Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA

Disusun Oleh :

1. ENKA PUTRI
2. FITRI LAILINA MARISA
3. HANUM RISDHA PRATAMA
4. SILVIA NUR HAKIKI
5. SITI ZAQIYAH DAROJAT
6. SOFFIA PRAMESTIAN
7. TRIAS ARUN CLANDIA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI


LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA

A. Pendahuluan
Mata merupakan salah satu organ tubuh yang paling penting. Anda dapat melihat hijaunya
sawah, kemacetan di jalan, dan rintik hujan di jendela karena mata Anda berfungsi dengan
baik. Sayangnya, masih banyak yang belum mengenal anatomi bagian mata dan cara
menjaganya dengan benar. Yuk, simak ulasan berikut mengenai gambar mata dan fungsinya

serta tips agar mata tetap sehat.

Kornea adalah jaringan berbentuk kubah transparan yang membentuk bagian mata terdepan

atau paling luar. Fungsi kornea adalah sebagai jendela dan jalan masuk cahaya ke mata Anda.

Bilik mata depan adalah kantung mirip jelly yang berada di belakang kornea, di depan lensa
(lihat pada gambar indra penglihatan Anda di atas). Kantung yang juga dikenal dengan istilah
anterior chamber ini berisi cairan aqueous humor yang membantu membawa nutrisi ke
jaringan mata. Cairan aqueous humor juga sekaligus berfungsi sebagai penyeimbang tekanan
di dalam mata.

Seklera bagian mata yang berbentuk selaput putih keras dengan jaringan fibrosa yang
menutupi seluruh bola mata Anda, kecuali bagian kornea. Di dalamnya terdapat otot yang
menempel guna menggerakkan mata yang menempel pada sklera.

Iris dan pupil adalah bagian dari anatomi mata yang saling berhubungan satu sama lain. Iris
adalah membran berbentuk cincin yang mengelilingi sebuah bulatan kecil berwarna lebih
gelap di tengahnya.

lensa adalah bagian mata yang berupa jaringan transparan dan lentur, yang terletak tepat di
belakang iris dan pupil, setelah kornea (lihat gambar indra penglihatan Anda di atas).

Koroid adalah bagian mata yang berbentuk membran cokelat gelap yang terdapat banyak
pembuluh darah di dalamnya. Posisinya terletak di antara sklera dan retina.

Berbeda dengan cairan aqueous humor yang adanya di depan lensa mata, vitreous humor
terletak di belakang lensa mata. Vitreous adalah zat seperti jeli yang mengisi bagian dalam
bagian belakang anatomi mata. Seiring waktu, vitreous menjadi lebih encer dan bisa terlepas
dari bagian belakang mata.

Retina adalah sebuah jaringan yang peka terhadap cahaya. Retina ini melapisi permukaan
bagian dalam anatomi mata. Sel di retina bisa mengubah cahaya masuk menjadi impuls
listrik. Impuls listrik ini dibawa oleh saraf optik (yang menyerupai kabel televisi Anda) ke
otak, yang akhirnya menafsirkannya sebagai gambar atau objek yang mata lihat

Makula adalah area sensitif kecil di tengah retina yang memberikan penglihatan sentral. Pada
makula, terdapat fovea. Fovea terletak di pusat makula dan fungsinya untuk memberikan
penglihatan detail yang paling tajam di mata Anda
kelopak mata atau palpebra adalah bagian anatomi mata dengan fungsi yang tak kalah penting
dengan bagian lainnya. Kelopak mata membantu menjaga kesehatan mata dengan melindungi
kornea Anda dari paparan benda-benda asing, seperti infeksi, cedera, serta penyakit

B. Pengertian
1. Pengertian
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih
tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004). Galukoma adalah adanya kesamaan kenaika tekanan
intra okuler yang berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). Menurut
Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan
kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO),
dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik
sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan
tajam pengelihatan. Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi
saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit
dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf
optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).

2. Klasifikasi Glaukoma

Klasifikasi glaukoma menurut Vaughan adalah sebagai berikut :

1. Glaukoma Primer

A. Glaukoma primer sudut terbuka

Sering disebut sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik. Glaukoma ini paling
sering terjadi pada ras Amerika dan Afrika. Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun.
Pada glaukoma primer sudut terbuka, terdapat kecenderungan risiko lebih besar pada
pasien yang memiliki riwayat keluarga pengidap glaukoma khususnya pada kerabat
tingkat pertama, serta penyakit sistemik seperti diabetes melitus, dan hipertensi.
Perjalanan penyakit seringkali asimptomatik dan baru terdeteksi ketika sudah memasuki
stadium lanjut. Keluhan pasien berupa ―Tunnel vision‖ (penglihatan seperti
terowongan) saat penyakit berlanjut ke stadium akhir. Gambaran patologik pada
glaukoma primer sudut terbuka adalah adanya proses degeneratif anyaman trabekular,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan kanal
Schlemm. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan
peningkatan TIO

B. Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma yang sering ditemukan pada ras Cina, Asia Tenggara, dan Eskimo, dengan angka
kejadian wanita berbanding pria 4 : 1. Glaukoma primer sudut tertutup terjadi pada mata
dengan predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan TIO terjadi karena
sumbatan aliran keluar aqueous humor akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris
perifer. Glaukoma ini juga ditemukan pada bola mata yang bersumbu pendek, fisiologik
mempunyai lensa yang lebih cembung (ketebalan bertambah)

Gejala yang ditimbulkan diantaranya nyeri (periokuler), mata merah, penglihatan kabur,
fotofobia, dan halo di sekitar cahaya. Gejala sistemik berupa nyeri kepala, mual, muntah,
nyeri abdomen. Glaukoma primer sudut tertutup dapat bermanifestasi sebagai kedaruratan
oftalmologik dimana tajam penglihatan turun mendadak pada serangan akut atau
asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan.

2. Glaukoma Sekunder

Tanda dan gejala pada glaukoma sekunder sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya. Glaukoma sekunder dapat terjadi pada uveitis, hifema, pasca bedah katarak
intrakapsuler atau ekstrakapsuler, dan trauma perforasi kornea. Terapi pada glaukoma
sekunder selain menurunkan TIO adalah dengan mengatasi penyakit yang mendasari.
3. Glaukoma Kongenital

Kelainan ini dapat terjadi akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut
bilik mata saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal Schlemm, dan tidak
sempurnanya pembentukan pembuluh darah balik yang menampung cairan bilik mata ke luar.
Gejala klasik yang ditimbulkan adalah fotofobia, epifora, edema kornea, serta sklera
perikorneal menipis sehingga tampak berwarna biru.

C. Fungsi Fisiologis
1. Anatomi
Bagian-bagian mata
1. Sclera adalah pembungkus yang kuat dan fibrus. Sclera membentuk putih
mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendelamembrane
yang bening. Yaitu kornea, sclera melindungi struktur matayang sangat halus,
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2. Koroid atau lapisan tengah berisis pembuluh darah, yang merupakanranting –
ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis internal.Lapisan caskuler
ini membentuk iris yang berlubang ditengah nya, atauyang disebut pupil
(manik) mata.
3. Retina adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri dari atas sejumpalhlapisan
serabut, yaitu sel – sel saraf, batang – batang, dan kerucut.Semuanya termasuk
dalam kontruksi retina, yang merupakan jaringansaraf halus yang mengantar
implus saraf dari luar menuju diskus optic,yang merupakan titik tempat saraf
optic meningalkan biji mata
Kornea adalah bagian depan yang transpran dan tersambung dengansclera yang
putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas
D. ETIOLOGI
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil

Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah

a. Umur Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 %


daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan
bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma Untuk glaukoma jenis tertentu,
anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk
terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua
dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata Tekanan bola mataTekanan bola mata diatas 21 mmHg
beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola
mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan
bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.
E. Patofisiologis
Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus
ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueua humor
mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh
work dan kanal schlem. Tekana intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-
21 mmhg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH
di bilik mata depan. Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik
dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati.
Selanjutnya menyebabkan kesrusakan jaringan yang dimula dari perifir menuju ke
fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai
dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo,
2009).

F. Manifestasi klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical
atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara
perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar
tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan
klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek
atau lebih kabur,lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara
permanen.
Gejala yang lain adalah
a. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
b. Kornea suram.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya.
f. Udema kornea.
g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
h. Lensa keruh.
Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut
a. Tekanan bola mata yang tidak normal Rusaknya selaput jala
b. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
berakhir dengan kebutaan.
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus
optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmhg.
Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain
1. Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan
cara sebagai berikut :
 Penderita di minta telentang
 Mata di teteskan tetrakain
 Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas
 Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari
(jangan menekan bola mata penderita)
 Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam
milimeter air raksa.
 Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma.
 Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
2. Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi
kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri
aplanasi adalah
a) Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa
b) Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lender
c) Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan
dinaikkan sehingga lingkaran tersebut mendekat sehingga bagian
dalam terhimpit
d) Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang
memberi gambaran setengah lingkaran berimpit.Tekanan tersebut
merupakan tekanan bola mata.
e) Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20
mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.
c. Pemeriksaan lampu-slit.
d. Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar
kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik
kedalam tuberkulum dengan lensa khusus Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas
pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan
tes konfrontasi.
e. Pemeriksaan Ultrasonografi..
Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur
dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu :
1) A-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna,mengukur mata
untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma
congenital.
2) B-Scan-Ultrasan.

Berguana unutk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang
kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.

G. Penatalaksanaan
Prinsip
Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, glaukoma dapat dicegah
untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya saraf
penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang
konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda
tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi :
a. Terapi obat.
 Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral.
 Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
b. Bedah lazer.
Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan
menurunkan TIO.
c. Bedah konfensional.
d. Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris
unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior.
Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu
melalui scler

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien

b. Identitas penanggung jawab

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Yang biasa muncul pada klien dengan gangguan rasa aman dan nyaman
(nyeri), antara lain : gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat, nafsu makan
berubah, diaforesis (berkeringat) dan anoreksia, mengeluh nyeri.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Dijelaskan/menjelaskan kronologi berjalannya penyakit pasien :

1) Waktu terjadinya sakit : berapa lama sakitnya

2) Proses terjadinya sakit : kapan mulai merasakan sakit dan bagaimana sakit
mulai terjadi

3) Upaya yang telah dilakukan : selama sakit sudah berobat kemana dan obat-
obatan yang sudah di konsumsi

4) Hasil pemeriksaan sementara dan sekarang

Yang perlu dikaji dan ditanyakan : TTV, adanya patofisiologi lain.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Pengobatan saat ini dan masa lalu, alergi terhadap obat dan makanan, tempat
tinggal/lingkungan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien? Adakah riwayat penyakit keturunan dalam keluarga?

3. Pola Fungsi Kesehatan (Virginia Henderson)


a. Pola bernafas dengan normal
Bagaimana irama, kedalaman, frekuensi, keteraturan bernafas, menggunakan alat
bantu pernafasan atau tidak, adakah retraksi intercosta, adakah sesak nafas, hal-
hal yang dapat mengurangi atau memperberat sesak nafas.
b. Pola nutrisi
Berapa kali makan dalam sehari, makanan kesukaan, berat badan sebelum dan
sesudah sakit, frekuensi dan kuantitas minum sehari.
c. Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK/BAB sehari, adakah gangguan dalam BAK/BAB,
adakah nyeri saat BAB/BAK.
d. Pola keseimbangan dan gerak
Bagaimana pola keseimbangan gerak dan aktivitas klien (ADL : Acctivity Daily
Living), skala ketergantungan ada atau tidak, berapa kekuatan otot, ada gangguan
berjalan atau tidak.
e. Pola istirahat dan tidur
Jam berapa pasien mulai tidur, jumlah dan kualitas tidur klien, apa kebiasaan
menjelang klien tidur.
f. Pola mempertahankan temperatur tubuh
Apa kebiasaan klien dalam mempertahankan temperatur tubuh?
g. Pola personal hygiene
Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien (mandi, gosok gigi,
keramas, potong kuku), berapa hari sekali/berapa minggu sekali, menggunakan
bantuan atau tidak saat melakukan personal hygiene.
h. Pola komunikasi
Bagaimana komunikasi klien dengan orang lain, jenis komunikasi yang
dilakukan, penggunaan bahasa dan kejelasan.
i. Pola spiritual
Bagaimana klien dalam menjalankan ibadahnya, agama atau kepercayaan yang
dianut klien, bagaimana mekanisme koping klien dalam menghadapi masalah
kesehatan yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianut klien.
j. Pola berpakaian dan memilih pakaian
Bagaimana pola berpakaian klien (keserasian, waktu, dan cara) jenis pakaian
yang disukai atau tidak disukai klien.
k. Pola rasa aman dan nyaman
Adakah nyeri? Jika ada jelaskan hasil pengkajian nyeri dengan PQRST
P (provokatif) : apa penyebab timbulnya nyeri?
Q (quality) : seberapa berat keluhan nyeri terasa? Bagaimana rasanya?
Seberapa sering terjadi?
R (Region) : dimana lokasi nyeri? Apakah juga menyebar ke daerah
lain/area penyebarannya?

1) Supervisial : tajam, menusuk, membakar


2) Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
3) Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
S (skala) : menggunakan skala intensitas nyeri numerik
T (time) : kapan nyeri mulai timbul/ seberapa sering nyeri terjadi?
Apakah terjadi secara mendadak/bertahap? Akut/kronis?
l. Pola kebutuhan bekerja
Apa pekerjaan klien, apakah klien mampu melakukan pekerjaannya, kapan waktu
kerja (jam kerja).

m. Pola kebutuhan rekreasi


Apa hal-hal yang dilakukan klien untuk menghilangkan kebosanan atau
kejenuhan seperti nonton tv, mendengarkan radio, jalan-jalan, dan lain-lain.
n. Pola kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap kesehatannya atau penyakitnya, sejauh mana
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Penampilan umum
2) Tingkat kesadaran
a) Kualitatif (composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium)
b) Kuantitatif (GCS : Glascow Coma Scale)
E = Eye M = Motorik V = Verbal
b. Pengukuran klinik
1) Tanda-tanda vital
a) Suhu : 36,6 ֠C- 37,2 ֠C
b) Tekanan darah : 110/90 mmHg
c) Nadi : 70-80 x/menit
d) Pernafasan :12-20 x/menit
2) Berat badan dan tinggi badan
Penghitungan berat badan normal atau tidak menggunakan IMT(indeks massa
tubuh).
IMT = BB (kg)/ [ TB(m)xTB(m)]
Hasil pengukuran IMT kemudian di bandingkan dengan kategori berikut :
Kurus : <18,5
Normal : 18,5-25
Overweight : 25,1-27
Obesitas : 27
1) Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien
serta keadaan rambut pasien.
2) Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan mata untuk
mengetahui adanya kelainan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan
didaerah polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan
hidung untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4) Telinga
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk
mengetahui ada cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5) Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak. Fungsi untuk
pemeriksaan mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya
gigi kotor dan berlubang.
6) Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakak kelenjar getah bening atau tidak,
ada pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7) Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
a. Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b. Perkusi : Sonor/Resonan.
c. Palpasi : Kesimestrisan Dada
d. Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8) Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a. Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b. Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c. Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d. Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9) Integumen
a. Warna kulit : Sawo Matang
b. Keadaan kulit : Kering
c. Turgor kulit : Normal
10) Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia

patwaysglaukoma
Usia > 40 th
Diabetes Mellitus
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan Trabekuler Peningkatan tekanan vitreus

Hambatan pengaliran Cairan humor Pergerakan iris kedepan


agueous

MK; NYERI TIO GLAUKOMA TIO

MK; KURANG
Tindakan oprasi PENGETAHUAN
MK: Gangguan Saraf Perubahan
MK;
Persepsi Sensori Penglihatan
Penglihatan ANSIENTAS
perifer
A. Rencana Asuhan Keperawatan

NO. SDKI SIKI SLKI


1. Nyeri akut MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
Observasi Tingkat Nyeri
. (D.0077)
 Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, Pengalaman
frekuensi, kualitas, intensitas sensorik atau
nyeri emosional yang
 Identifikasi skala nyeri berkaitan dengan
 Identifikasi respon nyeri non kerusakan
verbal jaringan actual
atau fungsional,
 Identifikasi faktor yang
dengan onset
memperberat dan
mendadak atau
memperingan nyeri
lambat dan
 Identifikasi pengetahuan dan
berintensitas
keyakinan tentang nyeri
ringan hingga
 Identifikasi pengaruh budaya berat dan konstan
terhadap respon nyeri dengan ekspetasi
 Identifikasi pengaruh nyeri menurun
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan MINIMALISASI RANGSANGAN PERSEPSI


(I.08241) SENSORI
persepsi sensor MEMBAIK
(D.0085) 1. Observasi (L.09083)
 Periksa status mental, status
sensori, dan tingkat
kenyamanan (mis. nyeri,
kelelahan)
2. Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi
terhadap beban sensori (mis.
bising, terlalu terang)
 Batasi stimulus lingkungan
(mis. cahaya, suara, aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas harian
dan waktu istirahat
 Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam satu
waktu, sesuai kebutuhan
3. Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian obat
yang mempengaruhi persepsi
stimulus

3. Ansientas REDUKSI ANXIETAS (I.09314) Tingkat ansientas


(D.0080) 1.  Observasi Konsistensi
 Identifikasi saat tingkat Perilaku gelisah
anxietas berubah (mis.
Kondisi, waktu, stressor) Verbilasasi
 Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan kebingungan
 Monitor tanda anxietas Verbilasasi
(verbal dan non verbal)
2. Terapeutik kebingungan
 Ciptakan suasana  terapeutik
untuk menumbuhkan akibat yang di
kepercayaan alami
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
anxietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan 
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
anti anxietas, jika perlu

4. Defisit Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan meningkat,


pengetahuan Observasi dengan kriteria
1) Identifikasi kesiapan dan hasil : Kriteria Hasil
(D.0111) kemampuan menerima :  Perilaku sesuai
informasi anjuran meningkat
Terapeutik Kemampuan
1) Sediakan materi dan media menjelaskan
pendidikan kesehatan
pengetahuan
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan
tentang penyakit
sesuai kesepakatan
yang di derita
3) Berikan kesempatan untuk
meningkat
bertanya
Pertanyaan
4) Gunakan variasi mode
tentang masalah
pembelajaran
5) Gunakan pendekatan promosi yang dihadapi

kesehatan dengan memperhatikan menurun

pengaruh dan hambatan dari Persepsi yang


lingkungan, sosial serta budaya. keliru terhadap
6) Berikan pujian dan dukungan penyakit menurun
terhadap usaha positif dan
pencapaiannya
Edukasi
1) Jelaskan penanganan masalah
kesehatan
2) Informasikan sumber yang tepat
yang tersedia di masyarakat
3) Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
4) Anjurkan menentukan perilaku
spesifik yang akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)
5) Ajarkan mengidentifikasi tujuan
yang akan dicapai
6) Ajarkan program kesehatan
dalam kehidupan sehari hari
KESIMPULAN

Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola mata. Kondisi ini
ditandai dengan nyeri di mata, mata merah, penglihatan kabur, serta mual dan muntah. Glaukoma perlu
segera ditangani untuk mencegah terjadinya kebutaan. Di sebabkan oleh kerusakan di saraf mata.
Kerusakan tersebut umumnya terkait dengan peningkatan tekanan di mata akibat
penumpukan aqueous humour yang mengalir ke seluruh bagian mata.

DAFTAR PUSTAKA

 Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
 Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai