Anda di halaman 1dari 40

MAKALA

KESEHATAN DAN FAKTOR SOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas sosio antropologi kesehatan


Dosen pengampuh : Pitrah Asfian,s.sos.,m.sc.

Disusun Oleh Kelompok 5:

Inayah Zahira Malika ( J1A121266)

Kelas E

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Tugas Mata Kuliah Determinan Sosial Kesehatan “Materi
Poverty, Social Exclusion & Minority”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

2
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga Makalah Tugas Mata Kuliah
Determinan Sosial Kesehatan “Materi Poverty, Social Exclusion & Minority” ini
dapat memberikan manfaat dan inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 03 Oktober 2016

Penyusun

3
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................
1
KATA PENGANTAR.................................................................................................
2
DAFTAR ISI..............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
4
1.1. Latar Belakang Masalah......................................................................................
4..................................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................
5
1.3. Tujuan..................................................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
7
2.1. Pengertian Kemiskinan.......................................................................................
7
2.2. Faktor Penyebab..................................................................................................
7
2.3. Indikator Kemiskinan..........................................................................................
14
2.3.1. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi....................................
17
2.3.2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan..................................
19
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................
21
3.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Dunia.....................................................
21
3.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia...............................................
27
3.3. Studi Kasus..........................................................................................................
31
3.3.1. Kebijakan Kemiskinan dan Upaya Penuntasan Kemiskinana di Indonesia.....
33

4
BAB IV PENUTUP...................................................................................................
38
4.1. Kesimpulan.........................................................................................................
38
4.2. Saran....................................................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
40

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesiai memiliki jumlah penduduk yang besar pada tahun 2007
yaitu 231,6 juta jiwa dan di anugerahi dengan sumber daya alam yang
melimpah. Tetapi sungguh sesuatu yang ironis menurut data badan pusat
statistik (BPS) tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar 37,17 juta jiwa
atau 16,58% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan laporan dari Bank
Dunia (World Bank) adalah hampir setengahnya dari penduduk di Indonesia
hidup miskin atau rentan terhadap kemiskinan. Dengan kondisi hampir 42%
rumah tangga hidup diantara garis kemiskinan US$1- dan US$2 per hari,
terlalu banyak rakyat Indonesia yang sangat rentan jatuh ke kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi manusia. Masalah
kemiskinan memang sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan
implikasi permasalahan-nya dapat melibatkan berbagai segi kehidupan
manusia. Dengan kata lain bahwa kemiskinan ini merupa-kan masalah sosial
yang sifatnya mendunia, artinya masalah kemis-kinan sudah menjadi
perhatian dunia, dan masalah tersebut ada di semua negara, walaupun dampak
dari kemiskinan berbeda-beda.
Selain itu, kemiskinan dapat dilihat sebagai masalah multidimensi karena
berkaitan dengan ketidak-mampuan akses secara ekonomi, sosial, budaya,
politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan memiliki arti yang lebih
luas dari sekedar lebih rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi seseorang
dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau
garis kemiskinan, akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam
karena berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek di luar
pendapatan (non-income factors) seperti akses kebutuhan minimun; kesehatan,
pendidikan, air bersih, dan sanitasi.
Tidak sedikit orang gagal mengelola rasa lapar dan kemiskinan .
Kekalutan hidup itu menghancurkan harapan, merasa diri kalah dan tidak
berdaya, serta fatalistic, yang pada orang tertentu tergiring menempuh jalan
pintas dengan bunuh diri sebagai upaya membebaskan diri dari situasi
tertekan. Tindakan bunuh diri dianggap, liberatif. Tidak semua tindakan bunuh

6
diri karena persoalan ekonomi, tetapi bisa saja karena faktor lain. Namun,
kasus bunuh diri karena alas an ekonomi termasuk sangat tragis karena
memperlihatkan pudarnya rasa kemanusiaan dan kepedulian. Jatunya korban
karena kemiskinan sekaligus memperlihatkan kemiskinan lain, yaitu
kemiskinan nurani kolektif bangsa dan lemahnya kepedulian. Para pemimpin
juga kehilangan sensivisitas atau nasib rakyat yang bergulat dengan
kemiskinan. Sebagian uang bagi program perbaikan nasib warga miskin dicuri
dalam praktik korupsi yang semakin kompleks dan merebak luas dari pusat
sampai ke daerah-daerah. Kemiskinan nurani sedang menghinggapi kaum elit
bangsa (2011). Dampak kemiskinan nurani ini sangatlah luar biasa sebagai
kejahatan dengan membiarkan sebagian warga masyarakat menderita dan
bergulat dengan kesulitan hidup. Persoalan kemiskinan itu terasa semakin
dramatis karena berlangsung di negeri yang digambarkan sangat kaya sumber
daya alam. Masih ada sebagian warga masyarakat untuk dapat makan sekali
sehari saja sulit.
Maka dari itu kami membuat makalah ini tentang Kemiskinan yang ada di
dunia dan di Indonesia untuk mengetahui bagaimana kemiskinan di Indonesia
maupun di dunia dan untuk mengetahui faktor penyebab dan indikator dari
kemiskinan itu sendiri, sehingga kemungkinan bisa ditemukan cara untuk
menuntaskan kemiskinan khususnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah tentang Kemiskinan di Indonesia
maupun dilingkup dunia adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian kemiskinan dari berbagai sumber ?
2. Apa saja faktor penyebab dari kemiskinan ?
3. Apa saja indikator munculnya kemiskinan ?
4. Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia maupun di
dunia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kemiskinan dari berbagai sumber
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dari kemiskinan
3. Untuk mengetahui indikator munculnya kemiskinan
4. Untuk mengetahui perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia
maupun di dunia

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kemiskinan


Pengertian kemiskinan menurut UNDP dalam Cahyat (2004) seperti,
kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup,
antara lain dengan memasukkan penilaian tidak ada mya partisipasi dalam
pengambilan kebijakan public sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Kondisi masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan
kemampuan pendapatan dalam memenuhi standar kebutuhan hidup
(Nugroho,1995). Pada dasarnya, standar hidup di masyarakat tidak hanya
cukup dalam hal kebutuhan pangan, sandang, dam papan saja. Tetepi cukup
dalam kebutuhan pendidikan dan kebutuhan kesehatan. Kemiskinan
merupakan masalah yang multidimensi karena berkaitan dengan banyak hal
seperti ekonomi, social budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat.
Kemiskinan adalah suatu kondisi atau kondisi yang di alami oleh
kelompok atau seseorang yan tidak mampu menyelenggarakan hidupnya
sampai taraf yang di anggap manusiawi (parwoto, 2001).
Sedangkan menurut (sumedi dan supadi, 2000) kemiskinan muncul
karena ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk menyelenggarakan
hidupnyasampai suatu taraf yang di anggap manusiawi.
Maka dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan kondisi dimana
ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti masyarakat
lainnya. Salah satu tanda ketidak mampuan ini adalah rendahmya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan pokok, sandang, pangan dan papan. Selain
memenuhi kebutuhan tersebut, ketidak mampuan dapat mempengaruhi
keampuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pendidikan.

