TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Balita
Balita adalah anak yang berusia lebih dari satu tahun atau lebih dikenal
dengan anak usia dibawah 5 tahun.1 Balita tergolong menjadi 2 yakni anak usia 1-
3 tahun yang disebut dengan batita dan anak usia 3-5 tahun yang disebut anak
prasekolah. Saat usia batita, anak masih bergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air, dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan seduah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih
terbatas.
Masa balita menjadi penentu tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang kembali. Masa balita
kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan
pernah terulang, karena itu sering disebut Golden Age atau masa keemasan.3
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga bertambahnya
ukuran dan struktur organ-organ tubuh maupun otak. Sebagai contoh, hasil dari
pertumbuhan otak adalah anak yang mempunyai kapasitas lebih besar untuk
belajar, mengingat, dan mempergunakan akalnya. Jadi anak tumbuh baik secara
fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan tanda-tanda seks
sekunder.4
beda.5 Usia anak 24-59 bulan pertumbuhan anak mulai terjadi perlambatan dan
konstan, dan akan meningkat ketika masa remaja. Terlihat perubahan secara
signifikan baik dari ukuran kepala, lingkar dada, dan kaki sehingga sosok tubuh
anak semakin tinggi. Perubahan ukuran tubuh sudah dimulai sejak tahun pertama.
Kebutuhan asupan gizi akan lebih tinggi dibutuhkan tubuh pada usia 24-59 bulan,
dikarenakan pada usia ini anak lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti
bermain dan lainnya. Dalam pertumbuhan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor
dan kualitatif yaitu bertambahnya kemampuan (skill), struktur, dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut proses diferensiasi sel tubuh,
jaringan tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
Pada usia 24-59 bulan atau masa usia prasekolah terbentuk dasar-dasar
keberhasilan pada periode penting anak tersebut, maka setiap orang tua akan
fisik dan kemampuan kognitif.7 Menurut teori Erikson, anak usia sekola belajar
anak, anak menuntut melakukan tugas tertentu, misalnya merapikan tempat tidur
atau merapikan mainannya.7,8 Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya
inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah. Sedangkan menurut
teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik, dimana anak mulai mengenal
untuk meniru tingkah laku orang dewasa disekitarnya. Pada masa usia prasekolah
anak mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana pada umunya anak
sekolah.7
hormon, faktor nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam hal
dengan orang tua/orang dewasa lain. Orang tua berperan sebagai pembimbing,
2.1.2 Stunting
Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi kronik,
yang memiliki status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur
reference Study), memiliki nilai Z-scorenya kurang dari -2SD dan apabila nilai Z-
scorenya kurang dari -3SD dikategorikan sebagai balita sangat pendek. Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat dimulai sejak janin masih dalam
yang lama (kronis, yang dimulai sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan
kehidupan setelah dilahirkan). Ibu hamil dengan status gizi yang tidak baik dan
pada masa janin. Pertumbuhan yang terhambat tersebut dapat terus berlanjut
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit Z (Z-score). 11
Untuk mengetahui balita stunting atau tidak, indeks yang digunakan adalah indeks
menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan linear yang dicapai, dapat
pengukuran tinggi badan harus memiliki ketelitian 0,1 cm. Untuk anak berusia 0-2
Tulang skeletal merupakan tulang yang terdiri dari tulang kaki, panggul, tulang
dengan umur dapat digunakan sebagai indikator gizi masa lalu.11,13 Pengukuran
tinggi badan menggunakan microtoice yang memiliki tingkat ketelitian 0,1 cm.
Kelebihan menggunakan alat ini yaitu gampang digunakan dan harga yang
2.1.2.1.1.1 Cari lantai datar atau jika tidak ada dapat meletakkan papan alas
2.1.2.1.1.3 Pastikan microtoice sudah terpasang dengan stabil dan titik 0 (nol)
2.1.2.1.1.4 Lepas sepatu atau alas kaki dan aksesoris lainnya yang mengganggu
2.1.2.1.1.5 Atur telapak kaki agar menapak sempurna pada lantai atau papan
2.1.2.1.1.6 Atur pandangan supaya lurus ke depan dan berdiri tegak lurus. Lalu
letakkan tangan kiri pengukur pada dagu, pastikan bahu sudah lurus
rambut.
