atau
perdarahan atau trauma wajah, memastikan jalan napas terbuka, selalu
lindungi tulang belakang sehingga tidak berisiko mengalami cedera tulang
belakang.
b) Breathing
Pengkajian breathing dapat dilakukan dengan mengkaji adanya sianosis,
penetrating injury, flail cest, sucking cest wound, dan penggunaan otot
bantu napas, auskultasi adanya suara napas abormal, serta observasi
dinding dada dan kaji karakter dan kualitas pernapasan.
c) Circulation
Tindakan pertama yang harus dilakukan yaitu mengecek nadi. Selanjutnya
jika ada perdarahan lakukan kontrol perdarahan yang mengancam nyawa.
Lakukan palpasi nadi radial jika diperlukan dan kaji capillary refill time
untuk melihat perfusi perifer.
d) Disability
Pengkajian disability dapat dilakukan dengan menilai GCS, pupil,
gangguan motoric, dan gangguan sensorik.
e) Eksposure
Lakukan pengkajian secara menyeluruh dengan melepas pakaian terlebih
dahulu kemudia periksa dan kaji adanya cedera pada pasien. periksa
dimulai dari kepala, leher sampai dengan ke bagian ekstremitas pasien.
lakukan imobilisasi in line apabila curiga cedera leher atau tulang
belakang.
2. Pengkajian sekunder
Secondary survey dilakukan untuk memeriksa lebih lanjut dan lebih efektif
untuk semua bagian tubuh pasien, bagian depan, dan bagian belakang pasien.
pada pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan :
a) Anamnesis dengan SAMPLE
• S (Signs and Symptoms)
Mengkaji tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan pasien.
• A (Allergies)
Mengkaji adanya alergi pada pasien, seperti alergi obat-obatan,
makanan, plester, dll.
• M (Medication)
Obat-obatan yang diminum seperti menjalani pengobatan hipertensi,
kecing manis, jantung, atau yang lainnya.
• P (Past Illnes)
Riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya
apa, berapa dosisnya, dan penggunaan obat-obatan herbal.
• L (Last Meal)
Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian.
• E (Event)
Kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama.
(Muhandani, 2016).
b) Pemeriksaan fisik head to toe
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan jenis
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan, diantaranya yaitu :
• CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
(Wijaya & Putri, 2013).
• Pemeriksaan MRI (pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI lebih sensitif dalam mendeteksi
infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum.
• Pemeriksaan MRA (Magnetic resonance angiography)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan
sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi.
• Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transcranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah
stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain
menunjukan luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan
mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang
terjadi pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral merupakan
prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukan
pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan
derajat vasopasme.
• Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,
2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,
sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial (Wijaya
& Putri, 2013).
• Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi.
• Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar
glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu
menegakan diagnose
• EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Wijaya & Putri, 2013).
• Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur (Wijaya & Putri, 2013).
• Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid
• Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008).
d) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
• Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi, hiperkolesterolemia
• Risiko perfusi miokard tidak efektif d.d Hipertensi dan Hiperglikemia
• Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
• Gangguan komunikasi verbal berhubungan b.d gangguan neuromuscular
• Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.N
DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IGD RSUD DR. KARIADI SEMARANG

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal Masuk Ruangan : 25 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB
Tanggal Pengkajian : 25 Oktober 2021 pukul 09.00 WIB
Ruangan : IGD (Instalasi Gawat Darurat)
Gambaran Kasus
Ny. N 59 Tahun dibawa ke IGD oleh keluarganya pada tanggal 25 Oktober 2021
pukul 08.23 WIB karena mengeluh lemas, ektremitas atas dan bawah bagian kanan tidak
bisa digerakkan, dan bibir merot. Suami mengatakan bahwa hal ini bermula ketika 2
minggu yang lalu Ny.N nyapu dan tiba-tiba jatuh akan tetapi masih bisa jalan. Setelah itu
2 sampai 3 jam sehabis mandi tiba-tiba lemas dan bibir mulai merot. Selain itu juga ada
rasa kesemutan pada bagian wajah sampai kaki.
1. Identitas pasien
Nama : Ny.N
TTL : Semarang, 31 Desember 1961
Usia : 59 Thn, 9 Bln, 25 Hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : tamat SD
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Kelurahan Karang Ayu, Kecamatan Semarang Barat, Semarang,
Jawa Tengah
No. RM : C681***
No Hp : 08574059****
Penanggung jawab pasien : Anak
2. Pengkajian Primer
Pengkajian Primer pengkajian ABCDE
a) Airway :
Tidak ada sumbatan pada jalan napas pasien, tidak terdapat bunyi napas
tambahan.
b) Breathing :
Pasien tidak terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, pengembangan dada
simetris, frekuensi pernapasan 22x/menit, tidak terdapat sesak napas, SpO2 100
% dan tidak terdapat retraksi dinsing dada.
c) Circulation :
Tekanan darah pasien tinggi (Hipertensi) yaitu 190/106 mmHg, dan denyut nadi
pasien normal 85 kali permenit, suhu 37,20C, CRT < 2 detik, dan tidak ada
perdarahan.
d) Disability :
Kesadaran pasien GCS E3M6V5, pupil isokhor, pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran. Gangguan motoric tentang kekuataan otot pasien 2333/sdn
3444/5555, dan tidak ditemukan adanya gangguan sensorik.
e) Eksposure :
Mulut pasien merot, tidak ada lebam atau bengkak pada tubuh, tangan bagian kiri
terdapat bekas luka tersiram air panas, ektremitas bagian kanan lemas.
3. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Ruang IGD pada tanggal 25/10/2021 pukul 08.23 WIB
dengan keluhan lemas, lesu, dan bagian ekstremitas atas dan bawah bagian kanan
tidak dapat digerakkan (lemas), selain itu juga pasien merasakan kesemutan atau
kebas di bagian wajah sampai kaki. Diagnosa medis pasien Non-Insulin
dependent diabetes mellitus without complications. GCS E3M6V5. TTV pasien,
TD : 190/106, HR : 85 kali/menit, RR 32 kali/menit, S :37,20C, dan SpO2 : 100
%.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga Ny.N mengatakan bahwa dahulu pernah mempunyai riwayat
epilepsi dari tahun 1986, sudah rutin minum obat akan tetapi kontrol jarang.
Terakhir kejang 1 bulan yang lalu kejang semuannya dan habis kejang tidur tidak
sadar.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Ny.N mengatakan bahwa mempunyai riwayat penyakit keluarga
hipertensi dan juga Diabetes Mellitus.

Anamnesis SAMPLE
a) S (Sign and Symptoms)
Pasien merasa lemas, ekstremitas kanan tidak bisa digerakkkan, dan pasien
merasa kesemutan.
b) A (Allergies)
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan maupun obat-obatan.
c) M (Medication)
Pasien mengatakan rutin mengkonsumsi obat epilepsy (OAE) akan tetapi tidak
pernah kontrol.
d) P (Post illness)
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, dan epilepsi
e) L (Last Mealt)
Pasien mengatakan makan dan minum seperti biasa dan tidak ada kendala dan
masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f) E (Event)
Pasien mengatakan mulai merasa lemas dan ekstremitas bagian kanan tidak
dapat digerakkan mulai 2 minggu yang lalu setelah kejadian pasien menyapu dan
tiba-tiba jatuh, akan tetapi masih dapat melakukan aktivitas mandiri. Kemudian
setelah mandi 2 sampai 3 jam baru pasien merasakan lemas dan lama kelamaan
ekstremitas bagian kanan tidak dapat digerakkan atau lemas. Kemudian baru
pada tanggal 25 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB pasien dibawa ke IGD RSDK
karena mengalami kelemasan pada ekstremitas bagian kanan, pasien tidur terus,
dan mulut merot.
4. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
a) Kepala
• Inspeksi
Rambut berwarna hitam, bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, dan tidak
ada lesi, fungsi pergerakan baik, pasien dapat menggerakan lehernya ke kiri
dan ke kanan
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan
b) Telinga
• Inspeksi
Telinga simetris kanan dan kiri, lubang telinga bersih, tidak ada serumen yang
terlihat, tidak ada lesi, pendengaran sudah mulai berkurang, pasien tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan.
c) Mata
• Inspeksi
Mata simetris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, pupil isokor, konjungtiva
anemis, tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata).
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan
d) Mulut dan gigi
• Inspeksi
Tidak terdapat gigi berlubang, lidah bersih, mukosa bibir lembab, gigi putih
dan bersih, tidak ada pembesaran tonsil lidah, mulut merot, dan bicara pelo,
sedikit mengalami reflek menelan.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan
e) Hidung
• Inspeksi
Hidung simetris kanan dan kiri, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak
ada polip, dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan.
f) Leher
• Inspeksi
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat lesi.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan.
g) Dada dan paru
• Inspeksi
Dada pasien nampak bersih, tidak tampak adanya lesi, bentuk dada simetris,
tidak tampak menggunakan otot bantu pernapasan, ictus cordis tidak terlihat,
pernapasan 22 kali/menit.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada masa atau benjolan
• Perkusi
Terdengar suara sonor di paru kanan dan kiri.
• Auskultasi
Terdengar suara paru vesikuler, tidak ada bunyi suara napas tambahan.
h) Jantung
• Inspeksi
Tidak ada jejas, tidak ada ictus cordis, tidak ada retraksi dinding dada
• Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa atau benjolan, dan ictus cordis teraba
di ICS 5 midclavicula sinistra.
• Perkusi
Terdengar bunyi pekak, dan batas jantung normal
• Auskultasi
Suara jantung S1 dan S2 reguler.
i) Abdomen
• Inspeksi
Tidak terdapat lesi, tidak terdapat acites, warna kulit abdomen merata.
• Auskultasi
Bising usus normal 15 kali per menit.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada masa.
• Perkusi
Terdengar suara timpani di semua kuadran
j) Genetalia
Pasien tidak terpasang DC kateter
k) Ekstremitas

Indikator Kanan Kiri


E A Movement Baik Baik
K T
S A Akral Hangat Hangat
T S Oedem Tidak ada Tidak ada
R
E Nyeri Tidak ada Tidak ada
M
Capilary Refill Time < 2 detik < 2 detik
I
T Kekuatan otot 2-3-3-3 5-5-5-5
A
S Tangan kanan terpasang infus dan tidak terdapat edema
B Movement Baik Baik
A
W Akral Hangat Hangat
A Oedem Tidak ada Tidak ada
H
Nyeri Tidak ada Tidak ada
Capilary Refill Time < 2 detik < 2 detik
Kekuatan otot 3-4-4-4 5-5-5-5