2.2. Faktor Penyebab

A. Faktor penyebab kemiskinan menurut Paul Spicker (2002, Poverty and


the Welfare State: Dispelling the Myths, A Catalyst Working Paper,
London: Catalyst.). Penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat
hal, meliputi:
1. Individual explanation

8
Diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri,
yaitu malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan,
belum siap memiliki anak, dan sebagainya
2. Familial explanation
Diakibatkan oleh faktor keturunan, dimana antar generasi
terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat
pendidikan.
3. Subcultural explanation
Diakibatkan oleh karakteristik perilaku suatu lingkungan
yang berakibat pada moral dari masyarakat.
4. Structural explanations
Menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat
yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status
atau hak.

B. Faktor penyebab kemiskinan menurut Sharp et al. (Sharp, A.M.,


Register, C.A., Grime, P.W. ( 2000), Economics of Social Issues
14th edition, New York: Irwin/McGraw-Hill, meliputi:
1. Rendahnya kualitas angkatan kerja
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena
rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa
dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat
hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan
dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%.

2. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal


Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal
dan tenaga kerja (capital-to-labor ratios) menghasilkan
produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor
penyebab kemiskinan.
3. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi
Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah
mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat
produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran.
Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik
produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi

9
yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat
produksi yang masih bersifat tradisional.
4. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak
dipergunakan secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga
penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang
menyebabkan terjadinya inefisiensi.
5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Menurut teori Malthus, jumlah penduduk berkembang
sesuai deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang
sesuai deret hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk
dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan
merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.

C. Faktor penyebab kemiskinan menurut Mudjarat Kuncoro (2000:107),


meliputi:
1. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya
Menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk
miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas
dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul disebabkan karena perbedaan kualitas sumber
daya manusia.
Hal tersebut karena kualitas sumber daya manusia yang
rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah.
3. Kemiskinan muncul disebabkan karena perbedaan akses dan
modal.
Menurut Sendalam Ismawan (2003:102), penyebab
kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas.
Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai
keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan
hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat
dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan
demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan
pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan
hidupnya menjadi terhambat.

10
D. Faktor penyebab kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan
Hudyana (2009:28-29), meliputi:
1. Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang
dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2. Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada
nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja.
3. Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber
alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan
mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena
sumberdaya alamnya miskin.

4. Terbatasnya Lapangan Kerja


Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi
kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu
menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal
tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin
karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5. Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal
untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan
keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk
memperoleh penghasilan.
6. Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak
apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan
akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota
keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup
yang harus dipenuhi.

11
E. Faktor penyebab kemiskinan menurut Kartasasmita dalam Rahmawati
(2006:4), meliputi:
1. Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan
kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga
membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan
memanfaatkan peluang.
2. Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan
rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah,
kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.
Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada
harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4. Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisol

F. Faktor penyebab kemiskinan menurut Nasikun dalam Suryawati


(2005:5), meliputi:
1. Pelestarian Proses Kemiskinan
Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui
pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti
kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2. Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola
produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang
paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan
lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan
menurunkan produktivitas.
4. Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

12
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun
hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan
kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang
maksimal dan terus-menerus.
5. Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan
kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang
diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6. Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara
kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan
ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara
adat atau keagamaan.

G. Faktor penyebab kemiskinan menurut buku karya Edis Suharto dengan


judul Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia, meliputi:
1. Faktor Ekonomi
Yakni turunnya pertumbuhan ekonomi,akibat adanya
inflasi,refresi dan sebagainya,menimbulkan kemiskinan ,sehingga
kemsikinan relatiif dam absoulut semakin bertambah.Kemiskinan
akibat perekonomian dapat diselesaikan diatasi dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan merata.
Disamping itu pertumbuhan ekonomi juga kelangkaan sumber-
sumber daya ekonomi merupakan salah satu sebab timbulnya
kemiskinan.
2. Faktor Individual
Terkait dengan aspek patalogi, termasuk kondisi fisik dan
psikologis di miskin. Orang yang menjadi miskin karena adanya
kecacatan pribadi, dalam arti fisik, mental, malas, tidak jujur,
merasa terasing sehingga mereka tidak dapat mencari pekerjaan.
3. Faktor Sosial
Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak orang
menjadi miskin. Misalnya terdapat deskriminasi ,berdasarkian
usia,jender,etnis,yang menyebabkan orang menjadi miskin.
Termasuk dalam faktor ini ialah kondisi sosial keluarga si miskin
yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
4. Faktor Kultural

13
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan
kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk konsep
“kemiskinan kultural” atau budaya kemiskinan. Menghubungkan
dengan penelitian Oscar Lewis di Amerika Latin : bahwa memang
ada apa yang disebut kebudayaan kemisikinan, yaitu pola
kehidupan masyarakat yang mencerminkan pola hidup apatis,
ketidakjujuran, ketergantungan, motivasi yang rendah,
ketidakstabilan keluarga, dan sebagainya. Kebudayaan kemiskinan
merupakan ciri dari suatu negara miskin.
5. Faktor Struktural
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak
sensitif, dan tidak terakses, sehingga menyebabkan seseorang atau
sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem
ekonomi neoriberalisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal
terjerat dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, stimulus
ekonomi pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang
kaya dan pemodal asing untuk terus dapat memumupk kekayaan.

2.3. Indikator Kemiskinan


Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun
keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):

a. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan
seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan
sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk
pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan
diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk
kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan.
Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep

14
untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau
sekelompok orang yang disebut miskin.
b. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang
terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan
adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar
kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program-
program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah
daerah tertinggal.
c. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi
sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat
yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak
mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen.
Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak
pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak
lain.
d. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya
terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang
kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk
kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki unsur diskriminatif.
Bentuk kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang paling
banyak mendapatkan perhatian di bidang ilmu sosial terutama di
kalangan negaranegara pemberi bantuan/pinjaman seperti Bank Dunia,
IMF, dan Bank Pembangunan Asia. Bentuk kemiskinan struktural juga
dianggap paling banyak menimbulkan adanya ketiga bentuk
kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9).
Setelah dikenal bentuk kemiskinan, dikenal pula dengan jenis
kemiskinan berdasarkan sifatnya.

Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah:

15
a. Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk
sebagai akibat adanya kelangkaan sumber daya alam dan
minimnya atau ketiadaan pra sarana umum (jalan raya, listrik, dan
air bersih), dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah
dengan karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang
belum terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi
daerah tertinggal.
b. Kemiskinan Buatan
Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan
oleh sistem moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan
masyarakat tidak memiliki banyak kesempatan untuk menguasai
sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara merata.
Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari pelaksanaan
konsep pembangunan (developmentalism) yang umumnya
dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran untuk
mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan tidak
meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor
industri misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan
dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian. Kedua jenis
kemiskinan di atas seringkali masih dikaitkan dengan konsep
pembangunan yang sejak lama telah dijalankan di negara-negara
sedang berkembang pada dekade 1970an dan 1980an (Jarnasy,
2004: 8).

Indikator-Indikator mengenai pengukuran kemiskinan yang selama


ini banyak dipergunakan didasarkan pada ukuran atas rata-rata pendapatan
dan rata-rata pengeluaran masyarakat dalam suatu daerah. Perluasan
pengukuran dengan menyertakan pandangan mengenai dimensi
permasalahan dalam kemiskinan mengukur banyaknya individu dalam
sekelompok masyarakat yang mendapatkan pelayanan atau fasilitas untuk
kesehatan dan pendidikan. Beberapa perluasan pengukuran lainnya adalah
menyertakan dimensi sosial politik sebagai referensi untuk menerangkan

16
terbentuknya kemiskinan. Keseluruhan hasil pengukuran ini selanjutnya
dikatakan sebagai indikator-indikator kemiskinan yang digolongkan
sebagai indikator-indikator sosial dalam pembangunan. Adapun mengenai
beberapa indikator-indikator kemiskinan akan diuraikan berikut ini:
2.3.1. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi
Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk
ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang
untuk mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi
ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya
yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan
lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Suryawati, 2004: 123). Dari pengertian ini, dimensi
ekonomi untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu aspek pendapatan
dan aspek konsumsi atau pengeluaran. Aspek pendapatan yang dapat
dijadikan sebagai indikator kemiskinan adalah pendapatan per kapita,
sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai
indikator kemiskinan adalah garis kemiskinan.

1. Pendapatan Per Kapita


Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata
pendapatan masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu 1
tahun. Besarnya pendapatan per kapita (income per capita) dihitung
dari besarnya output dibagi oleh jumlah penduduk di suatu daerah
untuk kurun waktu 1 tahun (Todaro, 1997: 437). Indikator
pendapatan per kapita menerangkan terbentuknya pemerataan
pendapatan yang merupakan salah satu indikasi terbentuknya
kondisi yang disebut miskin. Pendapatan per kapita dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Todaro, 1997: 437-
438): t Per Kapita t Y Y = Pop di mana: YPer Kapita = Pendapatan
per kapita Yt = Pendapatan pada tahun t Popt = Jumlah penduduk
pada tahun t. Variabel pendapatan dapat dinyatakan sebagai Produk
Domestik Bruto (PDB), Pendapatan Nasional, atau Produk
Domestik Regional Bruto, sedangkan jumlah penduduk

17
menyatakan banyaknya penduduk pada periode t di suatu daerah
yang diukur pendapatan per kapitanya.
2. Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan merupakan salah satu indikator
kemiskinan yang menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan
non-makanan per kapita pada kelompok referensi (reference
population) yang telah ditetapkan (BPS, 2004). Kelompok referensi
ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka
yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis
kemiskinan. Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat
diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari kelompok
masyarakat marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit
lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya,
indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan
dalam memenuhi terbentuknya kondisi yang disebut miskin.
Pengeluaran Pemerintah Untuk Investasi Sumber Daya Manusia
dan Investasi Fisik , sebagai berikut:
a. Investasi Pemerintah di Bidang Sumber Daya Manusia
Investasi pemerintah di bidang sumber daya manusia
ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang direalisasikan di bidang pendidikan, agama, kebudayaan,
kesejahteraan, pembinaan wanita dan anak-anak,
pengembangan kualitas tenaga kerja, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan pendidikan agama. Keseluruh
aspek di bidang sumber daya manusia di atas merupakan salah
satu syarat dasar dalam program penanggulangan masalah
kemiskinan.
b. Investasi Pemerintah di Bidang Fisik
Investasi pemerintah di bidang fisik atau disebut juga
investasi fisik pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang
secara umum ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat yang
direalisasikan ke dalam pembangunan fisik. Pada APBN, pos
pengeluaran untuk investasi fisik pemerintah ini adalah

18
keseluruhan pos pengeluaran pembangunan kecuali untuk
bidang investasi sumber daya manusia.

2.3.2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan


Indikator kemiskinan berdasarkan dimensi kesehatan dari berbagai data
kemiskinan yang dihimpun menyebutkan adanya keterkaitan antara
kemiskinan dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya kemampuan
pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan pokok menyebabkan
keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh standar
kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan
kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya
resiko terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko
terserang penyakit menular. Kelompok masyarakat yang disebut miskin
juga memiliki keterbatasan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan/pengobatan yang memadai sehingga akan menyebabkan resiko
kematian yang tinggi. Indikator pelayanan air bersih atau air minum
merupakan salah satu persyaratan terpenuhinya standar hidup yang ideal di
suatu daerah. Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat untuk
mewujudkan standar hidup sehat yang layak. Dalam hal ini, ketersediaan
air bersih akan mengurangi resiko terserang penyakit yang diakibatkan
kondisi sanitasi air yang buruk. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
terdapat keterkaitan/hubungan antara ketersediaan pelayanan air bersih dan
jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Pada sisi permasalahan lain,
ketersediaan air bersih sangat ditentukan oleh kemampuan pembangunan
pra sarana air bersih dalam menjangkau lingkungan atau pemukiman
masyarakat. Masyarakat yang kurang terjangkau oleh pelayanan air
bersih/minum relatif lebih rendah kualitas kesehatannya dibandingkan
masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan air bersih. Berdasarkan
beberapa literature, indikator utama kemiskinan yaitu sebagai berikut :
1. Kurangnya Pangan, Sandang Dan Perumahan Yang Tidak
Layak
2. Terbatasnya Kepemilikan Tanah Dan Alat-Alat Produktif
3. Kuranya Kemampuan Membaca Dan Menulis
4. Kurangnya Jaminan Dan Kesejahteraan Hidup

