N
DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IGD RSUP DR. KARIADI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Pembimbing Akademik
Ns. Nana Rochana,S.Kep.,MN
Ns.Nur Hafizhah W.,M.Kep
Pembimbing Klinik
Ns. Nurul Azizatunnisa,S.Kep
Disusun Oleh :
Suryani Ningsih 22020121210043
Kelompok V
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular semakin mengalami peningkatan, dimana proporsi usia
produktif dan usia lanjut menjadi usia yang rentan terhadap penyakit tidak menular.
Bukan hanya masalah kurang gizi, kurus, pendek, akan tetapi juga gizi yang
berlebihan, kegemukan atau obesitas yang terjadi pada anak, remaja, dan dewasa.
Selain itu juga malas dalam bergerak, kurang olahraga, konsumsi rendah serat tinggi
gula, garam dan lemak, merokok, minum alcohol, dan stress tinggi dapat memicu
terjadi penyakit tidak menular ini. Lebih dari 36 juta orang setiap tahunnya
meninggal karena penyakit tidak menular (63% dari seluruh kematian). Selain itu
juga lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan karena peyakit tidak menular terjadi
sebelum usia 60 tahun. Secara global setiap tahunnya penyebab kematian nomor satu
penyakit tidak menular yaitu penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit yang diakibatkan karena gangguan pada fungsi jantung,
pembuluh darah seperti penyakit jantung coroner, penyakit gagal jantung, hipertensi,
dan stroke (Permatasari, 2020).
Komplikasi penyakit hipertensi menyebabkan kurang lebih 9,4 juta kematian
setiap tahunnya di seluruh dunia. Penyakit hipertensi menyumbang 45% kematian
karena penyakit jantung dan sekitar 51 % kematian karena penyakit stroke. Kematian
yang disebabkan karena penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung koroner
dan stroke diprediksi akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030. Berdasarkan dari Riskesdas (2018), didapatkan bahwa sekitar 34,1%
penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia mengalami hipertensi, dimana pulau
Kalimantan dan pulau Jawa mendominasi urutan tertinggi prevalensi hipertensi pada
tahun 2018. Kelompok umur 45-54 tahun merupakan penderita hipertensi terbanyak
(24,0%), perempuan (54,3%) lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sebagian besar
penderita hipertensi bertempat tinggal diperkotaan (55,9%), hal ini disebabkan
karena faktor gaya hidup, dan pola konsumsi masyarakat diperkotaan cenderung
lebih berisiko daripada masyarakat didaerah perdesaan (Pusdatin,2018).
Penyakit tidak menular selanjutnya yaitu penyakit jantung terbanyak
ditemukan pada kelompok umur 55-65 tahun sebesar 21,3% dan penduduk yang
tinggal didaerah perkotaan (59,8%) lebih banyak menderita penyakit jantung
dibandingkan dengan penduduk di pedesaan (40,2%). Penyakit diabetes melitus,
ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun (29,3%) dan berdasarkan jenis kelamin
orang dengan diabetes melitus sebagian besar perempuan (60,7%), dan sebagian
besar penderita diabetes melitus bertempat tinggal di daerah perkotaan (52,6%).
Dimana karakteristik penderita hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus
kebanyakan orang yang berpendidikan SD. Berdasarkan dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa orang dengan penyakit hipertensi memiliki risiko 4 kali
mengalami stroke, dan orang dengan diabetes melitus berisiko hampir 3 kali
mengalami stroke (Razdiq & Imran 2020) (Pusdatin,2018).
Kejadian penyakit stroke lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun
(33,3%), untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki proporsi kejadian
stroke yang hampir sama, dan sebagian besar pendudukan yang terkena stroke
memiliki pendidikan tamat SD (29,5%). Akan tetapi kendala penanganan stroke di
Indonesia terkait deteksi dini faktor risiko belum optimal dimasyarakat, hal ini dapat
dilihat dari peningkatan prevalensi faktor risiko dan capaian skrining kesehatan usia
produktif yang masih rendah. Terlambatnya penanganan kasus stroke dikarenakan
masyarakat belum mengenali tanda-tanda dini serangan stroke. Selain itu juga belum
semua RS memiliki perangkat diagnostic maupun tim penanganan stroke yang
lengkap dan terpadu, menyediakan fasilitas pelayanan stroke terpadu, serta memiliki
tim penanganan stroke dengan kompetensi khusus perawatan stroke (Pusdatin,2018).
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan stroke non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Tujuan Khusus
a) Mampu mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik
b) Mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan stroke non hemoragik di
Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
c) Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
d) Mendeskrispikan rencana keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik
di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
e) Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke non
hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
f) Mendeskripsikan evaluasi dari tindakan keperawatan pada pasien dengan stroke
non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
g) Mendeskripsikan pendokumentasian penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke non hemoragik di Ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang
3. Tinjauan Pustaka
a) Tinjauan Pustaka Medis
Pengertian Stroke
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian
jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke
otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak
mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah tersebut (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Stroke adalah penyakit
yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang
lain sebagai akibat gangguan funsgi otak (Mutaqin, 2011)
Klasifikasi Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik.
• Stroke Iskemik (Infark/sumbatan)
Stroke iskemik terdapat pada sekitar 80% dari semua kasus stroke.
Stroke iskemia ini dapat terjadi ketika suplai darah ke otak berhenti atau
terganggu akibat adanya penyumbatan arteri sehingga berakibat menghambat
aliran darah otak. Salah satu serangan stroke iskemik adalah TIA (trasient
ischemic attack) atau yang biasa disebut dengan mini-stroke. TIA terjadi
ketika suplai darah ke otak terputus untuk sementara (gangguan sesaat).
Gejala stroke ini sama dengan gejala stroke lainnya, tetapi perbedaannya
adalah TIA dapat pulih kembali dengan cepat atau segera. Dalam istilah lain,
berarti suatu episode dapat berlangsung singkat dalam waktu beberapa menit
hingga beberapa jam, tetapi tidak lebih dari 24 jam. TIA sering menjadi
peringatan akan datangnya serangan stroke yang lebih parah.
• Stroke Hemoragik (Perdarahan)
Stroke hemoragik (perdarahan) terdapat sekitar 20% dari semua kasus
stroke dengan risiko peningkatan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stroke infark (iskemik). Stroke hemoragik
disebabkan oleh perdarahan di otak atau sekitar otak akibat pecahnya
pembuluh darah (perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid).
Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal hemiplegi, pupil mengecil, dan kaku kuduk (Mutaqin, 2011).
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik
Kriteria Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Perbedaan Parenchymatous Subarachnoid Trombosis of Embolism of
Hemorrhage Hemorrhage cerebral vessels cerebral vessels
Usia 40-60 th 20-40 th 50 th Tidak penting
pada sumber
emboli
Tanda awal Sakit kepala Sakit kepala Serangan TIA Tidak sakit
menetap sementara (Iskemik
kepala
sementara)
Saat Mendadak, Mendadak, Pucat Pucat
timbulnya kadang pada saat merasa ada
penyakit melakukan tiupan di kepala
aktivitas dan
adanya tekanan
mental
Gangguan Penurunan Gangguan Kecepatan Sering pada awal
kesadaran kesadaran kesadaran menurunnya
kejadian atau
mendadak reversible sesuai dengan
memberatnya perubahan yang
deficit
terjadi sesuai
neurologis
dengan beratnya
deficit
neurologis
Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Motor Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
excitation
Muntah 70-80% >50 % Jarang 2-5 % Kadang-kadang
(25-30%)
Pernapasan Irreguler, Kadang Jarang terjadi Jarang terjadi
(Breathing) mengorok Cheyne-Stokes gangguan pada
gangguan pada
Kemungkinan kasus proses
bronchorrea hemisfer kasus proses
hemisfer
Nadi (pulse) Tegang, Kecepatan nadi Mungkin cepat Bergantung pada
bradikardia lebih 80-100x/menit dan halus
etiologic
sering
penyakit jantung
Jantung Batas jantung Patologi jantung Lebih sering Alat jantung
(heart) mengalami jarang kardiosklerosis,
endocarditis,
dilatasi, tekanan tanda hipertonik
aorta terdengar jantung aritmia kardiak
pada bunyi
jantung II
Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang Bervariasi Bervariasi
(blood meningkat
preassure) (mungkin
menetap tak
berubah)
Paresis atau Hemiplegia Bisa tidak ada. Hemiparesis Hemiparesis,
plegia dengan aktivitas Jarang pada lebih prominen
kelemahan di
ektremitas berlebihan, lutut pada salah satu
ekstensi ekstremitas bisa salah satu
abnormal mengarah ke
ekstremitas lebih
hemiplegia
tampak daripada
yang lainnya.
Kadang-kadang
mengarah ke
hemiplegia
Tanda Kadang-kadang Kadang-kadang Unilateral Unilateral
patologi bilateral, tampak mengarah ke
bilateral
lesi pada salah
satu sisi serebral
Rata-rata Cepat Cepat Secara perlahan Cepat
perkembangan
penyakit
Serangan Jarang 30% Jarang Jarang
Tanda awal Kadang-kadang Hamper selalu jarang Jarang pada
iritasi
gejala awal
meningeal
penyakit
Pergerakan Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang
mata
Cairan Berdarah atau Kadang-kadang Tidak berwarna Tidak berwarna
cerebrospinal xanthocromic perdarahan dan jernih
dan jernih
dengan
peningkatan
tekanan
Fundus mata Kadang-kadang Jarang Perubahan Perbedaan
perdarahan dan perdarahan sklerotik
perubahan
perubahan pembuluh darah
pembuluh darah pembuluh darah
(arterosklerosis
dan vasculitis)
Echo-EG Terdapat tanda Tidak terdapat Tidak terdapat
pergantian M- pergantian tanda tanda M-echo
echo dan M-echo di atau
hematoma edema otak dan kemungkinan
hipertensi pergantian
intrakranial hingga 2mm
keutuhan
hemisfer pada
hari pertama
serangan stroke
Sumber : Baticca, 2008
Peningkatan volume
Iskemik jaringan pada otak Syok neurologik intrakranial
Iskemi pada arteri serebral anterior Iskemi pada arteri serebral medial Iskemi pada arteri serebral
Nyeri akut
posterior
Kerusakan neuromuskuler
Disatria, afasia,
amourasis, fulgaks Gangguan penglihatan
Diplopia
atau pergerakan bola mata
Hemiplegia Hemiparesis
Gangguan komunikasi verbal
Gangguan
mobilitas fisik
d. Pengkajian
Pengkajian dalam kegawatdaruratan dapat dibagi menjadi dua yaitu pengkajian
primer dan pengkajian sekunder, diantaranya yaitu:
1. Pengkajian primer
Ha-hal yang menjadi prioritas dalam melakukan pengkajian primer yaitu
airway maintenance dengan cervical spine protection, breathing dan
oxygenation, circulation, kontrol perdarahan eksternal, disability pemeriksaan
neurologi singkat, dan exposure dengan kontrol lingkungan.
a) Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan untuk mengecek ada sumbatan
jalan napas atau tidak yaitu dengan mengajak pasien berbicara. Dimana
pasien yang berbicaranya jelas berarti jalan napas pasien terbuka.
Pengkajian airway dapat dilakukan dengan mengkaji kepatenan jalan
napas, tanda terjadinya obstruksi jalan napas, adanya muntah atau
perdarahan atau trauma wajah, memastikan jalan napas terbuka, selalu
lindungi tulang belakang sehingga tidak berisiko mengalami cedera tulang
belakang.
b) Breathing
Pengkajian breathing dapat dilakukan dengan mengkaji adanya sianosis,
penetrating injury, flail cest, sucking cest wound, dan penggunaan otot
bantu napas, auskultasi adanya suara napas abormal, serta observasi
dinding dada dan kaji karakter dan kualitas pernapasan.
c) Circulation
Tindakan pertama yang harus dilakukan yaitu mengecek nadi. Selanjutnya
jika ada perdarahan lakukan kontrol perdarahan yang mengancam nyawa.
Lakukan palpasi nadi radial jika diperlukan dan kaji capillary refill time
untuk melihat perfusi perifer.
d) Disability
Pengkajian disability dapat dilakukan dengan menilai GCS, pupil,
gangguan motoric, dan gangguan sensorik.
e) Eksposure
Lakukan pengkajian secara menyeluruh dengan melepas pakaian terlebih
dahulu kemudia periksa dan kaji adanya cedera pada pasien. periksa
dimulai dari kepala, leher sampai dengan ke bagian ekstremitas pasien.
lakukan imobilisasi in line apabila curiga cedera leher atau tulang
belakang.
2. Pengkajian sekunder
Secondary survey dilakukan untuk memeriksa lebih lanjut dan lebih efektif
untuk semua bagian tubuh pasien, bagian depan, dan bagian belakang pasien.
pada pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan :
a) Anamnesis dengan SAMPLE
• S (Signs and Symptoms)
Mengkaji tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan pasien.
• A (Allergies)
Mengkaji adanya alergi pada pasien, seperti alergi obat-obatan,
makanan, plester, dll.
• M (Medication)
Obat-obatan yang diminum seperti menjalani pengobatan hipertensi,
kecing manis, jantung, atau yang lainnya.
• P (Past Illnes)
Riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya
apa, berapa dosisnya, dan penggunaan obat-obatan herbal.
• L (Last Meal)
Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian.
• E (Event)
Kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama.
(Muhandani, 2016).
b) Pemeriksaan fisik head to toe
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan jenis
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan, diantaranya yaitu :
• CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
(Wijaya & Putri, 2013).
• Pemeriksaan MRI (pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI lebih sensitif dalam mendeteksi
infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum.
• Pemeriksaan MRA (Magnetic resonance angiography)
Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan
sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi.
• Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transcranial
Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah
stenosis di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain
menunjukan luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan
mengevaluasi efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang
terjadi pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral merupakan
prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukan
pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma. Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan
derajat vasopasme.
• Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,
2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,
sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial (Wijaya
& Putri, 2013).
• Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi.
• Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar
glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu
menegakan diagnose
• EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Wijaya & Putri, 2013).
• Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur (Wijaya & Putri, 2013).
• Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid
• Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008).
d) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
• Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi, hiperkolesterolemia
• Risiko perfusi miokard tidak efektif d.d Hipertensi dan Hiperglikemia
• Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
• Gangguan komunikasi verbal berhubungan b.d gangguan neuromuscular
• Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.N
DENGAN RISIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF
DI RUANG IGD RSUD DR. KARIADI SEMARANG
B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal Masuk Ruangan : 25 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB
Tanggal Pengkajian : 25 Oktober 2021 pukul 09.00 WIB
Ruangan : IGD (Instalasi Gawat Darurat)
Gambaran Kasus
Ny. N 59 Tahun dibawa ke IGD oleh keluarganya pada tanggal 25 Oktober 2021
pukul 08.23 WIB karena mengeluh lemas, ektremitas atas dan bawah bagian kanan tidak
bisa digerakkan, dan bibir merot. Suami mengatakan bahwa hal ini bermula ketika 2
minggu yang lalu Ny.N nyapu dan tiba-tiba jatuh akan tetapi masih bisa jalan. Setelah itu
2 sampai 3 jam sehabis mandi tiba-tiba lemas dan bibir mulai merot. Selain itu juga ada
rasa kesemutan pada bagian wajah sampai kaki.
1. Identitas pasien
Nama : Ny.N
TTL : Semarang, 31 Desember 1961
Usia : 59 Thn, 9 Bln, 25 Hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : tamat SD
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Kelurahan Karang Ayu, Kecamatan Semarang Barat, Semarang,
Jawa Tengah
No. RM : C681***
No Hp : 08574059****
Penanggung jawab pasien : Anak
2. Pengkajian Primer
Pengkajian Primer pengkajian ABCDE
a) Airway :
Tidak ada sumbatan pada jalan napas pasien, tidak terdapat bunyi napas
tambahan.
b) Breathing :
Pasien tidak terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, pengembangan dada
simetris, frekuensi pernapasan 22x/menit, tidak terdapat sesak napas, SpO2 100
% dan tidak terdapat retraksi dinsing dada.
c) Circulation :
Tekanan darah pasien tinggi (Hipertensi) yaitu 190/106 mmHg, dan denyut nadi
pasien normal 85 kali permenit, suhu 37,20C, CRT < 2 detik, dan tidak ada
perdarahan.
d) Disability :
Kesadaran pasien GCS E3M6V5, pupil isokhor, pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran. Gangguan motoric tentang kekuataan otot pasien 2333/sdn
3444/5555, dan tidak ditemukan adanya gangguan sensorik.
e) Eksposure :
Mulut pasien merot, tidak ada lebam atau bengkak pada tubuh, tangan bagian kiri
terdapat bekas luka tersiram air panas, ektremitas bagian kanan lemas.
3. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Ruang IGD pada tanggal 25/10/2021 pukul 08.23 WIB
dengan keluhan lemas, lesu, dan bagian ekstremitas atas dan bawah bagian kanan
tidak dapat digerakkan (lemas), selain itu juga pasien merasakan kesemutan atau
kebas di bagian wajah sampai kaki. Diagnosa medis pasien Non-Insulin
dependent diabetes mellitus without complications. GCS E3M6V5. TTV pasien,
TD : 190/106, HR : 85 kali/menit, RR 32 kali/menit, S :37,20C, dan SpO2 : 100
%.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga Ny.N mengatakan bahwa dahulu pernah mempunyai riwayat
epilepsi dari tahun 1986, sudah rutin minum obat akan tetapi kontrol jarang.
Terakhir kejang 1 bulan yang lalu kejang semuannya dan habis kejang tidur tidak
sadar.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Ny.N mengatakan bahwa mempunyai riwayat penyakit keluarga
hipertensi dan juga Diabetes Mellitus.
Anamnesis SAMPLE
a) S (Sign and Symptoms)
Pasien merasa lemas, ekstremitas kanan tidak bisa digerakkkan, dan pasien
merasa kesemutan.
b) A (Allergies)
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan maupun obat-obatan.
c) M (Medication)
Pasien mengatakan rutin mengkonsumsi obat epilepsy (OAE) akan tetapi tidak
pernah kontrol.
d) P (Post illness)
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, dan epilepsi
e) L (Last Mealt)
Pasien mengatakan makan dan minum seperti biasa dan tidak ada kendala dan
masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f) E (Event)
Pasien mengatakan mulai merasa lemas dan ekstremitas bagian kanan tidak
dapat digerakkan mulai 2 minggu yang lalu setelah kejadian pasien menyapu dan
tiba-tiba jatuh, akan tetapi masih dapat melakukan aktivitas mandiri. Kemudian
setelah mandi 2 sampai 3 jam baru pasien merasakan lemas dan lama kelamaan
ekstremitas bagian kanan tidak dapat digerakkan atau lemas. Kemudian baru
pada tanggal 25 Oktober 2021 pukul 08.23 WIB pasien dibawa ke IGD RSDK
karena mengalami kelemasan pada ekstremitas bagian kanan, pasien tidur terus,
dan mulut merot.
4. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
a) Kepala
• Inspeksi
Rambut berwarna hitam, bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, dan tidak
ada lesi, fungsi pergerakan baik, pasien dapat menggerakan lehernya ke kiri
dan ke kanan
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan
b) Telinga
• Inspeksi
Telinga simetris kanan dan kiri, lubang telinga bersih, tidak ada serumen yang
terlihat, tidak ada lesi, pendengaran sudah mulai berkurang, pasien tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan.
c) Mata
• Inspeksi
Mata simetris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, pupil isokor, konjungtiva
anemis, tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata).
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan
d) Mulut dan gigi
• Inspeksi
Tidak terdapat gigi berlubang, lidah bersih, mukosa bibir lembab, gigi putih
dan bersih, tidak ada pembesaran tonsil lidah, mulut merot, dan bicara pelo,
sedikit mengalami reflek menelan.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan
e) Hidung
• Inspeksi
Hidung simetris kanan dan kiri, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak
ada polip, dan tidak menggunakan alat bantu pernapasan.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan.
f) Leher
• Inspeksi
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat lesi.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan.
g) Dada dan paru
• Inspeksi
Dada pasien nampak bersih, tidak tampak adanya lesi, bentuk dada simetris,
tidak tampak menggunakan otot bantu pernapasan, ictus cordis tidak terlihat,
pernapasan 22 kali/menit.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada masa atau benjolan
• Perkusi
Terdengar suara sonor di paru kanan dan kiri.
• Auskultasi
Terdengar suara paru vesikuler, tidak ada bunyi suara napas tambahan.
h) Jantung
• Inspeksi
Tidak ada jejas, tidak ada ictus cordis, tidak ada retraksi dinding dada
• Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa atau benjolan, dan ictus cordis teraba
di ICS 5 midclavicula sinistra.
• Perkusi
Terdengar bunyi pekak, dan batas jantung normal
• Auskultasi
Suara jantung S1 dan S2 reguler.
i) Abdomen
• Inspeksi
Tidak terdapat lesi, tidak terdapat acites, warna kulit abdomen merata.
• Auskultasi
Bising usus normal 15 kali per menit.
• Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada masa.
• Perkusi
Terdengar suara timpani di semua kuadran
j) Genetalia
Pasien tidak terpasang DC kateter
k) Ekstremitas
7. Terapi Medis
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***
F. EVALUASI
Nama : Ny.N
Usia : 59 tahun
No. RM : C681***
H. REFLEKSI DIRI
1. Personal Knowledge
Pengetahuan mahasiswa meningkat setelah dilakukan praktik selama satu
minggu di ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang, dimana mahasiswa dapat
memahami penerapan antara yang sudah dipelajari dengan kondisi real atau nyata
yang ada dilapangan terkait keperawatan gawat darurat. Dimana sejak awal pasien
masuk ke IGD dilakukan triase dengan menggunakan ATS dan selanjutnya dilakukan
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Jadi menambah pengetahuan
mahasiswa tentang penerapan materi yang sudah dipelajari selama ini dengan
penerapannya langsung di rumah sakit. Selain itu juga dapat mengetahui dan
memahami hal-hal yang harus dilakukan dengan segera dan mengaplikasian berbagai
kriteria ketrampilan yang ada di IGD sesuai dengan materi yang sudah didapat.
Menambah pengetahuan terkait sharing-sharing pengalaman dari perawat-perawat di
ruang IGD terkait tindakan-tindakan yang dilakukan di IGD. Mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui manajemen pengelolaan gawat darurat pasien terutama
dengan penyakit stroke.
2. Estetika
Dalam memberikan intervensi bentuk estetika yang dapat perawat terapkan
yaitu dengan melakukan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien maupun
dengan anggota keluarga, melakukan tindakan sesuai dengan SOP yang sudah ada,
menunjukkan ketrampilan yang dimiliki, perawat dapat melakukan pemberian
informasi dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, jelas, terstruktur,
lemah lembut, dan sabar. Perawat harus membekali diri dengan pembaharuan
pengetahuan di dunia kesehatan terutama keperawatan untuk dapat memberikan
informasi terbaru kepada pasien maupun anggota keluarganya.
3. Etika
a) Autonomy (Kemandirian)
Perawat harus mampu berpikir cepat, logis, dan kritis dalam mengambil
keputusan terutama pada pasien yang berada di IGD.
b) Beneficience (berbuat baik)
Perawat harus berbuat baik kepada pasien salah satunya ditunjukkan dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan ketentuan yang
sudah direncanakan.
c) Justice (keadilan)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus adil tanpa
membeda-bedakan. Perawat harus memberikan tindakan keperawatan sesuai
dengan tingkat kegawatan pasien yang sebelumnya sudah dikaji di IGD.
d) Non-maleficience (tidak merugikan)
Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan rencana
keperawatan yang sudah ditentukan sebelumnya dengan tidak merugikan atau
menimbulkan bahaya pada pasien.
e) Veracity (kejujuran)
Perawat harus memberikan informasi dengan sebenar-benarnya terkait kondisi
kesehatan pasien saat ini.
f) Fidelity (menepati janji)
Perawat harus selalu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sesuai dengan
janji yang diucapkan sebelum diberikan kepercayaan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien.
g) Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat harus menjaga kerahasiaan setiap informasi yang telah diberikan pasien,
karena setiap informasi yang diberikan pasien terkait kondisi kesehatannya itu
penting dan tidak digunakan sebagai bahan pembicaraa kecuali dengan tenaga
kesehatan lainnya yang sesuai dengan masalah kesehatan pasien.
I. KEPUSTAKAAN
Astannudinsyah. Rusmegawati. Negara,C.K.(2020).Hubungan Kadar Kolesterol
Darah dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2020.
Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan.5(2).
Bakara, D. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range of Motion (Rom) Pasif
Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal, 7(2), 12–18.
Batticaca, F.C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Ekacahyaningtyas, M., Setyarini, D., Agustin, W. R., & Rizqiea, N. S. (2017).
Posisi Head Up 30° Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik. Adi Husada Nursing Journal, 3(2), 55-59.
Tamburian, A. G., Ratag, B. T., & Nelwan, J. E. (2020). Hubungan antara
Hipertensi, Diabetes Melitus, dan Hiperkolesterolemia dengan Kejadian Stroke
Iskemik. Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine, 1(1).
Fadhilah, G., Lestari, D., Rahayu, A. P., Syaputri, F. N., & Tugon, T. D. A. (2021).
Evaluasi Profil Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di
Salah Satu Rumah Sakit Kabupaten Bogor. Journal of Science, Technology and
Entrepreneur, 3(1).
Irfan, M. 2012. Fisiotrapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu
Indarwati,L., Sari, W., & Dewi, C. S. (2008). Care Yourself, Stroke. Penebar Plus:
Depok
Goldstein,L.B., Amarenco,P., & Adams, R. (2010). Statin Treatment and Stroke
Outcome in The Stroke Prevention by Aggresive Reduction in Cholesterol Levels
(SPARCL) Trial
Hasan, 2018. Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan
Penurunan Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala
Elevasi 30º
Muhandani, A.R. (2016). Gambaran Pengkajian ABCD Pada Pasien Di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Kabupaten Kebumen.2(1):11-40
Mustikarani, A., & Mustofa, A. (2020). Peningkatan Saturasi Oksigen Pada
Pasien Stroke melalui Pemberian Posisi Head Up. Ners Muda, 1(2), 114-119.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medik
Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Graha
Ilmu: Yogyakarta.
Permatasari, N. (2020). Perbandingan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan
Motorik Pasien Memiliki Faktor Risiko Diabetes Melitus dan Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 298-304.
Pusdatin (Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI). (2018).
Peningkatan Gaya Hidup Sehat dengan Perilaku “Cerdik” : Stroke Don’t Be The One.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Stiadi, D. R., Andrajati, R., & Trisna, Y. (2020). Analisis Efektivitas Biaya Terapi
Kombinasi Amlodipin-Kandesartan dan Amlodipin-Ramipril pada Pasien Hipertensi
dengan Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 9(4), 271-279.
Sya'diyah, I. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non Hemoragik Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Dan Latihan (Doctoral dissertation, Universitas
Kusuma Husada Surakarta).
Valente et al. (2015). Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1
Segment Occlusion: Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian Academy
of Sciences, Volume 69, Issue 5, Pages 274– 277.
Widyarini, R. (2019). Aplikasi Posisi Head Up 30 Derajat terhadap Perfusi
Jaringan Serebral pada Pasien Stroke Non Haemoragik di Instalasi Gawat Darurat RSUD
KRMT Wongsonegoro.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medik.
Bukti Acc dari Pembimbing Klinik