Siklus estrus adalah interval timbulnya suatu periode
birahi ke permulaan periode birahi berikutnya yang memiliki ritmik yang khas pada betina tidak bunting. Siklus estrus sangat penting untuk diketahui karena berpengaruh dalam reproduksi ternak, di dalam siklus estrus dapat diketahui fase-fase yang dapat menentukan kapankah waktu perkawinan atau inseminasi dilakukan pada betina FASE FASE SIKLUS ESTRUS Silklus estrus dibagi menjadi dua yaitu fase folikuler dan fase luteal. 1. Fase Folikuler Fase folikuler didominasi oleh hormon estrogen. Fase folikuler dibagi menjadi dua yaitu: a. Proestrus Dalam fase proestrus terjadi multiplikasi sel epitel. Gejala yang timbul pada ternak yaitu betina sudah memperlihatkan perhatiannya kepada jantan. b. Estrus. Dalam fase estrus terjadi keratinisasi sel epitel. Gejala yang timbul pada ternak yaitu : terjadi perubahan pada saluran reproduksi yang menunjukkan tanda-tanda birahi seperti merah, basah, dan bengkak Betina sudah menerima jantan untuk siap dikawinkan. 2. Fase Luteal Fase Luteal didominasi oleh hormon progesteron. Fase luteal dibagi menjadi 2 yaitu: a. Metestrus Dalam fase metestrus, terdapat sedikit sel keratin dan memperlihatkan sel leukosit polinukleat. Gejala yang timbul pada ternak yaitu mempersiapkan uterus untuk menerima dan memberi nutrisi pada embrio. b. Diestrus Dalam fase diestrus terjadi peningkatan sel leukosit polinukleat. Gejala yang timbul pada ternak yaitu : Endometrium menebal Servik tertutup Mukosa vagina pucat MEKANISME HORMONAL Hypothalamus >> hypofisis anterior > > ovarium Hypotalamus, merupakan organ yang pertama kali bekerja. Hipotalamus berfungsi untuk mensekresikan hormon GNRH yang terdiri dari FSH-RH dan LH-RH. FSH RH merupakan hormon yang pertama kali berkerja. FSH RH akan diubah menjadi FSH di hypofisis anterior dan akan dialirakan melalui aliran darah ke ovarium untuk membantu pembentukan folikel. Jadi, fungsi FSH yaitu membantu pembentukan folikel mulai dari folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier sampai folikel de graaf. Folikel de Graff mengandung banyak granulosa yang menghasilkan hormon estrogen. Hormon estrogen memiliki dua fungsi yaitu. Menjadi inhibin untuk memberikan feedback negatif pada hypofisis untuk memberhentikan produksi FSH Feedback Negative (-) Hypofisis anterior (memberhentikan produksi FSH) Dan memberikan feedback positive kepada hypothalamus untuk menstimulasi hormon LH. Feedback Positive (+) Hypothalamus (menstimulasi hormon LH) Ketika stimulusil hormon LH di hypothalamus, maka hypothalamus akan mengeluarkan LH-RH yang kemudian dirubah menjadi LH di hypofisis anterior. Hypothalamus LH-RH LH (hypofisis anterior) Selanjutnya LH akan dialirkan melalui darah menuju ovarium untuk melakukan ovulasi. Ovulasi terjadi, jika kandungan hormon LH di ovarium tinggi. Ketika terjadi ovulasi, maka yang tertinggal di ovarium adalah folikel sisanya atau akan berubah menjadi corpus rubrum (badan merah) selanjutnya akan berubah menjadi corpus luteum (badan kuning). Ovarium >> corpus rubrum >> Corpus Luteum Corpus luteum disini akan menghasilkan hormon progesteron. Homon progesteron berfungsi untuk menjaga kebuntingan dan memiliki feedback negatif pada hypothalamus dan hypofisis anterior untuk memberhentikan produksi hormon FSH dan LH. Corpus luteum ↓ Hormon Progesteron menjaga kebuntingan Feedback Negatif (-) > hypothalamus Hypofisis anterior Ketika hormon FSH dan LH berhenti, maka siklus hormonal pada ternak betina ikut berhenti dan terjadilah kebuntingan. Tetapi ketika kebuntingan tidak terjadi, maka uterus akan memberikan sinyal berupa Hormon Prostaglandin (PGF2ALFA). Prostagladin berfungsi untuk melisiskan corpus luteum di ovarium. Uterus >> Hormon Prostagladin (PGF2ALFA) >> Melisiskan corpus luteum di ovarium Ketika corpus luteum lisis, maka progesteron akan berhenti diproduksi dan tidak ada lagi feedback negative ke hypothalamus dan hypofisis anterior. Corpus luteum (lisis) >> progesteron berhenti di produksi Dan diartikan bahwa siklus akan dimulai kembali dari hypothalamus mengeluarkan GNH RH hingga terjadi kebuntingan. SINKRONISASI ESTRUS Sinkronisasi estrus adalah sebuah metode teknis yang dilakukan untuk mengendalikan siklus estrus/birahi, sehingga periode birahi sapi pada kelompok ternak menjadi serentak yang bertujuan untuk meningkatkan angka kebuntingan. Sinkronisasi estrus mampu mengoptimalkan produksi dan reproduksi pada sebuah kawasan peternakan, mengoptimalkan pelaksanaan program inseminasi buatan, mempermudah pengamatan birahi dan dapat menentukan jadwal kelahiran yang diinginkan. PRINSIP DASAR Prinsip sinkronisasi estrus adalah memperpanjang atau memperpendek umur korpus luteum (CL) atau fase luteal. Dasar fisiologis dari teknik ini adalah penghambatan pelepasan LH (luteinizing hormone) dari kelenjar hipofisi, yang dengan bantuan hormon luteolitik, pematangan folikel Graaf atau pengangkatan corpus luteum (CL). menghambat secara manual atau fisiologis. Salah satu cara untuk mensinkronkan estrus dengan memperpendek fase luteal biasanya dengan menggunakan hormon progesteron. Sinkronisasi estrus dengan hormon merupakan cara yang paling efektif untuk mengontrol estrus dan teknik ini dapat meningkatkan sinkronisasi estrus dan meningkatkan kelahiran SIKLUS SINKRONISASI ESTRUS 1 Secara normal, sapi betina indukan dapat melahirkan satu ekor pedet setiap tahunnya. Panjang siklus birahi pada sapi adalah 20-21 hari. Lama birahi berkisar pada 18-19 jam. Dan ovulasi terjadi pada 10-11 jam setelah birahi berakhir. Calving interval optimal berkisar selama 12-14 bulan untuk kondisi peternakan rakyat Indonesia. Sapi diharapkan kawin kembali pada 2-3 bulan setelah melahirkan. Sehingga 3-4 bulan setelah melahirkan sapi dapat bunting kembali. SIKLUS SINKRONISASI ESTRUS 2 Untuk mendapatkan hasil yang optimal saat pelaksanaan sinkronisasi estrus, perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain : 1. Organ reproduksi sapi betina dalam kondisi sehat/normal Pemeriksaan organ reproduksi harus dilakukan untuk memastikan tidak adanya kelainan. Organ reproduksi harus dalam kondisi baik dan terbebas dari peradangan seperti endometritis, metritis dan vaginitis. 2. Sapi betina tidak mengalami kebuntingan Pemeriksaan kebuntingan sebelum perlakuan harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan sapi tersebut dalam keadaan tidak bunting. Sapi dalam keadaan bunting tidak boleh diberi perlakuan sinkronisasi estrus karena akan menyebabkan terjadinya abortus. 3. Corpus luteum Pemeriksaan corpus luteum dilakukan dengan teknik palpasi rektal. Ada atau tidaknya corpus luteum dapat menentukan keberhasilan program sinkronisasi estrus melalui pemberian preparat hormon pemacu birahi seperti CLOPROCHEM. 4. Body Condition Score Kebutuhan nutrisi yang dipenuhi dengan baik dapat terlihat dari kondisi tubuh ternak. Kondisi tubuh yang baik dapat mendukung fungsi reproduksinya. BCS merupakan suatu parameter untuk mengidentifikasi kecukupan nutrisi yang dinyatakan dalam angka. BCS yang optimal berkisar pada 3-3,4. Sinkronisasi estrus pada sapi dengan BCS terlalu tinggi (>4) akan berpengaruh pada rendahnya angka konsepsi. 5. Kondisi sapi Ternak harus dalam keadaan sehat, di beri pakan yang baik secara kualitas maupun kuantitas dan hindari stress karena akan mempengaruhi respon hormonal sapi tersebut.