PEMBAHASAN
2.1. ELIMINASI URINE
Eliminasi urine adalah salah satu proses metabolic tubuh yang tergolong dalam sistem
perkemihan. Sistem perkemihan merupakan bagian dari anatomi dan fisiologi manusia yang
memiliki peranan sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Fungsi dari sistem
perkemihan yaitu untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh dan terdiri
atas beberapa proses.
2.1.1. Organ Yang Berperan Dalam Eliminasi Urine
Organ yang berperan dalam proses eliminasi urine yaitu: ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ dengan bentuk menyerupai kacam merah tua dengan
panjang 12,5 dan tebalnya 2,5 cm, memiliki berat pada laki-laki 125-175 gram
sedangkan pada wanita 115-155 gram. Posisi ginjal terletak pada dinding
abdomen posterior yang berada dekat dengan dua pasang iga terakhir, serta
merupakan organ retroperitoneal. Ginjal terdiri atas dua buah yaitu ginjal kanan
dan ginjal kiri.
b. Ureter
Ureter adalah organ yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih, ureter
memiliki panjang 25-30 cm dengan diameter 4-6 mm. otot uruter memiliki
aktifitas peristaltic intrinsic, yang memiliki fungsi mengalirkan urine ke kandung
kemih. Ureter menyempin di tiga titik yaitu: titik asal ureter, titik saat melewati
pinggiran pelvis, titik saat bertemu kandung kemih.
c. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah sebuah kantong yang tersusun atas otot halus, yang
memiliki fungsi menampung urine. Pada kandung kemih terdapat beberapa
lapisan jaringan otot paling dalam, memanjang di tengah, dan destrusor atau
melingkar, yang memeiliki fungsi mengeluarkan urine dari kandung kemih ke
luar tubuh. Rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam dan penyaluran
rangsangan ke kandung kemih diatur oleh sistem simpatis. Rangsangan ini
mengakibatkan, otot lingkae mengendur dan pada bagian dalam terjadi kontraksi
sfingter sehingga urine tetap berada di dalam kandung kemih. Penyaluran
rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar dan rangsangan motoris
kandung kemih diatur oleh sistem para simpatis yang akibatnya kendurnya
sfingter dan terjadinya kontraksi otot destrusor.
d. Uretra
Uretra adlah organ yang memiliki fungsi menyalurkan urine ke bagian luar tubuh
manusia. Uretra pada laki-laki memiliki fungsi yang berbeda dengan uretra pada
wanita. Pada wanita uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan memiliki fungsi
hanya sebagai saluran urine keluar tubuh, sedangkan pada laki-laki uretra
memiliki panjang 13,7-16,2 cm yang terdiri atas: uretra pars prostatica, urethra
pars membranosa, urethra pars spongiosa. Selain berfungsi sebagai saluran urine
keluar tubuh uretra pda laki-laki juga berperan dalam sistem reproduksi.
2.1.2. Proses Berkemih
Berkemih adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih), proses
pengosongan kandung kemih dapat terjadi apabila kandung kemih terisi penuh pada
orang dewasa 250-450 cc sedangkan pada anak-anak 200-250 cc. saraf sehingga
menimbulkan rangsangan
Secara progresif kandung kemih akan terisi hingga tegangan pada dindingnya
meningkat diatas nilai ambang. Akibat terjadinya peningkatan tegangan atau distensi
pada kandung kemih berakibat munculnya reflex I yang menyebabkan kotraksi
kandung kemih dan reflex V yang berakibat terjadinya relaksasi pada uretra.
Timbul reflex saraf atau disebut dengan reflex miksi (reflex berkemih)yang akan
berusaha mengosongkan kandung kemih atau menimbulkan keinginan dan kesadaran
untuk berkemih. Refleks II akan aktif ketika proximal uretra mengalirkan urine yang
akan menyebabkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga uretra dan stingfer
eksternal berelaksasi, lalu urine akan keluar. Jika adanya sumbatan yang
menyebabkan terjadinya distensi pada uretra atau kelemahan sfingter uretra maka
reflex III akan aktif, sehingga mengakibatkan melemahnya kontraksi kandung kemih.
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet
Jumlah dan tipe makanan sangat berpengaruh dalam eliminasi urine. Natrium dan
protein dapat mempengaruhi jumlah urine yang terbentuk.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan menunda berkemih akan menyebabkan urine banyak tertahan dalam
kandung kemih sehingga berpengaruh terhadap ukuran kandung kemih dan
jumlah pengeluaran urin.
c. Gaya hidup
d. Stress psikologis
Stress yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan frekuensi keinginan
berkemih.
e. Tingkat aktivitas
Tonus otot vesika urinaria yang baik diperlukan dalam proses berkemih, hal ini
diperoleh dengan melakukan aktivitas. Hilangnya tonus otot akan berakibat
menurunnya kemampuan pengontrolan berkemih.
f. Kondisi penyakit
g. Tonus otot
h. Tonus otot yang memiliki peranan penting dalam proses berkemih yaitu otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis.
i. Sosiokultural
Contohnya terdapat kebiasaan yang berkembang di masyarakat melarang untuk
buang air kecil pada tempat tertentu.
j. Pembedahan
Pembedahan akan berakibat menurunnya filtrasi glomerulus akibat dari
pemberian obat anestesi sehingga terjadinya penurunan urine
2.1.4. Gangguan Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Retensi urine
Retensi urine adalah penumpukan urine pada kandung kemih yang disebabkan
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah keadaan otot sphincter eksternalm sementara atau
menetap tidak mampu mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis
Enuresis adalah keadaan dimana tidak mampu mengontrol sphincter eksterna
sehingga tidak sanggup menahan untuk berkemih (mengompol).
d. Perubahan pola eliminasi urine
Keadaan dimana adanya gangguan pada eliminasi urine yang disebabkan oleh
obstruksi anatomis, infeksi saluran kemih dan kerusakan motoric sensorik. Yang
terdiri atas:
Frekuensi : banyaknya berkemih dalam sehari
Urgensi : seseorang yang memiliki perasaan takut jika tidak berkemih akan
mengalami inkontinesia
Disuria : kesulitan dan rasa sakit saat berkemih
Poliuria : meningkatnya produksi urine dalam jumlah besar tanpa adanya
peningkatan asupan cairan.
Urinaria supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan
sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus
meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. .
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung/tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur- unsur yang tidak
normal.
2.3.2Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan
enuresis
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare, inkontinensia
usus, hemoroid, impaction
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat mengejang
5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary
akibat proses penyakit.
SUMBER
Berman, Audrey. Shirlee J. Snyder. (2012). Kozier and Efb’s Fundamental of Nursing :
Concepts, Process, and Practice 9th ed. USA: Pearson PLC.
Maryunani, Anik. (2011). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: CV. Trans
Info Media
Siregar, Rosmito. (2013). Asuhan Keperawatan Pada AN.Y Dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Eliminasi Di RS. Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Uliyah, Musrifatul. Dkk. (2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.