5. Pengkajian NIHSS (National Institute Health Stroke Scale)


No. Parameter yang dinilai Skala Skor
1a. Tingkat kesadaran 0 = sadar penuh 0
1 = somnolen
2 = stupor
3 = koma
1b Menjawab pertanyaan. 0 = benar semua 1
Tanyakan bulan dan usia 1 = 1 bnear/ETT/disartia
pasien. yang dinilai adalah 2 = salah
jawaban pertama, pemeriksa semua/afasia/stupor/koma
tidak diperkenankan
membantu pasien dengan
verbal atau non verbal
1c Mengikuti perintah. Berikan 2 0 = mampu melakukan 2 1
perintah sederhana, membuka perintah
dan menutup mata, 1 = mampu melakukan 1
mengenggam tangan dan perintah
melepaskannya atau perintah 2 = tidak mampu
lain. melakukan perintah
2 Gaze : Gerakan mata 0 = normal 1
konyugat horizontal 1 = abnormal pada 1 mata
2 = deviasi konyugat kuat
atau paresis konyugat
pada 2 mata
3 Visual : lapang pandang pada 0 = tidak ada gangguan 0
tes konfrontasi 1 = kuadrianopsia
2 = hemianopia total
3 = hemianopia bilateral/
buta kortikal
4 Paresis wajah. Anjurkan 0 = normal 1
pasien menyeringai atau 1 = paresis wajah ringan
mengangkat alis dan menutup (lipatan nasolabial datar,
mata senyum asimetris)
2 = paresis wajah partial
(paresis wajah bawaan
total atau hampir total)
3 = paresis wajah total
(paresis wajah sesisi atau
2 sisi)
5 Motorik lengan. Anjurkan 0 = mampu mengangkat 1
pasien mengangkat lengan lengan minimal 10 detik
hingga 400 bila tidur berbaring 1 = lengan terjatuh 1
atau 900 bila posisi duduk. sebelum 10 detik
Bila pasien afasia berikan 2 = tidak mampu
perintah menggunakan mengangkat secara penuh
pantomime atau peragaan 900 atau 450
3 = tidak mampu
mengangkat, hanya
bergeser
4 = tidak ada Gerakan
5a : nilai lengan kiri
5b : nilai lengan kanan
6 Motorik tungkai. Anjurkan 0 = mampu mengangkat 1
pasien tidur terlentang dan tungkai 300 minimal 5
mengangkat tungkai 300 detik
1 = tungkai jatuh ke 1
tempat tidur pada akhir
ke-5 secara perlahan
2 = tungkai terjatuh
sebelum 5 detik tetapi ada
usaha melawan grafitasi
3 = tidak mampu melawan
gravitasi
4 = tidak ada Gerakan
6a : nilai tungkai kiri
6b : nilai tungkai kanan
7 Ataksia anggota badan 0 = tidak ada ataksia 0
Menggunakan test unjuk jari 1 = ataksia pada satu
hidung ekstremitas
2 = ataksia pada dua atau
lebih ekstremitas
8 Sensorik. Lakukan tes pada 0 = normal 1
seluruh tubuh : tungkai, 1 = gangguan sensori
lengan, badan, dan wajah. ringan hingga sedang.
Pasien afasia beri nilai 1 Ada gangguan sensori
Pasien stupor atau koma beri terhadap nyeri tetapi
nilai 2 masih merasa bila
disentuh
2 = gangguan sensori
berat
9 Kemampuan berbahasa. 0 = normal 1
Anjurkan pasien untuk 1 = afasia ringan hingga
menjelaskan suatu gambar sedang
atau membaca suatu tulisan. 2 = afasia berat
Bila pasien mengalami 3 = mute, afasia global,
kebutaan, letakkan suatu coma
benda ditangan pasien dan
anjurkan untuk menjelaskan
benda tersebut
10 disartria 0 = normal 1
1 = disartria ringan
2 = disartria berat
11 neglectatauinatensi 0 = tidak ada neglect
1 = tidak ada tensi pada 0
salah satu modalitas
berikut : visual, tactile,
auditory, spatial, or
Jumlah skor 11
Interpretasi dari NIHSS :
Skor > 25 sangat berat
Skor 14-25 berat
Skor 5-14 sedang
Skor <5 ringan
Berdasarkan nilai dari NIHSS pasien didapatkan jumlah skor 11 yang berarti
termasuk kedalam NIHSS kategori sedang.
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto thorax 25/10/2021
• Cardiomegaly (LV)
• Kalsifikasi arcus aorta
• Pulmo tak tampak kelainan
b) MSCT Kepala 25/10/2021
• Infark lacunar multiple pada corona radiata kiri, crus anterior dan genu
kapsula kiri serta crus anterior dan posterior kapsula interna kanan
• Tak tampak perdarahan, SOL intracranial maupun tanda-tanda peningkatan
intracranial
• Aging atropy cerebri
c) Hasil laboratorium patologi klinik 25/10/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
Hematologi
Hematologi paket
Hemoglobin 11.6 g/dL 11.7-15.5 L
Hematokrit 33.4 % 32-62
Eritrosit 4.03 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 28.8 pg 27-32
MCV 82.9fL 76-96
MCHC 34.7g/dL 29-36
Leukosit 9.0 10^3/uL 3.6-11
Trombosit 264 10^3/uL 150-400
RDW 12.1% 11.6-14.8
MPV 11.1 fL 4.00-11.00
Hitung Jenis
Eosinofil 5% 1-3 H
Basofil 0% 0-2
Batang 1% 2-5 L
Segmen 61% 50-70 H
Limfosit 27% 25-40
Monosit 6% 2-10
Lain-lain -
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 250 mg/dL 80-160 H
SGOT 16 U/L 15-34 DUPLO
TEST
SGPT 16 U/L 15-60 DUPLO
TEST
Ureum 36 mg/dL 15-39
Kreatinin 1.12 mg/dL 0.6-1.3
Magnesium 0.71 mmol/L 0.74-0.99 L
Calcium 2.40 mmol/L 2.12-2.52
Elektrolit
Natrium 135 mmol/L 136-145 L
Kalium 3.7 mmol/L 3.5-5.0
Chlorida 98 mmol/L 95-105

7. Terapi Medis

Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi Efek samping


Infus Ringer 500 IV Menjaga Kelainan ginjal, Sakit kepala,
Laktat ml → keseimbangan kerusakan sel gatal-gatal,
20 cairan dan hati, ruam,
tpm elektrolit hypernatremia, thrombosis
dan lactat vena,
asidosis, tromboflebitis,
dehidrasi parestesia
hipotonik,
dehidrasi
hipertonik
Sianokobalamin 500 IV Untuk Riwayat reaksi Efek samping
(Vit B12) mg/12 mengatasi hipersensitivitas ringan seperti
jam anemia atau anafilaksis mual, gatal,
pernisiosa dan terhadap obat atau demam
defisiensi atau
vitamin B12 komponennya
Gabapentin 100 Oral Untuk Hipersensitivitas, Mengantuk,
mg/12 meredakan pankreatitis akut, perubahan
jam kejang pada tidak efektif pada perilaku, sulit
penderita kejang berkonsentrasi,
epilepsi generalisasi sakit kepala,
primer, tubuh mudah
galaktosemia lelah,
(intoleransi gangguan
galaktosa) pergerakan
mata,
penglihatan
buram, dan
tremor
Amlodipin 10 Oral Untuk Syok Pusing,
mg/24 menurunkan kardiogenik, muncul rasa
jam tekanan darah angina tidak melayang,
pada kondisi stabil, stenosis kantuk, atau
hipertensi, aorta yang sakit kepala,
profilaksis signifikan, bengkak pada
angina menyusui kaki, rasa
hangat dan
panas di wajah,
leher, atau
dada
(flushing),
sakit perut atau
mual, dan lelah
yang tidak
biasa, jantung
berdebar-
debar, nyeri
dada
Kandesartan 16 Oral Untuk Riwayat Sakit kepala,
mg/24 menurunkan hipersensitivitas, pusing, mual,
jam tekanan darah pasien muntah,
pada hamil/menyusui, kelelahan,
penderita anak berusia nyeri otot
hipertensi dan kurang dari 1
juga tahun, dan pasien
digunakan DM yang juga
dalam menerima
pengobatan aliskiren
gagal jantung
Karbamazepin 200 Oral Untuk Pasien dengan Pusing,
mg/24 mengontrol riwayat kehilangan
jam dan mencegah hipersensitivitas koordinasi,
terjadinya terhadap obat ini kesulitan
kejang akibat dan obat berjalan,
epilepsy dan antidepresan kantuk, mual,
juga golongan dan muntah.
digunakan trisiklin serta
untuk pasien hamil.
mengatasi
nyeri di wajah
akibat
gangguan
saraf
trigeminal
(trigeminal
neuralgia)
atau
gangguan
bipolar
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. ANALISA DATA
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***

No. Data Masalah Keperawatan Etiologi Diagnosa keperawatan


1. Data Subjektif : Risiko perfusi serebral tidak Hipertensi Risiko perfusi serebral tidak efektif
Pasien mengatakan masih lemas, efektif dibuktikan dengan Hipertensi
lemah di tubuh bagian sebelah
kanan
Data Objektif :
a) TD : 190/106 mmHg
b) HR : 85 kali/menit
c) MAP : 134 mmHg
d) Riwayat penyakit epilepsi
e) Pasien cenderung tidur
f) Gula darah sewaktu 250
mg/dL
g) Infark Infark lacunar multiple
pada corona radiata kiri, crus
anterior dan genu kapsula kiri
serta crus anterior dan
posterior kapsula interna
kanan
2. Data Subjektif Risiko perfusi miokard tidak Hipertensi, Risiko perfusi miokard tidak efektif dd
a) Pasien mengatakan tidak efektif Hiperglikemia Hipertensi dan Hiperglikemia
pernah mengecek tekanan
darah dan gula darah secara
rutin
Data Objektif
a) TD : 190/106 mmHg
b) MAP : 134 mmHg
c) Gula darah sewaktu : 250
mg/dL
d) Foto thorax 25/10/2021
terdapat kardiomegali
3. Data Subjektif Gangguan mobilitas fisik Gangguan Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan
a) Pasien mengatakan tangan neuromuscular neuromuscular
dan kaki kanan sulit
digerakkan atau lemas
Data Objektif
a) Pasien tampak lemas dan
tidak dapat menggerakan
ektremitas atas dan bawah
bagian kanan
b) Kekuatan otot ektremitas
kanan 2-3-3-3 dan kekuatan
otot ekstremitas kiri 3-4-4-4
c) Hemiparese dextra
2. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***

No. Dx Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi


1. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi 25 Oktober 2021 26 Oktober 2021
2. Risiko perfusi miokard tidak efektif d.d hipertensi dan 25 Oktober 2021 -
hiperglikemia
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular 25 Oktober 2021 -

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***

Tgl No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan TTD


hasil
25/10/2021 1. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d Setelah dilakukan Manajemen peningkatan tekanan
hipertensi tindakan keperawatan intracranial (I.06194)
selama 1 x 24 jam Observasi
Suryani
diharapkan masalah a) Identifikasi penyebab
risiko perfusi serebral peningkatan TIK
tidak efektif dapat b) Memonitor tanda dan gejala
TIK ( misalnya tekanan darah
teratasi dengan kriteria meningkat, tekanan nadi
hasil : melebar, pola napas ireguler,
Perfusi serebral dan kesadaran menurun)
(L.02014) c) Monitor status pernapasan
a) Tekanan darah Terapeutik
dalam rentang a) Berikan posisi head up 300
normal b) Cegah terjadinya kejang
b) Tidak ada c) Mempertahankan suhu tubuh
peningkatan normal
tekanan intra d) Kolaborasi pemberian sedasi
kranial dan arti konvulen
c) Refleks saraf Pemantauan neurologis (I.06197)
membaik Observasi
a) Monitor ukuran,bentuk,
kesimetrisan, dan reaktifitas
pupi
b) Monitor tingkat kesadaran
c) Monitor tingkat orientasi
d) Monitor tanda-tanda vital
(Tekanan darah, HR, RR, Suhu,
dan SpO2)
e) Monitor kesimetrisan wajah
f) Monitor karakteristik bicara
g) Monitor parestesi (mati rasa dan
kesemutan)
25/10/2021 2. Risiko perfusi miokard tidak efektif dd Setelah dilakukan Manajemen syok kardiogenik
Hipertensi dan Hiperglikemia tindakan keperawatan (I.02051)
selama 1 x 24 jam Observasi
Suryani
diharapkan masalah
risiko perfusi miokard
tidak efektif dapat a) Monitor status kardiopulmonal
diatasi dengan kriteria (frekuensi dan kekuatan nadi,
hasil frekuensi napas, MAP)
Kestabilan kadar b) Monitor tingkat kesadaran dan
glukosa darah respon pupil
(L.03022) c) Monitor rongten dada
a) Kesadaran Terapeutik
meningkat a) Pertahankan jalan napas paten
b) Mengantuk Perawatan jantung (I.02075)
menurun a) Monitor keluhan nyeri dada
c) Lelah atau lesu b) Monitor ekg 12 sadapan
menurun c) Monitor saturasi oksigen
d) Kesulitan bicara d) Berikan terapi oksigen apabila
menurun saturasi oksigen kurang dari
e) Kadar glukosa 95%
dalam darah e) Anjurkan aktivitas sesuai
membaik toleransi
Status sirkulasi f) Posisikan pasien semi fowler
(L.02016)
a) Saturasi oksigen
meningkat
b) Tekanan darah
sistolik membaik
c) Tekanan darah
diastolic membaik
d) Tekanan nadi
membaik
e) MAP membaik
25/10/2021 3. Gangguan mobilitas fisik b.d dengan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi (I.05173)
gangguan neuromuscular tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 jam a) Identifikasi toleransi fisik
Suryani
diharapkan masalah melakukan pergerakan
gangguan mobilitas b) Monitor frekuensi jantung dan
fisik dapat teratasi tekanan darah sebelum memulai
dengan kriteria hasil : mobilisasi
Mobilitas fisik Terapeutik
(L.05042) a) Libatkan keluarga untuk
a) Pergerakan pada membantu pasien dalam
ekstremitas meningkatkan pergerakan (tirah
meningkat baring)
b) Kekuatan otot b) Rencanakan kegiatan ROM
meningkat
c) Rentang gerak
(ROM) meningkat
d) Kaku sendi
menurun
e) Kelemahan fisik
menurun
E. IMPLEMENTASI
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***

Tanggal Jam DX Kep Implementasi Evaluasi Formatif TTD


25/10/2021 09.10 Risiko perfusi serebral Memonitor tanda dan Subjek :
WIB tidak efektif b.d hipertensi gejala TIK Keluarga Ny.N mengatakan bahwa mempunyai
Monitor status pernapasan penyakit tekanan darah tinggi dan diabetes melitus
Suryani
Mempertahankan suhu Objek :
tubuh normal a) Pasien mempunyai riwayat penyakit epilepsi,
hipertensi, dan DM
b) Pasien tampak lemas dan tidak mau buka
mata
c) Pola napas pasien regular
d) SpO2 : 100%
e) GCS 14
f) TD : 190/106
g) RR : 22 x/menit
h) Suhu : 37,20C
i) Pasien sudah dilakukan MSCT dan Foto
Thorax
j) Pasien tidak mengalami mual, muntah, dan
kejang
09.15 Memberikan posisi semi S :
WIB fowler (head up 300) a) Pasien mengatakan sudah enak dengan
posisinya sekarang
Suryani
O:
a) Posisi pasien semi fowler (head up 300)
09.18 Kolaborasi pemberian S : -
WIB obat O:
a) Infus RL 20 tpm → Intravena
Suryani
b) Vit B12 → 500 mg/12 jam →Intravena
c) Gabapentin → 100 mg/12 jam→ oral
d) Amlodipin → 10 mg/24 jam → oral
e) Carbamazepin → 200 mg/24 jam→ oral
09.25 Monitor ukuran, bentuk, S :
WIB kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil O:
Suryani
Monitor tingkat kesadaran a) Pasien kooperatif
Memonitor tingkat b) Pasien tampak menjawab pertanyaan yang
orientasi diberikan walaupun tidak segera dan rada
Memonitor TTV bingung
Memonitor kesimetrisan c) Senyum pasien tidak simetris atau merot
wajah, karakteristik bicara d) Pupil pasien simetris, mengikuti arah gerak
Memonitor parestesi tangan, dan isokhor
e) Tingkat kesadaran klien composmentis
f) Karakteristik bicara pasien pelo
g) Pasien ketika dipegang tampak merasakan
nyeri kesemutan
25/10/2021 09.45 Risiko perfusi miokard Monitor status S :
WIB tidak efektif d.d hipertensi kardiopulmonal -
dan hiperglikemia (frekuensi dan kekuatan O :
Suryani
nadi, frekuensi napas, a) Pasien tampak tidur terus dan berespon ketika
MAP) dipanggil
Monitor tingkat kesadaran b) Pasien tampak lemas
dan respon pupil c) Frekuensi nadi : 85 x/menit
Monitor rongten dada d) Frekuensi napas : 22 x/menit
Pertahankan jalan napas e) MAP : 134 mmHg
paten f) GCS 14 (E3M6V5)
g) Respon pupil isokhor
h) Jalan napas paten
i) Hasil rongten dada kardiomegali (LV)
09.50 Monitor keluhan nyeri S
WIB dada Klien mengatakan tidak merasakan nyeri hanya
Monitor ekg 12 sadapan saja merasakan kebas di anggota tubuh bagian
Suryani
Monitor saturasi oksigen kanan
Posisikan pasien semi O
fowler a) Posisi pasien sudah head up 300
b) Belum dilakukan ekg
c) SpO2 100%
d) Pasien tampak nyaman dengan posisinya
sekarang
25/10/2021 10.00 Gangguan mobilitas fisik Identifikasi toleransi fisik S:
WIB b.d dengan gangguan melakukan pergerakan Keluarga Ny.N mengatakan kaki kanan dan tangan
neuromuskular Monitor frekuensi jantung kanan lemas
Suryani
dan tekanan darah O:
sebelum memulai a) Ekstremitas atas dan bawah pasien bagian
mobilisasi (tirah baring) kanan lemas atau kelemahan, dan tidak
Libatkan keluarga untuk merasakan nyeri ketika diberikan rangsangan
membantu pasien dalam b) Pasien tampak mengalami kesemutan pada
meningkatkan pergerakan bagian kanan dari wajah sampai kaki
c) Perawat mengedukasi keluarga untuk
membantu pasien dalam melakukan aktivitas
di tempat tidur

F. EVALUASI
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***

Tgl No.Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif TTD


25/10/2021 1 Risiko perfusi serebral S:
tidak efektif d.d hipertensi a) Keluarga Ny.N mengatakan tangan dan kakinya masih lemas
O:
Suryani
a) Kesadaran composmentis (GCS 15)
b) Terpasang Infus RL 20 tpm
c) Tanda-tanda vital :
TD : 170/100 mmHg
HR : 81 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,70 C
SpO2 : 99 %
MAP : 124 mmHg
d) Pasien sudah dilakukan foto thorax dan MSCT
e) Ektremitas bagian kanan pasien masih merasa lemas dan tidak
dapat merasakan apabila diberi rangsangan
f) Pasien sudah diberikan terapi obat
g) Pasien masih merasakan kesemutan atau kebas dan bibir pasien
masih sedikit merot
A : Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif sebagian teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
a) Lanjutkan terapi farmakologi dan non farmakologi yang sudah
diprogramkan
b) Monitor TTV secara rutin
c) Posisikan pasien semi fowler (Head Up 300)
25/10/2021 2 Risiko perfusi miokard S
tidak efektif d.d hipertensi Klien mengatakan tidak ada nyeri yang dirasakan akan tetapi ingin
dan hiperglikemia tidur terus
Suryani
O
a) Kesadaran baik
b) TD : 170/100 mmHg
c) HR : 81 x/menit
d) RR : 20 x/menit
e) Suhu : 36,70 C
f) SpO2 : 99 %
g) MAP : 124 mmHg
A: Masalah risiko perfusi miokard tidak efektif sebagian teratasi
P:
Lanjutkan terapi yang sudah direncanakan, monitor status
kardiopulmonal, lakukan perekamana EKG, lakukan pengecekan
kadar gula darah sewaktu secara rutin.
25/10/2021 3 Gangguan mobilitas fisik S:
b.d gangguan Keluarga pasien mengatakan tangan kanan dan kaki kanan lemas dan
neuromuskular sulit digerakkan
Suryani
O:
a) Pasien tampak lemas dan tidak dapat menggerakkan ektremitas
atas dan bawah bagian kanan
b) Kekuatan otot pasien tangan kanan 2333, dan kaki kanan 3444
c) Pasien tampak menutup mata terus
d) Makan dan minum dibantu oleh anaknya
A : Masalah belum teratasi
P:
a) Lanjutkan terapi untuk membantu pasien melakukan latihan
pergerakan dan meningkatkan kekuatan otot ektremitas bagian
kanan pasien
G. PEMBAHASAN
Ny.N usia 59 tahun datang ke UGD pada tanggal 25/10/2021 pukul 08.23 WIB
dengan mengeluhkan lemas pada ektremitas bagian kanan dan mulut merot sudah
dilakukan triase menggunakan ATS masuk ke dalam triase kuning. Pada 25/10/2021
pukul 09.00 WIB telah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik didapatkan hasil
tanda-tanda vital pasien yaitu GCS 14 (E3M6V5), TD: 190/106, HR: 85 kali/menit, RR
32 kali/menit, S :37,20C, dan SpO2: 100 %. Pasien mempunyai riwayat penyakit
hipertensi, DM, dan epilepsi. Setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan MSCT dan foto
thorax pada tanggal 25/10/2021 didapatkan hasil bahwa dari MSCT terdapat Infark
lacunar multiple pada corona radiata kiri, crus anterior dan genu kapsula kiri serta crus
anterior dan posterior kapsula interna kanan, serta Aging atropy cerebri. Sedangkan foto
thorax didapatkan hasil bahwa terdapat Cardiomegaly (LV) dan Kalsifikasi arcus aorta.
Adanya tanda dan gejala tersebut maka diagnosa awal yaitu stroke non hemoragik dan
masalah keperawatan yang dapat muncul yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif dan
hambatan mobilitas fisik.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik ini dapat terjadi ketika suplai darah ke
otak berhenti atau terganggu akibat adanya penyumbatan arteri sehingga berakibat
menghambat aliran darah ke otak. Adanya stroke iskemik ini maka dapat mengakibatkan
timbulnya risiko perfusi serebral tidak efektif. Risiko perfusi serebral tidak efektif
merupakan suatu kondisi yang berisiko untuk mengalami penurunan sirkulasi darah ke
otak yang nantinya dapat menganggu kesehatan. Berdasarkan dari data diatas pasien
mempunyai riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, dan epilepsi. Tekanan darah
pasien pada saat pengkajian 190/106 mmHg, dimana termasuk kedalam Hipertensi grade
2 dan MAP 134 mmHg. Pasien mengalami hipertensi karena hipertensi menjadi faktor
risiko terjadinya penyakit stroke, dimana hipertensi dapat mengakibatkan penyempitan
maupun pecahnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah di otak menyempit,
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
Sedangkan ketika pembuluh darah pecah maka timbulah perdarahan otak
(Astannudinsyah,2020). Hipertensi pasien tidak terkontrol dan setelah dilakukan foto
thorax pada tanggal 25/10/2021 didapatkan kardiomegali di ventrikel kiri. Hal ini dapat
terjadi karena meningkatkan resisten terhadap pemompaan darah di ventrikel, sehingga
beban kerja jantung bertambah dan sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi yang memicu terjadinya kardiomegali. Untuk
menangani hipertensi maka terapi farmakologi yang diberikan yaitu amlodipine 10 mg/24
jam yang diberikan secara oral sebagai obat lini pertama untuk pasien hipertensi.
Sedangkan untuk menangani terjadinya kardiomegali dapat diberikan obat Kandesartan
16 mg/24 jam secara oral. Obat amlodipine dan kandesartan ini diberikan untuk
mengontrol penyakit hipertensi dan juga supaya dapat menangani kardiomegali ini.
Pasien diberikan obat secara oral karena refleks menelan pasien masih bagus, akan tetapi
pemberian obat secara oral efek obat membutuhkan waktu yang lebih lama daripada
pemberian obat secara IV, karena obat yang diberikan secara oral membutuhkan waktu
untuk diabsorbsi oleh tubuh sebelum masuk ke pembuluh darah. Obat ini diberikan secara
oral karena tidak membutuhkan efek yang cepat karena ketika efeknya cepat atau drastis
dalam menurunkan tekanan darah dikhawatirkan dapat menyebabkan tekanan darah turun
secara drastis dan menyebabkan syok anafilaksis (Fadhilah, 2021).
Riwayat penyakit kedua yaitu diabetes melitus, pada pasien gula darah
sewaktunya tinggi yaitu 250 mg/dL. Gula darah sewaktu pasien tinggi dan berdasarkan
dari pengkajian tidak pernah kontrol atau cek gula darah. Keluarga pasien mengatakan
bahwa mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit diabetes melitus, dimana penyakit
diabetes melitus ini dapat menebalkan dinding pembuluh darah di otak yang berukuran
besar. Menebalnya pembuluh darah di otak akan menyempitkan diameter pembuluh
darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan menganggu kelancaran aliran ke
otak, yang pada akhirnya dapat menyebabkan infark pada sel-sel otak. (Tamburian,2020).
Terapi farmakologi yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit hipertensi dan DM
ini dapat dilakukan kombinasi pemberian amlodipine dengan kandesartan, dimana
berdasarkan dari penelitian Stiadi tahun 2020 kombinasi pemberian amlodipine dan
kandesartan memiliki efektifitas terapi 48,9% (Stiadi et al, 2020).
Riwayat penyakit ketiga yaitu epilepsi, berdasarkan data dari pengkajian pasien
sudah patuh dalam meminum obat anti epilepsi akan tetapi jarang untuk kontrol. Untuk
menangani dan mencegah terjadinya epilepsinya maka diberikan terapi obat gabapentin
100 mg/12 jam dan karbamazepin 200 mg/24 jam yang diberikan secara oral. Obat ini
diberikan secara oral karena tidak membutuhkan efek yang cepat dikarenakan untuk
mencegah supaya penyakit epilepsi tidak timbul dan memperparah gejala stroke yang
dialami pasien.
Berdasarkan dari pemeriksaan laboratorium hemoglobin pasien mengalami
penurunan hal ini dapat menyebabakn anemia, selain itu jugai tubuh kekurangan vitamin
dan mineral sehingga menyebabkan hemoglobin pasien menurun. Eritrosit juga
mengalami penurunan hal ini terjadi karena sel darah merah dalam tubuh berkurang yang
disebabkan karena kekurangan nutrisi yang didapat dari makanan. Eosinophil dan
neutrophil meningkat hal ini menunjukkan bahwa pertanda tubuh sedang mengalami
infeksi, hal ini ditunjukkan karena pasien mengalami kardiomegali di LV setelah
dilakukan foto thorax 25/10.2021. Magnesium menurun hal ini terjadi karena pasien
mengalami Dm dan magnesium menurun ini dapat dilihat dari gejala kelemahan otot, dan
kesemutan. Untuk menangani kekurangan vitamin, mineral, nutrisi pada pasien maka
diberikan terapi infus RL 20 tpm dan juga Vit.B12 (sianokobalamin) 500 mg/24 jam yang
diberikan secara IV, karena membutuhkan efek obat yang cepat untuk menangani
masalah kekuarangan vitamin, mineral, dan nutrisi pada pasien. Selain itu juga
Sianokobalamin dapat mengatasi masalah anemia akibat hemoglobin yang menurun.
Intervensi yang sudah dilakukan untuk menangani diagnosa pertama terkait risiko
perfusi serebral tidak efektif yaitu pasien dilakukan head up 300, dimana posisi head up
menunjukkan aliran balik darah dari bagian inferior menuju ke atrium kanan cukup baik
karena resistensi pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga
volume darah yang masuk (venous return) ke atrium kanan cukup baik dan tekanan
pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat, yang dapat mengarah ke peningkatan
stroke volume dan cardiac output, pasien posisi head up 300 akan meningkatkan aliran
darah diotak dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral (Ekacahyaningtyas,2017).
Hal ini dibuktikan dari penelitain Ekacahyaningtyas tahun 2017 yang didapatkan hasil
bahwa terdapat pengaruh antara posisi head up terhadap peningkatan saturasi oksigen
pasien stroke sebelum dan setelah tindakan posisi head up 300(Ekacahyaningtyas,2017).
Selain itu juga berdasarkan dari penelitian Widyarini tahun 2019 dibuktikan bahwa
penggunakaan posisi head up 300 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota semarang
berpengaruh terhadap penurunan perfusi jaringan serebral yang dibuktikan dengan
adanya penurunan MAP kedalam batas normal dan nilai GCS dapat dipertahankan
(Widyarini,2019). Pada pasien setelah dilakukan posisi head up 300 dan dilakukan
pemeriksaan tekana darah didapatkan 172/100 mmHg dan dilakukan penghitungan MAP
didapatkan hasil 124 mmHg maka posisi head up ini efektif dilakukan untuk menurunkan
perfusi jaringan serebral. Selain itu juga posisi ini dapat dilakukan untuk meningkatkan
saturasi oksigen yang signifikan, dimana saturasi oksigen pasien 99%. Hal ini dibuktikan
dari penelitian Mustikarani dan Mustofa tahun 2020 yang menyatakan bahwa posisi head
up 300 dapat meningkatkan saturasi oksigen dimana pada responden 1 pada menit ke 15
saturasi oksigennya 97% dan menit ke 30 saturasi oksigennya 98%, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat kenaikan kadar saturasi oksigennya dan posisi ini efektif untuk dilakukan
(Mustikarani & Mustofa, 2020).
Selain itu juga dapat dilakukan dengan memantau tanda-tanda vital pada pasien,
dimana setelah dilakukan terapi farmakologi didapatkan tanda-tanda vital pasien
menunjukkan kedalam kondisi yang stabil atau bagus dimana TD sudah mulai menurun
172/100 mmHg, HR 81 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36,70C, dan SpO2 99%.
Pemantauan tanda-tanda vital ini dilakukan secara terus menerus pada pasien untuk
menilai efektifitas terapi yang diberikan apakah perlu dimodifikasi dengan terapi lainnya
atau tetap dilanjutkan terapi yang sudah direncanakan.
Intervensi yang sudah dilakukan untuk menangani diagnosa kedua terkait
gangguan mobilitas fisik diantaranya yaitu mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan, dimana pasien mengalami lemas pada ektremitas bagian kanan dimana
didapatkan kekuatan otot pasien tangan kanan 2333, dan kaki kanan 3444. Pasien
mengalami kelemahan anggota tubuh pada ektremitas bagian kanan ini disebabkan karena
penurunan tonus otot, sehingga tidak dapat menggerakkan tubuhnya (Bakara & Warsito,
2016). Intervensi ROM ini masih dilakukan perencanaan sehingga belum dilakukan akan
tetapi sudah melakukan edukasi kepada keluarga untuk membantu pasien dalam
melakukan ADL dan membantu pasien melatih ektremitas bagian kanan dengan ROM
untuk meningkatkan kekuatan otot karena berdarkan penelitian dari Sya’diyah ROM yang
dilakukan secara konsisten atau rutin dapat meningkatkan kekuatan otot
(Sya’diyah,2021).

