Anda di halaman 1dari 7

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Etiologi Kelompok Pneumonia Nosokomial

Etiologi tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya faktor resiko
untuk jenis patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia. Hal ini
dapat terjadi pada tabel 3 :

Etiologi

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering di sebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh Staphylococus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator
oleh P. Aeroginosa dan enterobacter pada masa kini terjadi perubahan keadaan
pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan
penggunaan antibiotik tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik
kuman. Terjadilah peningkatan patogenitas / jenis kuman, terutama S. Aureus,
B.catarrhalis, H.influenzae dan Enterobacter oleh adanya berbagi mekanisme.
Juga dijumpai pada begbagai bakteri enterik gram negatif.

Etiologi pneumonia berbeda beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan
hal ini berdampak pada obat yang akan diberikan. Mikrioorganisme penyebab
yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar negara, di luar RS dan
di dalam RS, antara RS besar / tersier dengan RS yang lebih kecil. Karena itu
perlu diketahui dengan baik pola kuman di luar negri tidak sepenuhnya cocok
dengan pola kuman di Indonesia, maka pedoman yang berdasarkan pola kuman
diluar negri dapat dipakaii sebagai acuan secara umum.

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Kriteria pneumonia nosokomial. Memingat gambaran PN yang tidak khas dan


berbeda dari PK, maka untuk diagnosis PN digunakan krteria diagnosis PN yang
diajukan oleh Center for Desease Control dan Prevention, USA, pada tabel 5.

Pneumonia Nosokomial

Sratergi terapi pada PN berdasarkan keadaan klinik dan bakteriologik pasien


seperti tercantum pada gambar.

1. Berdasrkan pertimbangan ada/tidak adanya onset lambat > 5 hari dan adanya
faktor patogen MDR, diberikan terapi empirik awal dengan terapi AB
spektrum terbatas (tabel 7), atau spektrum luas AB untuk patogen MDR .
Dosis untuk dilihat pada tebel 9. Terapi segera diberikan karena
keterlambatan terapi dapat mengakibatkan peningkatan mortalitas. Pasien
diberikan terapi empirik berdasarkan kepada resiko infeksi MDR dan gram
negatif dengan bentuk kombinasi, dan monoterapi bila tidak ada resiko MDR.
Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi patogen pada saat terapi
terhadap P. Aeurogenosa , dan pada saat memberikan sefalosporin gen ke – 3
terhadap Enterobakter. Diberikan juga terapi jangka pendek dalam 7 hari bila
didapat respons yang baik, dan penyebabnya bukan P. Aurogenosa. Pada
umumnya spekrum aktivitas AB apapun tidak mencakup semua kuman
penting yang bisa menjadi penyebab PN, kecuali sefpirom dan karbapenem.
Sefpiron merupakan sefalosporin gereasi ke – 4 yang spektrumnya mencakup
menvakup sengaian besar kuman penyebab infeksi nosokomial diruangan
umum/ICU termasuk Staphylococus aureus dan Staphylococus coagulate
negatif. Seperti halnya sefalosporin lain dan karbapenem. Sefripom kurang
aktif terhadap Methicillin Resistent Staohylococus Aureus (MRSA) . Untuk
MRSA yang diperkirakan terjadi pada 20% dari infeksi Staohylococus dpat
dipergunakan vankomisin atau linezoid. Pada PN dengan imunistas yang
normal terpi AB biasanya diberikan selama 2 minggu, dapat diperpanjang bila
terdapat gangguan daya tahan tubuh. Pasien ini biasanya menyelesaikan
terapi AB parenteral di RS dan tidak ada kesempatan untuk dilakukan
pengalihan obat kepada bentuk oral.
Modifikasi AB perlu dilakukan bila telah didapat hasil bakteriogenik dari
bahan sputum atau darah. Respons terhadap AB dievaluasi dalam 72 jam.
Kegiatan terapi dapat disebabkan kesalahan diagnosis, kesalahan sangkaan
patogen, atau komplikasi. Kesalahan diagnosis karena oenyakit lain berupa
atelektasis, emboli paru, ADRS, penyakit dasar neoplasma. Patogen penyebab
atau salah terapi misalnya dosis tidak adekuat atau cara pemberian yang
salah. Setelah ada hsil kultur, AB dimodifikasi bila didapatkan kuman yang
resisten tercakup dalam spektrum AB yang diberikan, atau sebaliknya dipakai
AB dengan spektrum yang lebih sempit atau lebih ringan.

Terapi suportif
1. Terapi O2 untik mecapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi 95 – 96%
berdasarka pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pencegahan dahak kental, dapat dosi
dengan nebulizer untiuk pemberian bronkodilatir bila terdapat
bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya untuk anjuran batuk
dan sesak nafas. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernafasan.
4. Pengaruran cairan
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin, bila
terdapat gangguan sirkulasi.
7. Ventilasi mekanis
8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi yang cukup kalori didapatkan
dari lemak, hingga menghindari produksi CO2 yang berlebihan.

Komplikasi
Dapat terjadi pneumonia ektra pulmonel, misalnya pada pneumonia
pnemokokkus dengan bakterinemi dijumpai pada kasus 10% berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, peritonitis dan empiema. Terkadang
dijumpai komplikasi ekstrapulmonel non infeksius yang memperlambar
resulusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung,
embilo paru atau infark paru, infark miokard akut. Dapat juga komplikasi
lain berupa acute respiratory distress syndrome, gagal organ jamak.

Pencegahan
Pencegahan PN ditujukan kepada upaya program pengawasan dan
pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana.

Anda mungkin juga menyukai