Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MENGENAL PERBEDAAN ANTARA AL-QUR’AN, HADITS


QUDSI, DAN HADITS NABAWI
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an)
Dosen Pengampu: Bpk. Abd Majid Abror. M.Ag

Oleh:
Ahmad Syarifuddin
Imron Rosyadi
M. Yasin Yusuf

Semester 2
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Faqih Asy’ari
Sumbersari Kencong Kepung Kediri
2022

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesikan tugas makalah yang
berjudul “MENGENAL PERBEDAAN ANTARA AL-QUR’AN, HADITS
QUDSI, DAN HADITS NABAWI” tepat pada waktunya.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang definisi serta
perbedaan antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi bagi pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abd Majid Abror M.Ag.
selaku Dosen Mata Kuliah Studi Al-Qur’an. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sumbersari, 17 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
A. Pengenalan Singkat Al-Qur’an ........................................................ 3
B. Persamaan Dan Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits
Nabawi ........................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 12
A. Kesimpulan..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi
setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan
alam sekitarnya. Al-Qur’an merupakan kitab suci dan petunjuk yang
diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW bagi seluruh Manusia,
diantara tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk menjadi pedoman
manusia dalam menata kehidupan mereka, supaya memperoleh kebahagiaaan
di dunia bdan di akhirat. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna
(kaffah), diperlukan pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’andan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan
konsisten.
Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, baik
lafal maupun uslub-nya. Suatu bahasa yang kaya kosakata dan sarat makna.
Kendati Al-Qur’an berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab atau orang
yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami Al-Qur’an secara rinci.
Bahkan, para sahabat mengalami kesulitan untuk memahami kandungan Al-
Qur’an, kalau hanya mendengarkan dari Rasulullah SAW, karena untuk
memahami Al-Qur’an tidak cukup dengan kemampuan dan menguasai bahasa
Arab saja, tetapi lebih dari itu harus menguasai ilmu penunjang (ilmu alat).
Hasbi Ash-Shiddieqi menyatakan untuk dapat memahami Al-Qur’an
dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya sekalipun, diperlukan
sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut ‘ulum Al-Qur’an.
Dari keterangan di atas dapat penulis simpulkan bahwa ‘ulum Al-Qur’an
atau kita sebut juga “Study Al-Qur’an” merupakan ilmu yang sangat penting
untuk dimiliki oleh seseorang untuk bisa mengkaji lebih dalam lagi mengenai
ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Al-Qur’an itu?
2. Apakah pengertian dari Hadits Qudsi itu?
3. Apakah pengertian dari Hadits Nabawi itu?
4. Bagaimanakah perbedaan antara ketiganya?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui pengertian dari Hadits Qudsi.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Hadits Nabawi.
4. Untuk mengetahui perbedaan antara al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits
Nabawi

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Singkat Al-Qur’an
1. Definisi Al-Qur’an
Secara etimologi, para ulama’ berselisih pendapat tentang asal-usul
kata al-Qur’an. Di antaranya adalah menurut Manna’u Kholil al-Qotthon

bahwa kata al-Qur’an ‫ القرأن‬merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja

‫قرأان‬-‫قرأة‬-‫يقرأ‬-‫ قرأ‬yang berarti membaca/bacaan. Kata ‫ قرأان‬berwazan ‫فعالن‬

dan berarti ‫مفعول‬yakni ‫مقروء‬yang berarti “yang dibaca” 1. Pendapat

pertama ini diamini oleh Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani di dalam


kitab karangannya.2
Menurut al-Farra’ seorang ahli bahasa yang telah menulis kitab

ma’anil Qur’an, kata al-Qur’an berasal dari kata ,‫القرائن‬jamak dari ‫قرينة‬yang
berarti indikator (petunjuk). Oleh karena sebagian ayat-ayat al-Qur’an
serupa satu sama lain, sehingga seolah-olah sebagian ayat-ayatnya itu
merupakan indikator (petunjuk) dari yang dimaksud oleh ayat lain yang
serupa.3
Menurut al-Asy’ari, kata al-Qur’an berasal dari kata ‫قرن‬yang
berarti menggabungkan, sebab surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu telah
digabungkan jadi satu antara yang satu dengan yang lainnya. 4

1 Manna’ Kholil al-Qotthon, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000),
Hal. 14.
2 Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid I, (Beirut:
Darr al-Fikri, 1988), Hal. 14.
3 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), Hal. 2.
4 Ibid.

3
Menurut as-Zajjaj, kata al-Qur’an berasal dari kata ‫القرأ‬yang berarti
himpunan. Karena kenyataannya bahwa al-Qur’an telah menghimpun inti
Kitab-Kitab Suci terdahulu.5
Menurut as-Syafi’i, kata al-Qur’an bukan musytaq (bukan pecahan
dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf
hamzah di tengahnya). Ia merupakan nama yang diberikan oleh Allah
kepada kitab suci yang diturunkan kepada Muhammad SAW sebagaimana
penamaan Kitab Taurat, Zabur dan Injil. Dengan demikian, kata al-Qur’an
bukan merupakan kata bentukan (musytaq) dari kata tertentu. 6
Dari banyak pendapat para pakar di atas, penulis lebih sepakat
dengan pendapat Manna’u Kholil al-Qotthon dan Muhammad ‘Abdul

‘Adhim as-Zarqani , bahwa kata al-Qur’an ( )‫القرأن‬merupakan kata benda

(mashdar) dari kata kerja ‫قرأان‬-‫قرأة‬-‫يقرأ‬-‫قرأ‬yang berarti membaca/bacaan.

Kata ‫قرأان‬berwazan ‫فعالن‬dan berarti ‫مفعول‬yakni ‫مقروء‬yang berarti “yang

dibaca”. Jumhur ulama’ juga sepakat dengan pendapat ini. Dan ini juga
diperkuat dengan kenyataan bahwa al-Qur’an sendiri menggunakan kata

‫قرأ‬tanpa al ta’rif dengan arti bacaan. Misalnya dalam firman Allah:

)78( ٍ
‫مكنون‬ ٍ ‫) ىف‬77( ‫إنّه لَقرأن كرمي‬
‫كتاب‬
“Sesungguhnya (al-Qur’an ini) adalah bacaan yang sangat mulia,
pada kitab yang terpelihara”.7
Dan juga firman Allah:

)18( ‫) فإذا َقرأْ نَه فاتّبِ ْع ْقرأنه‬17( ‫إ ّن علينا مجْ َعه و قرأنَه‬

5 Ibid.
6 Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), Hal. 10.
7 Al-Qur’an, Surat al-Wâqi’ah: 77-78.

4
“sesungguhnya kami yang Ian mengumpulkannya (di dadamu) dan
membacakannya (17) apabila kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaan itu (18)8”.
Sedangkan pengertian al-Qur’an menurut istilah (terminologi), para
ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi, sesuai dengan segi
pandangan dan keahlian masing-masing. Berikut dicamtumkan beberapa
definisi al-Qur'an yang dikemukakan para ulama, antara lain9:
a. Menurut Imam Jalaluddin al-Suyuthy seorang ahli Tafsir dan Ilmu
Tafsir di dalam bukunya "Itmam al-Dirayah" menyebutkan: "Al-Qur'an
ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
untuk melemahkan pihak-pihak yang menantang nya, walaupun hanya
dengan satusurat saja dari padanya".
b. Muhammad Ali al-Shabuni menyebutkan pula sebagai berikut: "Al-
Qur'an adalah Kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantaraan malaikat Jibril a.s dan ditulis pada mushaf mushaf yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca
dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, yang dimulai dengan
surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.
c. As-Syekh Muhammad al-Khudhary Beik dalam bukunya "Ushul al-
Fiqh" "Al-Kitab itu ialah al Qur'an, yaitu firman Allah Swt. yang
berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk
dipahami isinya, untuk diingat selalu, yang disampaikan kepada kita
dengan jalan mutawatir, dan telah tertulis didalam suatu mushaf antara
kedua kulitnya dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas".
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukan di atas, maka unsur-
unsur terpenting yang dapat diambil dari hakikat al-Qur'an itu, adalah:

8 Al-Qur’an, Surat al-Qiyâmah: 17-18.


9 Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an, (Riau, CV. Asa Riau, 2016), Hal 4-9.

5
a. Al-Qur’an itu adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Dengan perantaraan Malaikat Jibril as.
b. Al-Qur’an itu diturunkan dalam bahasa Arab.
c. Al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Secara berangsur-
angsur, bertahap sedikit demi sedikit bukan sekaligus, sesuai dengan peristiwa
dan tuntutan baik bersifat individual atau sosial kemasyarakatan waktu itu.
d. Al-Qur’an itu disampaikan secara mutawatir, artinya diriwayatkan oleh orang
banyak, diterima dari orang banyak, disampaikan kepada orang banyak,
sehingga mustahil menurut akal sehat mereka yang menyampaikan maupun
yang menerimanya sepakat berdusta untuk menyampaikan sesuatu yang tidak
berasal dari Rasulullah Saw.
e. Al-Qur’an itu seluruhnya, bahkan setiap surat darinya adalah menjadi mu’jizat
(melemahkan pihak-pihak yang menantangnya), dan tidak seorangpun yang
dapat menandinginya.
f. Membaca Al-Quran merupakan suatu ibadah.
Dan masih banyak ada unsur dan sifat-sifat lain bagi al-Qur'an yang
tidak tercakup secara keseluruhan ke dalam definisi tersebut. Oleh karena itu,
dirasa sulit untuk menjumpai definisi-definisi lengkap yang mencakup
seluruh unsur-unsur terpenting bagi al-Qur'an tersebut.
2. Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Al-Qur’an
Allah Swt. menyebut kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dengan berbagai macam nama, di antara nama-nama lain Al-Qur’an yang popular di
kalangan umat Islam, yaitu10:
a. Al-Kitab (Yang tertulis).
b. Al-Furqon (Pembeda)
c. Adz-Dzikr (Pengingat)
d. At-Tanzil (Yang diturunkan)
e. Ar-Ruh (Jiwa/Wahyu)
f. Al-Balaghah (Penjelas)
g. Al-Basha’ir (Pedoman)
h. Al-Bayan (Penerang)

10 Muhammad Yasir & Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an, (Riau, CV. Asa Riau, 2016), Hal 10-
16.

6
i. An-Nur (Pelita)
j. Al-Huda (Petunjuk)
k. Al-Busyra (Kabar Gembira)
l. Ar-Rahmah (Karunia/Wujud Kasih Sayang)
m. Al-Mauidzoh (Nasehat)
n. Asy-Syifa’ (Obat)
o. Al-Burhan (Bukti/Kebenaran)
p. Al-Haq (Kebenaran)
Selain nama-nama tersebut, Alquran juga memiliki beberapa sifat, antara
lain11:
a. Al-Hakim (Yang Bijaksana)
b. Al-‘Aziz (Yang Kuat/Mulia/Berharga)
c. Al-Karim (Yang Mulia)
d. Al-Majid (Yang Tinggi)
e. Al-‘Adzim (Yang Agung)
f. Al-Basyir (Yang Memberi Kabar Gembira)
g. Al-Nadzir (Yang Mengancam)
3. Karakteristik Al-Qur’an
Salah satu aspek yang menjadikan al-Qur’an sebagai mukjizat yang
mengalahkan kitab-kitab lainnya adalah karakteristiknya yang mengagumkan
sepanjang zaman, Karakteristik al-Qur’an ini, sebagaimana diadopsi dari
Muhammad Chirzin, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian12.
Pertama, al-Qur'an merupakan sebuah totalitas, sebuah pencerminan yang beraneka
ragam dari realitas mutlak yang mengalami diversifikasi dan transfigurasi, agar
dapat dipahami oleh manusia.
Kedua, al-Qur'an mengandung berlapis lapis makna; multi makna; memiliki
'surplus makna'; mempunyai ruang lingkup dan jangkauan yang sangat luas.
Ketiga, al-Qur’an bukan Fenomena Instant. Al-Qur’an diwahyukan dalam
rentang waktu 23 tahun. Berangsur-angsurnya pewahyuan merupakan salah satu
rahasia dinamisme historis, sosial dan moralnya yang mengandung makna penting

11 Mahmud al-Dausary, Ragam Nama dan Sifat Al-Qur’an, ebook, www.alukah.net


12 ‘Muhammad Chirzin “Pengembangan Kajian Tafsir Perbandingan” dalam Jurnal Studi Ilmu-
Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 6, No. 1, Januari 2005 dari Frithjof Schuon, Memahami
Islam, Terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Pusaka, 1994, hlm. 65.

7
bagi keberhasilan misi Nabi Muhammad saw; menguatkan hati Nabi dan
memecahkan masalah yang muncul. Ayat-ayat al Qur'an berinteraksi dengan budaya
dan perkembangan masyarakat yang dijumpainya.13

B. Persamaan Dan Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits


Nabawi
1. Definisi Hadits Qudsi
Secara etimologi, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian).
Karena kata quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara
bahasa. Maka kata taqdîs berarti mensucikan Allah. Taqdîs sama dengan
tathhîr, dan taqaddasa sama dengan tathahhara (suci, bersih).14
Secara terminologi, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh Nabi
Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi
meriwayatkannya dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam
Allah.15 Jadi, Nabi itu adalah orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi
redaksi lafadznya dari nabi sendiri.
2. Definisi Hadits Nabawi

Secara etimologi, ‫حديث‬memiliki makna sebagai berikut16:‫جديد‬

a. yaitu baru, lawan dari . ‫قدمي‬jama’nya: .‫ ُح ُدث‬,‫ ُحداثء‬,‫ ِحداث‬Pernyataan


itu diamini oleh Ahmad Warson Munawwir dalam kamus al-Munawir kata

‫احلديث‬sama dengan ‫احلادث‬jamaknya ‫ ِحداث‬artinya sama dengan ‫اجلديد‬


yaitu baru17.

13 Tinggal Purwanto, Pengantar Studi Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta, Adab Press,2016). Hal 2-3.
14 Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet.
1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 25.
15 Ibid.
16 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), Hal. 1.
17 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, cet.
Ke 14, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). Hal. 242.

8
b. ‫قريب‬artinya, yang dekat, yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan: ‫حديث‬

= ِ
‫ابإلسالم‬ ‫األح ِد‬ ِ
ْ orang yang baru memeluk agama Islam. Jama’nya: ,‫حداث‬
. ‫ ُح ُدث‬,‫ُحداثء‬

c. ‫خبر‬yang berarti warta, seperti ungkapan: = ‫قال‬


ُ ْ‫َّث به و يُن‬
ُ ‫ما ُُيد‬sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Sama

maknanya dengan َ ‫ ِح ِّد‬dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah


.‫ث‬

SAW. Hadits yang bermakna ‫خبر‬ini diisytaq-kan dari ‫حتديث‬yang bermakna


ٍ
‫رواية‬atau =‫إخبار‬mengabarkan. Apabila dikatakan , ‫حبديث‬ ‫ح ّدثنا‬maka maknanya

adalah = ‫حديث‬
ٌ ‫خربان به‬
َ ‫أ‬dia mengabarkan suatu kabar kepada kami . Jamaknya
18

adalah .‫ أحادث‬,‫ ِحداثن‬,‫ ُحداثن‬Dan ‫أحادث‬inilah yang dipakai buat jamaknya

‫حديث‬
ٌ yang bermakna ‫خبر‬dari rasul.

Dan penulis lebih sepakat dengan ‫حديث‬


ٌ yang maknanya . ‫خرب‬Karena

hadits-hadits dari Rasulullah SAW sering dikatakan ‫ أحادث الرسول‬.Walaupun


sebagian ulama’ seperti al-Farra’ dan az-Zamakhsyary mengatakan bahwa

‫أحادث‬bukanlah jamaknya , ‫حديث‬


ٌ namun mereka mengatakan ‫أحادث‬adalah

isim jamak dari , ‫حديث‬


ٌ bukan jamaknya.

18 Yaitu: Sim dari al-Hadîts adalah tahdîts, yang artinya memberitahukan. Maka yang diberikan
itu dinamakan hadits. Ringkasnya, lafaz hadits bukan sifat musyabbahah, walaupun dia
sewazan dengan karîm.

9
Secara terminologi, hadits Nabawi adalah segala perbuatan, perkataan,
dan keizinan nabi Muhammad SAW19.
Menurut al-Qaththan, Hadits Nabawi adalah apa yang dibangsakan
kepada Nabi SAW dari hal perkataan, perbuatan, takrir, atau sifat 20.
Menurut para ulama’ pada umumnya, al-Hadits didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan,
perbuatan dan takrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum
beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya. Namun ulama’ usul fiqh membatasi
pengertian hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang
berkaitan dengan hukum. Sedangkan apabila mencakup pula perbuatan dan
takrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai
dengan al-Sunnah21.
Setelah menelaah definisi Hadits Nabawi menurut para pakar, penulis
mengambil simpulan bahwa Hadits Nabawi adalah segala yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
atau sifat beliau.
3. Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Qudsi, dan Hadits
Perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut:22
al-Qur’an Hadits Nabawi Hadits Qudsi
Makna dan lafalnya dari Makna dari pemahaman Makna dari Allah, namun
Allah Nabi terhadap Firman lafal dari Nabi sendiri
Allah, kata dan lafadznya
dari Nabi sendiri
Dinisbahkan hanya kepada Dinisbahkan kepada Diriwayatkan dengan
Allah Rasulullah disandarkan kepada Allah

19 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Hal.
26.
20 Mana’ul Qaththan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka Cipta,
1993), Hal. 16.
21 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994), Hal. 121.
22 Ibrahim Eldeeb, Be A Living Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009), Hal.
31.

10
Dinukil secara mutawatir Khabar ahad (ada kalanya Khabar ahad (ada kalanya
seluruhnya (kebenaran sahih, hasan, dhaif) sahih, hasan, dhaif)
mutlak)
Membacanya saja Membacanya saja belum Membacanya saja belum
merupakan ibadah ibadah ibadah
Boleh dibaca di waktu Tidak boleh dibaca di Tidak boleh dibaca di
sholat waktu sholat waktu sholat
Menyentuhnya harus Menyentuhnya tidak harus Menyentuhnya tidak harus
dalam keadaan suci (tidak dalam keadaan suci. dalam keadaan suci.
berhadats)
Menjadi Mu’jizat Bukan mu’jizat Bukan mu’jizat

Namun kendati demikian antara Alquran hadis qudsi dan hadits Nabawi
memiliki beberapa persamaan an1 sama-sama bersumber dari Allah dan sama-
sama boleh dijadikan sebagai hujjah, dan sama-sama merupakan sumber hukum
agama Islam.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Al-Qur’an adalah firman Allah yang berbahasa Arab yang diturunkan
Allah kepada nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril sekaligus
menjadi mukjizat baginya, yang turun secara berangsur-angsur kemudian
disampaikan secara mutawatir dan membacanya merupakan sebuah
ibadah.
2. Hadits Qudsi adalah Hadits yang mana oleh nabi Muhammad SAW
disandarkan kepada Allah SWT.
3. Hadits Nabawi adalah segala perbuatan dan perkataan, dan ketetapan nabi
Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum bagi kehidupan orang
mukallaf.
4. Alquran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi memiliki beberapa perbedaan
dalam beberapa aspek yaitu lafadz dan makna, penisbatan penyampaian,
status sebagai mukjizat dan ibadah kemungkinan untuk dibaca saat salat,
dan keharusan suci dalam menyentuhnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani. Muhammad, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an


Jilid I, (Beirut: Darr al-Fikri, 1988)
Al-Dausary. Mahmud, Ragam Nama dan Sifat Al-Qur’an, ebook, www.alukah.net
Al-Qaththan. Manna’, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-
Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006)
As-Shalih. Subhi, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991)
Chirzin. Muhammad “Pengembangan Kajian Tafsir Perbandingan” dalam Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, Vol. 6, No. 1, Januari 2005 dari Frithjof
Schuon, Memahami Islam, Terj. Anas Mahyuddin, Bandung: Pusaka, 1994
Hasbi Ash Shiddieqy. Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999)
Ibrahim Eldeeb, Be A Living Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati,
2009)
Kencana Syafi’ie. Inu, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994)
Kholil al-Qotthon. Manna’, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000).
Purwanto. Tinggal, Pengantar Studi Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta, Adab
Press,2016)
Qaththan. Mana’ul, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT.
Rinieka Cipta, 1993)
Quraish Shihab. Muhammad, Membumikan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994),
Hal. 121.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011)
Warson Munawwir. Ahmad, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
edisi kedua, cet. Ke 14, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
Yasir. Muhammad & Jamaruddin. Ade, Studi Al-Qur’an, (Riau, CV. Asa Riau,
2016)

13

Anda mungkin juga menyukai