Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN STEMI (ST-SEGMENT ELEVATION MYOCARDIAL


INFARCTION) DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

Pembimbing Klinik
Eka Dafid Zakaria, S.Kep.,Ns

Oleh:
Mujaahidah Al Kariima
NIM. 22020121210055
Kelompok 5 Profesi Ners 38

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXVIII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
A. LAPORAN PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana pompa darah oleh
jantung yang tidak adekuat untuk mencapai kebutuhan metabolisme tubuh.
Penurunan curah jantung ini disebabkan akibat adanya gangguan pada jantung.
Penurunan curah jantung terjadi akibat perubahan struktur dan fungsi jantung.
Perubahan struktur jantung terjadi akibat proses kompensasi yang terus menerus
sehingga menyebabkan terjadinya remodeling. Remodeling merupakan hasil dari
hipertrofi sel otot jantung dan aktivasi sistim neurohormonal yang terus menerus
dengan melakukan dilatasi ventrikel yang mengakibatkan pengerasan dinding
ventrikel oleh hipertrofi otot jantung. Infark miokard merupakan bagian dari sindrom
koroner akut yang terdiri dari keadaan klinis berupa infark miokard dengan
peningkatan segmen ST (STEMI) dan tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI).
Infark miokard sendiri merupakan kondisi yang dihubungkan dengan iskemia atau
nekrosis pada otot jantung yang terjadi bila sirkulasi ke daerah jantung tersumbat.
Keadaan inilah yang mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel otot jantung.
(Barliyan et al., 2017)
Pada gejala awal tekanan darah dan nadi dapat turun drastis akibat dari
penurunan curah jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat mengakibatkan
perfusi ginjal dan pengeluaran urin menurun. Gagal jantung ialah kondisi klinis yang
berefek pada kehidupan yang dijalani pasien setiap hari. Kompleksitas etiologi dan
faktor risiko gagal jantung menyebabkan perubahan secara patofisiologi yaitu
terjadinya kerusakan kontraktilitas ventrikel, peningkatan after load dan gangguan
pengisian distolik yang berefek pada penurunan cardiac output. (Nola, 2018)
Penurunan curah jantung merupakan akibat dari gagal jantung dan infark
miokard pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda beda. Kondisi ini dapat
mengakibatkan masalah lain bahkan kematian apabbila tidak segera ditangani. Oleh
karena itu, perlu adanya asuhan keperawatan dengan masalah utama penurunan
curah jantung pada pasien dengan STEMI.

II. Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
pasien dengan penurunan curah jantung pada kasus STEMI (Segment Elevation
Myocardial Infarction).
B. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian primer dan sekunder pasien
dengan penurunan curah jantung pada kasus STEMI (Segment Elevation
Myocardial Infarction) di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
2) Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisis data untuk
menetapkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung pada kasus
STEMI (Segment Elevation Myocardial Infarction) di ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD).
3) Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pasien dengan
penurunan curah jantung pada kasus STEMI (Segment Elevation
Myocardial Infarction) di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
4) Mahasiswa mampu mengimplementasikan dan mengevaluasi intervensi
keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah penurunan curah
jantung pada kasus STEMI (Segment Elevation Myocardial Infarction) di
ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

III. Tinjauan Pustaka


A. Definisi
Curah jantung adalah volume darah yang di pompa oleh masing-masing
ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung).
Volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru sama dengan volume yang
mengalir melalui sirkulasi sistemi selama suatu periode waktu. Curah jantung
dari masing-masing ventrikel normalnya sama meski demikian terdapat variasi
pada denyutannya. (Sherwood, 2014) Sementara ini, definisi dari penurunan
curah jantung yakni ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. (PPNI, 2016a)
B. Faktor penyebab
Perubahan preload
Preload (beban awal) adalah derajat peregangan serabut miokardium segera
sebelum kontraksi. Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume
darah yang meregangkan ventrikel pada akhir diastolik. Peningkatan aliran
balik vena meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel, yang kemudian
memperkuat peregangan serabut miokardium. Peningkatan preload akan
meningkatkan stroke volume (banyaknya darah yang di pompa ventrikel setiap
denyut), sedangkan penurunan preload akan menurunkan stroke volume
dengan perubahan kekuatan kontraksi otot jantung. Preload juga dapat
diartikan sebagai akhir volume diastolik. Ketika darah terisi di ventrikel, maka
ventrikel akan menegang. Semakin regangan pada ventrikel besar, semakin
besar pula kontraksi dan volume sekuncup. Pada situasi klinik, preload dan
volume stroke berikutnya dapat dimanipulasi dengan mengubah jumlah
volume darah yang bersirkulasi. Misalnya pada klien yang mengalami syok
hemoragik, terapi cairan dan penggantian darah meningkatkan volume
sehingga meningkatkan preload dan curah jantung. Apabila volume tidak
diganti,maka preload berkurang, curah jantung menurun dan lebih lanjut akan
menurunkan preload dan curah jantung. (Klabunde, 2015)
C. Kerangka Pikir Nursing Fenomena
Faktor – faktor Perubahan depolarisasi
Mengubah keadaan plak Gelombang Q patologis muncul
risiko miokardium
dalam arteri koronaria
(merokok,
hipertensi,
dislipidemia,
Perubahan repolarisasi Elevansi segmen ST
DM, obesitas, Aktifasi trombus, oklusi
miokardium Perubahan gelombang T
kurangnya lumen arteri, ruptur, plak,
aktivitas fisik, spasme arteri, strenosis.
genetika)
Pelepasan enzim- • Kenaikan kadar CK-MB
Pembentukan trombus enzim lisosom • Kenaikan kadar laktat
dehidrogenase
• Kenaikan kadar troponin dan
mioglobin
Glikolisis anaerob
Pasokan darah koroner
kurang dari kebutuhan
Produksi asam laktat
Iritabilitas
miokardium
Iskemia jaringan pada regio
yang dipasok oleh arteri Nyeri

Aritmia

Kerusakan sel miokard

Penurunan
Iskemia sel kontraktilitas
miokard

Infark
Miokard
Lanjutan....

Penurunan kontraktilitas jantung

Gangguan fungsi sistolik


ventrikel

Cardiac output dan Stroke Volume Distribusi O2 ke sistemik tidak adekuat


menurun

Penurunan Curah jantung Penurunan kadar oksigen ke sistemik

Kompensasi RR meningkat

Menimbulkan Sesak napas

Pola Napas Tidak Efektif


D. Pengkajian
1. Pengkajian Primer/Primary Survey
a. Airway
- Kaji kepatenan jalan napas.
- Kaji tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas (suara napas
tambahan, hipoksia, penggunaan otot bantu napas, sianosis).
- Kaji adanya masalah pada saluran napas (muntah, perdarahan,
trauma wajah).
- Pastikan jalan napas terbuka apabila terdapat obstruksi jalan
napas.
b. Breathing
- Nilai status ventilasi dan oksigenasi berupa sianosis, flail chest,
sucking chest, penggunaan otot bantu napas, frekuensi nafas.
- Palpasi pergerakan trakea, fraktur iga, emfisema, hemothorax
dan pneumothorax.
- Auskultasi adanya suara abnormal pada dada.
- Kaji adanya masalah pernapasan lain yang mengancam jiwa.
c. Circulation
- Cek nadi (frekuensi dan kekuatan nadi).
- Cek tekanan darah.
- Kontrol perdarahan/kehilangan cairan yang mengancam nyawa.
- Kaji capillary refill time (CRT).
d. Disability
- Alert, kaji respon suara dengan tepat (mematuhi perintah yang
diberikan).
- Vocalises, kaji apakah mengeluarkan suara yang tidak
dimengerti.
- Responds to pain only, kaji apakah memberikan respon saat
diberi rangsang nyeri.
- Unresponsive to pain, tidak merespon nyeri dan verbal.
e. Exposure
- Periksa adanya cedera di seluruh tubuh
- Lakukan imobilisasi in-line jika apabila curiga cedera leher atau
tulang belakang
(Artawan et al., 2019; Muttaqin, 2012)

2. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)


a) S: signs and symptoms

Kaji tanda dan gejala yang muncul yang dapat diobservasi.

b) A: allergies

Kaji adanya alergi obat-obatan ataupun makanan, atau yang lainnya.

c) M: medications

Kaji riwayat pengobatan yang dilakukan sebelumnya atau obat

obatan yang dikonsumsi sebelumnya.

d) P: previous medical/ surgical history/past illness

Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat infeksi yang

pernah terjadi, gejala yang timbul, hingga pengobatan yang telah

dilakukan.

e) L: last meal

Kaji makanan/ minuman terakhir yang dikonsumsi dan waktu

terakhir makan/ minum.

f) E: event leading injury

Kaji kejadian yang menyebabkan keluhan utama.

(Santoso, 2019)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kaji keluhan pasien, observasi penampilan, postur dan posisi tubuh
pasien, kaji tingkat kesadaran pasien, kaji nilai tanda-tanda vital
pasien, kaji perilaku pasien, kaji kebutuhan dan kemampuan pasien,
kaji kemampuan komunikasi verbal, kaji adanya luka.
b. Tingkat Kesadaran
Penilaian tingkat kesadaran dilakukan dengan dua cara yaitu
kuantitatif dan kualitatif. Penilaian kuantitatif yaitu menggunakan
Glasgow Coma Scale, sedangkan kualitatif dengan menggunakan
penilaian composmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor, dan
koma.
c. Kepala dan wajah
Kaji bentuk kepala, kaji ukuran bentuk pupil kanan-kiri dan reaksi
terhadap cahaya, periksa tajam penglihatan, palpasi kepala dan wajah
pasien jika dicurigai adanya jejas abnormal, periksa status hidrasi
melalui mukosa, perhatikan adanya ekspresi wajah yang asimetris
d. Leher
Kaji adanya deviasi trachea dan adanya cedera servikal, dan
pembengkakan kelenjar tiroid.
e. Dada
Periksa adanya jejas di area dada, perhatikan pergerakan dinding
dada, perhatikan ketidaksimetrisan dinding dada, palpasi adanya
nyeri, auskultasi suara napas tambahan (takipnea, bradipnea, cheyne-
stokes, kusmaul, apneu, hiperventilasi, dan ataksik) dan jantung
selain (bunyi jantung 1 dan 2).
f. Abdomen
Periksa adanya jejas di abdomen, auskultasi bising usus dan gangguan
aortic abdominalis, palpasi batas abdomen termasuk adanya massa
rigiditas dan bagian vasika urinaria, palpasi adanya nyeri tekan,
lakukan perkusi untuk memastikan adanya cairan atau udara.
g. Ekstremitas
Periksa adanya krepitas dan dislokasi, periksa nadi perifer, periksa
capillary refill time, periksa rentang gerak dan kekuatan otot, adanya
edema atau luka. (Santoso, 2019)

Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan STEMI yakni:

a. Pasien biasanya terbaring dengan gelisah dan kelihatan pucat


b. Hipertensi/hipotensi
c. Dapat terdengar suara murmur dan gallop S3
d. Ronkhi basah disertai peningkatan vena jugularis dapat ditemukan
pada AMI yang disertai edema paru
e. Dapat ditemukan aritmia
4. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
Pada STEMI, terdapat elevasi segment ST diikuti dengan perubahan
sampai inversi gelombang T, kemudian muncul peningkatan Q minimal
di dua sadapan. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm
pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment
elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2) Enzim Jantung
- CKMB : Kreatinin Kinase dan isoenzimnya dipandang sebagai
indicator paling sensitive dalam menegakkan diagnosa infark
miokardium. CK-MB adalah isoenzim yang ditemukan hanya pada
sel jantung. Apabila terjadi kerusakan pada sel-sel jantung, nilai CK-
MB akan meningkat.
- Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi
4-8 jam pasca infark
- LDH : Laktat dehidrogenase dapat mendeteksi 0pasien yang
menderita infark miokard akut. Untuk mendiagnosa MI,
menggunakan LDH1 dan LDH2. Normalnya LDH2 lebih tinggi
dibandingkan LDH1. Apabila kadar LDH1 melebihi LDH2 maka
keadaan tersebut menunjukkan adanya infark miokard.
3) Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4) Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5) Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
6) Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
(Mulia et al., 2021)

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia) [D.0077]
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas [D.0008]
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi [D.0005]
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen [D.0056]

(PPNI, 2016a)
F. Intervensi Keperawatan (PPNI, 2016b, 2016c)
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan Penurunan Curah Jantung
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
1. Penurunan curah jantung 1. Perawatan Jantung 1. Code Management
berhubungan dengan a. Definisi 2. Edukasi rehabilitasi jantung
perubahan preload [D.0008] Mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi 3. Insersi intravena
Setelah dilakukan tindakan akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi 4. Konsultasi
keperawatan, diharapkan oksigen miokard 5. Manajemen alat pacu
curah jantung (L.02008) b. Tindakan jantung permanen
meningkat, dengan kriteria 1) Observasi 6. Manajemen alat pacu
hasil: - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan jantung sementara
a. Kekuatan nadi perifer curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, 7. Manajemen aritmia
meningkat edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal 8. Manajemen cairan
b. Ejection fraction (EF) dyspnea, peningkatan CVP) 9. Manajemen elektrolit
meningkat - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan 10. Manajemen elektrolit:
c. Cardiac index (CI) curah jantung (meliputi peningkatan berat hiperkalemia
meningkat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, 11. Manajemen elektrolit:
d. Stroke volume index palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit hiperkalsemia
(SVI) meningkat pucat) 12. Manajemen elektrolit:
e. Gambaran EKG aritmia - Monitor tekanan darah hipermagnesemia
menurun - Monitor intake dan output cairan
f. Takikardia menurun - Monitor saturasi oksigen 13. Manajemen elektrolit:
g. Lelah menurun - Monitor keluhan nyeri dada hipernatremia
h. Dispnea menurun - Monitor EKG 12 sadapan 14. Manajemen elektrolit:
i. Tekanan darah - Monitor aritmia hipokalemia
membaik - Monitor nilai laboratorium jantung 15. Manajemen elektrolit:
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi hipokalsemia
sebelum dan sesudah aktivitas 16. Manajemen elektrolit:
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi hipokalsemi
sebelum pemberian obat 17. Manajemen elektrolit:
2) Terapeutik hipomagnesimia
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler 18. Manajemen elektrolit:
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman hiponatremia
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi 19. Manajemen Nyeri
stress 20. Manajemen Overdosis
- Berikan dukungan emosional dan spiritual 21. Manajemen Perdarahan
- Berikan oksigen untuk mempertahankan Pervaginam Atepartum
saturasi oksigen >94% 22. Manajemen Perdarahan
3) Edukasi Pervaginam
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi Pascapersalinan
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap 23. Manajemen Spesimen
- untuk mengurangi rasa nyeri Darah
4) Kolaborasi 24. Manajemen Syok
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu 25. Manajemen Syok
Anafilaktik
26. Manajemen Syok
Hipovolemik
27. Manajemen Syok
Kardiogenik
28. Manajemen Syok
Neurogenik
29. Manajemen Syok
Obstruktif
30. Manajemen Syok Septik
31. Pemantauan Cairan
32. Pemantauan Elektrolit
33. Pemantauan Hemodinamik
Invasif
34. Pemantauan Neurologis
35. Pemantauan Tanda Vital
36. Pemberian Obat
37. Pemberian Obat Intravena
38. Pemberian Obat Oral
39. Pemberian Produk Darah
40. Pencegahan Perdarahan
41. Pengambilan Sampel Darah
Arteri
42. Pengambilan Sampel Darah
Vena
43. Pengontrolan Perdarahan
44. Perawatan Alat Topangan
Jantung Mekanik
45. Perawatan Sirkulasi
46. Rehabilitasi Jantung
47. Resusitasi Jantung Paru
48. Terapi Intravena
49. Terapi Oksigen
B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal masuk : Senin, 25 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB
Tanggal pengkajian : Senin, 25 Oktober 2021 pukul 08.03 WIB
1. Identitas Pasien
Nama : Ny J
Tempat/ Tanggal lahir : Grobogan, 20 Maret 1974
No. RM : C894168
Umur : 47 Tahun 7 Bulan 4 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karanggondang, Padang, Tanggungharjo, Grobogan
Pekerjaan : Petani
Dx medis : Recent STEMI Anteroseptal onset 3 hari Killip II,
TIMI 6/14
Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. B
Alamat : Karanggondang, Padang, Tanggungharjo, Grobogan
Hubungan dengan pasien : Anak