2.1.2.1.1.9 Apabila posisi telah benar, baca dan tentukan tinggi badan dengan
2.1.2.1.1.10 Catat hasil pengukuran dan persilahkan turun dari papan alas.
2.1.2.1.1.11 Untuk anak berusia 2 tahun yang belum dapat berdiri tegak karena
terbagi atas dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung.
yang turut menentukan kebutuhan gizi seseorang. Salah satunya hasil penelitian
yang dilakukan oleh Zottare et al,.14 balita yang mengalami stunting lebih banyak
terjadi pada balita dengan usia ≥12 bulan dibandingan dengan balita usia <12
bulan. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi usia anak maka akan
semakin meningkat kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk pembakaran energi
dalam tubuh.
stunting karena pada usia 24 bulan, anak memasuki fase penyapihan dan masa
kasar balita juga tumbuh dan berkembang pesat. ditahap ini, beberapa balita akan
nafsu makan anak yang menurun, asupan gizi rendah, jam tidur yang menurun,
sanitasi.15
2.1.2.2.1.1.2 Jenis Kelamin Balita
seseorang. Menurut Setyawati15 masalah stunting lebih banyak diderita oleh anak
laki-laki. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kismul, dkk
menyatakan prevalensi stunting jauh lebih tinggi pada anak laki-laki sebesar
resiko kejadian stunting pada balita laki-laki berkaitan dengan pemberian makan
tambahan yang terlalu dini dan kejadian diare yeng lebih sering daripada balita
perempuan. Selain itu, diduga adanya diskriminasi gender dimana orang tuan
sebagai berat badan ketika lahir kurang dari 2500 gram dengan batas atas 2499
badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <2500 gram (BBLR), 2500-3999
gram (berat normal), dan 4000 gram (berat lebih). 18 Anak dengan riwayat BBLR
akan meningkatkan risiko kejadian gizi kurang sebesar 10 kali lebih besar
dibandingkan anak yang tidak memiliki riwayat BBLR.19 Hali tersebut mungkin
terjadi karena anak yang lahir dengan BBLR, berpeluang mengalami gangguan
pada sistem Syaraf sehingga pertumbuhan dan perkembangannya akan lebih
lambat dibandingkan dengan anak yang lahir berat badan normal. 20 Bayi dengan
berat lahir rendah memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan
dengan bayi yang lahir normal dengan demikian maka bayi dengan berat badan
mekanisme dengan terlebih dahulu mempengaruhi status gizi anak yang kemudian
katabolik zat gizi sehingga akan mempengaruhi pola konsumsi yang selanjutnya
akan mempengaruhi status gizi balita. Apabila kondisi ini berlangsung lama maka
menyebabkan zat gizi digunakan untuk proses perbaikan jaringan atau sel
yang mengalami kerusakan. Infeksi yang sering terjadi terutama pada infeksi
saluran cerna (diare akibat virus, bakteri maupun parasit), infeksi saluran napas
kondisi ini terdapat interaksi bolak-balik antara status gizi dengan penyakit
sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi. Apabila hal ini tidak segera
diatasi dan terjadi dalam waktu yang lama, maka dapat mengganggupengolahan
asupan makan sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak.
Pada infeksi diare, anak akan mengalami malabsorbsi zat gizi dan durasi
serta frekuensi diare yang berlangsung lama (>4 hari) dapat membuat anak
menjadi semakin mengalami kehilangan zat gizi. Kondisi ini dapat berlangsung
apabila tidak segera ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan makan yang
sesuai. Hal ini sejalan dengan penelitian Desyanti yang mendapatkan hasil
penelitian yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit diare
dengan kejadian stunting (p = 0,025 ) dengan balita yang sering mengalami diare
berisiko mengalami stunting 3,619 kali lebih besar daripada balita yang jarang
mengalami diare.23 Pada infeksi saluran napas akut (ISPA), sejalan dengan
penelitian Puspita dengan hasil penelitian yaitu terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara riwayat ISPA dengan balita yang mengalami ISPA berisiko
mengalami stunting 4,01 kali lebih besar daripada balita yang tidak mengalami
ISPA.24 Cacingan berdampak pada penurunan asupan zat gizi semisal karbohidrat,
protein dan kehilangan darah. Cacingan pada anak usia sekolah menyebabkan
kondisi fisik yang lemah dan memiliki risiko yang tinggi untuk terinfeksi
Asupan zat gizi pada anak yang tidak adekuat dapat berakibat pada
tersebut tidak ditangani dengan baik akan beresiko pada kesakitan dan kematian
anak. Tidak terpenuhinya zat gizi dalam tubuh anak dapat berpengaruh terhadap
sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang lemah menyebabkan anak
rentan terkena penyakit menular dari lingkungan sekitarnya. Status Gizi yang
pertumbuhan.26
Kekurangan salah satu zat gizi juga dapat menyebabkan kekurangan zat
gizi lainnya. Sebagai contoh kekurangan zat besi, magnesium dan zink dapat
menyebabkan anoreksia yang berakibat tidak terpenuhinya zat gizi yang lain
gizi juga berdampak pada perkembangan otak dan kapasitas intelektual dimasa
Asupan zat gizi yang di konsumsi oleh balita termasuk ASI ekslusif dan
tahun 2012 tentang Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian ASI tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain yang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI eksklusif
mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. ASI eksklusif adalah
ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Dwi
Sunar Prasetyo dalam bukunya menyebutkan ASI Eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja selama enam bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih serta tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim kecuali vitamin,
ASI eksklusif dimulai dengan proses inisiasi menyusu dini (IMD), yaitu
membiarkan bayi untuk dapat menyusu sendiri segera setelah kelahiran. Penelitian
yang disebabkan oleh infeksi. Lebih lanjut IMD pada satu jam pertama kelahiran
mampu menurunkan kematian neonatus sebesar 22% (Cunha et al., 2015). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Septikasari menunjukan bahwa status gizi anak
secara langsung dipengaruhi oleh asupan nutrisi dalam hal ini ASI. ASI
merupakan makanan paling ideal untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan
Penenlitian lain yang dilakukan pada anak usia 6-24 bulan yang tidak diberikan
ASI eksklusif memiliki risiko stunting 1,282 kali dibandingkan anak yang
diberikan ASI eksklusif sehingga riwayat ASI ekskulusif menjadi faktor yang
ASI eksklusif mampu memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi dari lahir
sampai dengan usia 6 bulan. Clostrum dalam ASI merupakan antibodi terbaik
ASI sampai dengan anak berusia dua tahun. Asupan MP-ASI yang baik secara
pengaruh yang kuat asupan MP-ASI terhadap risiko kejadian gizi kurang anak
usia 6-12 bulan. Anak dengan asupan MP-ASI tidak adekuat akan meningkatkan
resiko kejadian gizi kurang sebesar 4 kali lebih besar dibandingkan anak yang
ASI yang tidak tepat sebagian besar mengalami stunting yaitu 47 % dan
responden yang memberikan MP-ASI secara tepat status gizinya normal sebanyak
45%. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pemberian MP-
ASI terhadap kejadian stunting pada balita dengan p value <0,05, dan hasil r 0,643
anak tidak maksimal mendapatkan asupan gizi sehingga anak memiliki status gizi
kurang bahkan menjadi stunting. Pemberian MP-ASI yan tepat dan baik adalah
supaya kebutuhan gizi dan anak terpenuhi sehingga tidak terjadi gagal tumbuh.