H. REFLEKSI DIRI
1. Personal Knowledge
Pengetahuan mahasiswa meningkat setelah dilakukan praktik selama satu
minggu di ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang, dimana mahasiswa dapat
memahami penerapan antara yang sudah dipelajari dengan kondisi real atau nyata
yang ada dilapangan terkait keperawatan gawat darurat. Dimana sejak awal pasien
masuk ke IGD dilakukan triase dengan menggunakan ATS dan selanjutnya dilakukan
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Jadi menambah pengetahuan
mahasiswa tentang penerapan materi yang sudah dipelajari selama ini dengan
penerapannya langsung di rumah sakit. Selain itu juga dapat mengetahui dan
memahami hal-hal yang harus dilakukan dengan segera dan mengaplikasian berbagai
kriteria ketrampilan yang ada di IGD sesuai dengan materi yang sudah didapat.
Menambah pengetahuan terkait sharing-sharing pengalaman dari perawat-perawat di
ruang IGD terkait tindakan-tindakan yang dilakukan di IGD. Mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui manajemen pengelolaan gawat darurat pasien terutama
dengan penyakit stroke.
2. Estetika
Dalam memberikan intervensi bentuk estetika yang dapat perawat terapkan
yaitu dengan melakukan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien maupun
dengan anggota keluarga, melakukan tindakan sesuai dengan SOP yang sudah ada,
menunjukkan ketrampilan yang dimiliki, perawat dapat melakukan pemberian
informasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, jelas, terstruktur,
lemah lembut, dan sabar. Perawat harus membekali diri dengan pembaharuan
pengetahuan di dunia kesehatan terutama keperawatan untuk dapat memberikan
informasi terbaru kepada pasien maupun anggota keluarganya.
3. Etika
a) Autonomy (Kemandirian)
Perawat harus mampu berpikir cepat, logis, dan kritis dalam mengambil
keputusan terutama pada pasien yang berada di IGD.
b) Beneficience (berbuat baik)
Perawat harus berbuat baik kepada pasien salah satunya ditunjukkan dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan ketentuan yang
sudah direncanakan.
c) Justice (keadilan)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus adil tanpa
membeda-bedakan. Perawat harus memberikan tindakan keperawatan sesuai
dengan tingkat kegawatan pasien yang sebelumnya sudah dikaji di IGD.
d) Non-maleficience (tidak merugikan)
Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan rencana
keperawatan yang sudah ditentukan sebelumnya dengan tidak merugikan atau
menimbulkan bahaya pada pasien.
e) Veracity (kejujuran)
Perawat harus memberikan informasi dengan sebenar-benarnya terkait kondisi
kesehatan pasien saat ini.
f) Fidelity (menepati janji)
Perawat harus selalu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sesuai dengan
janji yang diucapkan sebelum diberikan kepercayaan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien.
g) Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat harus menjaga kerahasiaan setiap informasi yang telah diberikan pasien,
karena setiap informasi yang diberikan pasien terkait kondisi kesehatannya itu
penting dan tidak digunakan sebagai bahan pembicaraa kecuali dengan tenaga
kesehatan lainnya yang sesuai dengan masalah kesehatan pasien.

I. KEPUSTAKAAN
Astannudinsyah. Rusmegawati. Negara,C.K.(2020).Hubungan Kadar Kolesterol
Darah dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2020.
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan.5(2).
Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range of Motion (Rom) Pasif
Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal, 7(2), 12–18.
Batticaca, F.C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Ekacahyaningtyas, M., Setyarini, D., Agustin, W. R., & Rizqiea, N. S. (2017).
Posisi Head Up 30° Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik. Adi Husada Nursing Journal, 3(2), 55-59.
Tamburian, A. G., Ratag, B. T., & Nelwan, J. E. (2020). Hubungan antara
Hipertensi, Diabetes Melitus, dan Hiperkolesterolemia dengan Kejadian Stroke
Iskemik. Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine, 1(1).
Fadhilah, G., Lestari, D., Rahayu, A. P., Syaputri, F. N., & Tugon, T. D. A. (2021).
Evaluasi Profil Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di
Salah Satu Rumah Sakit Kabupaten Bogor. Journal of Science, Technology and
Entrepreneur, 3(1).
Irfan, M. 2012. Fisiotrapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu
Indarwati,L., Sari, W., & Dewi, C. S. (2008). Care Yourself, Stroke. Penebar Plus:
Depok
Goldstein,L.B., Amarenco,P., & Adams, R. (2010). Statin Treatment and Stroke
Outcome in The Stroke Prevention by Aggresive Reduction in Cholesterol Levels
(SPARCL) Trial
Hasan, 2018. Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan
Penurunan Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala
Elevasi 30º
Muhandani, A.R. (2016). Gambaran Pengkajian ABCD Pada Pasien Di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Kabupaten Kebumen.2(1):11-40
Mustikarani, A., & Mustofa, A. (2020). Peningkatan Saturasi Oksigen Pada
Pasien Stroke melalui Pemberian Posisi Head Up. Ners Muda, 1(2), 114-119.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medik
Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Graha
Ilmu: Yogyakarta.
Permatasari, N. (2020). Perbandingan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan
Motorik Pasien Memiliki Faktor Risiko Diabetes Melitus dan Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 298-304.
Pusdatin (Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI). (2018).
Peningkatan Gaya Hidup Sehat dengan Perilaku “Cerdik” : Stroke Don’t Be The One.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Stiadi, D. R., Andrajati, R., & Trisna, Y. (2020). Analisis Efektivitas Biaya Terapi
Kombinasi Amlodipin-Kandesartan dan Amlodipin-Ramipril pada Pasien Hipertensi
dengan Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 9(4), 271-279.
Sya'diyah, I. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non Hemoragik Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan (Doctoral dissertation, Universitas
Kusuma Husada Surakarta).
Valente et al. (2015). Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1
Segment Occlusion: Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian Academy
of Sciences, Volume 69, Issue 5, Pages 274– 277.
Widyarini, R. (2019). Aplikasi Posisi Head Up 30 Derajat terhadap Perfusi
Jaringan Serebral pada Pasien Stroke Non Haemoragik di Instalasi Gawat Darurat RSUD
KRMT Wongsonegoro.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medik.
Bukti Acc dari Pembimbing Klinik

Anda mungkin juga menyukai