2. Riwayat Keperawatan (Nursing History)


1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada dada
b. Upaya yang telah dilakukan
Pasien dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi merupakan pasien rujukan dari RS
Pelita Anugerah. Pasien mengeluh nyeri dada kurang lebih 3 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan ketika hendak menyapu, lebih dari 20menit, di dada tengah,
menjalar hingga ke leher dan lengan kiri, terdapat keringat dingin, mual,
muntah, kemudian keluarga pasien memanggil dokter keluarga ke rumah
dan dinyataan hanya sakit lambung kemudian pasien diberikan obat
lambung. Kemudian pasien mengatakan masih nyeri dan datang ke IGD RS
Pelita Anugerah, di diagnosis serangan jantung.
c. Terapi/operasi yang sudah dilakukan
Di Rumah Sakit sebelumnya (RS Pelita Anugerah), pasien mendapatkan
beberapa terapi pengobatan DVT, ISDN, morfin sulfat, ezelyn, omeprazole,
ceftriaxin dan ketika dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi pasien dilakukan
rontgen thorax.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluh nyeri dada dalam 6 bulan ini dirasakan kurang dari 5 menit
ketika beraktivitas berat dan membaik dengan istirahat. Selain itu pasien juga
memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi sejak 3 tahun lalu.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit jantung.
3. Pengkajian primer
a. Airway
Tidak terdapat sumbatan jalan napas pada pasien, tidak terdapat suara napas
tambahan pada pasien, tidak terdengar suara gurgling atau snooring pada
pasien, pasien mampu bernapas spontan dan terasa hembusan napas pada
pasien.
b. Breathing
Pasien tampak sesak napas, terdapat penggunaan otot bantu napas, RR pasien
24 x/menit, SpO2 92% (mendapat terapi oksigen melalui nasal kanul 3
L/menit)
c. Circulation
Tidak ada perdarahan yang tampak, tidak ada sianosis, akral pada ekstremitas
dan bawah agak sedikit dingin, terdapat keringat dingin, konjungtiva tidak
anemis
1) Tekanan darah : 130/90 mmHg
2) Nadi : 100 x/menit
3) Suhu : 360 C
4) Respirasi : 24 x/mnt
5) SpO2 : 92%
6) CRT : < 2 detik.
d. Disability
GCS E4 V5 M6, kesadaran composmentis, pupil isokor 3/3 mm, terdapat
reaksi cahaya pada pupil (kanan dan kiri), kekuatan otot ekstremitas atas
kanan/kiri: 5/5, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan/kiri: 5/5.
e. Exposure
Tidak terdapat luka/jejas pada tubuh, pasien terbaring dengan posisi
semifowler, tidak terdapat edema pada ekstremitas bawah, Suhu 36 0 C, akral
pasien agak terasa dingin.
4. Pengkajian sekunder (SAMPLE)
a. Sign and simptom
Pasien merasakan nyeri pada dada kurang lebih 3 hari yang lalu di dada tengah
menjalar hingga ke leher dan lengan kiri. Nyeri dada dirasakan ketika hendak
menyapu dan dirasakan kurang lebih 20 menit. Pasien juga merasakan sesak
napas.
b. Allergies
Pasien mengatakan tidak ada alergi makanan, obat dan cuaca.
c. Medication
Sebelum dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi, pasien merupakan pasien rujukan
dari RS Pelita Anugerah. Pasien mendapatkan beberapa terapi pengobatan
seperti morfin, ISDN, omeprazole. Pasien sudah mengonsumsi obat kurang
lebih 1 hari dan dirujuk oleh RS Pelita Anugerah untuk dibawa ke IGD RSUP
Dr. Kariadi.
d. Past Illnes
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi sejak 3
tahun lalu. Pasien sudah pernah dilakukan amputasi jari kaki sejak bulan Juni
2021. Sebelum dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi, pasien sempat memeriksakan
diri ke RS Pelita Anugerah pada tanggal 24 Oktober 2021 dengan keluhan nyeri
dada yang menjalar ke ulu hari, sesak napas serta terdapat muntah.
e. Last meal
Pasien mengatakan terakhir kali makan bubur pagi hari pada pukul 07.00 WIB
f. Event
Pasien mengatakan ketika sedang menyapu di rumah tiba tiba merasa tidak enak
badan dan pingsan serta keluar keringat dingin yang banyak.

5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala- wajah
Inspeksi : wajah simetris, kepala mesochepal, rambut berwarna hitam dan
beruban pendek sebahu, rambut tampak lepek, persebaran
rambut merata dan tidak terdapat luka.
Palpasi : tidak terdapat benjolan
b. Telinga
Inspeksi : bentuk simetris antara kanan dan kiri, tidak ada cairan keluar,
tidak ada lesi, tidak tampak penggunaan alat bantu dengar.
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
c. Mata
Inspeksi : mata simetris, pupil isokor 3/3 mm, konjungtiva tidak
anemis.terdapat reflek terhadap cahaya, tidak tampak
menggunakan alat bantu penglihatan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir sedikit kering, gigi lengkap, tidak ada perdarahan
gusi, tidak ada massa, tidak ada pembesaran tonsil, tidak
terdapat karies gigi, dan tidak terdapat penggunaan gigi palsu.
Palpasi :-
e. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak
tampak perdarahan dari hidung, tidak ada massa pada area
hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
f. Leher
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak tampak adanya pembengkakan, tidak
terdapat peningkatan JVP
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada massa, tidak terdapat
gangguan menelan
g. Dada dan paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada lesi, tetampak
penggunaan otot nafas tambahan, tidak ada jejas
Palpasi : tidak teraba krepitasi/ benjolan dan nyeri tekan
Perkusi : batas paru normal, suara sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, terdengar suara nafas tambahan ronkhi
basah halus di 1/3 basal, paru dan ronkhi basah kasar.
h. Jantung
Inspeksi : simetris, tidak tampak ictus kordis, tidak tampak pembesaran
jantung
Palpasi : tidak ada massa atau benjolan, ictus cordis teraba pada ICS 5
midclavikula sinistra.
Perkusi : batas jantung normal
Auskultrasi : tidak terdengar bising jantung, bunyi jantung S1 S2 reguler.
i. Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat jejas atau lesi, tidak terdapat distensi abdomen,
bentuk simetris, gerakan dinding perut normal
Auskultrasi : tidak terdapat bising usus
Palpasi : tidak terdapat massa abnormal, hepar/lien tidak teraba
Perkusi : timapani, kecuali area hepar: pekak.
j. Genitalia : tidak terkaji
k. Ekstremitas
1) ekstremitas atas : tidak tampak deformitas, sianosis, tidak terdapat lesi, tidak
terdapat edema, akral dingin
2) ektremitas bawah: tidak tampak deformitas, sianosis, tidak terdapat lesi,
tidak terdapat edema, akral dingin, jari kaki kiri 4 buah

6. Pemeriksaan Penunjang
• X Foto Thoraks AP Semierect (Asimetris, Inspirasi Kurang) Tanggal 25
Oktober 2021
Klinis : STEMI
COR : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal
Pinggang jantung mendatar disertai elevasi main bronkus kiri
Pulmo : Corakan vaskular tampak meningkat disertai blurring vaskuler
Tampak konsolidasi disertai airbonkogram didalamnya pada
lapangan atas tengah bawah paru kanan dan perihiller kiri
Tampak bandlike opacity pada laterobasal hemithoraks kanan kiri
Diafragma kanan setinggi costa 8 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri suram
Kesan:
- Cardiomegaly (LV,LA)
- Edema pulmonum
- Efusi pleura dupleks
• X Foto Thoraks PA Erect (Asimetris, Inspirasi Kurang) Tanggal 25 Oktober
2021
Klinis : STEMI Anteroseptal
COR : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal
Pinggang jantung mendatar disertai elevasi main bronkus kiri
Pulmo : Corakan vaskular masih tampak merapat dan meningkat disertai
blurring vaskuler yang berkurang dibandingkan sebelumnya
Masih tampak bercak pada lapangan tengah bawah paru kanan
yang berkurang dibandingkan sebelumnya
Diafragma kanan setinggi costa 8 posterior
Sinus costofrenikus kanan kiri lancip
Kesan:
- Konfigurasi jantung relatif sama (Cardiomegaly LV,LA)
- Edema pulmonum berkurang
- Gambaran bronkopneumonia dengan infiltrat berkurang
• EKG
EKG tanggal 25 Oktober 2021
Kesimpulan: irama sinus, 120 x/menit, LAD, Q wave V1-V6, II, III, aVF, ST
Elevasi V1-V4
• Laboratorium tanggal 25 Oktober 2021
Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Normal
KIMIA KLINIK
BGA Kimia
Measured 37 C
pH 7.460 7.37-7.45 - Tinggi
pCO2 33.6 mmHg
PO2 126.4 83-108 mmHg Tinggi
Calculated Temp 36.2 C
FiO2 32.0 %
pH(T) 7.472 7.37-7.45 - Tinggi
PCO2(T) 32.4 35-45 mmHg Rendah
PO2(T) 121.5 83-108 mmHg Tinggi
HCO3- 23.3 22-29 mmol/L
TCO2 24.4 23-27 mmol/L
Beecf -0.5 mmol/L
BE (B) 0.2 (-2)-(+3) mmol/L
SO2c 98.7 94%-98% % Tinggi
A-aDO2 67.9 mmHg
RI 0.6 -
Glukosa sewaktu 105 80-160 mg/dL
Ureum 74 15-39 mg/dL Tinggi
Kreatinin 1.83 0.6-1.3 mg/dL Tinggi
Magnesium 0.90 0.74-0.99 mmol/L
Calcium 2.28 2.12-2.52 mmol/L
Elektrolit
Natrium 132 136-145 mmol/L Rendah
Kalium 3.2 3.5-5.0 mmol/L Rendah
Chlorida 95 95-105 mmol/L
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 11.5 13,2 - 17,3 g/dL Rendah
Hematokrit 33.9 32 - 62 %
Eritrosit 4.38 4,4 - 5,9 10^6/uL Rendah
MCH 26.3 27 - 32 pg Rendah
MCV 77.4 76 - 96 fL
MCHC 33,9 29 - 36 g/dL
Leukosit 17.1 3,8 - 10,6 10^3uL Tinggi
Trombosit 378 150 - 400 10^3uL
RDW 13.1 11,6 - 14,8 %
MPV 10 4,00 - 11,00 fL
7. Terapi Medis
No. Medikasi Rute Efek Samping Indikasi Kontraindikasi
1. Fondaparinux Subcutan Umum: pencegahan venous hipersensitivitas, perdarahan
1x2.5 mg S - Anemia thromboembolic events aktif, endokarditis bakterial
- perdarahan (di berbagai(VTE) pada pasien yang akut, gangguan ginjal berat
tempat termasuk kasus jarang menjalani pembedahan (kreatinin klirens < 20
seperti perdarahan ortopedi mayor pada mL/menit).
intrakranial, intraserebral,
anggota badan bagian
retroperitoneal) bawah seperti fraktur
- purpura tulang pinggul, operasi
- hematoma penggantian lutut atau
- hematuria pinggul, pasien yang
- hemoptisis menjalani operasi perut
- perdarahan gusi yang berisiko komplikasi
tromboemboli, pasien
Tidak umum: yang berisiko komplikasi
- trombositopenia, tromboemboli karena
- trombositemia, penyakit akut,
- platelet abnormal, gangguan pengobatan akut deep
koagulasi, vein thrombosis (DVT),
- sakit kepala, pengobatan akut
- mual, pulmonary embolism
- muntah, (PE), pengobatan angina
- abnormalitas pada uji fungsi tidak stabil atau non-ST
hati, segmen elevasi infark
- peningkatan enzim hati, miokard (UA / NSTEMI)
- ruam, pada pasien kritis (<120
- pruritus, menit) manajemen
- wound secretion invasif [Intervensi
- demam, Koroner Perkutan (PCI)]
- udem perifer, tidak diindikasikan,
- anemia, pengobatan tambahan
- dispnea, dari ST segmen elevasi
- nyeri dada; infark miokard (STEMI)
- jarang: pada pasien yang sedang
- infeksi pada luka pasca melakukan pengobatan
operasi, dengan trombolitik
- reaksi alergi,
- hipokalemia,
- ansietas,
- bingung,
- pusing,
- somnolens,
- vertigo,
- hipotensi,
- dispnea,
- batuk,
- nyeri
- abdomen,
- dispepsia,
- gastritis,
- konstipasi,
- diare,
- bilirubinemia,
- reaksi pada lokasi injeksi,
- nyeri dada,
- nyeri kaki,
- letih,
- udema pada genital,
- kulit memerah,
- sinkop.
2. Ceftazidim 3x1 Injeksi - Mual - Infeksi akibat Pasien yang memiliki
gr - Muntah komplikasi operasi Riwayat hipersensitifitas
- Diare prostat terhadap antibiotik
- Sakit perut - Infeksi paru-paru cephalosporin
- Bengkak, merah, atau nyeri di - Infeksi tulang dan
daerah suntikan sendi, infeksi organ
dalam perut, atau
infeksi kulit yang
berat
- Meningitis atau
pneumonia
nosocomial
- Infeksi saluran kemih
3. OMZ 2x1 Injeksi - Ruam pada kulit Penyakit yang - Hipersensitif terhadap
- Urtikaria (kulit melepuh) disebabkan oleh asam omeprazole
- Mengantuk dan kelelahan lambung: - Pasien yang sedang
- Batuk, pusing, demam - Masalah perut dan mengonsumsi obat-obatan
- Nyeri sendi dan otot kerongkongan yang mengandung
- Depresi, halusinasi, dan - Sindrom Zollinger- rilpivirine, nelfinavir,
insomnia Ellison (masalah atazanavir
pencernaan langka
yang disebabkan
kemuculan tumor
pada pancreas atau
deodonum)

4. IVSP Furosemide Injeksi - Sangat umum: gangguan - Edema karena - Gagal ginjal dengan
5 mg/jam elektrolit, dehidrasi, penyakit jantung, anuria
hipovolemia, hipotensi, hati, dan ginjal - Prekoma dan koma
peningkatan kreatinin darah - Terapi tambahan hepatik
- Umum: hemokonsentrasi, pada edema - Defisiensi elektrolit
hipokloremia, hipokalemia, pulmonari akut dan - Hipovolemia
peningkatan kolesterol darah, edema otak yang - hipersensitifitas
peningkatan asam urat darah, diharapkan
gout, enselopati hepatic pada mendapat onset
pasien dengan penurunan diuresis yang kuat
fungsi hati, peningkatan dan cepat
volume urin.
- Tidak umum:
trombositopenia, reaksi alergi
pada kulit dan membran
mukus, penurunan toleransi
glukosa dan hiperglikemia,
gangguan pendengaran, mual,
pruritus, urtikaria, ruam,
dermatitis bulosa, eritema
multiformis, pemfigoid,
dermatitis eksfoliatif, purpura,
fotosensitivitas.

5. IVSP Morphine Injeksi - Kardiovaskular: bradikardia, Kondisi nyeri moderat - Hipersensitivitas terhadap
0.25 mcg/jam takikardia, hipertensi, hingga berat pada onset morphin
hipotensi, vasodilatasi akut maupun kronis - Pasien dengan depresi
- Gastrointestinal: haus, mulut napas dan tidak tersedia
kering, anoreksia alat resusitasi
- Metabolik dan endokrin: - Asma akut atau berat
hipogonadisme, penurunan - Keadaan hiperkarbia
bb, edema - Dicurigai atau pasti
- Hematologi dan limfatik: mengalami Ileus paralitik
anemia dan trombositopenia
- Musculoskeletal: agitasi,
ansietas, rasa tegang
- Pernapasan: cegukan,
hipoventilasi, perubahan suara
- Saraf: otot skeletal menjadi
kaku, penurunan densitas
tulang
- Dermatologi: kulit kering,
urtikaria
- Mata: nyeri, pandangan kabur,
ambliopia
6. Novorapid Injeksi - Hipoglikemia Diabetes tipe 1 dan 2 - Pasien dengan umur di
- Reaksi anafilaksi bawah 6-9 tahun
- Memiliki masalah ginjal
atau hati
- Memiliki masalah
adrenal, hipofisis, atau
kelenjar tiroid
- Mengubah pola diet
secara tiba-tiba

7. Ezelyn Injeksi - Hipoglikemia Pasien dengan diabetes - Hipersensitifitas


- Reaksi local pada tempat mellitus dengan umur di - Hipoglikemia
injeksi dan hipersensitifitas atas 6 tahun yang
- Pembengkakan membutuhkan terapi
- Pruritus insulin
- Penambahan BB
8. Aspilet 80 mg/24 Per Oral - Iritasi dan pendarahan Mencegah proses - Hipersensitif terhadap
jam gastrointestinal agregasi trombosit pada aspirin dan AINS
- Mual, muntah pasien infark miokard - Asma, rhinitis, polip
- Tukak lambung, dan pasien angina tidak hidung
- Dispnea stabil, serta mencegah - Tukak lambung
- Reaksi kulit serangan serebral - Pendarahan subkutan,
- Trombositopenia iskemik sesaat hemofilia,
trombositopenia
- Gangguan hati atau ginjal
berat
- Anak-anak di bawah usia
16 tahun dan sedang
dalam proses pemulihan
dari infeksi
9. Clopidogrel 75 Per Oral - Sakit kepala Mengurangi kejadian - Hipersensitif terhadap
mg/24 jam - Pusing aterosklerosis ditandai clopidogrel
- Ruam dengan stroke yang - Tukak lambung
- Insomnia belum lama - Pendarahan intrakranial
- Gangguan gastrointestinal
10. Perindropil 2.5 Per Oral - Batuk kering Menurunkan tekanan - Hipersensitifitas terhadap
mg/24 jam - Sakit kepala atau rasa lelah darah pada penderita perindropil atau obat
- Penglihatan buram hipertensi dan golongan ACE inhibitor
- Pusing atau rasa melayang pengobatan pada p[asien
- Muntah atau diare gagal jantung
11. ISDN 5mg/8 jam Per Oral - Pusingh Mengatasi angina pada - Hipersensitivitas
- Sakit kepala pasien dengan penyakit - Mengonsumsi
- Mual jantung koroner fosfodiestrase dan
- Muntah guanilat siklase riociguat
- Reaksi alergi: Gatal-gatal,
kesulitan bernapas,
pembengkakan pada bibir,
wajah, tenggorokan, dan lidah
12. Spironolakton Per Oral - Pusing Pengobatan untuk pasien - Anuria
25mg/24 jam - Mual dengan tekanan darah - Gangguan ginjal
- Muntah tinggi dan penyakit - Hiperkalemia
- Diare jantung
- Sakit kepala
13. Diazepam 5 Per Oral Efek sekunder dari peningkatan Pemakaian jangka - Hipersensitivitas
mg/24 jam aktivitas GABA pada sistem saraf pendek pada ansietas - Pasien pediatri < 6 bulan
pusat derajat ringan hingga
sedang, insomnia, status
epileptikus, kejang
demam, spasme otot,
dan sebagai tambahan
pada terapi putus alcohol
akut
14. Simvastatin Per Oral - Sakit kepala Mengalami peningkatan - Hipersensitif terhadap
20mg/24 jam - Konstipasi risiko atherosclerosis simvastatin
- Mual vaskuler, terapi - Gagal fungsi hati
- Diare penunjang diet ketat, - Peningkatan jumlah
- Dispepsia penderita penyakit transaminase yang
- Sakit perut jantung coroner dan abnormal
- Nyeri dada hiperkolestrolemia, dan - Pecandu alkohol
- Ruam kulit menurunkan kadar - Wanita hamil dan
- Miopati kolesterol total dan LDL menyusui
- rhabdomyolisis pada penderita
hiperkolestrolemia
primer
15. Bisoprolol 2.5 Per Oral - Kram abdomen Hipertensi, angina - Hipersensitif
mg/24 jam - Diare pektoris, gagal jantung - Gagal jantung akut
- Pusing kronik stabil sedang - Syok kardiogenik
- Sakit kepala sampai berat - Blok AV derajat 2 atau 3
- Mual - Sindrom sinus
- Denyut jantung lambat - Bradikardia yang < 60
- Tekanan darah rendah denyut/menit
- Kesemutan - Hipotensi
- Sesak napas
- Kelelahan
16. Levofloxacin 500 Per Oral - Mual Menyembuhkan infeksi - Hipersensitif
mg/24 jam - Muntah bakteri yang sensitive - Hamil dan menyusui
- Nyeri perut terhadap levofloxacin: - Anak <12 tahun
- Dyspepsia; sakit kepala, sinusitis, eksaserbasi
pusing, ruam kulit, artlagia, akut bronchitis kronis,
peningkatan kreatinin serum, pneumonia, ISK
gangguan hematologi
17. Parasetamol 500 Per Oral - Kerusakan fungsi hati Meredakan nyeri ringan - Hipersensitif
mg/8 jam - Reaksi alergi hingga sedang - Gangguan fungsi hati
berat
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
Nama : Ny. J
Usia : 47 tahun
Ruang : IGD

No Data Masalah Etiologi


1. DS: Nyeri Akut Agen
Pencedera
- Pasien mengeluh nyeri pada sekitaran Fisiologis
dada dan ulu hati yang menjalar (Iskemia)

sampai ke leher dan lengan kiri


- Pengkajian nyeri
P: Pasien mengatakan nyeri dada dan
ulu hati ketika kelelahan saat sedang
beraktivitas
Q: nyeri seperti ditindih barang berat
R: nyeri yang dirasakan menyebar
sampai ke leher dan lengan kiri
S: skala nyeri 6
T: nyeri muncul terus-terusan

DO:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien selalu fokus terhadap diri
sendiri akibat menahan nyeri
- Wajah pasien tampak menyeringai
- Pasien tampak gelisah
- Tanda tanda vital:
TD: 130/90 mmHg
Nadi: 100 x/menit

2. DS: Pola nafas Hambatan


- Pasien mengeluh sesak bila bernafas tidak efektif Upaya Napas
(Nyeri)
DO:
- RR klien 24X/menit
- SpO2 92% (mendapat terapi
oksigen melalui nasal kanul 3
L/menit)
- terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan
3. DS: Pemurunan Perubahan
- Pasien mengatakan mengalami sesak curah jantung kontraktilitas
napas pada malam hari
- Pasien mengatakan memiliki keluhan
batuk

DO:
- Hasil pemeriksaan EKG
menunjukkan adanya Q wave V1-V6,
II, III, aVF, ST Elevasi V1-V4
- Tanda tanda vital:
TD: 130/90 mmHg
Nadi: 100 x/menit

2. Prioritas Masalah Keperawatan


1) Penurunan Curah jantung berhubungan dengan Perubahan Preload
[D.0008]
2) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis (Iskemia)
[D.0077]
3) Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Hambatan Upaya Napas
(Nyeri) [D.0005]
4) Penurunan Curah jantung berhubungan dengan Perubahan Kontraktilitas
[D.0008]
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. J
Usia : 47 tahun
Ruang : IGD
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam diharapkan
Agen Cedera Observasi
tingkat nyeri menurun (L.08066)
Fisiologis (Iskemia)
dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

- Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri

- Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri

- Sikap protektif menurn - Identifikasi respons nyeri non verbal

- Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

- Kesulitan tidur menurun nyeri

- Frekuensi nadi membaik - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

- Pola napas membaik - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah

- Tekanan darah membaik diberikan


- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas (I.01011)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam, diharapkan Observasi
Hambatan Upaya Pola nafas membaik (L.01004) , - Monitor pola nafas
Napas (Nyeri) dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi nafas tambahan
• Dispnea menurun Terapeutik
• Penggunaan otot bantu napas - Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tilt dan
penurun chin lift
- Posisikan semifowler
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
• Ortopnea menurun - Berikan oksigen tekanan 3 lpm
• Frekuensi napas membaik
• Kedalaman napas membaik Pemantauan respirasi (I. 01014)
Observasi:
- Monitor frekuesi, kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Penurunan Curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)
Jantung berhubungan keperawatan selama 3 jam, curah Observasi:
dengan Gangguan jantung meningkat (L.02008) dengan - Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
kriteria hasil:
Kontraktilitas - Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
• Paroxysal nocturnal dyspnea
jantung
(PND) menurun
- Monitor tekanan darah
• Batuk menurun
- Monitor saturasi oksigen
• Tekanan darah membaik - Monitor keluhan nyeri dada
• Gambaran EKG aritmia menurun - Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia
- Monitor nilai laboratorium jantung
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
Terapeutik
- Posisikan pasien semi fowler
- Berikan diet jantung yang sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. J
Usia : 47 tahun
Ruang : IGD
Tanggal No.Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon Paraf
Senin, 25 3 08.02 • Melakukan pemeriksaan EKG S:- Mujaahidah
Oktober O: pasien tampak kooperatif ketika
2021 dilakukan pemeriksaan EKG

1,2,3 08.03 • Monitor kepatenan jalan nafas S:- Mujaahidah


WIB
• Mengidentifikasi tingkat kesadaran O:
• Memasang bedside monitor untuk - Kesadaran: composmentis,
memantau tada vital GCS: E4V5M6
- TD: 98/62 mmHg
- RR 24x/mnt
- N: 81 x/mnt
- S: 360C
- GDS : 175
- SpO2: 92%
1 08.07 • Melakukan pengkajian nyeri secara S: Mujaahidah
WIB komprehensif termasuk lokasi, - Pasien mengeluhkan nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
masih terasa di dada bagian
dan faktor predisposisi
tengah dan menjalar hingga
ke leher dan lengan kiri
Tanggal No.Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon Paraf
O:
- Pengkajian nyeri
P: Pasien mengatakan nyeri
dada dan ulu hati ketika
kelelahan saat sedang
beraktivitas
Q: nyeri seperti ditindih
barang berat
R: nyeri yang dirasakan
menyebar sampai ke leher
dan lengan kiri
S: skala nyeri 6
T: nyeri muncul terus-
terusan
1,2 08.10 • Memasang terapi oksigen nasal kanul 3 S: - Mujaahidah
L/menit O: Pasien terlihat semakin nyaman
setelah diberikan terapi oksigen
nasal kanul 3 liter/menit
Tanggal No.Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon Paraf
2 08.11 • Memberikan posisi semifowler S : pasien berterimakasih karena Mujaahidah
dibantu dalam posisi semi fowler
yang membuat semakin nyaman
O: psaien jauh terlihat lebih rileks
2 08.12 • Mebservasi reaksi non verbal dari S : - Mujaahidah
ketidaknyamanan O: ekspresi pasien tampak
menahan kesakitan
1 08.14 • Kolaborasi pemberian analgesik untuk S : - Mujaahidah
mengurangi nyeri pada pasien O: pasien tampak kooperatif ketika
diberikan injeksi analgesik
1 08.17 • Mengajarkan teknik non farmakologis S : pasien mengatakan belum Mujaahidah
teknik relaksasi napas dalam untuk pernah menerapkan teknik napas
mengurangi nyeri pada dada pasien dalam
O: pasien mampu mengikuti
instruksi perawat dalam
mengajarkan teknik napas dalam
1 08.24 • Memfasilitasi istirahat dan tidur S : Pasien mengatakan bersedia Mujaahidah
O: pasien tampak memposisikan
diri untuk istirahat dan tidur
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. J
Usia : 47 tahun
Ruang : IGD

Diagnosa Keperawatan Tanggal Evaluasi Sumatif Paraf


/Jam
Nyeri Akut berhubungan 25/10/2021 S: Mujaahidah
dengan Agen Pencedera Jam 08.20 Pasien mengatakan nyeri di dada menjalar ke leher dan lengan
Fisiologis (D.0077)
kiri
O:
P: Pasien mengatakan nyeri dada dan ulu hati ketika kelelahan saat
sedang beraktivitas

Q: nyeri seperti ditindih barang berat

R: nyeri yang dirasakan menyebar sampai ke leher dan lengan kiri

S: skala nyeri 6

T: nyeri muncul terus-terusan

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
Tetap berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Tetap ajarkan teknik napas dalam untuk klien
Pola Nafas Tidak Efektif 25/10/2021 S : Pasien mengatakan sesak napas sudah berkurang Mujaahidah
berhubungan dengan Hambatan Jam 08.25 O :
Upaya Napas (Nyeri) (D.0005)
- Pasien terpasang nasal kanul 3 L/menit
- RR klien 24X/menit
- SpO2 95%
- Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan
A : Masalah belum teratasi
P:
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Posisikan semifowler
- Monitor frekuesi, kedalaman, dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Pemberian terapi oksigen
Penurunan Curah Jantung 25/10/2021 S: - Mujaahidah
berhubungan dengan Perubahan Jam 08.30 O:
Kontraktilitas (D.0008) • Kesadaran: coma, GCS: E1V1M1
• TD: 100/55 mmHg dengan nor epineprin 0,2 µg/kgBB/menit
• Frekuensi nadi: 116x/mnt
• MAP: 70 mmHg
• Kadar Ht 50%
• Turgor kulit turun, CRT kembali>3 dtk, akral dingin
• luka kotor, terdapat pus warna kuning kehijauan, berbau
busuk, kedalaman luka 2 cm dengan 7x5 cm
• hidrasi kristaloid 30 ml/KgBB RL 1500cc masuk ke tubuh via
IV line
A: Masalah perfusi perifer tidak efektif belum teratasi
P:
• Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (NaCl, Rl)
• Monitor sirkulasi perifer
• Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstremitas
• Lakukan pencegahan infeksi
• Hindari pemasangan infus, pengambilan darah dan pengukuran
TD di area keterbatasan perfusi
PEMBAHASAN

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis (Iskemia) [D.0077]


Nyeri dada yang dirasakan oleh pasien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)
disebabkan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen pada otot
miokardium. Intervensi keperawatan berupa manajemen nyeri yang dapat dilakukan
antara lain mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, mengatur posisi yang nyaman
menurut pasien dan mengurangi aktivitas dengan istirahat serta manajemen lingkungan.
Pengaturan posisi tidur semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru secara
maksimal serta mengurangi kerusakan gas yang berhubungan dengan membran
alveolus. Posisi semi fowler juga membantu mengurangi sesak nafas akibat aliran balik
jantung yang cepat. Selanjutnya, untuk terapi relaksasi napas dalam dapat merangsang
sistem neurondokrin adalah untuk memelihara keseimbangan tubuh melalui eksresi
hormon-hormon seperti ekskresi endorphine yang berguna dalam menurunkan rasa
nyeri dengan penurunan stres, ketakutan akan penyakit cidera, menurunkan tingkat
depresi, kecemasan, stres, dan insomnia. (Damanik, 2019)
Pada saat relaksasi, sel-sel otot jantung yang mengalami vasokonstriksi akibat
adanya iskemia dan nekrosis, akan mengalami vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah sehingga kebutuhan darah dan oksigen tercukupi. Hal ini
dapat memperbaiki arteri koroner yang mengalami iskemik dapat hidup kembali
sehingga mengurangi jaringan yang nekrosis, dan perluasan infark dapat dicegah.
(Kabo, 2011)
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh (Iskandar et al., 2012) didapatkan hasil
bahwa setelah diberikan tehnik relaksasi napas dalam kepada responden, sebagian besar
(82,4%) nyeri dada pasien IMA tetap ada. Pasien IMA yang mengalami penurunan
nyeri dada hanya sebesar 17,6% (3 orang) dari tingkat nyeri berat menjadi nyeri sedang,
sehingga sebagian besar pasien masih mengalami tingkat nyeri sedang. Hal ini
kemungkinan dapat disebabkan karena pasien tidak kooperatif, sehingga kurang
berkonsentrasi dalam melakukan tehnik relaksasi napas dalam. Tehnik relaksasi napas
dalam bisa berhasil jika pasien kooperatif.
2. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Hambatan Upaya Napas
Nyeri dada yang dialami oleh pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS)
disebabkan karena rupturnya plak arterosklerosis dan terdapat trombus pada arteri
koroner baik total maupun parsial. Kedaan ini akan menyebabkan gangguan
pengangkutan oksigen terutama di area jantung sehingga terjadi penurunan perfusi
arteri koroner yang berakibat terjadinya iskemik bahkan sampai kematian sel jantung
atau infark apabila terjadi blok atau trombus total. Dari fenomena tersebut pasien akan
mengalami nyeri dada (chest pain) yang menetap atau mungkin bisa hilang pada saat
istirahat. (Finamore & Kennedy, 2013; Metcalfe, 2012)
Penanganan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka
kematian pasien chest pain penyebab utama ACS. Penanganan ini terutama dilakukan
oleh perawat di instalasi gawat darurat yang berperan sebagai first responder dengan
melakukan initial management segera sebagai upaya pertolongan untuk menurunkan
nyeri dan menurunkan kematian pada 2 jam pertama serangan. Initial management
dalam penanganan ACS ini disebut MONA, yang merupakan kependekan dari
Morphine, Oksigen, Nitrat atau nitrogliserin dan aspirin. (ACLS Training Center, n.d.)
Oksigen merupakan salah satu bagian dari MONA untuk menurunkan nyeri dada (chest
pain) pada pasien ACS. Pemberian oksigen secara rutin pada pasien dengan acute chest
pain penyebab ACS sudah dilakukan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Tradisi dari
pemberian oksigen rutin ini juga didukung oleh AHA (American Heart Association)
dari tahun 1975-2005 yang merekomendasikan intervensi tersebut dan American
College of Cardiology sampai tahun 2007. Dengan rasional dari tradisi pemberian
terapi oksigen ini adalah ketika terjadi penurunan aliran darah pada jantung, pemberian
oksigen akan meningkatkan tekanan perfusi koroner sehingga meningkatkan oksigenasi
pada jaringan jantung yang mengalami iskemik atau memperbaiki ketidakseimbangan
oksigen di jantung (Metcalfe, 2012)
Dibuktikan oleh penelitian pada 42 pasien yang mengalami IMA dengan onset
24 jam teridentifikasi hipoxia dan berdasarkan evidance dianjurkan untuk diberikan
oksigen. Hasilnya kelompok yang diberikan oksigen 31% yang mengalami hipoxemia
dan kelompok yang tidak diberikan oksigen 70% yang mengalami hipoxemia. Sehingga
secara jelas pada kondisi hipoxia pemberian oksigen merupakan suatu hal yang
terpenting pada pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS). (Metcalfe, 2012)
Pada pasien dengan infark miokard akut, terapi oksigen direkomendasikan untuk
diberikan. (Burls et al., 2016) Rasionalisasi diberikannya terapi O2 adalah untuk
menambah suplai oksigen ke dalam darah pasien dan juga ke dalam miokardium
sehingga dapat berkontribusi mengurangi area iskemik dan ukuran infark dan
meminimalkan risiko aritmia yang mematikan. Pada pasien STEMI, syarat
diberikannya terapi oksigen adalah pada pasien dengan saturasi yang rendah.
(Khoshnood, 2018) Biasanya, pemberian terapi oksigen diberikan dalam kurun waktu
6 jam pertama gejala timbul. (Yiadom, 2011)
3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan Kontraktilitas [D.0008]
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi penurunan curah jantung adalah
dengan hemodynamic regulation yang meliputi auskultasi nadi apikal untuk mengkaji
frekuensi dan irama jantung. Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan melakukan palpasi pada nadi perifer karena penurunan curah jantung
dapat ditunjukkan dari menurunnya nadi pada radialis, popliteal, dorsalis, pedis, dan
posttibial.
Pasien membutuhkan tambahan oksigen dengan kanula nasal untuk
meningkatkan fungsi kontraktilitas jantung. Pemberian oksigen akan meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard melawan iskemia. Selain itu, tindakan
kolaborasi mencakup terapi farmakologi juga dibutuhkan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan konegesti seperti inhibitor ACE
yang dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi
angiostensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD. (Adam, 2012)

G. Refleksi Diri
1) Personal Knowledge
Selama proses melakukan asuhan keperawatan pada pasien ini dari mulai pengkajian
hingga evaluasi keperawatan, saya mempelajari banyak hal utamanya terkait masalah
keperawatan utama penurunan curah jantung pada pasien dengan STEMI di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) dimana sangat dibutuhkan kecepatan dan ketepatan terkait
response time namun tetap mengkaji secara komprehensif sesuai dengan ketentuan
pengkajian pada pasien di IGD. Selain itu, saya juga menjadi lebih tahu dan lebih paham
kaitannya antara etiologi dan faktor risiko hingga perjalanan patofisiologi dari pasien
yang sebelumnya memiliki riwayat diabetes melitus dan hipertensi hingga akhirnya
mengalami sindrom korona akut STEMI. Tak lupa juga menjadi pengingat bagi saya
bahwa selain dibutuhkan kecepatan dan ketepatan kaitannya dengan response time, juga
harus ditanamkan bahwa diagnosa atau masalah keperawatan yang ditegakkan di IGD
berdasarkan urutan yang mengancam nyawa/tingkat kegawatan tertinggi terlebih
dahulu serta tak lupa batas melakukan implementasi keperawatan pada pasien di IGD
maksimal adalah 6 jam.
2) Estetika
Setelah menyelesaikan asuhan keperawatan hingga pembuatan dokumentasinya, saya
merasa lega atas apa yang sudah saya pelajari dan kerjakan sejauh ini. Namun hal
tersebut tidak lantas menjadikan saya lalai dan tidak belajar lebih lanjut. Saya masih
harus dan terus belajar untuk meningkatkan dan mengembangkan keilmuan lebih lanjut
untuk diri dan pengetahuan saya.
3) Etika
Selama proses melakukan asuhan keperawatan pada pasien ini, saya belajar banyak
terkait etika. Pertama, meskipun di Instalasi Gawat Darurat harus memperhatikan
response time untuk melakukan penanganan pada pasien tetapi tetap harus melakukan
edukasi serta informed consent kepada pasien dan/atau keluarga untuk
persetujuan/penolakan tindakan. Kemudian, ketika melakukan tindakan juga tetap
harus meminta izin terlebih dahulu kepada pasien meskipun pasien mungkin belum bisa
kooperatif. Kedua, etika ketika melakukan pengkajian juga menjadi perhatian khusus
karena harus memperhatikan terkait keluhan pasien dan kesediaan pasien dan/atau
keluarga untuk dilakukan pengkajian keperawatan. Etika selanjutnya yakni kepada
pembimbing baik pembimbing klinik maupun dosen pembimbing akademik terkait
bagaimana etika menghubungi, etika bersikap, etika berbicara, bersopan santun, etika
mengonsulkan tugas dan lain sebagainya.
SUMBER PUSTAKA

ACLS Training Center. (n.d.). Acute Coronary Syndromes Algorithm.


https://www.acls.net/acute-coronary-syndromes-algorithm
Adam, M. (Fakultas I. K. P. P. S. K. K. K. M. B. U. I. (2012). Analisis Praktis Residensi
Keperawatan Medical Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Teori Model Adaptadi Roy Di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto dan Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.
Artawan, I. K., Wijaya, I. M., Arini, L., & Sunirda, I. (2019). Gambaran Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Infark Miokard Akut Dengan Nyeri AKut Di
Ruang Emergency Cardio RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Kesehatan Medika Undaya,
05(01), 10–25.
Barliyan, M. A., Triwardhani, R., & Rachmawati, B. (2017). Perbedaan Kadar Ureum dan
Kreatinin pada ST-Elevation Myocard Infarction (STEMI) dan Non ST-Elevation
Mycorad Infraction (N-STEMI). Media Medika Muda, 2(3), 203–208.
Burls, A., Bayliss, S., Emparanza, J. I., & Quinn, T. (2016). Oxygen therapy for acute
myocardial infarction. Cochrane Database of Systematic Reviews, 12.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD007160
Damanik, C. (2019). Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Manajemen Nyeri Pada Pasien
Sindrom Koroner Akut Di Ruang Iccu. Jurnal Medika : Karya Ilmiah Kesehatan, 4(1),
16–20. https://doi.org/10.35728/jmkik.v4i1.72
Finamore, S. R., & Kennedy, L. (2013). Understanding the role of oxygen in acute coronary
syndromes. Journal of Emergency Nursing, 39(4), 45–49.
https://doi.org/10.1016/j.jen.2011.10.004
Iskandar, H., Sutarna, I. M., & Joeliantina, A. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas
Dalam Terhadap Nyeri Dada the Effect of Deep Breath Relaxation Techniques Toward
Chest Pain in Patients With Acute Myocardial Infarct. Jurnal Keperawatan, V(3), 122–
125.
Kabo, P. (2011). Bagaimana Menggunakan Obat Kardiovaskuler Secara Mandiri (Edisi
Pert). Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Khoshnood, A. (2018). High time to omit oxygen therapy in ST elevation myocardial
infarction. BMC Emergency Medicine, 18(1), 4–9. https://doi.org/10.1186/s12873-018-
0187-0
Klabunde, R. E. (2015). Konsep Fisiologi Kardiovaskular. EGC.
Metcalfe, M. (2012). Improving the safety of oxygen therapy in the treatment of acute
myocardial infarctions. International Emergency Nursing, 20(2), 94–97.
https://doi.org/10.1016/j.ienj.2011.01.004
Mulia, D. P., Budiarti, A., Utomo, S., Kedokteran, F., & Surakarta, U. M. (2021).
Management Of Acute Coronary Syndrome-STEMI In Referral Hospital. 763–774.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.
Salemba Medika.
Nola, M. W. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ST ELEVATION
MYOCARDIAL INFARCTION DAN ACUTE HEART FAILURE DENGAN
PENERAPAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA UNTUK MENGURANGI
KECEMASAN DI RUANGAN CARDIOVASCULAR CARE UNIT RSUP. DR. MDJAMIL
PADANG.
PPNI. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. DPP PPNI.
PPNI. (2016b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2016c). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. DPP PPNI.
Santoso, T. (2019). Modul Praktikum Keperawatan Gawat Darurat. Lembaga Chakra
Brahmanda Lentera.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC.
Yiadom, M. Y. A. B. (2011). Emergency Department Treatment of Acute Coronary
Syndromes. Emergency Medicine Clinics of North America, 29(4), 699–710.
https://doi.org/10.1016/j.emc.2011.09.016

Anda mungkin juga menyukai