Anda di halaman 1dari 3

No : FRM-SKP/042

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH Tanggal :


GOMBONG Revisi : 00
Halaman : 1 dari 2
FORM LAPORAN
REFLEKSI KASUS

Nama Mahasiswa : Ismail Aji


NIM : 2021030035
Tema : Kasus Autonomy

Komponen Uraian
1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional
Kasus yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat baik sehat maupun sakit. Untuk menunjang
pelayanan keperawatan harus tetap memperhatikan adanya kode etik legal
keperawatan.
Kode etik legal keperawatan merupakan alat pengambilan keputusan
yang valid dan berguna bagi perawat dalam menghadapi masalah etik pada
praktik klinik sehari-hari (Binjani & Ghodsbin, 2017). Untuk menjamin praktik
dilakukan secara profesional, penting bagi perawat untuk memahami prinsip-
prinsip etik karena perawat berhubungan secara langsung dengan pasien (Bijani
& Ghodsbin, 2017). Kode etik keperawatan selain sebagai alat pengambil
keputusan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan pasien dan lingkungan
dimana nilai, kepercayaan, hak asasi dan martabat yang dihormati, serta untuk
memberikan rasa aman dan payung hukum bagi perawat (Peraturan Menteri
Kesehatan, 2014).
Prinsip moral dalam praktek keperawatan :
a. Autonomy/self determination/otonomi
b. Beneficience/berbuat baik
c. Justice/keadilan
d. Kejujuran/veracity
e. Kesetiaan/komitmen (fidelity/keeping promise)
f. Kerahasiaan (confidentiality)
g. Accountability (akuntabilitas)
h. Non Maleficience (Tidak merugikan)
2. Ringkasan Kasus Pasien Tn. B datang ke RSMS melalui IGD dan dirawat di ruangan kemuning
sejak 8 Oktober. Pasien mengeluhkan sesak napas, lemas, kedua tungkai
bengkak, riwayat kontrol poli jantung (+), pasien terdiagnosa CHF sejak 2
bulan yang lalu.. Didapatkan dari pemeriksaan TTV sebagai berikut : TD :
128/90 mmHg, RR : 28 x/m, N :89 x/m, S : 36,4ºC. Tn. B mempunyai keunikan
sikap dimana beliau memiliki pendirian yang sangat kuat dan memiliki
ekspektasi pelayanan yang tinggi. Selain itu pasien memiliki konflik internal
dengan adiknya, adiknya juga memiliki kesibukan tersendiri sehingga
terkadang pasien tidak ditunggu oleh keluarganya. Dalam proses penyakitnya,
pasien mengalami pembengkakan tungkai serta edema paru sebagai akibat dari
penyakit CHF. Oleh karena itu, Tn. B mendapatkan terapi furosemid melalui
syringe pump dimana efeknya pasien sering ke kamar mandi. Dengan
pertimbangan keselamatan pasien, perawat menyarankan tindakan pemasangan
cateter urin, namun pasien pernah mengalami pengalaman kurang
menyenangkan setelah pemasangan cateter urin, perawat kemudian
mengedukasi pasien terkait keterbatasan kondisi pasien, sehingga pasien
menyetujui tindakan pemasangan cateter urin. Namun setelah 1 jam setelah
dipasang cateter urin, pasien mengeluh nyeri saat berkemih, selain itu urin yang
keluar juga sedikit yang membuat pasien gelisah dan komplain. Pasien
menginginkan cateter urinnya dilepas, pasien mengatakan lebih baik bolak-
balik ke kamar mandi daripada menahan nyeri.
3. Refleksi Kasus Dilema Etik yang terjadi berdasarkan kasus diatas adalah Autonomy. Prinsip
Autonomy didasarkan pada keyakinan bahwa individu dewasa mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan untuk membuat buat keputusan yang harus
dihargai oleh setiap orang. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
keputusan seseorang sebagai persetujuan tidak memaksa. Akan tetapi perawat
perlu mempertimbangkan keselamatan pasien dan prinsip etik non maleficience
dimana perawat tidak boleh melakukan tindakan yang merugikan dan berakibat
buruk terhadap pasien.
Pada kasus ini terjadi sebuah dilema etik dimana perawat mengetahui risiko
keselamatan pasien terkait dengan program pengobatan yang membuat pasien
harus sering ke toilet, dengan kondisi saat ini pasien tampak kelelahan setelah
berjalan kembali dari toilet dan berpotensi memperburuk kondisinya yang
memungkin terjadinya KTD. Namun disisi lain pasien memiliki hak untuk
melepas cateter urin yang telah terpasang.
4. Solusi/ Tindak Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki pengetahuan terkait kondisi pasien
Lanjut
secara objektif, akan tetapi pasien sebagai pelanggan memiliki pengalaman
secara sadar dan subjektif atas apa yang terjadi pada dirinya yang mana tidak
boleh diabaikan. Disini perawat tidak boleh memaksakan terapi yang menurut
pasien berdampak buruk terhadap dirinya. Walaupun begitu, perawat yang
memiliki pengetahuan terkait risiko pengambilan keputusan dari pasien
bertanggungjawab secara hukum apabila terjadi kejadian tidak diinginkan. Oleh
karena itu, penting bagi perawat untuk mengedukasi risiko yang dapat terjadi
apabila pasien menginginkan tindakan pelepasan cateter urin. Selain itu
persetujuan pelepasan cateter urin harus didokumentasikan sebagai bukti fisik
yang dapat melindungi perawat dan rumah sakit secara hukum apabila terjadi
kejadian tidak diinginkan. Perawat juga perlu memotivasi keluarga untuk sebisa
mungkin mengawasi pasien. Tindakan yang dilakukan oleh perawat adalah
mengedukasi pasien dan keluarga terkait dengan risiko pelepasan cateter urin,
setelah itu perawat meminta pasien menandatangani form persetujuan tindakan
(pelepasan cateter urin). Kemudian perawat melepas cateter urin.

Purwokerto, 13 Oktober 2021


Mahasiswa Ners,

(Ismail Aji)

Anda mungkin juga menyukai