MP-ASI yang diberikan juga harus beraneka ragam, diberikan bertahap dari
waktu, adekuat, aman dan diberikan dengan cara yang benar. Sejak Usia 6 bulan
ASI saja sudah tidak mencukupi kebutuhan energy, protein, zat besi, vitamin D,
penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti
posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit. Tidak
dan tepat dengan cara memonitoring pertumbuhan balita setiap bulan secara rutin
dan teratur. Aktifnya balita ke posyandu mempunyai pengaruh yang signifikan
Pada penelitian yang dilakukan Dewi dkk, yang menyatakan balita yang
2.1.2.2.2.4.1 Pendidikan
dan menerima informasi.36 Orang tua dengan pendidikan yang rendah akan lebih
pantang makan tertentu sehingga sulit menerim pengetahuan baru mengenai gizi. 36
Orang tua dengan pendidikan yang baik akan mengerti bagaimana mengasuh anak
Pendidikan ibu erat kaitannya dengan status gizi anak karena ibu yang
makanan pada anak. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki
pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap informasi baik dari pendidikan
formal yang mereka tempuh maupun dari media massa (cetak dan elektronik)
untuk menjaga kesehatan anak dalam mencapai status gizi yang baik sehingga
perkembangan anaknya menjadi lebih optimal.38 Pendidikan pada ibu pada satu
sisi mempunyai dampak positif yaitu ibu semakin mengerti akan pentingnya
pendidikan yang semakin tinggi juga berdampak pada adanya perubahan nilai
sosial yang dapat berpengaruh pada pola hidup sehat termasuk konsumsi
makanan.20 Ibu dengan pendidikan tinggi memiliki peluang untuk bekerja di luar
Hal ini berdampak pada pemilihan makanan cepat saji yang sering diberikan
kepada anak dengan nilai gizi yang tidak memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
terjadi pada ayah yang berpendidikan rendah. Pendidikan yang tinggi dapat
mencerminkan pendapatan lebih tinggi dan ayah akan lebih memperhatikan gizi
istri saat hamil. Ibu hamil yang mengalami kurang gizi akan mengakibatkan janin
kehamilan yang terjadi terus menerus akan melahirkan anak yang mengalami
kurang gizi. Kondisi ini jika berlangsung dalam kurun waktu yang relative lama
rendah biasanya memiliki rumah yang tidak layak, kurang dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan dan kebersihan lingkungan kurang terjaga, selain itu konsumsi
pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar (SD, MI, SMP, dan MTS),
dihitung mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).
2.1.2.2.2.4.2 Pengetahuan
keadaan gizi balita tersebut karena ibu adalah seorang yang paling besar
dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain sehingga lebih mengerti segala
kebutuhan yang dibutuhkan anak. Pengetahuan yang dimiliki ibu menjadi kunci
pemahaman yang baik dapat menumbuhkan perilaku baru yang baik pula.
Pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang dipahami dengan baik akan diiringi
Pengetahuan ibu tentang gizi adalah yang diketahui ibu tentang pangan
sehat, pangan sehat untuk golongan usia tertentu dan cara ibu memilih, mengolah
dan menyiapkan pangan dengan benar. Pengetahuan gizi ibu yang kurang akan
berpengaruh terhadap status gizi balitanya dan akan sukar memilih makanan yang
2.1.2.2.2.4.3 Pekerjaan
daripada ibu balita yang tidak bekerja, dikarenakan bertemunya ibu dan anak
sangat jarang. Pada umur balita yang masih harus diberikan ASI ekslusif dan
makanan pendamping terkadang tidak tepat sehingga memiliki efek yang besar
kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh setiap orang tua untuk mendapatkan
akan berpengaruh pada konsumsi pangan anak. Konsumsi pangan dan gizi pada
anak balita yang rendah akibat tingkat pendapatan keluarga dengan status
ekonomi menengah kebawah dapat mempengaruhi status gizi pada anak balita.13
Ibu yang bekerja tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap
anak balitanya karena kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya sehingga
menyebabkan ibu dan anak jarang bertemu sehingga anak terkadang tidak
mendapatkan ASI eksklusif dan makanan pendamping yang tidak tepat yang
memiliki efek besar pada pertumbuhan anak. Faktor ibu yang bekerja nampaknya
belum berperan sebagai penyebab utama masalah gizi pada anak, namun
pekerjaan ini lebih disebut sebagai faktor yang mempengaruhi dalam pemberian
peluang lebih tinggi bagi keluarga dalam memilih dan menyediakan bahan
kebutuhan pangan sesuai daya belinya. Rendahnya daya beli terhadap pangan ini
yang kemudian akan menyebabkan terjadinya masalah gizi terutama pada anak,
jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama. 48 Pendapatan keluarga rendah
dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap kejadian kurus dan pendek
pada anak. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
2.1.3.1 Definisi
dengan cara merawat anak dalam kehidupan sehari-hari. Mengasuh anak adalah
vital, seperti makan, minum, mandi dan berpakaian. 8 Pola asuh merupakan
bagaiman cara orang tua atau pengasuh berinteraksi dengan anak secara total yang
Dalam pola asuh, ibu memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan emosi atau kasih sayang yang diwujudkan dalam bentuk kontak fisik
dan psikis. Oleh karena itu, pola asuh dapat digunakan sebagai faktor risiko
asuh meliputi tiga hal yaitu: praktik pemberian makan, rangsangan psikososial
akan diasup untuk mencukupi kebutuhan gizi perorangan setiap hari. Pola
pemberian makan yang baik ini dapat berdampak pada tumbuh kembang dan
kecerdasan anak sejak bayi.52 Niga dalam penelitiannya menyatakan anak yang
penerapan praktik pemberian makan kurang beresiko mengalami kejadian
baik. Hal ini berarti peran orang tua terutama ibu sangat penting mencukupi
kebutuhan nutris anak, peran ibu dalam praktik pemberian makan anak sangat
balita yang terdiri dari 1) Inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir
sehari, 2 sendok makan setiap kali makan mulai usia 6-9 bulan 4) Pemberian MP-
ASI makanan lembek 3 kali sehari, ditambah 2 kali makanan salingan usia 9-12
Mulai dari pemberian ASI pertama (kolostrum) yang keluar dari ibu
Kandungan tertinggi kolostrum adalah antibody yang siap melindungi bayi ketika
kondisi bayi masih sangat lemah dan melindungi bayi hingga usia 6 bulan.55
Setelah kelahiran terkadang ASI ibu tidak langsung keluar selama 1-2
minuman pralakteal untuk bayi selama ASI belum keluar. Makanan pralakteal ini
seperti air kelapa, susu, air putih, madu, air tajin, air gula, teh, pisang dan
bayi karena makanan atau minuman tersebut dapat menggantikan kolostrum, yang
seharusnya diberikan kepada bayi sebagai makanan bayi yang pertama. Selain itu,
beberapa bahaya makanan pralakteal adalah masih kurang cukup kuatnya
menyebabkan diare, meningitis, dan septisemia, bayi bingung puting susu, dan
Selain itu, pemberian makan atau minum ASI ekslusif juga beperan
penting dalam tumbuh kembang anak. Inisiasi menyusui dini dan ASI ekslusi
selama enam bulan usia bayi mencegah terjadinya infeksi gastrointestinal yang
menuliskan bahwa bayi yang tidak ASI ekslusif rentan mengalami gangguan
diare dan beberapa masalah gastrointestinal lainnya. Hal ini akan berdampak pada
asupan makanan yang juga menurun sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi
yang berakibat pada gangguan pertumbuhan balita menjadi kurang gizi ( balita
BGM).31
Pada usia balita 6-24 bulan balita mulai diberikan makanan pendamping
air susu ibu (MP-ASI) yang dapat memenuhi kebutuhan gizi anak sesuai usia.
Menurut Depkes RI, jenis makanan yang baik adalah terbuat dari bahan makanan
yang segar. Jenis-jenis makanan yang tepat diberikan sesuai dengan usia anak
disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus atau tanpa ampas.Biasanya
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau
teksturnya lebih kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan pada
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan
biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenali pada anak saat
usia, kebutuhan gizi dan keadaan kesehatannya. Balita yang usianya memasuki 1
tahun perlu dibuatkan jadwal harian pola makan (food diary) oleh ibu/pengasuh,
makanan keluarga yang dikonsumsi harus diatur dengan benar agar balita tidak
mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang pesat sehingga asupan nutrisi
akan meningkat. Anak di usia ini masih bergantung pada orang tua khususnya ibu
dalam hal pemberian makan, anak sudah bisa memilih makanan yang disukainya.
Disamping makanan dari segi fisik, hal yang lain juga dibutuhkan anak untuk
sikap (asuhan) orang tua dalam memberi makan. Kesalahan dalam memilihkan
makanan akan berakibat buruk pada anak baik di masa kini maupun masa yang
balita yang diartikan sebagai upaya ibu memberikan makanan kepada anak balita
frekuensi makan, cara menyajikan makanan, serta cara pemberian makanan yang
bertujuan memenuhi zat gizi yang dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang.59
Cara pemberian makan pada balita dengan porsi kecil, teratur dan tidak
dipaksa. Waktu makan dapat sebagai kesempatan belajar bagi balita. Menurut
beberapa kajian frekuensi pola pemberian makan balita ideal adalah tiga kali
sehari dengan pola waktu pagi,siang, dan sore. Frekuensi makan digunakan untuk
menghitung jumlah zat gizi yang didapatkan dalam sehari, sehingga diketahui
serta bergizi dan seimbang guna menunjang status gizi serta tumbuh kembang
anak. Ibu dalam hal ini sangat berperan penting untuk menentukan jenis makanan
nilai gizi dan daya cerna, memperbaiki cita rasa maupun aroma, serta
memperpanjang daya simpan.62 Cara pengolahan makanan yang tidak tepat dapat
semenarik mungkin, mulai dari variasi bentuk, warna, dan rasa makanan, tempat
atau peralatan makanan yang dipakai serta juga kebersihan alat makan dan tangan
Menurut Depkes RI, pemberian makan pada anak yang tepat dan benar
balita, sebelum memberikan makanan pada balita, dan juga mencuci tangan balita.
2) Sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada balita, bahan
makanan harus dicuci dahulu. 3) Peralatan masak dicuci dahulu sebelum dan
makanan sesuai usia balita. 6) Makanan sisa bekas balita tidak boleh disimpan
Cara pemberian makan pada balita dengan porsi kecil, teratur dan tidak
dipaksa. Waktu makan dapat sebagai kesempatan belajar bagi balita. Menurut
beberapa kajian frekuensi pola pemberian makan balita ideal adalah tiga kali
sehari dengan pola waktu pagi,siang, dan sore. Frekuensi makan digunakan untuk
menghitung jumlah zat gizi yang didapatkan dalam sehari, sehingga diketahui
bergizi berguna bagi anak agar dapat memahami pentingnya gizi bagi tubuh,
sehari-hari. Mengingat, pada usia 24-59 bulan adalah masa yang kritis dalam
kebiasaan makan karena perilaku yang ditetapkan pada masa kritis cenderung
akan bertahan hingga dewasa kelak.67 Orang tua juga pendorong langsung kualitas
lingkungan makan anak dengan cara yang baik.68 Mengasuh anak memerlukan
kecukupan zat gizi pula. Tingkat kecukupan zat gizi merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi status gizi pada balita.70 Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sari & Ratnawati menyatakan bahwa ada hubungan antara praktik
pemberian makan kepada balita dengan status gizi. Praktik pemberian makan
atau psikologis yang datang dari lingkungan luar diri seseorang atau anak yang
menunjukkan bahwa stimulasi yang diberikan oleh orangtua dengan baik dapat
Kebutuhan psikososial balita meliputi kebutuhan kasih sayang, rasa aman, harga
sebuah rangsangan dari luar atau dari lingkungan yang merupakan hal penting
dalam tumbuh kembang anak.72 Ketika usia 12-24 bulan, perawatan psikososial
yang dapat diberikan oleh orang tua berupa aktivitas mendongeng, merespon anak
mainan untuk anak, membiarkan anak bermain dengan teman sebaya, melatih
anak untuk naik tangga apabila anak sudah bisa berjalan, mengajak anak untuk
bagian tubuhnya.76
Untuk anak berusia 25-36 bulan rangsangan psikososial yang dapat
diberikan yaitu melatih anak untuk berpakaian dan makan sendiri, mengajak anak
mencuci tangan, buang air besar/kecil sesuai tempatnya serta ajak anak untuk
mencoret-coret di kertas.76
harus diberikan pada anak yaitu mendorong anak untuk bercerita apa yang sedang
dikerjakan, menjadi pendengar yang baik untuk anak dan membiarkan anak untuk
bermain serta mencoba hal yang baru dengan tetap dibawah pengawasan orang
tua, dan menganjurkan anak untuk tidur siang.77 Anjuran tidur siang bagi balita
yang dihasilkan oleh kelenjar Pituitary harus terproduksi dalam jumlah yang
cukup, salah satu cara untuk menjaga hormon ini tetap terproduksi dengan baik
Dalam hal rangsangan psikososial anak, hal yang perlu dilakukan orang
tua adalah selalu memberikan pujian kepada anak ketika anak berhasil melakukan
Pola asuh orang tua dalam praktik higiene perorangan berkaitan dengan
kemampuan orang tua dalam menjaga kebersihan anak, berusaha mendapatkan
lingkungan yang sehat untuk anak dan menjauhkan anak dari bahaya. Lingkungan
kesakitan dan kematian pada anak. Kematian pada anak umumnya dikaitkan
dengan sanitasi yang tidak baik dan sumber air minum yang tercemar. Sumbet air
minum yang bersih merupakan faktor penting untuk kesehatan tubuh dan
mengurangi resiko serangan berbagai penyakit seperti diare, kolera dan tipus.74
Anak-anak yang berasal dari keluarga yang mempunyai fasilitas air bersih
memiliki prevalensi diare dan stunting lebih rendah daripada anak-anak dari
saat anak akan tidur, menjaga kebersihan kamar dan tempat tidur anak dan tempat
bermain anak.35
dalam seminggu.
2.1.3.1.3.1.3 Mengajak anak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang
air besar.
2.1.3.1.3.1.4 Mengajarkan anak untuk sikat gigi setelah sarapan dan sebelum
tidur.
2.1.3.1.3.1.6 Menggunting kuku anak ketika mulai panjang (satu minggu 1 kali).
Salah satu aspek dalam pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi
anak yang berkaitan dengan menjaga status kesehatan anak dan menjauhkan anak
teratur serta tindakan ibu untuk pada saat mencari pengobatan melakukan
penimbangan balita atau pada saat anak sakit. Aspek preventif yang dapat
melakukan penimbangan balita atau akan mengalami sakit sakit atau akan
mengalami sakit yang ringan. Imunisasi dasar yang perlu diberikan dan diterima
oleh balita antara lain Hepatitis B0, BCG, DPT HB/DPT-HB-Hib 1- 3, Polio 1-4
dan Campak.57
balita. Berdasarkan Kemenkes RI, usia pemberian imunisasi dasar untuk balita
manfaat terhadap kesehatan anak, karena beberapa kegiatan yang bisa didapatkan
terhadap status gizi anak balita, terbukti hasil penelitian Rahmayana yang
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan.78 Sejalan dengan hasil
yang kurang baik berisiko 4,3 kali memiliki status gizi stunting pada anak balita.76
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non- behavior
causes).
lain79:
dan norma (kebudayaan). Contohnya seorang ibu tidak memberikan ASI pertama
(kolostrum) kepada bayinya karena nilai budaya yang dianut di daerah tinggalnya
mengganggap ASI pertama adalah ASI yang kotor dan mendatangkan penyakit.
bayinya karena tahu tentang kandungan dan nilai gizi yang ada di dalam ASI
apakah keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua,
maka dengan terpaksa buang air besar di kali/kebun menggunakan air kali untuk
memiliki balita tau manfaat posyandu dan setiap bulan ada kegiatan posyandu di
posyandu karena ibu lurah yang kebetulan memiliki anak balita dan ibu tokoh-
tokoh lain tidak pernah ke posyandu membawa anak-anaknya tetap sehat. Hal ini
berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh
masyaraka.79
Stunting
Karakteristik balita
1. Umur
Zat Gizi Penyakit infeksi 2. Jenis kelamin
3. BBLR
Pola Asuh
ASI Pelayanan kesehatan
Ketersediaan pangan MP-ASI dan kesehatan
dan pola konsumsi Pelayanan Kesehatan
rumah tangga lingkungan
Pendapatan
Keluarga Faktor Pendukung Faktor Pendorong
Faktor Predisposisi 1. Adanya sarana 1. Keluarga
1. Pengetahuan kesehatan 2. Petugas
2. Kepercayaan 2. terjangkaunya kesehatan
3. Sikap sarana kesehatan 3. Masyarakat
4. Nilai dan Norma3 3. Peraturan 4. Pengambil
(Kebuudayaan) 4 kesehatan keputusan
4. keterampilan
terkait kesehatan
Pekerjan Pendidikan 5
Pola Asuh
Kebiasaan Pemberian makan
Sunting
Kebiasaan Pengasuhan
Pelayanan Kesehatan Perhatikan
masukan
sebelumnya
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
2.3 Hipotesis Penelitian
Kabupaten Dompu.
Kabupaten Dompu.
Dompu.
DAFTAR PUSTAKA
dan Perkembangan Anak Usia 1-5 Tahun di Pos Paud Permata Jayengan
Indonesia; 2015.
2018;1(1).
Komprehensip. 2018;4(1):47–57.
2020;5(2).
11. Harjatmo TP, Par’i HM, Wiyono S. Penilaian Status Gizi. Badan
2017.
15. Setyawati VAV. Kajian Stunting Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Di
2017;18(74).
17. Izzawati IS. Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Riwayat Penyakit infeksi
http://arxiv.org/abs/1011.1669%0Ahttp://dx.doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201%0Ahttp://stacks.iop.org/1751-8121/44/i=8/a=085201?
key=crossref.abc74c979a75846b3de48a5587bf708f
Tua dalam Pemenuhan Nutrisi Pada Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja
2016;9(2):25–30.
21. Correia LL, Silvia AC, Campos JS, Andrade FM, Machando MMT,
Publica. 2014;48(1):19–28.
Protein, Vitamin A dan Frekuensi Sakit Karena Infeksi Pada Anak Balita
23. Desyanti C, Nindya TS. Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
2017;1(3):243–51.
24. Puspita Y. Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
35. Kahfi A. Gambaran Pola Asuh Baduta Stunting usia 13-24 Bulan Di
36. Sebataraja LR, Oenzeil F, Asterina. Hubungan Status Gizi dengan Status
37. Rosha BC, Putri DSK, Putri IYS. Determinan Status Gizi Pendek anak
38. Astuti EP. Status Gizi Balita di Posyandu Melati Desa Sendangadi Mlati
Indonesia; 2012.
Pengetahuan dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Balita
Stunting Usia 25-60 Bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. J Ners dan
Kebidanan. 2018;5(3):268–78.
http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/uuno20th2003ttgsisdiknas.pdf
2017;6(13).
Salatiga; 2016.
2013.
2015.
50. Situmeang NSD, Sudaryat E, Jumirah. Correlation of Parenting and
Nutrient Intake with Stunting in Children 24-59 Months. Britain Int Exact
Sci J. 2020;2(1):280–5.
51. Putri AR. Aspek Pola Asuh, Pola Makan, dan Pendapatan Keluarga pada
anak usia 1-2 tahun di wilayah kerja puskesmas oebobo kota kupang. J
Wiyata. 2016;3(2).
55. Fika S, Ahmad S,Khaula K. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: PT. Raja Gafindo
Persada; 2015. 58 p.
56. Departemen Kesehatan RI. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
57. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis ASI Ekslusif. Jakarta:
59. Sari MRN, Ratnawati LY. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Pemberian
Makanan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gapura
61. CBNS. AKG 2019 untuk Bayi dan Anak [Internet]. 2019. Available from:
https://nutrition.web.id/akg-2019-untuk-bayi-dan-anak/
2015;25(4):235–42.
Seimi Seimbang Untuk Anbang Untuk Anaak Usia 1-5 Tahun di Desa
65. Departemen Kesehatan RI. Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Balita. Jakarta:
66. Hansen AR, Alfonso ML, Hackney AA, Luque JS. Preschool Children’s
6.
68. Savage JS, Fisher JO, Birch LL. Parental influence on eating behavior:
https://silo.pub/educational-psychology-5th-edition.html
70. Yulia C. Pola Asuh Makan dan Kesehatan Anak Balita pada Keluarga
71. Sari MRN, Ratnawati LY. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Pola
74. Rita W, Anita B, Hidayah N, et all. Hubungan Pola Asuh Dengan Kejadian
Kesehat. 2019;8(2).
77. Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes
78. Rahmayana, Ibrahim IA, Damayati DS. Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan