Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PTRIGIUM

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK I

1. Ade Jihan Farida A Sipi


2. Afita
3. Aisa Simintuat
4. Alfia
5. Andi Rasni

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes )
MALUKU HUSADA
AMBON
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan terhadap kehadiran Tuhan YME, karena berkat rahmat dan
hidayahnya, Kami dapat menyelesaikan Tugas ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada
teman-teman yang membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam tugas ini yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PTRIGIUM ”.

Demikianlah yang dapat kami tuliskan pada kata pengantar ini. Apabila terdapat
kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan makalah ini kami harap untuk memaklumi
karena kami masih proses pembelajaran.

Kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Ambon, 14 Oktober 2021

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................4

A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................5
C. Tujuan ...............................................................................................................6
D. Manfaat..............................................................................................................6

BAB II
TEORI TINJAUAN ........................................................................................................7

A. Pengertian..........................................................................................................7
B. Etiologi .............................................................................................................7
C. Patiofisiologi......................................................................................................8
D. Manifestasi Klinis..............................................................................................10
E. Klasifikasi Dan Grade.......................................................................................10
F. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik..........................................................10
G. Penatalaksanaan.................................................................................................11
H. Komplikasi ........................................................................................................12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................................13

I. ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................13

A. Pengkajian.........................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................15
C. Perencanaan.......................................................................................................15
D. Implementasi.....................................................................................................24
E. Evaluasi.............................................................................................................24

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................................25

1. KESIMPULAN.................................................................................................25
2. SARAN..............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................26

3|Page
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada


tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39
juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low
vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang
kebutaan berusia 50 tahun atau lebih.
Berdasarkan hasil survei nasional pada tahun 1993-1996 mengenai
angka kesakitan mata di 8 provinsi di Indonesia, penyakit mata terbanyak di
indonesia dengan angka prevalensi sebesar 13,9%. Berdasarkan hasil
penelitian yang di lakukan Gazzard di Indonesiam, di temukan bahwa
prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Sumatera.
Untuk menangani permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan,
WHO membuat program Vision 2020 yang direkomendasikan untuk
diadaptasi oleh negara-negara anggotanya. Vision 2020 adalah suatu inisiatif
global untuk penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia.
Gangguan pada penglihatan pada mata maupun kelainan yang timbul
pada mata merupakan suatu masalah yang serius, karena menimbulkan rasa
tidak nyaman pada penderitanya, dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari
dan kaitannya sangat erat kualitas dari sumber daya manusia.
Indonesia merupakan daerah tropis yang endemik untuk beberapa
penyakit yang berkaitan dengan mata. Hal ini sangat mempengaruhi
produktivitas pada beberapa orang.Mata memiliki banyak struktur dan ada
beberapa bagian yang kaitannya sangat erat dengan fungsi penglihatan. Pada
keadaan tertentu, salah satu bagian dari mata dapat mengalami suatu kelainan
yang di sebabkan oleh berbagai hal.
Penyakit pada mata yang sering terpapar oleh sinar matahari secara
langsung contohnya pada pekerja seperti nelayan dan petani sehingga
penderita pterygium banyak terjadi terutama di daerah tropis salah satunya di

4|Page
Indonesia adalah pterigium. Bagian dari mata yang kaitannya sangat erat
terhadap fungsi penglihatan dalam hal ini adalah kornea mata.
Pada penderita pterygium seseorang akan merasakan rasa tidak
nyaman pada bagian mata, kemudian akan mengakibatkan penurunan dari
fungsi penglihatan. Hal ini disebabkan karena terjadi pertumbuhan stroma
konjungtiva bulbi ke arah dalam yang membentuk segitiga dan mengarah pada
kornea mata.
Jika pertumbuhan ini terus terjadi dan bersifat progresif maka akan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan pada penderitanya sehingga
penderita pterygium banyak datang dengan keluhan mengalami gangguan
pada penglihatan.
Pandangan islam mengenai menjaga kesehatan fisik yang kaitannya
dengan fungsi dari anggota tubuh dan indera pada manusia. Manusia
diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling sempurna, dimuliakan lebih dari
mahluk lain.
Manusia dijadikan khalifah dimuka bumi, dan diberi tugas untuk
membawa rahmat bagi seluruh alam. Manusia diberikan berbagai nikmat oleh
Allah, nikmat paling tinggi sesudah iman dan islam ialah kesehatan yang harus
kita syukuri oleh segenap manusia dalam hidupnya. Allah SWT juga
menempatkan kesehatan jasad dan alat-alat tubuh sebagai amanat yang
diserahkan kepada manusia untuk dipelihara dengan sebaik-baiknya. Dalam
pengertian untuk dijaga agar berfungsi dengan baik digunakan untuk beramal
sholeh. Allah Swt berfirman pada ayat 1- 4 surat At-Tiin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa, penyakin


pretigium kejadiannya cukup tinggi pada daerah yang beriklim tropis seperti di
Indonesia. Pterigium juga menjadi salah satu penyebab dari berkurangnya fungsi
penglihatan pada penderita yang mengalami penyakit pterigium. Mengenai
faktor-faktor resiko yang dapat memicu terjadinya pterigium ini belum dapat
diketahui pasti, namun diantaranya berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin
dan pekerjaan.

5|Page
C. Tujuan

1. Mengetahui definisi pterigium


2. Faktor penyebab pterigium
3. untuk Pengobatan pterigium
4. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien ptrigium

D. Manfaat

Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang penyakit pada mata.


khususnya pterigium dan Mengetahui Asuhan Keperawatan ptrigium

6|Page
BAB II

TEORI TINJAUAN

A. Pengertian

Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika
sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering
kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya
sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan
tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya
pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.

B. Etiologi

Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik

7|Page
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
Pencegahan pterigium dapat dilakukan dengan mengenakan kacamata hitam
atau topi saat beraktivitas di luar ruangan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
paparan sinar matahari, asap, atau debu yang dapat memicu pterigium. Untuk
mencegah mata terasa kering, kelembapan mata dapat dijaga dengan menggunakan
obat tetes air mata buatan. Selain berguna untuk mencegah pterigium, penggunaan
pelumas pada mata juga dapat mencegah kambuhnya pterigium.
C. Patofisiologi

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan


ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.

PATWAYS

Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu

8|Page
Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita

Meatus nasi inferior

Tenjadi iritasi

Penebalan dan pertumbuhan


Konjungtiva bulbi

Menjalar ke kornea

Perubahan
Perubahan rasa nyaman
rasa nyaman Menutupi kornea
(sensasi benda asing di
(Rasa kemeng
mata) di mata,
Sensasi benda asing)
Perubahan
Pandangan kabur persepsi sensori

Risiko cidera Dilakukan tindakan operatif Ansietas

Terjadi trauma jaringan (luka)

Perubahan persepsi Risiko Infeksi


sensori
Nyeri

Risiko Cidera
9|Page
D. Manifestasi Klinis

1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.


2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
Jika terjadi Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke
kornea (Zone Optic).
Apakah bisa menyebabkan kebutaan atau tidak??
Pterygium sendiri adalah suatu penyakit mata di mana terjadi pertumbuhan
jaringan ikat berbentuk selaput tipis dari jaringan bagian putih mata dan
mengalami pembesaran ke arah kornea atau ke arah bagian tengah mata. Secara
umum, pterygium tidak tumbuh secara cepat namun kelainan yang dapat terjadi
adalah menutup jalur penglihatan.
Pterigium sendiri jarang menimbulkan kebutaan, kecuali jika pterigium atau
selaput tersebut tumbuh menutupi seluruh bagian mata.
3. Nah, Jika Anda mengalami pterigium, dan tidak inggin bertambah para segera
konsultasikanlah mata Anda kepada dokter spesialis mata sehingga terhidar dari
hal-hal yang tidak diinginkan seperti penglihatan kabur, dan kebutaan.Dapat
diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi
yang terletak di ujung pteregium.

E. Klasifikasi Dan Grade

1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
10 | P a g e
2. Grade pada Pterygium :
a. Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera
masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
b.Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c. Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
d.Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

F. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik

1. Anamnesis

Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko
seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus
pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif
terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang
anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.

3. Pemeriksaan Slit Lamp

Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan
bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari
lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola

11 | P a g e
mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar
untuk terlihat dengan jelas.

G. Penatalaksanaan

Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.

Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara
tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut
seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.

H. Komplikasi

Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:


1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

12 | P a g e
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan
focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.

Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat
memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :


1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat,
Pendidikan.

13 | P a g e
2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada matanya, penglihatan
kabur.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada
pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman penglihatan. Sejak kapan
dirasakan, sudah berapa lama, gambaran gejala apa yang dialami, apa yang
memperburuk atau memperingan, apa yang dilakukan untuk menyembuhkan
gejala.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya
memicu resiko pterygium.

5. Riwayat penyakit keluarga


Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.

6. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual


a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya
atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur /
tidak jelas.

c. Nyeri / kenyamanan

14 | P a g e
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.

d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.

e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.

7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.

Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.

15 | P a g e
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas
jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan
dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
 Pasien merasa nyaman.
 Pasien dapat rileks

Intervensi Rasional

1) Kaji dan dokumentasikan keluhan 1) Untuk mengetahui penyebab


pasien. penyakit pasien.
2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham dan mengerti
tentang penyakitnya. dengan penyakitnya sehingga
mampu menjalani pengobatan sesuai
3) Beri penjelasan kepada pasien saran dokter.
mengenai tindakan yang dapat 3) Untuk mengurangi pemaparan sunar
membantu pasien agar merasa lebih ultraviolet maupun debu pada mata.
nyaman seperti: memakai kaca mata
gelap pada siang hari, beerusaha
memperkecil kemunginan kontak
dengan angin, asap, debu, dan sinar 4) Untuk mengetahui perkembangan
matahari. penyakit mata yang pasien alami.

16 | P a g e
4) Sarankan kepada pasien agar segera
berkonsultasi dengan dokter bila 5) Untuk mempercepat proses
terjadi perubahan yang signifikan penyembuhan.
pada matanya.
5) Sarankan kepada pasien untuk
memakai obat yang telah diresepkan
oleh dokter.
6) Kolaborasi dalam pelaksanaan
eksterpasi pterygium.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler


a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan

Intervensi Rasional

1) Tentukan ketajaman penglihatan, 1) Penemuan dan penanganan awal


kemudian catat apakah satu atau komplikasi dapat mengurangi
dua mata terlibat dan observasi resiko kerusakan lebih lanjut.
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan klien tehadap 2) Meningkatkan keamanan
lingkungan. mobilitas dalam lingkungan.
3) Perhatikan tentang suram atau 3) Cahaya yang kuat menyebabkan
penglihatan kabur dan iritasi mata, rasa tak nyaman setelah
dimana dapat terjadi bila penggunaan tetes mata dilator.
menggunakan tetes mata.
4) Ingatkan klien menggunakan 4) Membantu penglihatan pasien.
kacamata.

17 | P a g e
3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
a. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
b.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Awasi pasien selama proses 2) Mencegah terjadinya risiko cidera
pemeriksaan berlangsung. pada pasien.
3) Bimbing pasien berjalan selama 3) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera pada
sangat kabur. pasien.
4) Bersihkan jalan yang dilewati 4) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dan lebih memperjelas penglihatan
dalam keadaan terang. pasien.
5) Libatkan keluarga dalam 5) Mencegah terjadinya cidera pada
pengawasan pasien sehari-hari. pasien.
6) Anjurkan untuk menjauhkan 6) Mencegah terjadinya cidera pada
benda-benda yang berbahaya di pasien.
sekitar lingkungan pasien.
7) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
7) Anjurkan untuk menghindari pada pasien.
pasien melintasi lantai licin.

4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.


a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan pasien
berkurang.
b. Kriteria Evaluasi
 Pasien tidak cemas
 Pasien tampak rileks

18 | P a g e
Intervensi Rasional

1) Kaji tingkat ansietas, derajat 1) Factor ini mempengaruhi persepsi


pengalaman nyeri/ timbulnya pasien terhadap ancaman diri,
gejala tiba-tiba dan pengetahuan potensial siklus ansietas, dan dapat
kondisi saat ini. mempengaruhi upaya medic untuk
mengontrol TIO.
2) Berikan informasi yang akurat 2) Menurunkan ansietas sehubungan
dan jujur. Diskusikan dengan ketidaktahuan/harapan yang
kemungkinan bahwa pengawasan akan datang dan memberikan dasar
dan pengobatan dapat mencegah fakta untuk membuat pilihan
kehilangan penglihatan tambahan. informasi tentang pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui 3) Memberikan kesempatan untuk
masalah dan mengekspresikan pasien menerima situasi nyata,
perasaan. mengklarifikasi salah konsepsi dan
pemecahan masalah.
4) Jelaskan dengan jujur mengenai 4) Pasien mengerti tentang prosedur
prosedur tindakan operatif yang operasi sehingga kecemasan pasien
akan dijalaninya. akan berkurang.
5) Identifikasi sumber/ orang yang 5) Memberikan keyakinan bahwa
menolong. pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.

Post operasi

1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan


akibat pembedahan.

a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau


terkontrol.

b. Kriteria hasil :

 Pasien mengeluh tidak nyeri

 Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.


19 | P a g e
Intervensi Rasional

1) Monitor TTV pasien 1) Mengetahui keadaan umum


pasien.

2) Untuk mengetahui tingkat nyeri


2) Kaji tingkat nyeri yang dialami
pasien.
oleh klien.
3) Membantu pasien untuk rileks.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Untuk mengurangi rasa nyeri.
4) Ajarkan kepada klien tekhnik
distraksi / relaksasi.

5) Anjurkan pasien untuk tidak 5) Vasokontraksi dapat


melakukan aktifitas yang dapat meningkatkan tekanan bola
meningkatkan vasokontraksi, mata sehinggan dapat
seperti mengedan dan batuk meningkatkan nyeri yang
beruntun. dirasakan.

6) Ciptakan tempat tidur yang 6) Memberikan kenyamanan pada


nyaman. pasien

7) Kolaborasi dengan tim medis 7) Mengurangi nyeri secara


untuk pemberian analgetik farmakokinetik.

2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.

b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional

1) Kaji karakteristik luka, pantau 1) Mengetahui keadaan umum


adanya tanda infeksi (rubor, luka dan mengidentifikasi
kalor, dolor, tumor, dan

20 | P a g e
fungsiolaesa). adanya tanda-tanda infeksi.

2) Gunakan tehnik aseptik dalam


perawatan post operatif.
2) Untuk mencegah terjadinya
3) Beri tahu klien tentang kontaminasi terhadap mikroba
pentingnya kebersihan dan
3) Mencegah terjadinya infeksi.
cara mencuci tangan yang
Bila tangan yang menyentuh
baik. Yaitu cuci tangan
daerah mata kotor maka akan
dibawah air mengalir dan
mempermudah jalan masuknya
gunakan 6 langkah cuci tangan
mikrooorganisme pathogen ke
yang baik dan benar.
dalam luka.
Informasikan untuk melakukan
cuci tangan yg benar sebalum
dan sesudah menyentuh daera
mata.

4) Ajarkan untuk membersihkan


mata dengan kapas yang 4) Air hangat-hangat kuku dapat
dibasahi dengan air hangat- membunuh beberapa jenis
hangat kuku bila mata tersa mikroorganisme pathogen
gatal.

5) Membantu membunuh
5) Kolaborasi dalam pemberian mikroorganisme patogen.
antibiotika.

3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post


operasi.

a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,


mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
21 | P a g e
Intervensi Rasional

1) Tentukan ketajaman penglihatan. 1) Mengetahui tingkat ketajaman


pengeliatan pasien.

2) Memudahkan pasien
2) Orientasikan klien pada
berkomunikasi dengan orang
lingkungan, staf, orang lain di
disekitar.
sekitar.
3) Memudahkan pasien
3) Letakkan barang yang sering
mengambil barang-barang
diperlukan dalam jangkauan .
yang sering digunakan.

4) Buah-buahan yang berwarna


4) Anjurkan klien untuk kuning memiliki kandungan
mengkonsumsi nutrisi yang vit. A yang tinggi dan baik
bergizi, misalnya buah-buahan untuk mata. Dan asupan nutrisi
yang berwarna kuning, seperti yang baik dapat mempercepat
pepaya, wortel dan lain-lain. proses penyembuhan luka.

5) Berikan obat-obatan sesuai 5) Mempercepat penyembuhan


terapi. secara farmakokinetik.

4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.


c. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
d.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Bimbing pasien berjalan selama 2) Agar pasien merasa aman dan
pemeriksaan bila pengelihatannya mencegah terjadinya cidera pada

22 | P a g e
sangat kabur. pasien.
3) Bersihkan jalan yang dilewati 3) Untuk menghindari risiko cidera,
pasien dan yakinkan ruangan dalam dan lebih memperjelas penglihatan
keadaan terang. pasien.
4) Anjurkan pasien tidak melakukan 4) Peningkatan tekanan pada bola
aktifitas yang dapat meningkatkan mata yang terdapat luka berisiko
tekanan pada bola mata seperti memperparah cidera pada mata
menunduk, mengedan, dan batuk yang luka.
beruntun.
5) Anjurkan pasien agar tidak miring 5) Tidur kearah mata yang sakit dapat
kearah mata yang sakit/ luka pada menyebabkan meningkatnya
saat tidur. tekanan pada bola mata yang sakit,
sehingga berisiko menyebabkan
6) Anjurkan pasien untuk makan cidera/ pendarahan pada luka.
makanan tinggi serat (sayur- 6) Pencernaan yang lancar
sayuran dan buah-buahan) agar mengurangi kemungkinan pasien
pencernaan menjadi lancar. mengedan saat BAB, sehingga
7) Libatkan keluarga dalam mengurangi risiko cidera.
pengawasan pasien dan membantu 7) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien memenuhi kebutuhan sehari- pasien.
hari.
8) Anjurkan keluarga untuk 8) Mencegah terjadinya cidera pada
menciptakan lingkungan yang pasien.
aman bagi pasien misalnya
menjauhkan benda-benda yang
berbahaya di sekitar lingkungan
pasien dan gunakan tempat tidur
yang rendah dengan pagar
pengaman di tepi tempat tidur 9) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
untuk pasien. pada pasien
9) Anjurkan untuk menghindari pasien
melintasi lantai licin

23 | P a g e
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui tentang


penyakitnya.

b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan cara
perawatannya.

Intervensi Rasional

1) Berikan penjelasan mengenai 1) Menambah pengetahuan pasien


kondisi penyakit, proses tentang penyakitnya.
sebelumnya dan sesudah dilakukan
pembedahan.
2) Menambah pengetahuan pasien
2) Jelaskan dan ajarkan perawatan
tentang cara perawatannya.
secara teratur di pelayanan
kesehatan terdekat.

3) Libatkan orang terdekat klien 3) Memudahkan dalam membantu


dalam melaksanakan aktivitas pasien dalam melakukan ADL.
kehidupan sehari-hari.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.

E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.

24 | P a g e
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Pterigium adalah suatu perluasan fibrovaskular dari conjungtiva yang bertumbuh dan
mengarah ke kornea. Benbentuk seperti daging, berwarna kuning sampai putih. Pada keadaan
ini penderita akan merasa kurang nyaman dan jika perluasaan dari pinguecula ini sudah

25 | P a g e
mencapai bagian dari kornea mata, maka penderitanya akan mengalami penurunan dalam
fungsi penglihatan.

2. SARAN

Diharapkan kepada para petugas medis yang menangani penderita pterigium untuk
memberikan edukasi berupa pencegahan untuk mengurangi risiko terjadinya keparahan pada
penyakit pterigium dengan cara menggukan kacamata sebagai pelindung dari paparan sinar
matahari yang dapat meningkatkan progresifitas pterigium.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

26 | P a g e
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium,


www.google.com,

27 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai