Penyusun
DAFTAR ISI
PENGANTAR………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………….
BAB I LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Singkat Tentang Pujangga baru……………………………….
2.2 Ciri-ciri Pujangga Baru……………………………………………………….
2.3 Sejarah Sastra………………………………………………………….
2.4 Sejarah Sastra Indonesia Periode 1933-1942…………………………
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Peristiwa Sastra Periode 1933-1942……………………………………
3.2 Karya Sastra dan Pengarang Periode 1933-1942………………………
3.3 Karakteristik Karya Sastra Periode 1933-1942………………………..
3.3.1Puisi……………………………………………………………...
3.3.2 Prosa Fiksi……………………………………………………….
3.3.3 Drama……………………………………………………………
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada awal abad kedua puluh, suku-suku asli negara Hindia Belanda – sekarang
Indonesia – mulai merasakan semangat nasional, yang akhirnya dirumuskan dalam Sumpah
Pemuda pada tahun 1928. Kelompok-kelompok ini mendirikan pelbagai partai politik yang
mencerminkan idelogi mereka, termasuk Partai Komunis Indonesia dan Partai Nasional
Indonesia. Majalah-majalah terbitan kelompok pemuda Jong Java dan Jong Sumatranen Bond
mengajukan negara modern yang bebas dari sistem feodalisme tradisional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peristiwa sastra periode 1933 – 1942?
2. Bagaimana karya sastra dan pengarang periode 1933 – 1942?
3. Bagaimana karakteristik karya sastra periode 1933 – 1942, dari segi:
1) Puisi
2) Prosa Fiksi
3) Drama
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, kami menetapkan tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Ingin mengetahui peristiwa sastra pada periode 1933 – 1942.
2. Ingin mengetahui karya sastra dan pengarang periode 1933 – 1942.
3. Ingin mengetahui karakteristik karya sastra periode 1933 – 1942, dari segi:
1) Puisi
2) Prosa Fiksi
3) Drama
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang
menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis.
Ciri perkembangan puisi pada angkatan pujangga baru adalah
1) Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,
2) Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah
yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,
3) Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari
bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,
4) Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,
5) Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan
6) Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu :
1) Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi,
2) Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata,
maupun rima,
3) Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama,
4) Bahasa kiasan utama ialah perbandingan,
5) Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah,
6) Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu,
7) Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram.
Sementa itu menurut Herman J. Waluyo (2010 : 64) mengatakan bahwa ciri-ciri puisi Pujangga
Baru antara lain:
1) Bentuk atau struktur puisinya mengikuti bentuk atu struktur puisi baru seperti sonata,
distichon, tersina, oktaf, dan sebagianya.
2) Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah, seperti dewangga, nan,
kelam, mentari, nian, kendil, nirmala, beta, pualam, manikam, boneda dan seterusnya.
3) Kiasan yang banyak dipergunakan adalah gaya bahasa perbandingan.
4) Bentuk dan struktur larik-lariknya adalah simetris. Tiap larik biasanya terdiri atas dua
periode. Hal ini pengaruh puisi lama.
5) Gaya ekspresi aliran romantic Nampak dalam pengucapan perasaan, pelukisan alam yang
indah tentram damai, dan keindahan lainnya.
6) Gaya puisinya diafan dan polos, sangat jelas dan lambang-lambangnya yang umum
digunakan.
7) Rima (persajakan) dijadikan sarana kepuitisan.
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Puisi Amir Hamzah diatas mengisahkan tentang pertemuan dua orang kekasih yang telah
lama terpisah, yaitu antara aku dengan kekasihnya, yaitu Tuhan. Puisi ini banyak menggunakan
bahasa symbol yang berkonotasi positif, seperti kandil, pelita, dan dara. Selain itu banyak juga
digunakan kata-kata berkonotasi negatif, seperti kikis, hilang, cemburu, ganas, cakar, lepas,
nanar, sasar, sunyi.
2. Puisi J.E. Tatengkeng
Anakku
Engkau datang menghintai hidup,
Engkau datang menunjukkan muka.
Tetapi sekejap matamu kaututup,
Melihat terang anakanda tak suka.
Didalam novel tersebut STA menggambarkan kehidupan wanita di masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang atau bisa gender disebut sebagai Wanita Modern seperti
Takdir menggambarakan pada karakter Tuti. Di dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama;
Tuti dan Maria. Tuti adalah seorang yang berbakat pintar/ cerdas, seorang wanita yang kuat,
pekerja keras, mandiri dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang
menuntut kesamaan hak. Maria adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada
orang lain, wanita yang kolot.
Dari kedua novel diatas, dapat ditemukan bahwa Armijn Pane dan STA memiliki perbedaan
dalam pengangkatan tema. Armijn lebih kepada kehidupan masyarakat sehari-hari, sementara
STA lebih kepada emansipasi wanita.
3. Drama
Sinopsis drama Ken Arok dan Ken Dedes
Ken Arok adalah seorang pemimpin rampok yang ditakuti oleh rakyat kediri. Ken Arok dan
kelompoknya sering merampok penduduk atau siapa saja yang berada di Kediri. Kelompok ini
terkenal sangat kejam bahkan tidak segan-segan membunuh orang yang dirampoknya. Hasil
rampok dibagi-bagikan pada anak buahnya dan digunakan untuk bersenang-senang dan berjudi.
Sebagai raja Kediri, Kertajaya tidak bisa tinggal diam. Ia sudah berkali-kali mengirim
prajuritnya untuk menangkap Ken Arok dan kelompoknya. Akan tetapi usahanya gagal, karena
kelompok Ken Arok sangat tangguh. Sebagai jalan keluarnya, akhirnya Kertajaya mengutus para
pendeta untuk menemui Ken Arok berharap semoga para pendeta berhasil membujuknya
kembali ke jalan yang benar.
Sebelum para pendeta yang diutus pergi menemui Ken Arok, terlebih dahulu merekan singgah di
Tumapel. Tumapel ini berada di bawah kekuasaan Kediri. Mereka menemui Akuwu Tumapel
yaitu Tunggul Ametung untuk membicarakan masalah tersebut. Tunggul Ametung mendukung
usul rajanya. Para pendeta yang diutus pun pergi menemui Ken Arok di hutan karena memang
tempat Ken Arok adalah di sana. Ken Arok mau menerima usul dari pendeta akan tetapi dengan
satu syarat dirinya harus dijadikan pengawal Akuwu Tumapel.
Singkat cerita Ken Arok telah menjadi pengawal Tumapel beserta kelompoknya. Di balik semua
itu rupanya Ken Arok punya rencana lain yaitu membunuh Tunggul Ametung karena Ken Arok
ingin menguasai daerah tersebut sekaligus ingin memiliki Ken Dedes, istri Tunggul Ametung
yang memang sangat cantik. Dengan menghalalkan segala cara akhirnya Ken Arok berhasil
menyingkirkan Akuwu Tumapel bahkan Empu Gandring seorang pandai keris pun menjadi
korbannya karena Empu Gandring belum menyelesaikan keris pesanannya.
Tak lama kemudian Ken Arok dapat menguasai Tumapel dan dia menjadi raja sekaligus
memperistri Ken Dedes walaupun secara paksa. Nama Tumapel diganti dengan Singasari. Berita
tentang kematian Tunggul Ametung telah sampai ke Kediri. Kini yang menjadi raja ialah Ken
Arok dan Ken Arok ingin menguasai Kediri. Menurut salah satu pendeta, Kertajaya tidak pernah
takut pada siapa pun kecuali pada Betara guru. Hal ini dimanfaatkan oleh Ken Arok. Ken Arok
meminta pendeta lohgawe untuk mengangkatnya menjadi Betara Guru. Ken Arok berencana
akan menyerang kediri. Berita tersebut telah didengar oleh Kertajaya. Apalagi setelah tahu yang
akan menyerang wilayahnya adalah Betara Guru, maka tanpa diduga Kertajaya menghunuskan
kerisnya pada dirinya sendiri.
Delapan belas tahun berlalu, Kerajaan Singasari meluas. Banyak tempat judi, mabuk-mabukan
dan berpoya-poya. Sementara Ken Dedes tidak bisa berbuat apa-apa. Ken Dedes memiliki putera
empat, putera pertama adalah Anusapati, anak dari Tunggul Ametung, kemudian anak dari Ken
Arok tiga orang yaitu Wong Ateleng, Panji Saprang, dan Agnibaya. Anusapati kini sudah remaja
dan berada bersama kakeknya di Panawijen untuk menuntut ilmu. Anusapati mengetahui kalau
dirinya bukan anak kandung Ken Arok dan Anusapati pun telah tahu bahwa ayah kandungnya
Tunggul Ametung yang telah dibunuh oleh Ken Arok.
Semasa Pemerintahan Ken Arok, banyak rakyat menderita. Anusapati tak dapat membiarkan itu.
Anusapati bersama orang-orang yang tertindas berontak dan berencana akan membunuh Ken
Arok. Dan siang harinya ketika pesta sedang berlangsung di Keraton Singasari, tanpa diduga
Anusapati telah berhasil membunuh Ken Arok dengan bantuan orang desa. Akhirnya Anusapati
naik tahta. Dia mengganti Ken Arok menjadi raja Singasari.
Drama ini lebih banyak menampilkan latar kerajaan. Ceritanya sendiri seputar kerajaan
walaupun walaupun diselingi latar hutan belantara sebagai tempat Ken Arok sebelum menjadi
raja. Latar yang diambil adalah kerajaan Jawa maka otomatis budaya yang ditampilkan adalah
budaya Jawa dengan mengangkat kesenian Jawa pula seperti seni gamelan yang mendukung
suasana kerajaan.
Bahasa yang digunakan ialah bahasa percakapan sehari-hari. Tidak menggunakan bahasa
melayu. Setiap tokoh memiliki ciri khas bahasanya seperti untuk tokoh Ken Arok memiliki
contoh bahasa pertentangan karena cenderung sebagai tokoh antagonis dan berwatak
pembangkang. Berbeda dengan tokoh pendeta lohgawe, yang menggunakan bahasa penegasan
karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang berpikiran dan berpandangan serius dan mungkin
sekali penuh idealis.
BAB 1V
PENUTUP
KESIMPULAN
Peristiwa sastra periode 1933-1942 yaitu tentang lahirnya majalah pujangga baru, dan
adanya polemikdiantara kaum muda dan kaum tua. Polemik golongan pujangga baru dengan
kaum tua itu tidak hanya mengenai bahsa saja, karena gerakan pujangga baru bukanlah hanya
gerakan bahasa dan sastra belaka, tetapi juga mengenai kebudayaan, pendidikan, pandangan
hidup dan kemasyarakatan. Sutan takdir yang pro-Barat dan mengatakan bahwa hanya dengan
jalan mengeruk ilmu dan roh barat sepuas-puasnya sejalan kita dapat mengimbangi bangsa
Barat. Ia berharap dengan Dr. soetomo, Ki Hadjar Dewantara, dan lain-lain yang hendak
F..DFFR,,Rmempertahankan tradisionalisme yang dianggap sebagai kepribadian bangsa. Sanusi
pane juga turut aktif dalam polemic-polemik itu dan akhirnya menatakan bahwa baginya
manusia (Indonesia) baru haruslah merupakan campur antara faust (yang dianggap mewkili roh
kepribadian barat) dengan arjuna (sebagai wakil roh kepribadian timur). Sikap ini dinyatakan
dalam dramanya yang berujudul manusia baru (1940). Sebelumnya sanusi pane dikenal sebaai
orang yang sangat mempetahankan Timur dalam menghadapi Sutan Takdir Alisjahbana.
2. Karya sastra dan pengarang periode 1933-1942, yaitu:
a. Sutan Takdir Allisjahbana, karya-karyanya:
a) Dian yang tak kunjung padam (1932)
b) Layar terkembang (1936)
c) Anak perawan di sarang penyamun (1941).
b. Armijn Pane, karya-karyanya:
a) Belenggu (1940)
b) Jiwa berjiwa (1939).
c. Amir Hamzah, karya-karyanya:
a) Nyanyi Sunyi (1937)
b) Buah rindu (1941)
c) Setanggi timur (1939)
d. J.E. Tatengkeng, karya-karyanya:
a) Rindu dendam (1934)
3. Karakteristik karya sastra periode 1933-1942, yaitu:
a. Puisi
Dari puisi karya Amir Hamzah dan J.E Tatengkeng, dapat disimpulkan bahwa keduanya
memiliki persamaan dalam memilih tema. Yaitu tentang Tuhan. Tetapi puisi Amir Hamzah lebih
bertemakan kepada kepasrahan seorang hamba terhadap Tuhannya, sementara dari puisi J.E
Tatengkeng lebih bertemakan tentang seorang Ayah yang mengikhlaskan anaknya diambil lagi
oleh Tuhan.
b. Prosa Fiksi
Dari novel Belenggu (Armijn Pane) dan Layar terkembang (STA) terdapat perbedaan mengenai
pemilihan tema. Tema yang diambil oleh Armijn yaitu lebih kepada kehidupan masyarakat
sehari-hari. Sementara STA memilih tema tentang emansipasi wanita.
c. Drama
Drama Ken Arok dan Ken Dedes berceritakan tentang kerajaan di Jawa. Sehingga latar dan
bahasa yang digunakan dalam naskah drama tersebut tidak terlepas dari unsur jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, Sutan Takdir. (1999). Layar Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka.
Foulcher, Keith. (1991). Pujangga Baru. Jakarta: Girimukti Pusaka.
Hamzah, Amir. (2008). Nyanyi Sunyi. Jakarta: Dian Rakyat.
Jaelani, Asep Jejen. (2013). Sejarah Sastra Indonesia. Kuningan: PBSI FKIP UNIKU.
Pane, Armijin. (2010). Belenggu, Jakarta : Dian Rakyat
Pradopo, Rachmat djoko. (2011). Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Rosidi, Ajip. (2000). Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Putra Abardin.
Sugiantomas, Aan. (2011). Langkah Awal Menuju Apresiasi Sastra Indonesia. Kuningan: PBSI
FKIP UNIKU.
Sugiantomas, Aan. (2012). Kajian Prosa Fiksi dan Drama. Kuningan: PBSI FKIP Kuningan:
PBSI FKIP UNIKU.