Disusun Oleh:
22020121210072
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan gangguan
sistem perkemihan dimana merupakan suatu bentuk kegagalan fungsi ginjal dalam
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (Uremik) dalam darah. Pada kondisi
CKD, keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa terganggu. Ketidakseimbangan
cairan yang sering ditemui oleh pasien CKD adalah hipervolemia. Hipervolemia bila
tidak ditangani dengan baik maka akan semakin parah seperti kerusakan jaringan,
penurunan gerakan usus, pembengkakan jaringan pada jantung, hingga terjadi gagal
jantung. Karena terjadi perubahan serius akibat volume cairan yang terus meningkat
mengakibatkan asidosis metabolic (Tohnapa & Kundure, 2016). Berdasarkan hal
tersebut, peran perawat di sini adalah memberikan asuhan keperawatan pada klien
Chronic Kidney Disease dengan Hipervolemia.
2. Tujuan Penulisan
a) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan secara komperhensif pada pasien
CKD dengan diagnosa hipervolemia.
b) Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian primer dan sekunder pada pasien
dengan hipervolemia pada kasus CKD di ruang IGD
2) Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisis data untuk menetapkan
diagnosa keperawatan hipervolemia pada kasus CKD di ruang IGD
3) Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan untuk menetapkan diagnosa
keperawatan hipervolemia pada kasus CKD di ruang IGD
4) Mahasiswa mampu mengimplementasikan dan mengevaluasi data untuk
menetapkan diagnosa keperawatan hipervolemia pada kasus CKD di ruang IGD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisial dan/atau
intraselular (SDKI DPP PPNI, 2016)
B. Faktor Penyebab
Hipervolemia pada pasien CKD dapat terjadi karena banyaknya nefron yang tidak
berfungsi sehingga nefron yang tersisa bekerja semakin berat dalam meningkatkan
reabsorbsi protein. Aliran darah ke ginjal berkurang mengakibatkan terjadi pembentukan
jaringan parut dan penyusutan progresif pada nefron. Munculnya detruksi struktur ginjal
secara progresif menimbulkan penurunan GFR yang menyebabkan kegagalan ginjal
dalam mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan
elektrolit yang tidak seimbang mengakibatkan peningkatan volume cairan, hipernatremia,
hiperkalemia, menurunnya pH, dan hipokalsemia sehingga terjadi kelebihan volume
cairan (Thadani, 2011 dalam Mbenu, 2019).
Penyebab hipervolemia pada gagal ginjal kronik antara lain:
a. Retensi natrium dan air yang disebab pada gagal ginjal kronik karena penurunan
jumlah nefron yang membuat laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun (Price &
Wilson, 2006).
b. Hypoalbuminemia terjadi pada gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh sindrom
nefrotik (Price & Wilson, 2006).
C. Kerangka Pikir Nursing Fenomena
Kerusakan
Nefron
Ketidakseimbangan
Elektrolit
Laju GFR ↓(<15%)
Hall, J. ., & Ph.D. (2011). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (12th
ed.). Singapore: Elsevier Singapore Pte Ltd.
Kozier, B., ERb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. (D. Widiarti, Ed.) (7th ed.). Jakarta:
EGC.
Mbenu, A. W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease
Dengan Masalah Hipervolemia Di Rumah sakit Panti Waluya sawahan
Malang (Doctoral dissertation, STIKES Panti Waluya Malang).
Mubarak, dkk, (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Patricia Gonce Morton, Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2012).
Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik (Volume 2) (Edisi 8) (8th
ed.). Jakarta: EGC.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Tonapa, kundure, dan Masi. 2016. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keputusan
Inisisasi Hemodialisi Pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik. Manado. Jurnal
keperawatan Vol 4 no.1.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
No. RM : C408***
Usia : 27 tahun
Suku : Jawa
Bahasa : Indonesia
2. Pengkajian Primer
A: Airway
Jalan napas paten, tidak ada sumbatan jalan napas, dan tidak terdengar bunyi napas
tambahan
B: Breathing
RR: 28 x/menit, SpO2: 83%, nafas teratur cepat dan dalam, pengembangan dada
simetris, terdapat upaya bernapas, terdapat edema pulmo, suara lapang paru crackles.
C: Circulation
TD: 178/129 x/menit, HR: 127 x/menit, CRT < 2 detik, tidak ada tanda-tanda
perdarahan
D: Disability
GCS: E4M6V5, Kesadaran Komposmentis
E: Exposure
Suhu: 36,5°C, Pasien terpasang CVC, terpasang bedsite monitor, terpasang DC.
3. Pengkajian Sekunder
S: Sign and Symptomps
Pasien mengeluh batuk dan sesak napas, auskultasi lapang paru crackles, terdapat
edema pulmo. Pasien mengatakan kencing sedikit dan berbuih, mual minimal tidak
muntah dan lemas.
A: Allergies
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
M: Medication
Pasien diketahui mengonsumsi obat antihipertensi
P: Past Illnes
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Hipertensi
L: Last Meal
Belum Terkaji
E: Event
Pasien datang ke ruang IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 31/10/2021
dengan keluhan lemas, sesak napas selama 3 hari dan kencing berbuih dan sedikit.
GCS E4M6E5. TTV saat masuk IGD RR: 28 x/menit, SpO2: 83%, TD: 178/129
x/menit, HR: 127 x/menit.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG (31/10/2021): Sinus Takikardia
Gambaran Thorax (31/10/2021): Cor. tak membesar, terdapat edema pulmo
Hasil Lab Urin: Protein 300/Reduksi 50/Blood 50/uL/Bakteri 47,4/Epitel 2,5/Epitel
Tubulus 0,4/Leukosit 11,8/eritrosit 3,6)
Hasil Lab Hematologi (31/10/2021):
Hasil Rentang Normal Ket
Hb 6.7 13-16 L (anemia berat)
GDS 110 70-130
Ureum 268 8-25 H
Kreatinin 21.54 0,7-1,6 H
GFR 6 (<15) 90-120 L (stage 5)
As. Urat 11.9 3,4-7,0 H
Magnesium 0,96 0,74-0,99
Calcium 1,88 2,12-2,52 L
Natrium 125 136-145 L
Kalium 5 3,5-5,0
Klorida 95 95-105
Terapeutik
Batasi asupan cairan (Cairan Infus NaCl 0,9 % 8 tpm IV)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic (Furosemide 10 mg/12 Jam)
Terapeutik
Tranfusi darah PRC 3 Kolf sebelum HD
Observasi
Identifikasi kesiapan hemodialisis (mis. Tanda-tanda vital,
kelebihan cairan, nilai Hb)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic (Furosemide 2
mg/jam IV)
S: -
Observasi
Memonitor tanda dan gejala hipervolemia (mis.
Dyspnea, edema, suara napas tambahan)
Memonitor status hemodinamik (mis. HR, TD,
MAP)
Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
natrium, BUN, kreatinin)
Terapeutik
Membatasi asupan cairan (NaCl 0,9 % 8 tpm IV)
S: -
Diuresis:1100cc/18jam/85KgBB= 0,71cc/KgBB/Jam
PEMBAHASAN
Tn. P (27 tahun) datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi (31/01/2021) dengan keluhan lemas,
batuk, sesak napas selama 3 hari, kencing sedikit dan berbuih. Sudah dilakukan triase ATS
masuk ke dalam label merah-kuning. Hasil pengkajian kesadaran komposmentis, GCS E4M6E5.
TTV saat masuk IGD RR: 28 x/menit, SpO2: 83%, TD: 178/129 x/menit, HR: 127 x/menit.
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Setelah dilakukan pemeriksaan lab (31/10/2021) didapatkan
PF Rasio 131,73 (ARDS Sedang), Aa-DO2 253, nilai BUN 268, kreatinin 21,54, hasil EKG
sinus takikardia, foto thorax cor tak membesar, terlihat edema pulmo. Berdasarkan hasil
pengkajian tersebut didapatkan diagnosa keperawatan hypervolemia dan gangguan pertukaran
gas.
Diagnosa pertama yang ditangani adalah gangguan pertukaran gas b.d perubahan
membran alveolus dan kapiler. Sesuai pedoman SDKI diganosa ini merupakan diagnosa aktual
dan termasuk dalam diagnosa pola oksigenasi/respirasi perlu segera ditangani. Edema paru
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi perpindahan cairan dari vaskular paru ke
interstisial dan alveoli paru penuh terisi cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas faktor penyebabnya adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan molekul
besar seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau lebih dari faktor-faktor
diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru (Rampengan, 2014). Rencana tindakan diagnosa
ini sesuai dengan pedoman SIKI yaitu memberikan oksigen dengan NRM 8-15 lpm. Pada masker
nonrebreathing biasanya diberikan sekitar 8-15 lpm dan untuk pasien dengan saturasi oksigen
80-90%. Tindakan selanjutnya yaitu memposisikan pasien semifowler 30-40 derajat. Pemberian
terapi oksigen juga dapat diikuti dengan pengaturan posisi pasien. Posisi semi fowler (30-45o)
dapat mengurangi sesak napas. Adanya penurunan rongga diafragma yang disebabkan oleh gaya
grafitasi, dapat menyebabkan ekpansi paru yang maksimal, membantu pengembangan dada
secara maksimal dan mengurangi ketakan abdomen dan diafragma. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa pengaturan posisi semifowler juga dapat memberikan outcome positif
terhadap saturasi oksigen (Martinez et al., 2015). Setelah dilakukan pemberian oksigen dan
posisi semifowler perlu dilakukan monitoring terkait frekuensi, irama napas, pola napas dan
saturasi oksigen.
Diagnosa kedua adalah hypervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi. Pada pasien
dengan CKD laju filtrasi glomelurus (GFR) menurun. Menurunnya GFR menyebabkan retensi
natrium. Adanya perbedaan tekanan osmotic karena natrium tertahan menyebabkan terjadi
proses osmosis yaitu air berdifusi menembus membrane sel hingga tercapai keseimbangan
osmotic. Hal ini menyebabkan cairan ekstraselular (ECF) meningkat hingga terjadi edema (Price
& Wilson, 2006). Rencana tindakan untuk mengatasi hypervolemia pada pasien CKD adalah
dengan pemberian obat furosemide. Furosemide adalah obat Loop Diuretik yang sering
digunakan untuk mengatasi pada berbagai tingkatan gagal ginjal akut (Gray et al,2005).
Furosemide digunakan untuk meningkatkan produksi urin, menurunkan tekanan darah dan
mengatasi edema yang disebabkan karena meningkatnya volume cairan ekstrasellular (Elizabeth
dkk, 2011 dalam Imastuti, 2017). Kemudian untuk mengurangi kelebihan cairan dilakukan
pembatasan asupan cairan.
Pada pasien CKD zat-zat sisa metabolic seperti nitrogen, ureum, ion H+, dan elektrolit
lain yang berlebih tidak dapat dikeluarkan dari tubuh karena produksi urin berkurang, hal
tersebut dapat menyebabkan racun bagi tubuh. Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme adalah dengan hemodialisis. Hemodialisis merupakan
suatu proses untuk yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam
tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Tujuan hemodialysis adalah
untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
berlebihan (Brunner & Suddarth, 2002). Hemodialisis digunakan pasien dalam keadaan sakit
akut yaitu pasien yang memerlukan dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka
panjang atau terapi permanen (Brunner & Suddarth, 2002). Efek samping dari hemodialisa
adalah dapat menyebabkan anemia (Yuwono, 2000). Pada pasien diketahui nilai Hb 6,7 g/dL dan
tergolong pada anemia berat. Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh
produksi eritropeitin yang tidak adekuat pada ginjal. Oleh karena itu sebelum dilakukan
hemodialisa sebaiknya dilakukan pemberian tranfusi darah.
REFLEKSI DIRI
1. Personal Knowledge
Pengetahuan dan keterampilan mahasiswa meningkat setelah dilakukan praktik selama
satu minggu di ruang IGD RSUP Dr.Kariadi Semarang, dimana mahasiswa dapat
mengetahui penerapan antara yang sudah dipelajari dengan kondisi real atau nyata yang ada
dilapangan terkait keperawatan gawat darurat mengenai Triase, pengenalan RJP dan DC
Shock. Selain itu juga dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang harus dilakukan
dengan segera dan mengaplikasian berbagai kriteria ketrampilan yang ada di IGD sesuai
dengan materi yang sudah didapat. Selain itu juga menggali berbagai pengalaman dengan
perawat-perawat yang ada di IGD. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui manajemen
pengelolaan gawat darurat pasien terutama dengan penyakit CKD.
2. Estetika
Dalam memberikan intervensi bentuk yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan
komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien maupun dengan anggota keluarga,
melakukan tindakan sesuai dengan SOP, menjaga prosedur pasien safety, pencegahan
infeksi, menunjukan sikap caring, berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun,
mudah dipahami, jelas, lemah lembut, dan sabar. Perawat harus membekali diri dengan
pembaharuan pengetahuan di dunia kesehatan terutama keperawatan untuk dapat
memberikan informasi terbaru kepada pasien maupun anggota keluarganya.
3. Etika
a) Autonomy (Kemandirian)
Perawat harus mampu berpikir cepat, logis, dan kritis dalam mengambil keputusan
terutama pada pasien yang berada di IGD.
b) Beneficience (berbuat baik)
Perawat harus berbuat baik kepada pasien salah satunya ditunjukkan dengan memberikan
asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan ketentuan yang sudah direncanakan.
c) Justice (keadilan)
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus adil tanpa
membeda-bedakan. Perawat harus memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan
tingkat kegawatan pasien yang sebelumnya sudah dikaji di IGD.
d) Non-maleficience (tidak merugikan)
Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan harus sesuai dengan rencana
keperawatan yang sudah ditentukan sebelumnya dengan tidak merugikan atau
menimbulkan bahaya pada pasien.
e) Veracity (kejujuran)
Perawat harus memberikan informasi dengan sebenar-benarnya terkait kondisi kesehatan
pasien saat ini.
f) Fidelity (menepati janji)
Perawat harus selalu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sesuai dengan janji
yang diucapkan sebelum diberikan kepercayaan untuk memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien.
g) Confidentiality (kerahasiaan)
Perawat harus menjaga kerahasiaan setiap informasi yang telah diberikan pasien, karena
setiap informasi yang diberikan pasien terkait kondisi kesehatannya itu penting dan tidak
digunakan sebagai bahan pembicaraa kecuali dengan tenaga kesehatan lainnya yang
sesuai dengan masalah kesehatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC
Gray,H.H., dkk. (2005). Lecture Notes : Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Imastuti, D. (2017). Studi Penggunaan Furosemide Pada Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo). Diakses tanggal 2
April 2019 pukul 09.49 dari eprint.umm.ac.id
Martinez, B. P., Marques, T. I., Santos, D. R., Salgado, V. S., Junior, B. R. N., Alves, G. A.
de A., Junior, L. A. F. (2015). Influence of different degrees of head elevation on
respiratory mechanics in mechanically ventilated patients. Rev Bras Ter Intensiva,
27(7), 347–352.
Mubarak, dkk, (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.