Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan


dengan Kasus Kolestitis di RSUD Prof Dr H.M.Anwar
Makkatutu Kab.Bantaeng

Oleh

Emi Sri Wahyuni,S.Kep

D2109004

PRECEPTOR INSTITUSI PRECEPTOR


LAHAN

(………………………….) (…………………….)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2021/2022
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Bedah Sistem
Pencernaan dengan Kasus Kolestitis pada Tn. S
di RSUD Prof Dr H.M.Anwar Makkatutu
Kab.Bantaeng

Oleh

Emi Sri Wahyuni,S.Kep

D2109004

PRECEPTOR INSTITUSI PRECEPTOR


LAHAN

(………………………….) (…………………….)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2021/2022
BAB 1
Tinjauan teori

A. DEFINISI
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
panasbadan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu,
biasanyamerupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus,
yang secaratiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu,yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam
dan hebat.

Klasifikasi :
a. Kolesistitis Kalkulus
Adalah batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu akan
menimbulkan suatu reaksi kimia, terjadi otolisis serta edema dan pembuluh
darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya
terrganggu. Sebagai konsekwensinya dapat terjadi gangren pada kandung
empedu disertai perforasi.
b. Kolesistitis Akalkulus
Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh batu
empedu. Kolesistitis Akalkulus timbul sesudah tindakan bedah  mayor,
trauma berat atau luka bakar. Faktor lain yang berkaitan dengan tipe ini
mencakup : obstruksi duktus sistikus akibat torsi, infeksi primer bakterial
pada kandung empedu, dan transfusi darah yang dilakukan berkali-kali.
Kolesistitis akalkukus terjadi akibat perubahan cairan  dan elektrolit serta
aliran darah regional dalam sirkulasi viceral. (Bruner & Suddarth, 1996).

B. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di
kalangan orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik,
cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan
Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun .
4. Kegemukan (obesitas).
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
7. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
8. Hiperlipidemia
9. Diet tinggi lemak dan rendah serat
10. Pengosongan lambung yang memanjang
11. Nutrisi intravena jangka lama
12. Dismotilitas kandung empedu
13. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
14. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu)

C.     ETIOLOGI

1. Statis cairan empedu


2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
reaksi supurasi dan inflamasi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh,
distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien
konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :


1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
2. Pasien akan menderita panas,
3. teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau
bahu kanan ,
4. rasa nyeri disertai mual dan muntah, dan akan bertambah hebat dalam waktu
beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar.
5. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman,
nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
6. Adanya nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi
dalam.
7. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran
getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah
empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit
dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.
8. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat
karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
9. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.

E. PATOFISIOLOGI

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan


empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir
kekandung empedu pada saat 
katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan
denganmengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh
peningkatan konsentrasi
zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur
tersebut.  Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu,stasisempedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:

 Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang


tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan
ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema
kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik
menjadi kolesistektomi terbuka.
 Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum
terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
 Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan
adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil
gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering
pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya
insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi
darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet

a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus,


NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak,
nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu
radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.
Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil
untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi
getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan
larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu
terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan
suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam
kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan
langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan
melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini
menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu
empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah
batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan
oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan
elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air
atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap,
pecahannya akan bergerak  perlahan secara spontan  dari kandung
empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau
dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur keluar  lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka
tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus.
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera
makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24
sampai 48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
A. 1 Pengkajian pasien Pre operasi meliputi :
1. Identitas klien/pasien
2. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Gelisah.

3. Sirkulasi
Tanda          : Takikardia, berkeringat.

4. Eliminasi
Gejala          : Perubahan warna urin dan feses.
Tanda           : Distensi abdomen, Teraba massa pada kuadran kanan atas,
Urine gelao, pekat, Feses warna tanah liat, steatorea.

5. Makanan/ cairan
Gejala          : Anoreksia, mual/muntah, Tidak toleran terhadap lemak dan
makanan “pembuat gas”; regurgitas berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda           : Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

6. Nyeri/ kenyamanan
Gejala  :  Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba – tiba dan biasanya memuncak dalam 30
menit.
Tanda           :  Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan ; tanda Murphy positif.
7. Pernapasan
Tanda          : Peningkatan frekuensi pernapasan.
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.
8. Keamanan
Tanda          : Demam,menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (puritus).
Kecendrungan perdarahan (kekurangan Vitamin K).

9. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala        : Kecenderungan keluarga untuk terjadi bata empedu.
Adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit
inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan  : DRG menunjukkan rata – rata lama dirawat 3 – 4 hari.
Rencana pemulangan     : Memerlukan dukungandalam perubahan diet/
penurunan berat badan.
A. 2 Pengkajian pasien Post operasi meliputi :

1. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga
tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic
(efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang
melelahkan ; demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium
Darah lengkap : lekositosis sedang ( akut), Bilirubin dan amilase serum
meningkat, enzim hati serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak
meningkat, alkali fosfat dan 5-nukleuttidase : ditandai peningkatan obstruksi
bilier.
Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorbsi vitamin K.

2) USG
Menyatakan kalkuli, dan distensi  kandung empedu dan atau duktus empedu.

3) Kolangiopankreatografi Retrograd Endoscopik


Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus
melalui doedonum.

4) Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus


Pembedaan gambaran dengan fluroskopi antara penyakit kandung empedu
dan kanker pangkreas (bila ikterik ada)

5) Kolesistogram (untuk kolesistitis kronis)


Menyatakan batu pada sistim empedu. Catatan : kontra indikasi [pada
kolesistitis karena pasien lemah untuk menelan zat lewat mulut)

6) CT scan
Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu dan
membedakan antara ikterik obstruksi/non obstruksi

7) Scan Hati (dengan zat radio aktif)


Menunjukkan obstruksi perrcabangan bilier.

8) Foto abdomen (multiposisi)


Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikassi
dinding atau pembesaran kandung empedu.

9) Foto  Dada :
Menunjukkan pernafasan yang menyebabkan nyeri
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Diagnosa Pre Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi,
iskemia jaringan/nekrosis.
2. Resiko tinggi Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan, muntah,
distensi dan hipermotilitas gaster.
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
obstruksi aliran empedu, mual, muntah
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan informasi yang tidak adekuat.

B. Diagnosa Post Operasi :

1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,


ketidakseimbangan
perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya
penggunaan
obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya
stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan
pembatasan
pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

D. INTERVENSI (RENCANA, TUJUAN, KRITERIA


HASIL)

A. INTERVENSI DIAGNOSA PRE OPERASI :

1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus,


proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

 Tujuan : klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang, Nyeri terkontrol


dan teradaptasi. Klien dapat mengkompensasi nyeri dengan baik.
 Kriteria hasil :
a) skala nyeri mengalami penurunan (Skala nyeri 0-4),
b) tanda vital dalam batas normal,
c) klien tampak tenang
d) pasien akan menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas distraksi.
Intervensi Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus,
proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala1-10) dan karakteristik nyeri


(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : Membedakan penyebab nyeri dan memberikan informassi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan
intervensi.

2. Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menun
jukkan terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut

3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.


Rasional : Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra
abdomen namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri
secara alamiah.

4. Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,


latihan nafas dalam.
Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan koping.

5. Kolaborasi :
a. Pertahankan status puasa, pasang NGT dan penghisapan NG sesuai
dengan indikasi.
Rasional : Membuang sekret gaster yang merangsang pengeluaran
kolesistokinin dan erangsang kontraksi kandung empedu.
b. Berikan obat sesuai indikasi : anti biotik, anti kolinergik, sedatif seperti
phenobarbital, narkotik seperti meperidin hidoklorida.
Rasional : Anti biotik mengobati proses infeksi. Antikolinergik
menghilangkanspasme/kontraksi otot halus dan membantu
menghilangkan nyeri. Sedatif meningkatkan istirahat dan relaksasi otot.
Narkotikmenurunkan nyeri hebat.

2. Diagnosa : Resiko tinggi Kekurangan volume cairan  berhubungan


dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

 Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat


 Kriteria hasil :
a) Tanda vital dalam batas normal,
b) mukosa membran lembab,
c) turgor kulit baik,
d) pengisian kapiler baik,
e) Eliminasi urin normal,
f) tidak ada muntah.
Intervensi Dx 2: Resiko tinggi Kekurangan volume cairan  berhubungan
dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

1. Observasi intake dan output, kaji menbran mukosa, observasi tanda-tanda


vital
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan
kebutuhan penggantian.

2. Observasi tanda-tanda berlanjutnya mual dan miuntah, kram abdomen,


kelemahan, kejang ringan, tacikardi, hipoaktif,  bising usus lemah atau tidak
ada, depresi pernafasan.
Rasional : Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan
pemasukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan klorida.

3. Ciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman dan tidak berbau.


Rasional : Menurunkan ragsangan pada pusat syaraf.

4. Lakukan Oral hygiene


Rasional : Menurunkan kekeringan membran mukosa dan menurunkan resiko
perdarahan.

5. Kaji perdarahan yang tidak biasanya seperti perdarahan terus menerus pada


lokasi injeksi, epitaksis, perdarahan gusi, ptekie, hematemesis, melena
Rasional : Protombim darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila
aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko perdarahan.

6. Kolaborasi :
a. Pasang NGT, hubungkan ke penghisapan dan pertahankan patensi sesuai
indikasi Antiemetik.
Rasional : Menurunkan sekresi dan motilitas gaster dan Menurunkan
sekresi dan motilitas gaster
b. Kaji ulang pemeriksaan lab seperti Ht/Hb, elektrolit, FH
Rasional : Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikassi
defisit dan mempengaruhi pilihan intervensi atau penggantian/koreksi
c. Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.
3. Diagnosa : Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah.

 Tujuan : Klien memenuhi kebutuhan nutrisi harian sesuai


dengan tingkat aktivitas dan kebutuhan metabolik
 Kriteria hasil :
a) Klien dapat menjelaskan tentangpentingnyanutrisi bagi klien.
b) Bebasdari tanda mal nutrisi
c) Mempertahankan berat badan stabil
d) Nilai laboratorium normal (Hb,Albumin)

Intervensi Dx 3: Resiko tinggi Kekurangan volume cairan  berhubungan


dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster.

1. Berikan perawatan oral teratur


Rasional : Perawatan oraldapat mencegah ketidaknyamanan karena mulut
kering, bibir pecah dan bau tidak sedap yang dapat menurunkan nafsu makan
klien

2. Catat berat badan saat masuk dan bandingkan dengan saat berikutnya.


Rasional :Berat badan merupakan data yang diperlukan perawat untuk
mengevaluasi perkembangan terapi nutrisi klien sehingga perawat dapat
menyesuaikan terhadap kebutuhan intervensi.
3. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.
Rasional : Menunjukkan ketidak nyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan, nyeri.

4. Pemeriksaan laboratorium/Hb- Ht-elektrolit-Albumin.


Rasional : Nilai laboratorium merupakan data yang diperlukan perawat untuk
mengevaluasi keberhasilan atau keefektifan intervensi sehingga
perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai bagi klien.

5. Jelaskan tentang pengontrolan dan pemberian konsumsi karbohidrat, lemak


(makanan rendah lemak dapat mencegah serangan pada klien dengan
kolelitiasis dan kolesistitis), protein, vitamin, mineral dan cairan yang adekuat.
Rasional : Pendidikan padaklien perlu dilakukan agar klien mengerti dan
paham tentang intervensi yang dilakukan perawat sehingga diharapkan klien
dapat bersikap adaptif.

6. Anjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan


gas Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian
dan jenis makanan yang sesuai bagi klien.
Rasional : Pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu
dan nyeri Ahli gizi dapat menghitung kalori yang dibutuhkan klien menurut
aktivitas yang dilakukan klien, sehingga diharapakan jumlah asupan
kalori yang dikonsumsi kliendapat memenuhi kebutuhan harian,
tidak kekurangan dan tidak berlebihan.

7. Anjurkan klien istirahat sebelum makan,Tawarkan makan sedikit namun


sering.
Rasional : Kondisi tegang dapat menurunkan nafsu makan klien,
istirahat dapat mengurangi ketegangan klien sehingga dapat membantu klien
dalam meningkatkan nafsu makan. Makan terlalu banyak dalam satu
waktu dapat menyebabkan distensi lambung yang berakibat
ketidaknyamanan bagi klien sehingga nafsu makan klien makin menurun.

8. Batasi asupan cairan saat makan


Rasional : Asupan cairan berlebih saat makan menyebabkan distensi lambung
yang mengakibatkan ketidaknyamanan.

9. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.


Rasional : Makanan yang sudah dingin menyebabkan rasa yang kurang
menyenangkan bagi klien sehingga menurunkan nafsu makan klien.

10 Kolaborasi dalam pemberian cairan IV


Rasional : Cairan glukosa IV dapat diberikan apabila pasien benar-
benar tidak mendapatkan asupan per-oral, cairan glukosa IV juga dapat
menyediakan kalori bagi klien sehingga klien tidak mengalami
kekurangan nutrisi.

4. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan


pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.

 Tujuan : Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit,


pengobatan
 Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Intervensi Dx 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat.

1. Beri penjelasan/alasan pemeriksaan dan persiapannya


Rasional : Informasi dapat menurunkan cemas dan rangsang simpatis.

2. Kaji ulang program terapi dan kemungkinan efek samping


Rasional : Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang
terjadinya diare/kram selama terapi senidiol dapat dihubungkan dengan
dosis/dapat diperbaiki. Catatan : wanita yang melahirkan harus
dikonsultasikan tentang KB untuk mencegahkehamilandan resiko kerusakan
hepatik fetal.
3. Kaji ulang proses penyakit/prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan.
Dorong pertanyaan, ekspresi masalah.
Rasional : Memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan  cemas
dan tingkatkan penyembuhan.

4. Diskusikan penurunan berat badan bila diindikasikan.


Rasional : Kegemukan adalah faktor resiko yang berhubungan dengan
kolelitiasis, dan penurunan BB menguntungkan dalam manajemen medik
terhadaap kondisi kronik.
5. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan tinggi lemak (mentega,
gorengan, kacang, susu segar, es krim, minuman karbonat) dan zat iritan
gaster (pedas, kafein, sitrun).
Rasional : Mencegah terulangnya serangan kandung empedu.
6. Anjurkan istirahat pada posisi semi fowler setelah makan.
Rasional : Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses
pencernaan awal.
7. Anjurkan pasien mengunyah permen karet, menghisap permen atau merokok.
Rasional : Meningkatkan pembentukan gas, yang dapat meningkatkan
distensi dan ketidaknyamanan gaster.

8. Diskusikan menghindari produk yang mengandung aspirin, meniup lewat


hidung keras-keras, gerakan tegang pada usus, olah raga kontak, anjurkan
menggunakan sikat gigi halus, pencukur elektrik.
Rasional : Menurunkan resiko perdarahan sehubungan dengan perubahab
waktu koagulasi, iritasi mukosa, dan trauma.
B. INTERVENSI DIAGNOSA POST OPERASI :

1. Diagnosa : Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan


neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan
ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

 Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari


sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya
 Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
Intervensi Dx 1: Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan
neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif,
peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

1. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi


rahang,
aliran udara faringeal oral.
Rasional : mencegah obstruksi jalan napas.
2. Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.
Rasional : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh
mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
3. Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu
pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
warna kulit, dan aliran udara.
Rasional : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga
upaya
memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan
dan jenis pembedahan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya
aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
5. Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan
lanjutkan
pada periode pascaoperasi.
Rasional : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan
sekresi,
meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk
membantu
mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
6. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
Rasional : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus
dalam 
tenggorok atau trakhea.
7. Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan
oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan
mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi.

2. Diagnosa : Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan


kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan
terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ;
stress fisiologis.

 Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran


 Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari
sumber
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi Dx 2: Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia ;
lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus
sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.

1. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari


pengaruh
anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
Rasional : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan
jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.

2. Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak,
sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
Rasional : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun
sensori
pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.

3. Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.


Rasional : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal
yang
bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya
prosedur
dilakukan.

4. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
Rasional : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah
terjadinya
cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
masa disorientasi.

5. Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
kepatenannya.
Rasional : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi
bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau
tertekuk.

6. Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.


Rasional : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika
terjadi
disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

3. Diagnosa : Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap


berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral,
hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas
pembuluh darah.
 Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat
 Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa
lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).

Intervensi Dx 3: Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap


berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan
tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra
operasi.
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi.

2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang


dilakukan.
Rasional : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha
prosedur pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan
mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

3. Pantau tanda-tanda vital


Rasional : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan
kekurangan cairan

4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan


pernapasan
dan jenis pembedahan.
Rasional : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya
aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus
paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

5. Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
Rasional : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi.

6. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.


Rasional : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.

7. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma


ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat
waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, 
misalnya ketidak seimbangan.

4. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit,


jaringan dan integritas otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran
dan selang.

 Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
 Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan
melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.

Intervensi Dx 4: Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit,


jaringan dan integritas otot, trauma muskuloskletal,
munculnya saluran dan selang.

1. Evaluasi nyeri seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan


intensiitas (0-10).
Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.

2. Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan


persiapan untuk prosedur.
Rasional : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan
inadekuat
misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan
rasa sakit.
3. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
4. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
Rasional : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
5. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.
Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi
semi – Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot
pungguung
artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
6. Observasi efek analgetik.
Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
7. Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
Rasional : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki,
menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M., & Nancy r R. Ahern. (2013). BUKU SAKU DIAGNOSA
KEPERAWATAN DIAGNOSA NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL
NOC, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai