Anda di halaman 1dari 24

ASMAL (PERUMPAMAAN) DAN AQSAM (SUMPAH)

DALAM AL-QUR’AN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Individu/Kelompok

MATA KULIAH STUDI AL-QURAN

Dosen Pengampu: Sopyan, S.Ag., M.Ag

Widya Kusma Ningsih (12010723376)

Lely Gustina (12010726204)

Faisal (12010714036)

KELAS C SEMESTER 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKANKIMIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2021 M/1442 H

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas nikmat yang telah Allah SWT limpah
kan kepada kita semua sehingga penyusun bisa menyelesaikan susunan makalah
ini hingga selesai dan pembaca bisa membaca pembahasan yang telah di sajikan
di dalam makalah yang berjudul “Amsal (perumpamaan) dan Aqsam (sumpah)
dalam Al-Qur’an ”. Shalawat serta salam tidak lupa kita hadiah untuk junjungan
alam yakni Nabi Muhammad SAW. Karna atas jasa Beliau kita menjadi muslim
dan muslimin yang mengenal pengetahuan akan Al-qur‟an, Keesaan Allah,
akhlak yang baik dan lain sebagai nya.
Penyusun menyadari bahwa susunan dan isi dari makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharap kritik dan saran yang
membangun dari seluruh pembaca makalah ini. Sehingga penyusun bisa
menampilkan susunan yang sangat baik dan layak untuk di jadikan sebagai
penambah wawasan untuk teman teman yang membaca nya.
Akhir kata, Penyusun mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pihak pihak yang membaca nya.

Pekanbaru, 15 Juli 2021

Tim Penyusun

II
Contents
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
1. Latar belakang.............................................................................................1
2. Rumusan Masalah.......................................................................................2
3. Tujuan Pembahasan.....................................................................................2
BAB II..................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................3
ASMAL (PERUMPAMAAN) dalam Al-Qur’an.................................................3
1. Pengerian Amsal (Perumpamaan)...............................................................3
2. Unsur Perumpamaan dalam Al-Qur’an.......................................................5
3. Macam-macam Perupamaan dalam Al-Qur’an...........................................5
4. Karakteristik Perumpamaan dalam Al-Qur’an............................................8
5. Signiifikasi Perumpamaan dalam Al-Qur’an..............................................8
AQSAM (SUMPAH) DALAM AL-QUR’AN.....................................................9
1. Pengertian Aqsam (Sumpah) Al-Qur’an........................................................9
2. Unsur Aqsam (Sumpah) dalam Al-Qur’an...................................................10
3. Redaksi Sumpah Dalam Al-Qur’an..............................................................11
4. Ragam Sumpah dalam Al-Qur’an................................................................15
5. Signifikansi Sumpah Dalam Al-Qur’an.......................................................16
BAB III...............................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................19
KESIMPULAN...............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21

III
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Al Qur’an merupakan firman Allah SWT (kalamullah) yang diwahyukan
kepada nabi Muhammad SAW melalui ruhul Amin, malaikat Jibril untuk
dijadikan pedoman hidup bagi makhluknya di setiap ruang dan waktu. Al-
Qur’an juga berfungsi sebagai Hudan li al Nas yang akan mengantarkan dan
mengarahkan manusia ke jalan yang lurus1.

Namun, ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidaklah dapat serta


merta ias dipahami secara jelas. Hal ini disebabkan oleh faktor Al-Quran itu
sendiri maupun factor luar Al-Qur’an, seperti ke-mujmal-an Al-Qur’an yang
menyebabkan banyak ayat yang mutasyabihat, lafadz musytarak (lafadz yang
memiliki makna ganda), gharabah al lafdzi (lafadz yang masing asing), al hadf
(penggabungan lafadz), ikhtilaf marji’ al dhamir (adanya perbedaan tempat
kembalinya kata ganti), al taqdim wa al ta’khir ( lafadz yang di dahulukan dan
yang di akhirkan ), maupun kekeliruan penafsiran Al-Qur’an2.

Dengan demikian, dalam memahami Al-Qur’an sangatlah dibutuhkan


ilmu tersendiri, yang dikenal dengan ulumul Qur’an. Dimana dalam ilmu ini
salah satu disiplinnya adalah ilmu amtsalul Qur’an. Dari sinilah, dalam makalah
ini penulis bermaksud mengeksplor amtsal Al-Qur’an untuk lebih
memperdalam upaya pemahaman Al-Qur’an.

1
Secara jelas termaktub dalam QS. Al Baqarah: 185 dan QS. al Isra’: 9. lihat : Al-Qur’an dan terjemahnya,
Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an , Depag. RI, 1989.
2
Quraish Shihab dalam buku ‘Membumikan al Qur’an’ menginventarisir sedikitnya ada enam factor yang dapat
mengakibatkan kekeliruan dalam menafsirkan al Quran : (1) sunyektifitas mufassir (2) kekeliruan dalam
menerapkan metode dan kaidah (3) kedangkalan dalam ilmu alat (4) kedangkalan pengetahuan tentang materi
uraian ayat (5) tidak memperhatikan konteks (6) tidak memperhatikan siapa pembicara dan terhadap siapa
pembicaraan di tujukan. Lihat selengkapnya dalam DR. Muchoyyar, HS, MA (pengantar) dalam: Nor Ichwan,
Memahami Bahasa al Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.xi.

1
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian amsal (perumpamaan) dalam al-qur’an?
b. Apa pengertian aqsam (sumpah) dalam al-qur’an?

3. Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui pengerian amsal (perumpamaan) dalam al-qur’an.
b. Menegetahui pengertian aqsam (sumpah) dalam al-qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

ASMAL (PERUMPAMAAN) dalam Al-Qur’an


1. Pengerian Amsal (Perumpamaan)
Amsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl, dan matsil serupa
dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafadz maupun maknanya.

Secara etimologi, kata amtsal adalah bentuk jamak dari mitsl dan matsal yang
berarti serupa atau sama, dapat juga berarti contoh, teladan, peribahasa atau
perumpamaan.3

Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat yang mendefinisikan amtsal


yaitu :

1. Menurut ulama ahli adab, amtsal adalah ucapan yang banyak


menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan sesuatu yang dituju,
maksudnya merupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang
terkandung dengan perkataan itu.
Contoh :

‫رام غير من رمية رب‬


“Betapa banyak lemparan panah yang mengena tanpa sengaja”.
2. Menurut istilah ulama ahli bayan, amtsal adalah ungkapan majaz yang
disamakan dengan asalnya karena ‫رى‬EE‫ اخ‬adanya persamaan, yang
dalam ilmu balaghoh disebut tasybih.
Contoh :

‫مالى راك تقدم رجال وتؤخر‬


“Mengapa aku lihat engkau melangkahkan satu kaki dan
mengundurkan kaki yang lain”.
3
Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Beirut, Libanon, hlm. 282

3
3. Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah menampakan pengertian
yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang
mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz
mursal. 4

Adapun Ibnu al-Qoyyim mendefinisikan amtsal al-Qur’an, yaitu :


menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan
mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan sesuatu hal yang inderawi
(mahsus), atau mendekatkan dari dua mahsus dengan yang lain dan
menganggap salah satunya itu sebagai yang lain. Ia mengemukakan contoh
sebagai berikut :

a. Sebagaian besar berupa penggunaan tasybih sharih, seperti firman Allah


swt. dalam surat Yunus ayat 24 :

َّ ‫ِإنَّ َما َمثَ ُل ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َك َما ٍء َأ ْنزَ ْلنَاهُ ِمنَ ال‬
‫س َما ِء‬

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunai itu adalah sepereti air


(hujan) yang kami turunkan dari langit”.

b. Sebagian lagi berupa tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak


langsung, tidak tegas) seperti pada surat al-Hujurat, ayat 12 :

ُ ‫ َوال يَ ْغتَبْ بَ ْع‬E‫ْض الظَّنِّ ِإ ْث ٌم َوال ت ََج َّسسُوا‬


‫ض ُك ْم بَ ْعضًا‬ َ ‫ َكثِيرًا ِمنَ الظَّنِّ ِإ َّن بَع‬E‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اجْ تَنِبُوا‬
‫َأي ُِحبُّ َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن يَْأ ُك َل لَحْ َم َأ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ تَ َّوابٌ َر ِحي ٌم‬

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah


kamu sebagian salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati ?, maka kamu tentunya merasa jijik kepadanya”.

Dikatakan dhimni karena dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sharih.5
Karena Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara langsung, tanpa sumber
4
Drs. H. Ahmad Syadzali, MA. Dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, Pustaka setia,
Bandung,,Cet. I, hlm. 35
5
Manna al-Qaththan, Op. Cit, hlm. 283.

4
yang mendahuluinya maka ayat-ayat yang berisi penggambaran keadaan
sesuatu hal dengan keadaan hal lain, maka penggambaran itu dengan cara
isti’aroh maupun tasybih sharih (penyerupaan yang jelas) ayat-ayat yang
menunjukan makna yang menarik dengan redaksi ringkas dan padat.

2. Unsur Perumpamaan dalam Al-Qur’an


Adapun unsur-unsur nya sebagai berikut :
1. Harus ada yang diserupakan (al-musyabbah ), yaitu sesuatu yang akan
dicerirtakan atau di umpamakan.
2.Harus ada asal cerita (al-musyabbah bih ), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat
menyamakan.
3.Harus ada segi persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu arah persamaan
antara kedua arah yang disamakan tersebut.

3. Macam-macam Perupamaan dalam Al-Qur’an


Amtsal dalam al-Qur’an ada tiga macam6, yaitu :
1. Amtsal Mushorrohah
Amsal Mushorrohah Yaitu amsal yang penjelasannya menggunakan
lafadh matsal atau sesuatu yang menunjukan tasybih (penyerupaan).. Amtsal
ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an seperti :

a. Firman Allah swt. mengenai orang-orang munafiq yaitu :


‫ت َما َح ْولَهُ َذ َهب اللَّهُ بِنُو ِر ِه ْم َوَتر َك ُه ْم يِف‬ ْ َ‫َأضاء‬
ِ
ْ ‫َمَثلُ ُه ْم َك َمثَ ِل الَّذي‬
َ ‫اسَت ْوقَ َد نَ ًارا َفلَ َّما‬
َ َ
‫الس َم ِاء فِ ِيه‬
َّ ‫ب ِم َن‬ ٍ ِّ‫صي‬ ِ
َ ‫ َْأو َك‬. ‫ْم عُ ْم ٌي َف ُه ْم ال َي ْرجعُو َن‬ ٌ ‫ص ٌّم بُك‬
ِ
ُ . ‫ظُلُ َمات ال يُْبص ُرو َن‬
ٍ

ٌ ‫اع ِق َح َذ َر الْ َم ْو ِت َواللَّهُ حُمِ ي‬


‫ط‬ ِ ‫الصو‬ ِ ِ‫ظُلُمات ور ْع ٌد وبر ٌق جَي علُو َن ِ يِف هِن‬
َ َّ ‫َأصاب َع ُه ْم آذَا ْم م َن‬ َ َ ْ َْ َ َ َ ٌ َ
‫َأضاءَ هَلُ ْم َم َش ْوا فِ ِيه َوِإ َذا َأظْلَ َم َعلَْي ِه ْم‬
َ ‫ص َار ُه ْم ُكلَّ َما‬ َ ْ‫ف َأب‬ ُ َ‫اد الَْب ْر ُق خَي ْط‬
ُ ‫ يَ َك‬. ‫ين‬
ِ ِ
َ ‫بالْ َكاف ِر‬
‫صا ِر ِه ْم ِإ َّن اللَّهَ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ٌير‬ ِ
َ ْ‫ب بِ َس ْمع ِه ْم َوَأب‬َ ‫قَ ُاموا َولَ ْو َشاءَ اللَّهُ لَ َذ َه‬
6
Dr. Muhammad Alawy al-Hasany, Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Jeddah, Shorco, tth, hlm. 129-132

5
“Perumpamaan (matsal) mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
swt. menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, dan tidak dapat melihat.
Mereka tuli dan buta, tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang
benar) atau seperti (oang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan kilat... ... –sampai dengan-
sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (al-Baqarah ayat
17-20).

Dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang
munafiq, matsal yang berkenaan dengan api, karena di dalam api terdapat unsur
cahaya, dan matsal yang berkenaan dengan air atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit, karena di dalam air terdapat unsur kehidupan.
Dan wahyu yang turun dari langitpun bermaksud untuk menerangi hati dan
kehidupannya. Allah swt. menyebutkan juga keadaan dan fasilitas orang-orang
munafiq dalam dua keadaan.

Disatu sisi mereka bagaikan orang-orang yang menyalakan api untuk


penerangan dan kemanfaatan mengingat mereka memperoleh kemanfaatan
materi dengan sebab masuk Islam. Namun disisi lain Islam tidak memberikan
pengaruh “nur-Nya” terhadap hati mereka. Karena Allah swt menghilangkan
cahaya (yang menyinari mereka) dan membiarkan unsur membakar yang ada
padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api. Mengenai
matsal mereka yang berkenaan dengan air , Allah swt. menyerupakan mereka
dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita,
guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakan
jarinya untuk menutup telinga dan memejamkan mata karena takut petir
menimpanya. Inilah mengingat bahwa al-Qur’an dengan segala peringatan,
larangan. Dan kitabnya mereka tidak ubahnya dengan petir yang sambar-
menyambar.

b. Allah menyebutkan pula dua macam matsal, al-ma’ dan al-nar dalam
surat al-Rad ayat 17 bagi yang haq dan batil,7 yaitu :

7
Mahmud Bin Syarif, Al-Amtsl Fil Qur’an , Dar al-Ma’arif, Makkah, tth. Hlm. 63-64

6
‫السْي ُل َزبَ ًدا َرابِيًا َومِم َّا يُوقِ ُدو َن َعلَْي ِه يِف النَّا ِر‬ ِ
ْ َ‫ت َْأوديَةٌ بَِق َد ِر َها ف‬
َّ ‫احتَ َم َل‬ ِ َّ ‫َأْنز َل ِمن‬
ْ َ‫الس َماء َماءً فَ َسال‬ َ َ
ِ
‫ب ُج َفاءً َو ََّأما َما‬ ُ ‫الزبَ ُد َفيَ ْذ َه‬
ِ ‫ض ِرب اللَّه احْل َّق والْب‬
َّ ‫اط َل فَ ََّأما‬ َ َ َ ُ ُ ْ َ‫ك ي‬ َ ‫اع َزبَ ٌد ِم ْثلُهُ َك َذل‬
ٍ َ‫ابْتِغَاءَ ِح ْليَ ٍة َْأو َمت‬
ِ ِ ‫يْن َفع النَّاس َفيم ُكث يِف األر‬
‫ال‬ ْ ُ‫ب اللَّه‬
َ َ‫األمث‬ ُ ‫ض ِر‬
ْ َ‫ك ي‬ َ ‫ض َك َذل‬ ْ ُ َْ َ ُ َ
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air
dilembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dari dalam api untuk
membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.
Demikianlah Allah swt. membuat perumpamaan(mitsal) bagi yang haq dan
batil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidaak ada harganya.
Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah swt. membuat perumpamaan tersebut”.

2. Amtsal kaminah
Amtsal al-Kaminah, perumpamaan dalam jenis ini dimaknai

dengan sesuatu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz-lafadz


yang merujuk kepada kata tamtsil, tasybih, atau sesuatu lafadz atau hurup yang
memiliki makna penyerupaan.8 Namun demikian tetap masih memiliki arti
penyerupaan dan makna-makna yang bagus.Ayat yang menunjukkan bentuk
matsal dalam kategori ini adalah QS. Al-Baqarah [2]: 68.

“…Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi itu adalah


sapi yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu, maka kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepada kamu…”

3. Amtsal Mursalah

Amtsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan


lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti:

a. “Sekarang ini jelaslah kebenaran itu.” (QS. Yusuf: 51).


b. “Tidak ada yang akan bisa menyatakan terjadinya hari itu selain dari
Alloh.” (QS. An-Najm: 58).
8
Manna‟ Khalil al-Qattan, Mabahits fi...hal. 284.

7
c. “Tiap-tiap khabar berita mempunyai masa yang menentukannya (yang
membuktikan benarnya atau dustanya); dan kamu akan mengetahuinya.”
(QS. Al-An’am: 67).

4. Karakteristik Perumpamaan dalam Al-Qur’an


Mengingat peranan amthāl sangat penting, maka perlu diketahui beberapa
karekteristik amthāl al Qur‟ān, yaitu:
1. Mengandung penjelasan makna yang samar, sehingga menjadi jelas dan
berkesan
2. Amthāl memiliki kesejajaran antara situasi perumpamaan yang dimaksudkan
dengan padanannya
3. Ada keseimbangan antara perumpamaan dan keadaan yang dianalogikan9
Tidak hanya memiliki karakteristik, amthāl dalam al Qur‟ān juga memiliki
beberapa rukun. Dalam amthāl seperti halnya dalam tasybih, haruslah memiliki
beberapa syarat, yaitu:
a. Harus ada yang diserupakan (al musyabbah) yaitu sesuatu yang diceritakan
b. Harus ada asal cerita (al musyabbah bih), yaitu sesuatu yang dijadikan tempat
menyamakan
c. Harus ada segi persamaan antara kedua hal yang disamakan.

5. Signiifikasi Perumpamaan dalam Al-Qur’an


1. sesuatu yang abstrak kedalam sesuatu yang konkrit-material yang dapat
di inderakan manusia, dengan ini akal dengan mudah menerima pesan
dari perumpamaan tersebut.
2. Menyingkap makna yang sebenarnya dan memperlihatkan hal yang gaib
melalui paparan yang nyata.
3. Menghimpun arti yang indah dalam ungkapan yang singkat sebagaimana
dalam amtsal kaminah dan mursalah.
4. Membuat sipelaku amtsal senang dan bersemangat
5. Menjauhkan seseorang dari sesuatu yang tidak disenangi.
6. Memberikan pujian kepada pelaku amtsal.

9
Muḥammad Chirzin, al-Qur‟ān dan Ulumul Qur‟ān, (Yogyakarta : Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), 131.

8
7. Memperlihatkan bahwa yang dijadikan perumpamaan memiliki sifat
yang tidak disenangi manusia.
8. Pesan yang disampaikan melalui amtsal lebih mengena dihati lebih
mantap dalam menyampaikan nasehat dan lebih kuat pengaruhnya.

AQSAM (SUMPAH) DALAM AL-QUR’AN


1. Pengertian Aqsam (Sumpah) Al-Qur’an
Menurut bahasa aqsam adalah jama’ dari qasam adalah sinonim dari al-hilf
dan al-yamin yang mempunyai arti “sumpah” ‫نى الحلف واليمين‬EE‫ جمع قسم بمع‬E‫ام‬EE‫االقس‬
Menurut Louis Ma’luf qasam berarti bersumpah dengan Allah atau lainnya (
‫ ) اليمين باهلل تعا لى اوغيره‬.

Ada yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara qasam dengan


“half”.dalam Al-Qur’an, kata “half” disebutkan 13 kali. Sedangkan kata
“qasam” disebutkan sebanyak 24 kali. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab,
dari segi bahasan, kata qasam, yamin dan half sama saja.

Dari definisi menurut bahasa ini kita dapat menyimpulkan bahwa secara umum
segala perbuatan atau tingkahlaku yang kita lakukan dengan pemberian
penguatan, entah penguatan itu kita sandarkan kepada Allah SWT atau yang
lain maka ini di namakan” sumpah”. Contoh demi langit, demi ibuku, demi
Allah dan seterusnya.

Adapun Pengertian qasam menurut istilah adalah sebagai berikut. Menurut


Imam Az-Zarqani, yang dimaksud sumpah adalah E‫( جعله يؤكدبهاالخيبر‬kalimat untuk
mentaukidkan menguatkan suatu pemberitaan). Ibn Al-Qayyim, dalam bukunya
Al-Tibyan, memberikan definisi sumpah dengan kalimat ‫( تحقيق الحبروتاكيده‬untuk
mentahqiq perintah dan mentaukidkannya).

Sedangkan menurut Manna’ Al-Qattan, sumpah ialah:

‫ عليه بمعنى معظم عند الحالف حقيقة او اعتقادا‬E‫ربط النفسو باالمتناع عن شيء او االقدام‬

9
Artinya: Untuk menguatkan jiwa agar orang tidak melaksanakan sesuatu, atau
melakukan sesuatu, dengan sesuatu yang diagungkan/dimuliakan, baik dalam
wujudnya yang hakiki, maupun hanya dalam keyakinan.

Adapun menurut Ridwan Nasir, secara istilah qasam berarti ikatan jiwa untuk
melakukan sesuatu perbuatan, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan
bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata maupun hanya keyakinan saja.

Dari berbagai macam dan perbedaan definisi tersebut secara garis besar qasam
dapat disimpulkan sebagai berikut: Sumpah adalah ikataan jiwa (hati) untuk
tidak melakukan atau melakukan suatu perbuatan, yang diperkuat dengan
sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun
keyakinan saja.

Hal ini dapat menunjukkan pada kita bahwa dalam bersumpah itu ada
keyakinan untuk memenuhi sumpah tersebut dan tidak ada peluang untuk
mengingkari karena ada ikatan keyakinan dengan yang diagungkan
(dimuliakan).

2. Unsur Aqsam (Sumpah) dalam Al-Qur’an


1. Fi’il transitif dengan huruf ‫ب‬

Bentuk asal aqsam adalah fi’il aqsama atau ahlaha yang transitif dengan ‫ب‬
kemudian disusul dengan muqsam bih dan muqsam alaih yang dinamakan juga
jawab aqsam, missal :

Artinya : “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang


sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati".
(tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji
yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.

2. Muhkam bih adalah sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah

10
Di dalam al-Qur`an Allah terkadang bersumpah dengan dirinya sendiri
terkadang pula dengan sifat-sifatnya. Sumpahnya dengan sebagian makhluknya
menunjukkan bahwa makhluk itu merupakan salah satu dari keagungannya. Di
dalam al-Qur`an, Allah bersumpah dengan dirinya sendiri, missal :

Artinya : “Maka demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu
adalah benar-benar (akan terjadi) seperti Perkataan yang kamu ucapkan”.

3. Muqsam alaih (Jawab Qasam)

Muqsam alaih yaitu sesuatu yang dilakukan sumpah, atau kata lain terhadapnya,
sesuatu yang diperkuat dengan sumpah. Untuk itu, tidak tepat difungsikan,
kecuali menyangkut hal-hal berikut :

a. Hendaklah yang disumpah atasnya memiliki kepentingan tersendiri

b. Hendaklah lawan bicara berada dalam kondisi meragukan ini pembicaraan

c. Lawan bicara tidak percaya terhadap ini pembicaraan.

3. Redaksi Sumpah Dalam Al-Qur’an


Dalam Redaksi sumpah yang ada dalam al-Qur’an ditunjukkan dengan 3
huruf yaitu Wawu ( ‫ ) و‬,Ta ( ‫ ) ت‬dan Ba ( ‫) ب‬. Ketiga huruf tersebut telah
dirangkai dengan fi’il qasam, seperti ‫ باهلل‬,‫ تاهلل‬,‫وهللا‬. Huruf wawu tersebut telah
banyak terdapat dalam al-Qur’an dan menunjuk kepada selain Allah. Dan pada
umumnya telah berkisar pada sesuatu yang bersifat material, sehingga dapat
dilihat dalam alam nyata. Seperti sumpahsumpah Allah yang menyangkut pada
langit, Matahari, Bulan, Masa Perbintangan, Bumi dan sebagainya. Qasam
dengan huruf Ta dan Ba juga terdapat pula dalam al-Qur’an namun tidak
sebanyak qasam dengan huruf wawu tersebut. Seperti contoh dengan huruf
wawu dalam surat Ad-Dhuha ‫ َس ٰجى اِ َذا َوالَّي ِْل‬de- ngan Ta seperti dengan surat al-
Anbiya ayat 57 ِ ‫ اَصْ نَا َم ُك ْم ِك ْيد ََّن اَل َ َوتَاهّٰلل‬dan Ba dalam surat An-Nahl surat 38 ‫هّٰللا ِ َواَ ْق َس ُموْ ا‬
.10 Dasar hukum sumpah, Firman Allah swt:

10
DR. H. M Quraish Syihab, Tafsir Al-Qur’an al –Karim, (Bandung : Pustaka Hidayah, Desember, 1997), hlm. 322

11
‫هّٰللا‬
ِ ‫صد َْد ُّت ْم َعنْ َس ِبي ِْل‬ َ ‫َواَل َت َّتخ ُِذ ْٓوا اَ ْي َما َن ُك ْم دَ َخاًل ۢ َب ْي َن ُك ْم َف َت ِز َّل َقدَ ۢ ٌم َبعْ دَ ُثب ُْو ِت َها َو َت ُذ ْوقُوا الس ۤ ُّْو َء ِب َما‬
‫َۚو َل ُك ْم َع َذابٌ َعظِ ْي ٌم‬
Artinya:”Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu
di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya,
dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) Karena kamu menghalangi
(manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar”.11

Al-Qur’an al-Karim adalah sebuah kitab yang tidak datang kepada kebathilan
dari awal maupun sampai sekarang. Terdapat berbagai macam sumber yang
telah dijadikan sebagai sandaran oleh para ulama dan ahli tafsir untuk dapat
memahami ayat-ayat al-Qur’an dan berusaha mengetahui pemahaman secara
mendetail dan dapat diungkapkan dengan kata-kata yang sesuai. Seluruh kaum
muslim sepakat bahwa perkataan, perbuatan dan penetapan Rasulullah saw yang
dimaksud sebagai undang-undang pedoman hidup umat Islam. Banyak ayat-
ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang telah mensyariatkan sumpah itu dan tidak
seorangpun yang tidak mengakui adanya syariat sumpah.

Al-Qur’an adalah sumber pokok dan mata air yang telah memancarkan ajaran-
ajaran agama Islam baik tentang aqidah dan perbuatan bahkan secara bahasa
arab pun dengan segala cabangnya dapat dijumpai pada sumbernya dan didalam
al-Qur’an. Firman Allah dalam al-Qur’an surat AlIsra’ ayat 9 :

‫ت اَ َّن لَهُ ْم‬ ّ ٰ ‫اِ َّن ٰه َذا ْالقُرْ ٰا َن يَ ْه ِديْ لِلَّتِ ْي ِه َي اَ ْق َو ُم َويُبَ ِّش ُر ْال ُمْؤ ِمنِي َْن الَّ ِذي َْن يَ ْع َملُ ْو َن ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
‫اَجْ رًا َكبِ ْيرًا‬
Artinya : “Sesungguhnya, al-Qur’an ini memberikan petunjuk ke(jalan) yang
paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang
mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar. (QS.
Al-Isra’ : 9 ). 12

Sumpah menurut agama Islam adalah pernyataan atau tidak melakukan


sesuatu perbuatan yang telah di kuatkan dengan kalimat sumpah yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan syara’. Al-Aymaan bentuk dari kata jamak dari
kata yamiin yang artinya lawan tangan kiri. Sumpah dinamai dengan kata itu
karena jika orang-orang terdahulu saling bersumpah satu sama lain saling

11
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran al-Qur’an,
1971), hlm. 378
12
Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran al-Qur’an,
1971), hlm. 385

12
memegang tangan kanan temannya. Dan dikatakan pula karena dapat
memelihara sesuatu seperti halnya tangan kanan memelihara, 13 karena orang-
orang Arab ketika sedang bersumpah telah memegang tangan kanan sahabatnya.
14

Allah bersumpah dengan Angin, Langit, nama Waktu, Nama Binatang itu
semua merupakan sebuah tanda-tanda kebesaran Allah yang harus di perhatikan
dan di pikirkan. Allah bersumpah atas pokok-pokok keimanan yang harus wajib
diketahui oleh Makhluk-Nya. Para ulama sepakat bahwa sumpah yang sesuai
dengan syari’at Islam adalah sumpah yang kalimat sumpah-Nya menyebut
nama Allah. Dan Allah juga bersumpah dengan sesuatu yang telah terlihat dan
tidak terlihat, ini merupakan sumpah yang paling umum dalam al-Qur’an.

Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk


memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qur’an
alKarim di turunkan untuk seluruh manusia dan juga mempunyai sikap yang
bermacam-macam terhadap-Nya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang
mengikari dan ada pula yang memusuhi, karena itu di pakailah kata sumpah
(qasam) guna untuk menghilangkan rasa keraguan, melenyapkan
kesalapahaman dengan cara yang paling sempurna. Allah bersumpah dengan
angin, bukit, kalam, langit yang telah memiliki gugusan bintang, disebabkan
semua ini merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang harus diperhatikan dan
dipikirkan. Allah bersumpah atas (untuk menetapkan) pokok-pokok keimanan
yang wajib diketahui oleh Makhluk.

Sumpah yang dinyatakan sah, jika menyebut nama Allah atau salah satu dari
sifat-Nya. Demikian juga bersumpah dengan al-Qur’an, Mushaf, suatu Surah
atau ayat dari al-Qur’an.

Para ulama sepakat bahwa sumpah yang sesuai dengan syariat Islam adalah
sumpah yang kalimat sumpahnya menyebut nama Allah. Apabila seseorang
mendengar orang lain bersumpah dengan Nabi saw atau dengan kehidupan
beliau atau dengan kehiduan seseorang maka hendaklah dia menjelaskan bahwa
hal itu telah dilarang. Dari pengertian qasam yang telah dikemukakan oleh para
tafsir Ibn Katsir dan at-Thabari itu tampak seakanakan mereka telah
menyamakan qasam dalam al-Qur’an dengan sumpah yang dilakukan manusia
yaitu sama-sama bertujuan untuk menguatkan isi pesan yang disampaikan
kepada pihak lain. Bahwa Allah bersumpah dengan sesuatu yang telah terlihat
13
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, (Bandung : Pustaka, percetakan Offset), hlm. 13.
14
Manna’ Khalil al-Qttan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2006), hlm. 414.

13
dan yang tidak terlihat, ini merupakan sumpah yang paling umum dalam al-
Qur’an. Dan bahwa didalam al-Qur’an juga adakalanya hal yang disumpahkan-
Nya tidak disebutkan secara lengkap. Adapun hal-hal yang disumpahinya
adalah seputar permasalahan Tauhid (keesaan Allah) dan kenabian, kehidupan
akhirat dan keadaan manusia di dunia maupun di akhirat.

Terkadang ia ingkar atau telah menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan


untuknya harus disertai penguat sesuai kadar keingkarannya itu kuat atau lemah.
Sumpah (Qasam) merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk
memantapkan dan memperkuatkan kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an
al-Karim telah di turunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai
sikap yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhinya.

Jika sumpah tidak sah kecuali dengan menyebut nama Allah atau salah satu
sifat-Nya, maka sesungguhnya di haramkan bersumpah dengan selain itu,
karena janji menuntut adanya pengagungan terhadap yang disumpahkan. Dan
hanya Allah lah yang berhak menerima pengagungan.

Karena itu, siapa yang berjanji (bersumpah) selain dengan menyebut nama
Allah, seperti Demi Nabi, Demi Wali, Demi Ka’bah atau yang serupa dengan
itu, sumpahnya batal, dan tidak terkena kaffarah jika ia langgar, hanya saja dia
berdosa lantaran dia mengagungkan selain Allah. Pada masa lalu, orang-orang
Arab gemar memulai berbicara dengan menggunakan sumpah, sehingga dengan
itu si pembicara dapat menarik perhatian pendengar. Mereka beranggapan
bahwa adanya sumpah dari pembicara telah menunjukkan kesungguhan darinya
tentang isi yang akan di bicarakan. Karena itulah di dalam al-Qur’an terdapat
sumpah dengan nama berbagai benda.

Hal seperti ini di sebabkan adanya banyak ketentuan (hukum) pada yang
bersumpah maupun yang di jadikan sumpah. Adapun tujuannya agar manusia
mengetahui keesaan Allah, kerasulan Nabi saw, meyakini kebangkitan jasad
sekali lagi, dan hari kiamat karena inilah yang menjadi dasar agama yang
akarnya harus di tanamkan kedalam hati dengan penuh kepercayaan.

Allah juga dapat bersumpah dengan apa yang telah dikehendaki-Nya,


mengingat dari perbedaan yang mendasar, maka Allah dapat memakai apa dan
siapa saja yang dikehendaki-Nya dalam bersumpah. Dan sebaliknya manusia
tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah jika mereka bersumpah atas
nama-nama selain Allah itu dianggap syirik, dosa besar yang tidak diampuni
oleh Allah. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi saw dalam sebuah hadisnya
14
yang diriwayatkan oleh at-Turmudzy dari Umar bin khatab r.a, Rasullah
bersabda : 15

َ ‫هللا فَقَ ْد َأ ْش َر‬


‫ك‬ َ َ‫َم ْن َحل‬
ِ ‫ف بِ َغي ِْر‬
Artinya :“Barang Siapa bersumpah kepada selain ( nama ) Allah, maka ia telah
kafir atau telah mempersekutukan (Allah)”.(H.R. Ahmad dan at-Turmudzy).

4. Ragam Sumpah dalam Al-Qur’an


1. Qasam Dzahir

Yaitu qasam yang fi’il qasam dan muqasambih-nya jelas terlihat dan
disebutkan; atau qasam yan fi’il qasam-nya tidak disebutkan, tetapi diganti
dengan huruf qasam, yaitu ba, ta, dan wawu. Di dalam beberapa tempat.
Terdapat fi’il qasan: yang didahului dengan la nafiyah (y) seperti firman Allah
pada surat Al-Qiyamah (75) ayat 1-2:

ِ ‫ٓاَل اُ ْق ِس ُم بِيَوْ ِم ْالقِ ٰي َم ۙ ِة َواَل ۤ اُ ۡق ِس ُم بِالنَّ ۡف‬


‫س اللَّ َّوا َمة‬

“Aku bersumpah demi hari kiamat. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (dirinya sendiri).”

Ada tiga pendapat yang berbeda tentang status la nafi pada ayat di atas,yaitu:

1. La di sini menafikan makna ungkapan yang dibuang. Ungkapan yang


dibuang itu dapat diketahui dengan melihat konteks kalimat. Dengan
demikian, sebelum ayat tersebut di atas, ada ungkapan dibuang yang
berbunyi:

‫لصة أنه ال حساب وال عقاب عمون تز ال لصة‬

“Tidak benar perkiraan mereka bahwa perhitungan dan siksaan itu


sesungguhnya tidak ada.”

2. La di sini adalah menafikan qasam itu sendiri, seakan-akan Allah Swt.


berfirman:

“Saya tidak bersumpah kepadamu dengan hari kiamat dan jiwa yang menyesal
itu, tetapi Aku bertanya kepadamu, bukan bersumpah. Apakah mengira Kami
tidak akan mengumpulkan tulang-tulang jika engkau mati? Hal itu sudah jelas
hingga tidak perlu disertai dengan sumpah”
15
Ibid., hlm. 416

15
3. La di sini berfungsi sebagai tambahan (ja’idah), sedangkan jawab qasam
dari ayat di atas tidak disebut dan ditunjukkan oleh firman Allah
sesudahnya, yaitu:

(‫ القيامة‬: ٣) ‫أيحسب اإلنسان ألن نجمع عظامه‬

“Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali)


tulang belulangnya?”

1. Qasam Mudwar
Yaitu qasam yang fi’il qasam dan muqasam bihnya tidak jelas dan tidak
disebutkan, tetapi keberadaannya menunjukkan oleh lam mu’akidah (lam yang
berfungsi untuk menguatkan isi pembicaraannya) yang terletak pada jawab
qasam.

Seperti firman Allah:

‫لَتُ ْبلَ ُو َّن فِ ْٓي اَ ْم َوالِ ُك ْم‬


“Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu”. (QS Al-Imran [3] : 186 )

5. Signifikansi Sumpah Dalam Al-Qur’an


Abu al-Qasim al-Qusyairi menjelaskan bahwa jika Allah bersumpah dengan
menyebut sesuatu berarti itu memiliici manfaat atau memiliki keutamaan
tertentu. Di antara benda yang dijadikan sumpah oleh Allah dan memiliki
keutamaan adalah Bukit Sinai, sedangkan yang memiliki manfaat adalah buah
tin dan zaitun (ketiganya disebutkan dalam surat At-Tin (95).

Atas dasar pepatah al-Qusyairi, seorang musafir dapat memahami alasan yang
menyebabkan sesuatu digunakan sebagai objek sumpah oleh Allah. Pada
gilirannya nanti, ia dapat membangun sebuah penafsiran yang komprehensif.
Berkenaan dengan sisi manfaat yang terdapat pada benda yang dijadikan objek
16
sumpah oleh Allah, misalnya buah tin dan yang disebutnya itu bukan yang
dimuliakan. Dan Allah memiliki kekuasaan untuk memberikan kemuliaan
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, sampai batas waktu yang
dikehendaki-Nya sendiri dilarang memuliakan sesuatu pun, kecuali yang telah
dimuliakan-Nya. Jika meyakini bahwa dengan cara itulah kebaikan
ditetapkan,ia wajib dikenakan sanksi kekufuran.

Huruf yang diperkenankan untuk dipakai ketika bersumpah adalah ba,ta, dan
wawu. Di antara ketiga huruf itu, huruf ba lah yang paling dasar digunakan
dalam sumpah, sedangkan dua huruf lainnya berfungsi untuk menggantikannya.
Karenanya huruf ba dapat masuk ke dalam nama-nama Allah (isim zhahir),
contoh billah, atau kata gantinya (isim dhamir). Contoh bihi ahlifu, tidak masuk
dalam isim dhamir, maka berlaku ungkapan wawu ahlifu. Karena statusnya
menggantikan huruf wawu, tidak memiliki semua fungsi yang dimiliki huruf
yang digantikannya (ba). Ketika bersumpah dalam Al-Qur’an, Allah secara
khusus hanya menggunakan huruf wawu bukan huruf ba atau ta. Alasannya, di
samping berfungsi sebagai huruf athaf (kata sambung) sehingga faedahnya lebih
sempurna dan komprehensif. Lihatlah contoh berikut ini:

ٰ ‫َوض‬
ۖ‫ُحىها‬ ِ ‫َوال َّش ْم‬
‫س‬
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari.”

Terkadang Allah bersumpah dengan cara menggunakan huruf nafi(negatif),


contoh:

‫ٓاَل اُ ْق ِس ُم بِيَ ْو ِم ْالقِ ٰي َم ۙ ِة‬


“Aku bersumpah demi hari kiamat.”

Ini menunjukkan bahwa firman Allah berbeda dengan ucapan hamba hamba-
Nya. Meskipun secara letterlijk ayat di atas berarti, “Aku bersumpah demi hari
kiamat,” tetapi hamba-hamba-Nya untuk mengetahui sejauh mana mereka
memahami ayat di atas.

Seandainya seorang mengatakan:

‫الأقسم باهلل‬
“Saya tidak bersumpah dengan menyebut nama Allah”.

17
Maka ucapannya itu tidak dapat dikategorikan sebagai sumpah. Alasannya, bila
hendak menginformasikan berita positif, ia harus membuang semua redaksi
yang menegasikan isi informasi itu sendiri. Ringkasannya, karena ucapan
manusia tersusun dari beberapa huruf, ia membutuhkan alat alat pengajaran.
Sementara itu, Allah tidak membutuhkan semua itu. Oleh karena itu, firman-
Nya tidak terikat oleh aturan-aturan pengajaran.

Seandainya seorang bersumpah untuk mengerjakan shalat dan puasa Ramadhan,


maka batallah sumpahnya. Hal ini karena sumpahnya itu tidak dapat dijadikan
alasan untuk meninggalkan kedua kewajiban itu. Untuk tetap manjaga
kemuliaan nama Allah, ia harus membayar kafarat. Dalam kasus semacam ini,
Allah lebih mengetahui bahwa melanggar sumpah adalah lebih baik daripada
melaksanakannya. Alasannya, jika mengerjakan shalat, seseorang akan
memperoleh pahala di akhirat dan telah rmenunaikan kewajibannya di dunia.
Maka, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk melanggar sumpah semacam di
atas dengan mengenakan sangsi kafarat. Allah lebih mendahulukan hak hamba-
hamba-Nya daripada hal diri-Nya. Namun,hal itu bukan berarti meremehkan
hak-hak-Nya, tetapi karena kekayaan dan kemuliaan-Nya.

18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
ASMAL (Perumpamaan) dalam Al-Qur’an
Dari uraian tersebut di atas, mengenai amtsal al-Qur’an dapat ditarik
kesimpulan bahwa itu, tamtsil (membuat parmisalan, perumpamaan) merupakan
kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan
mantap dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang gaib dengan
yang nyata, yang abstrak dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan
sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan
lebih indah, menarik, dan mempesona oleh tamsil. Karena itulah maka tamsil
lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan
membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamsil adalah salah satu uslub al-
Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan.
Disamping itu tamtsil/amtsal al-Qur’an banyak mengandung pelajaran dan
hikmah yang dapat kita petik sebagai bahan perenungan dalam menghayati arti
hidup menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Tentang difinisi amtsal al-
Qur’an, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian serta
membaginya dalam tiga macam seperti yang telah dipaparkan di atas.

AQSAM (Sumpah) dalam Al-Qur’an


Dari uraian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa Aqsamul Qur’an adalah
salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud,
hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an.
Qasam dapat pula diartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau
mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-
Nya sebagai muqsam bih.

19
Rukun-rukun yang ada dalam aqsam Al quran adalah fi’il qasam, muqsam bih
dan muqsam alaih.Huruf-huruf yang digunakan dalam aqsam, pertama huruf
wau dan huruf ba’.Sumpah yang menggunakan huruf wau tidak perlu
menggunakan lafad aqsama, ahlafa. Sumpah yang menggunakan huruf ba’ bisa
disertai dengan kata yang menunjukkan sumpah dan boleh tidak menyertakan
sumpah.

Dalam qasam juga terdapat faedah-faedah diantaranya adalah berita yang sudah
sampai pendengar, dan dia bukan orang yang apriori, berita itu sudah diterima
dan dipercaya karena sudah diperkuat dengan sumpah. Pemberita berita itu
sudah merasa lega, karena telah menaklukkan pendengar dengan cara
memperkuat berita dengan sumpah. Dan dengan bersumpah menggunakan
nama Allah atau sifat-sifat-Nya berarti memuliakan atau mengagungkan Allah
SWT. karena telah menggunakan nama-Nya selaku Dzat yang diagungkan
sebagai penguat sumpah.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Hasany, Dr. Muhammad Alawy. Tth. Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an. Jeddah :


Shorco.
Al-Qaththan, Manna Khalil. terj. Drs. Mudzakir, MA. Studi Ilmu-ilmuQur’an,
Jakarta : Lentera Antar Nusa.
Al-Qaththan, Manna. Tth. Mabahits fi Ulumil Qur’an. Libanon : tp.
Bin Syarif, Mahmud. Tth. Al-Amtsl Fil Qur’an . Makkah : Dar al-Ma’arif.
Ichwan, Nor. 2002. Memahami Bahasa al Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Syadzali, Drs. H. Ahmad, MA. Dan Drs. H. Ahmad Rofi’i. Tth. Ulumul Qur’an
I. Bandung : Pustaka setia.
http://myrealblo.blogspot.co.id/2015/11/ulumul-quran-ilmu-amtsalil-
quran.html?=1
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, terjemahan Aunar Rafiq El-
Mazni, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2009
Muhammad, Teuku, Ilmu – ilmu Al Qur’an, Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989
Khalaf Abdul Wahab, Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 2003
Syafe’i Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010
Abu al-Fadl, Jalal al-Din al-Sayuthi, 1991, Al-Itqan Fi ‘Ulum al-Qur’an Bierut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah
Al-Zakarsyl, al-Burhan, 11, Fi’ Ulum al-Qur’an, Kairo: ‘Isa al-Baby al-Halaby
Jalaluddin as-Syuyuthi asy-Syafi’i, 1429H/2008M, Al-Itqaan fi Ulumil Qur’an,
Beirut: Darul Fikr
Tabrani, hayati, Ulumul Qur’an, Banda Aceh : Darussalam Publishing, 2013
Nasution, Hasan Mansur, Uulumul Quran, Medan : Duta Azhar, 2011

21

Anda mungkin juga menyukai