19
5. Kerentanan Dan Keterpurukan Dalam Bidang Sosial Dan
Ekonomi
6. Ketakberdayaan Atau Daya Tawar Yang Rendah
7. Akses Terhadap Ilmu Pengetahuan Yang Terbatas
8. Terbatasnya Kecukupan Dan Mutu Pangan
9. Terbatasnya Akses Dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan
10. Terbatasnya Akses Dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan
11. Terbatasnya Kesempatan Kerja Dan Berusaha
12. Lemahnya Perlindungan Terhadap Aset Usaha, Dan Perbedaan
Upah
13. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan Dan Sanitasi
14. Terbatasnya Akses Terhadap Air Bersih
15. Lemahnya Kepastian Kepemilikan Dan Penguasaan Tanah
16. Memburuknya Kondisi Lingkungan Hidup Dan Sumberdaya
Alam, Serta Terbatasnya Akses Masyarakat Terhadap Sumber
Daya Alam
17. Lemahnya Jaminan Rasa Aman
18. Lemahnya Partisipasi
19. Besarnya Beban Kependudukan Yang Disebabkan Oleh
Besarnya Tanggungan Keluarga
20. Tata Kelola Pemerintahan Yang Buruk Yang Menyebabkan
Inefisiensi Dan Inefektivitas Dalam Pelayanan Publik,
Meluasnya Korupsi Dan Rendahnya Jaminan Sosial Terhadap
Masyarakat

20
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Dunia


Situasi sosial dunia dewasa ini ditandai kontraiksi. Meskipun sejak
tahun 1970 pembangunan sosial beberapa negara mengalami kemajuan,
sebagian besar bangsa masih dilanda perang, konflik sipil, pelanggaran HAM,
pemerintahan korup, tekanan penduduk dan kemiskinan. Keadaan fisik dunia
pun terus memprihatinkan. Masyarakat di berbagai belahan dunia
menghadapi penurunan kualitas hidup akibat polusi, deforestasi, erosi tanah,
kepunahan binatang, bencana alam, dan degradasi lingkungan hidup serta
keragaman hayati.
Sebuah studi komprehensif yang dilakukan Bank Dunia
memperkirakan bahwa 1,2 milyar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan.
Setengah dari jumlah itu, hidup dalam kemiskinan absolut: tidak mampu
memenuhi kebutuhan fisik minimum yang paling dasar sekalipun. UNDP
memperkirakan bahwa 2/3 penduduk miskin di dunia berada di 9 negara
Afrika-Asia dan 1 Amerika Latin: Ethiopia, Nigeria, Bangladesh, India,
Indonesia, Pakistan, Pilipina, Cina, Viet Nam, dan Brazil. Sebagian besar
penduduk miskin adalah wanita dan anak-anak di pedesaan. Kondisi
kemiskinan sangat akut terutama pada keluarga yang dikepalai wanita yang
suaminya pergi ke kota mencari pekerjaan. Seperti dilansir UNDP (1994),
dunia kini bukan saja sedang mengalami globalisasi ekonomi, melainkan juga
globalisasi kemiskinan. Kemiskinan kini tidak lagi mengenal batas negara.
Kemiskinan telah menjadi fenomena global. Ia berjalan menyebrangi
perbatasan, tanpa paspor, dalam bentuk perdagangan obat-obat terlarang,
penyakit, polusi, migrasi, terorisme, dan ketidakstabilan politik.
Dua masalah serius yang menyebabkan rendahnya pembangunan
sosial di negara-negara berkembang dan terbelakang adalah tekanan
penduduk dan kemiskinan. Tingkat pertumbuhan penduduk dunia tahun 1995
mencapai 1,7%. Dengan tingkat pertumbuhan itu, jumlah penduduk dunia
akan mencapai 6,1 miliar di tahun 2000, 7 miliar di tahun 2010, dan 8,2 miliar
pada tahun 2025. Ironisnya, 80% dari pertumbuhan penduduk dunia sejak
tahun 1960 terkonsentrasi di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dan 95%

21
dari peningkatan ini terkonsentrasi di negara-negara miskin di wilayah
tersebut.
Berdasarkan studi terhadap 160 negara, Estes (1998)
mengklasifikasikan potret pembangunan sosial kedalam tiga kategori: Negara
Maju (World Social Development Leaders), Negara Berkembang Menengah
(Middle Performing Countries), dan Negara Berkembang Terbelakang
(Socially Least Developing Countries).
Terdapat 33 negara yang masuk kategori Negara Maju. Sebanyak
26 negara berada di kawasan Eropa (Prancis, Jerman, Belanda, Inggris,dst.)
dan 6 diantaranya masuk bagian Eropa Timur dan Tengah (Bulgaria,
Hongaria, Polandia, Slovenia, Republik Slovak dan Czechnya). Dua negara,
Estonia dan Ukraina, merupakan negara yang baru merdeka dari bekas Uni
Sovyet. Mayoritas negara-negara ini memiliki sejarah demokrasi yang kukuh
dan sistem ekonomi terbuka. Kondisi ekonominya sangat baik dan stabil.
Rata-rata GDP mencapai $18.700 dengan inflasi yang relatif rendah (3,1%).
Tingkat tabungan dan investasi tinggi, sedangkan utang luar negerinya sangat
rendah.
Sebagian besar Negara Maju adalah negara kecil dengan penduduk
kurang dari 25 juta dengan tingkat pertumbuhan penduduk 0,4% per tahun.
Tingkat kematian bayi di negara-negara ini sangat rendah, hanya 8 orang per
1000 kelahiran hidup. Sedangkan usia harapan hidup mencapai 79 tahun
dengan ketergantungan anak hanya 20%. Sebagian besar penduduknya (98%)
dapat membaca dan melanjutkan pendidikan tinggi. Satu faktor utama yang
menyebabkan majunya pembangunan sosial di negara-negara ini adalah
adanya jaminan sosial universal yang melindungi setiap penduduknya dari
resiko kehilangan pendapatan, seperti kecelakaan kerja, sakit, cacat, masa tua,
hamil, dan pengangguran. Sebesar 46% dari GNP-nya dikeluarkan untuk
mebiayai berbagai pelayanan sosial dan kesehatan (OECD, 1996).
Negara-negara yang masuk kategori Negara Berkembang
Menengah menyebar diseluruh wilayah geografis: Asia (36 negara), Amerika
Latin (22), Afrika (10), dan Oceania (1). Sebagian besar negara-negara ini
telah memiliki apa yang disebut “social ingredients” yang diperlukan untuk
mencapai kondisi sosial dan ekonomi maju, seperti stabilitas politik, dinamika
ekonomi, akses ke sumber daya alam (khususnya enegi), kualitas

22
kesehatan, pendidikan dan sistem jaminan sosial. GNP per kapita di Negara
Berkembang Menengah juga relatif tinggi, sekitar US$4910 dengan
pertumbuhan 2,3% per tahun dan laju inflasi 7% per tahun. Tingkat
pengangguran relatif rendah, sekitar 13,1% dari jumlah angkatan kerja.
Namun demikian, beberapa negara masih memiliki kondisi sosial ekonomi
yang rentan, seperti pemerintahan korup, jumlah dan pertumbuhan penduduk
tinggi, tingginya pengangguran dan meluasnya kemiskinan.
Negara yang termasuk kategori Negara Berkembang Terbelakang
berjumlah 38. Sebagian besar berada di Afrika (29 negara), 7 negara di Asia,1
negara di Amerika, dan 1 negara di Pasifik Selatan. Terbelakangnya
pembangunan sosial di negara ini terlihat dari rendahnya kualitas hidup,
seperti rendahnya usia harapan hidup (51 tahun), tingginya kematian bayi
(110/1000) dan anak (177/1000). Tingginya kematian bayi dan anak
merupakan yang tertinggi di dunia yang diakibatkan oleh infeksi dan penyakit
menular.
Jumlah dan pertumbuhan penduduk di Negara Berkembang
Terbelakang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh rendahnya penggunaan
alat KB dan tingginya migrasi internal. Yang penting dicatat, migrasi
penduduk di negara-negara ini tidak hanya dipengaruhi oleh motive ekonomi,
melainkan juga oleh perang, konflik sipil dan ketidakstabilan politik.
Konsekuensi sosial dari tingginya migrasi ini adalah:

1. Penelantaran anak, lanjut usia, dan kelompok tidak produktif di daerah


pedesaan
2. Melemahnya, atau bahkan hilangnya, nilai-nilai tradisional dan keeratan
keluarga
3. Memudarnya budaya dan praktek pertanian
4. Meluasnya kemiskinan, kekurangan gizi, dan kematian dini bagi orang
yang tidak dapat bertahan hidup di kota besar yang padat polusi dan
penduduk.

Rata-rata GDP di negara-negara berkembang terbelakang ini


sekitar US$950. Pertumbuhan ekonominya juga sangat rendah, hanya sekitar
3% dengan inflasi tinggi, mencapai 37%. Sarana komunikasi dan transportasi
sangat terbatas, serta daya saing di pasar internasional juga sangat terbatas.

23
Tabungan pemerintah dan sektor swasta sangat rendah, sementara utang luar
negerinya sangat tinggi. Pemerintahan di sebagian besar negara ini sangat
sentralistik. Roda ekonomi sangat tergantung pada gabungan antara pinjaman
luar negeri, bantuan negara donor, dan investasi swasta dari luar negeri.
Tingkat pengangguran di Negara Berkembang Terbelakang juga sangat tinggi.
Meski secara resmi tercatat 20%, kenyataannya bisa lebih dari itu.
Pengangguran terutama dialami oleh wanita, laki-laki berusia lebih ari 45
tahun, para penyandang cacat dan buta huruf.
Pengeluaran negara untuk program sosial sangat minimal. Sebagian
besar negara bahkan tidak menyediakan asuransi dan jaminan sosial untuk
pengangguran, sakit, hamil, kematian, dan cacat. Ironisnya, pengeluaran
negara untuk Hankam di negara-negara ini mencapai 4,6% dari GNP nya
yang berarti 50% lebih tinggi dari pada di Negara Berkembang
Menengah.
Menurut studi Potret Kemiskinan dan Pembangunan Sosial di
Dunia, oleh Edi Suharto, ada tiga kecenderungan yang perlu di catat yaitu:
1. Negara-negara yang masuk kategori Negara Maju berpusat di tiga
wilayah, yaitu Australia-Selandia Baru dengan skor ISP rata-rata sebesar
84,5, Eropa (82,8) dan Amerika Utara (80,4). Ironisnya, negara-negara ini
juga mengalami penurunan ISP cukup drastis dalam periode 1990-95.
Amerika Utara mengalami penurunan sebesar 14%, Eropa 9%, dan
Australia-Selandia Baru 9%. Penurunan ini disebabkan oleh kesulitan
ekonomi yang melanda wilayah tersebut yang memuncak di tahun 1990
dan berdampak terus hingga 1995.
2. Secara individu kategori Negara Maju didominasi oleh negara yang
menerapkan sistem Negara Kesejahteraan (welfare state). Denmark
meduduki peringkat 1 dengan skor ISP mencapai 98,4, diikuti oleh
Norwegia (95,6), Austria (93,2), Swedia (93,1), dan Finlandia (90,8). Di
negara-negara ini 40% dari anggaran belanja negaranya dikeluarkan untuk
pembangunan sosial.
3. Mayoritas negara-negara yang berkategori Negara Berkembang
Menengah terletak di kawasan Amerika Latin dengan skor ISP rata-rata
53,1 dan Asia (41,2). Sedangkan kategori Negara Berkembang
Terbelakang terkonsentrasi di wilayah Afrika (20,1). Pengeluaran negara

24
untuk pembangunan sosial di negara-negara ini tidak lebih dari 10%, dan
umumnya lebih kecil daripada anggaran untuk Hankam.
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai
sebuah kondisi yang ditandai dengan kekurangan parah kebutuhan dasar
manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi,
kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan informasi. Bank Dunia
menggambarkan sangat miskin sebagai orang yang hidup dengan kurang dari
PPP $ 1 per hari, dan miskin dengan kurang dari PPP $ 2 per hari.
Berdasarkan standar ini, 21% dari populasi dunia adalah di sangat miskin, dan
lebih dari setengah populasi dunia masih disebut miskin pada tahun 2001.
Negara termiskin di dunia biasanya ditentukan berdasarkan
perolehan GDP/PDB dari suatu Negara. Negara dikategorikan miskin jika
mendapatkan nilai GDB/PDB dibawah yang telah ditetapkan oleh Bank
Dunia (World Bank). GDP/PDB itu sendiri merupakan ukuran dari
pendapatan rata-rata penduduk suatu Negara per harinya. Nilai ini dapat
dijadikan sebagai indikator kemakmuran ekonomi dari suatu Negara. Menurut
Bank Dunia, jika penduduk suatu Negara mendapatkan pendapatan dibawah
US$ 2 per hari, maka Negara tersebut dikategorikan sebagai Negara miskin.
Setiap tahunnya Bank Dunia melakukan monitoring terhadap gerak
perkembangan GDP/PDB semua Negara di Dunia. Data yang di dapatkan
itulah yang kemudian menjadi acuan untuk menentukan urutan/daftar dari
Negara-negara miskin tersebut.
Untuk tahun 2016 sendiri, urutan atau daftar Negara-negara paling
miskin tersebut tidak jauh berubah jika dibandingkan dengan tahun 2015 lalu.
Hal ini merupakan imbas dari gerak pertumbuhan perekonomian global yang
cenderung melambat. Negara-negara yang berada di benua Afrika masih
mendominasi urutan Negara termiskin tersebut. Kemampuan SDM (Sumber
Daya Manusia) yang dibawah rata-rata dianggap sebagai penyebab utama
mengapa sehingga Negara-negara di benua Afrika sulit mengalami
perkembangan. Apalagi, ditengah berlakunya perdagangan bebas yang
menitikberatkan pada daya saing SDM suatu Negara. Selain itu,
ketidakstabilan politik akibat konflik dan korupsi juga menambah buruknya
keadaan.

25
3.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Tabel berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia,
baik relatif maupun absolut:
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:

200 200 200 200 201 2011 201 201 201


6 7 8 9 0 2 3 4
Kemiskina
n Relatif
17.8 16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 11.7 11.5 11.0
(% dari
populasi)
Kemiskina
n Absolut
39 37 35 33 31 30 29 29 28
(dalam
jutaan)
Koefisien
Gini/ - 0.35 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 -
Rasio Gini
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)

Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara


perlahan. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan
kondisi yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga
yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun
2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan
perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah
tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti
standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia
sendiri. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang
digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk
Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari
sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase
tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan
beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, angka penduduk

26
Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari
mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di
bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia
menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar
60 juta jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di
Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun
demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan.
Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari
kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang
berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka
dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut,
kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang
sekarang harus dibantu untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan
menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih
lamban dari sebelumnya.

a. Kemiskinan di Indonesia dan Distribusi Geografis.

Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah


perbedaan yang begitu besar antara nilai kemiskinan relatif dan
nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis.
Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total
penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang
berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam
pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur
menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih tinggi. Tabel di bawah
ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka
kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi
di luar wilayah Indonesia Barat seperti Jawa, Sumatra dan Bali,
yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang.
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi

27
Papua 27.8%
Papua Barat 26.3%
Nusa Tenggara Timur 19.6%
Maluku 18.4%
Gorontalo 17.4%

persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan


September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur


ini, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani,
kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut
masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program
pembangunan. Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya
cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian -
menghindari kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia
Timur, tabel di bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut
di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra.

Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi

Jawa Timur 4.7


Jawa Tengah 4.6
Jawa Barat 4.2
Sumatra Utara 1.4
Lampung 1.1

dalam jumlah jutaan pada bulan September 2014


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

b. Kemiskinan di Indonesia: Kota dan Desa

Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan


pesat. Sejak pertengahan 1990-an jumlah absolut penduduk
pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari
setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (20
tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di

28
kota). Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia
relatifnya lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka
kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase penduduk pedesaan
yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional) turun
hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak
tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun
1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26
persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di
pedesaan yang cukup signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel
dibawah ini:

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kemiskinan
Pedesaan
(%
penduduk
20.0 21.8 20.4 18.9 17.4 16.6 15.7 14.3 14.4 13.8
yg hidup di
bawah garis
kemiskinan
desa)
Sumber: Bank Duna dan Badan Pusat Statistik (BPS)

Angka kemiskinan kota adalah persentase penduduk


perkotaan yang tinggal di bawah garis kemiskinan kota tingkat
nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan tingkat
kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama
dengan tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari
tahun 2006.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kemiskinan 11.7 13.5 12.5 11.6 10.7 9.9 9.2 8.4 8.5 8.2
Kota

29
(%
penduduk
yg tinggal
di
bawah garis
kemiskinan
kota)

Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)

Dalam dua tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2005


dan 2006 terjadi peningkatan angka kemiskinan. Ini terjadi
terutama karena adanya pemotongan subsidi BBM yang dilakukan
oleh pemerintahan presiden SBY diakhir tahun 2005. Harga
minyak yang secara internasional naik membuat pemerintah
terpaksa mengurangi subsidi BBM guna meringankan defisit
anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit
antara 14 sampai 19 persen terjadi sampai oktober 2006.

3.3. Studi Kasus


Berikut adalah contoh studi kasus kemiskinan di Indonesia. Dilansir dari
berita harian liputan 6 pada bulan Februari 2016.

Liputan6.com, Makassar - Zainuddin (45) perantau asal Jawa Barat (Jabar)


yang sejak 7 tahun menjadi tukang sapu di Gedung DPRD Makassar, punya

30
cara tersendiri untuk bisa terus bertahan hidup di Kota Daeng itu. Caranya
yakni dengan tekun dan sabar mengumpulkan koran bekas yang banyak
berserakan di gedung wakil rakyat. Koran yang sudah dikumpulkan lalu
dijual demi menambah penghasilannya.
"Setiap hari koran masuk di DPRD Makassar untuk dibaca oleh anggota
dewan dan staf. Bekas koran yang jadi sampah tersebut saya kumpul untuk
dijual ke pengumpul," kata Zainuddin kepada Liputan6.com, Minggu
(21/2/2016).
Sejak awal Zanu --sapaan akrab Zainuddin, bekerja sebagai tukang sapu di
Gedung Wakil Rakyat Makassar hanya diberi upah sebesar Rp 500 ribu. Uang
itu dipakai untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga kecilnya. "Buat
makan bersama istri dan anak saya yang masih SD," kata Zanu. Setelah
berjalan 4 tahun, pengelolaan tenaga cleaning service diambil alih oleh pihak
ketiga dan Zanu pun bernapas lega karena upahnya dinaikkan menjadi Rp 750
ribu.
"Upah sebesar itu saya terima sampai sekarang, tapi informasinya saya
dengar kembali akan dikelola oleh sekretariat DPRD Makassar tentunya
kembali ke angka Rp 500 ribu," ujar Zanu. Pekerjaan Zanu selama ini
terbilang berat, karena selain ditugaskan membersihkan ruangan anggota
DPRD Makassar juga ditugaskan di halaman Kantor DPRD Makassar yang
luasnya lumayan besar.
"Ya awalnya berat. Tapi sekarang agak ringan karena saya dibantu kerja
oleh istri dan anak meski istri saya tak ada gaji semata bantu meringankan
kerja saya," ungkap Zanu. Selama bekerja sebagai tukang sapu, Zanu
mengakui tak dapat tunjangan BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja.
"Cleaning service di sini ada 7 orang. Dan kami tak diberi BPJS, tapi yah
alhamdulillah daripada tidak kerja sama sekali bagaimana bisa menghidupi
keluarga apalagi saya ini orang perantauan," Zanu menandaskan.

3.3.1. Kebijakan Kemiskinan Dan Upaya Penuntasan Kemiskinan Di


Indonesia

Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan


memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang

31
sistemik, terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar warga Negara, diperlukan langkah-
langkah strategis dan komprehensif.
Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan
keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata) dan masyarakat
merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama terhadap
penanggulangan kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan
penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak, meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin, penguatan
kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan
percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam upaya mencapai
masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis dan
berkeadilan.
Namun keseluruhan upaya tersebut belum maksimal jika tanpa
dukungan dari para pemangku kepentingan lainnya. Untuk menunjang
penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan mewujudkan
percepatan penanggulangan kemiskinan dirumuskan empat startegi
utama. Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan tersebut
diantaranya:
1. Memperbaiki program perlindungan sosial
Prinsip pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan
sistem perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan.
Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu
individu dan masyarakat menghadapi goncangan-goncangan
(shocks) dalam hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota
keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana atau bencana
alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif
akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang
mengalami goncangan tidak sampai jatuh miskin.
Penerapan strategi ini antara lain didasari satu fakta
besarnya jumlah masyarakat yang rentan jatuh dalam kemiskinan
di Indonesia. Di samping menghadapi masalah tingginya potensi

32
kerawanan sosial, Indonesia juga dihadapkan pada fenomena
terjadinya populasi penduduk tua (population ageing) pada
struktur demografinya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan
beban ekonomi terhadap generasi muda untuk menanggung
mereka atau tingginya rasio ketergantungan.
Tingginya tingkat kerentanan juga menyebabkan tingginya
kemungkinan untuk masuk atau keluar dari kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menanggulangi semakin besarnya kemungkinan
orang jatuh miskin, perlu dilaksanakan suatu program bantuan
sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak
menjadi miskin dan mereka yang sudah miskin agar tidak menjadi
lebih miskin.
2. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar
Prinsip kedua dalam penanggulangan kemiskinan adalah
memperbaiki akses kelompok masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan pendidikan,
kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan
membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh
kelompok masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses
terhadap pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal
manusia (human capital).
Salah satu bentuk peningkatan akses pelayanan dasar
penduduk miskin terpenting adalah peningkatan akses
pendidikan. Pendidikan harus diutamakan mengingat dalam
jangka panjang ia merupakan cara yang efektif bagi penduduk
miskin untuk keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, kesenjangan
pelayanan pendidikan antara penduduk miskin dan tidak miskin
akan melestarikan kemiskinan melalui pewarisan kemiskinan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak dari keluarga
miskin yang tidak dapat mencapai tingkat pendidikan yang
mencukupi sangat besar kemungkinannya untuk tetap miskin
sepanjang hidupnya.
Selain pendidikan, perbaikan akses yang juga harus
diperhatikan adalah akses terhadap pelayanan kesehatan. Status

33
kesehatan yang lebih baik, akan dapat meningkatkan
produktivitas dalam bekerja dan berusaha bagi penduduk miskin.
Hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi dan keluar dari kemiskinan. Selain
itu, peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak
menjadi poin utama untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Konsumsi air minum yang tidak layak dan buruknya
sanitasi perumahan meningkatkan kerentanan individu dan
kelompok masyarakat terhadap penyakit.
3. Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin
Prinsip ketiga adalah upaya memberdayakan penduduk
miskin menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas
dan keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Dalam upaya
penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak
memperlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai obyek
pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin
perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat berupaya keluar dari
kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Pentingnya pelaksana strategi dengan prinsip ini
menimbang kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakadilan dan
struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada kaum miskin. Hal
ini menyebabkan output pertumbuhan tidak terdistribusi secara
merata pada semua kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat
miskin, yang secara politik, sosial, dan ekonomi tidak berdaya,
tidak dapat menikmati hasil pembangunan tersebut secara
proporsional. Proses pembangunan justru membuat mereka
mengalami marjinalisasi, baik secara fisik maupun sosial.
Konsep pembangunan yang ditujukan untuk
menanggulangi kemiskinan umumnya melalui mekanisme atas-
bawah (top-down). Kelemahan dari mekanisme ini adalah tanpa
penyertaan partisipasi masyarakat. Semua inisiatif program
penanggulangan kemiskinan berasal dari pemerintah (pusat),
demikian pula dengan penanganannya. Petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis implementasi program selalu dibuat seragam

34
tanpa memperhatikan karakteristik kelompok masyarakat miskin
di masing-masing daerah. Akibatnya, program yang diberikan
sering tidak mempunyai korelasi dengan prioritas dan kebutuhan
masyarakat miskin setempat. Dengan pertimbangan-pertimbangan
tersebut, upaya secara menyeluruh disertai dengan pemberdayaan
masyarakat miskin menjadi salah satu prinsip utama dalam
strategi penanggulangan kemiskinan.
4. Menciptakan pembangunan yang inklusif.
Prinsip keempat adalah Pembangunan yang inklusif yang
diartikan sebagai pembangunan yang mengikutsertakan dan
sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat.
Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan
pembangunan. Fakta di berbagai negara menunjukkan bahwa
kemiskinan hanya dapat berkurang dalam suatu perekonomian
yang tumbuh secara dinamis. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi
yang stagnan hampir bisa dipastikan berujung pada peningkatan
angka kemiskinan. Pertumbuhan harus mampu menciptakan
lapangan kerja produktif dalam jumlah besar. Selanjutnya,
diharapkan terdapat multiplier effect pada peningkatan
pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, dan
pengurangan angka kemiskinan.
Untuk mencapai kondisi sebagaimana dikemukakan diatas,
perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri.
Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat penting untuk
dapat mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga diperlukan
kejelasan dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu
juga, ia membutuhkan kemudahan berbagai hal seperti ijin
berusaha, perpajakan dan perlindungan kepemilikan. Selanjutnya,
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus didorong
untuk terus menciptakan nilai tambah, termasuk melalui pasar
ekspor. Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya
prioritas lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah
perdesaan dan sektor pertanian juga merupakan tempat di mana

35
penduduk miskin terkonsentrasi. Dengan demikian,
pengembangan perekonomian perdesaan dan sektor pertanian
memiliki potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang menghasilkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar
dan pengurangan kemiskinan secara liputan6signifikan.
Pembangunan yang inklusif juga penting dipahami dalam
konteks kewilayahan. Setiap daerah di Indonesia dapat berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan dengan sumber daya dan komoditi
unggulan yang berbeda. Perekonomian daerah ini yang kemudian
akan membentuk karakteristik perekonomian nasional.
Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting untuk memperkuat
ekonomi domestik.

36
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Kemiskinan merupakan kondisi dimana ketidak mampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidup seperti masyarakat lainnya. Faktor penyebab
kemiskinan meliputi: Faktor Ekonomi, Faktor Individual, Faktor Sosial,
Faktor Kultural, dan Faktor Struktural. Indikator kemiskinan Berdasarkan
kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan
multidimensional memiliki 4 bentuk yaitu: kemiskinan absolut, kemiskinan
relative, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Indikator
kemiskinan berdasarkan dimensi ekonomi yaitu kekurangan sumber daya
yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan indikator kemiskinan berdasarkan dimensi kesehatan yaitu
Rendahnya kemampuan pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan
pokok menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau
memperoleh standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi
maupun pelayanan kesehatan yang memadai.
Perkembangan kemiskinan di dunia dipengaruhi oleh keadaan fisik tiap
negara di dunia berupa terjadinya perang, konflik sipil, pelanggaran HAM,
pemerintahan korup, dan tekanan jumlah penduduk yang berdampak pada
penurunan kualitas hidup akibat polusi, deforestasi, erosi tanah, kepunahan
binatang, bencana alam, dan degradasi lingkungan hidup serta keragaman
hayati. Perkembangan kemiskinan di Indonesia yaitu beberapa tahun
belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan
yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan
melambat di masa depan. Kemiskinan di Indonesia dipengaruhi oleh
distrubusi geografis serta letak kota dan desa. Kebijakan Kemiskinan Dan
Upaya Penuntasan Kemiskinan Di Indonesia yaitu dalam upaya strategi-
strategi penanggulangan kemiskinan berupa: Memperbaiki program
perlindungan sosial, Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar,

37
Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin, Menciptakan pembangunan
yang inklusif.

4.2. Saran
Perlunya kerjasama lintas sektor dalam menanggulangi kemiskinan
khususnya di Indonesia. Generasi muda sebaiknya lebih sadar diri dalam
menata ulang masa depannya dengan menyelesaikan pendidikan sampai
tuntas agar angka kemiskinan tidak tinggi. Pemerintah sebaiknya mendukung
dan tetap konsisten dalam menyusun program penanggulangan kemiskinan.
Masyarakat sebaiknya ikut serta berpartisipasi dalam menanggulangi
kemiskinan di daerah sekitarnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Nurwati N. 2008. Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan.


Universitas Padjajaran: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Barika. 2013. Pengaruh Pertumbhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah,
Pengangguran dan
Inflasi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Se Sumatera. Bengkulu.
Universitas
Bengkulu: Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Sholeh, Maemun. Kemiskinan : Telaah Dan Beberapa Strategi


Penanggulangannya. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi,
Universitas Negeri Yogyakarta. [online] diunduh dari
http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Drs.%20Maimun
%20Sholeh,%20M.Si./Kemiskinan%20%20Telaah%20Dan
%20Beberapa%20Strategi%20Penanggulangannya.pdf.
Widiastuti, Ari. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskinan Di Jawa Tengah Tahun 2004-2008. [online] diunduh
dari http://eprints.undip.ac.id/24465/1/Skripsi.pdf
Suryawati, Chriswardani. (2004). Memahami Kemiskinan Secara
Multidimensional. Jurnal Manajemen Pembangunan dan
Kebijakan. Volume 08, No. 03, Edisi September (121-129).
[online] diunduh
dari https://xa.yimg.com/kq/groups/22981121/14546305/name/k
emiskinan.pdf.
http://www.ilmusiana.com/2016/01/10-negara-termiskin-di-dunia.html
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_37.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32302/4/Chapter%20II.pdf
http://eprints.undip.ac.id/45391/1/05_JUNDI.pdf
http://ayouk91.blogspot.co.id/2011/06/kemiskinan.html
http://fsujatmoko.blogspot.co.id/2015/04/faktor-faktor-penyebab-kemiskinan.html
http://widhisatyanugroho.blogspot.co.id/2013/06/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html
https://www.scribd.com/doc/30565394/Faktor-Penyebab-Kemiskinan
http://destikafizriani.blogspot.co.id/2015/05/faktor-penyebab-kemiskinan.html
http://teorikemiskinan.blogspot.co.id/2015/10/faktor-faktor-penyebab-
kemiskinan.html
https://sarulmardianto.wordpress.com/kemiskinan-di-indonesia

39
http://ochascorpiogirl.blogspot.co.id/2012/10/faktor-penyebab-dan-cara-
mengatasi.html
http://www.jelajahinternet.com/2015/10/7-pengertian-kemiskinan-menurut-
para.html
Chandra A, (2012). Pengaruh Kepemilikan Aset, Pendidikan, Pekerjaan Dan
Jumlah Tanggungan Terhadap Kemiskinan Rumah Tangga Di Kabupaten
Demak. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro Tahun 2012.
Soetomo. 2008. Masalah sosial dan upaya pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Sumardi, mulyanto n hans-dieterevers.ed. 1982. Kemiskinan dan kebutuhan
pokok. Jakarta: cv. Rajawali.
Suparlan, Pasudi. 1995. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta : Sinar Harapan
UI haq, mahbub. 1995. Tirai Kemiskinan: tantangan untuk dunia ketiga.
Jakarta:obor ind.
http://bps.go.id//
berita harian liputan6 online. http://regional.liputan6.com

40

Anda mungkin juga menyukai