Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT

RASINALISME, LOGIKA DEDUKTIF, DAN SILOGISME

KELOMPOK II

1. ISTIKOMAH NIM. 160100855


2. SINTA ASIH CAHYANI NIM. 160100880
3. SANTOSO NIM. 160100879
4. NUNUK HARTANTI NIM. 160100869
5. RATNAWATI NIM. 160100874
6. MUHAMMAD KUDORI NIM. 160100866

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan petunjuk dan
hidayah-Nya jualah sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan
cahaya kehidupan dan menjadi panutan dalam mencari Ridho Allah SWT.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini, penyusun banyak
menghadapi kendala dan mendapatkan hambatan, tetapi berkat bimbingan, arahan dan do’a dari
berbagai pihak, maka penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhirnya penyusun hanya mampu mendoakan agar para anasir yang telah memberikan
konstribusinya mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan sebagai manusia
biasa penyusun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-
kekurangan sehingga penyusun sangat mengaharapkan sumbangsih berupa saran maupun
kritikan yang sifatnya konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya

Yogyakarta, September 2006

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................ii

Daftar Isi.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Maksud dan Tujuan............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 2

A. Dasar-dasar Pengetahuan.................................................................................... 2
B. Rasionalisme....................................................................................................... 3
C. Logika Deduktif................................................................................................. 4
D. Silogisme............................................................................................................ 5

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 8

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 8
B. Saran................................................................................................................... 8

Daftar Pustaka................................................................................................................. 9

iii
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang disertai dengan munculnya
berbagai temuan-temuan baru. Secara tidak langsung memaksa setiap individu untuk
senantiasa mencari, menggali, dan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan dan temuan-
temuan tersebut sebagai modal untuk mengikuti berbagai kemajuan-kemajuan
kedepan nantinya. Salah satu ilmu pengetahuan yang sejak dulu hingga sekarang yang
juga berkembang seiring dengan berkembangnya zaman adalah filsafat keilmuan.
Filsafat Keilmuan tidak pernah tertinggal dalam hal pengembangan. Berbagai temuan-
temuan yang berkaitan dengan filsafat keilmuan senantiasa menghiasi tiap ruang
zaman. Hal ini sangat mungkin terjadi dengan melihat semangat para tokoh-tokohnya
yang tak henti-hentinya mengembangkan berbagai ilmu yang ada di dalam filsafat
keilmuan, diantaranya Rasionalisme, Silogisme, dan Logika Deduktif. 
Dengan adanya berbagai temuan baru terkait rasionalisme, silogisme, dan logika
deduktif itulah menjadi alasan penyusun untuk mengkaji lebih jauh berbagai temuan
tersebut yang nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan yang menjadi modal untuk
berbagai kemajuan berikutnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah dasar-dasar pengetahuan ?
2. Apakah pengertian dari paham rasionalisme ?
3. Apakah pengertian dari logika deduktif ?
4. Apakah pengertian dan jenis-jenis silogisme ?

C. Maksud dan Tujuan


Berdasarkan latar belakang di atas maka kami dapat menuliskan beberapa tujuan
atas penyusunan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui dasar-dasar pengetahuan
2. Mengetahui pengertian dari paham rasionalisme
3. Mengetahui pengertian dari logika deduktif
4. Mengetahui pengertian dan jenis-jenis silogisme
BAB II
1
PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Pengetahuan
Dasar-dasar pengetahuan merupakan dasar yang menjadi ujung tombak berpikir
ilmiah. Dasar-dasar pengetahuan itu ialah sebagai berikut :
1. Penalaran
Yang dimaksud dengan penalaran ialah kegiatan berpikir menurut pola
tertentu, menurut logika tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan penegtahuan.
Berpikir logis mempunyai konotasi jamak, bersifat analitis. Aliran yang
menggunakan penalaran sebagai sumber kebenaran ini disebut aliran rasionalisme
dan yang menganggap fakta dapat tertangkap melalui pengalaman sebagai kebenaran
disebut aliran empirisme.
2. Logika (Cara Penarikan Kesimpulan)
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis di sini berarti logika
dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan
lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk menaruh pikiran-pikirannya serta
pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah
pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang
bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari
sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. Logika
tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.
Dalam logika ada dua macam yaitu logika induktif dan deduktif. Contoh
menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan silogisma, seperti contoh
dibawah ini :
Silogisma Premis mayor : semua manusia akhirnya mati
 Premis minor : Amir manusia
 Kesimpulan : Amir akhirnya akan mati

B. Rasionaisme

2
Secara etimologis menurut Bagus (2002), rasionalisme berasal dari kata
bahasa Inggris rationalims, dan menurut Edwards (1967) kata ini berakar dari bahasa
Latin ratio yang berarti “akal”, Lacey (2000) menambahkan bahwa berdasarkan akar
katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan aksioma dasar yang
dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut
anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia
mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya, tetapi mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah
ada “ di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip,
maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu
tidak ada, orang tidak mungkinkan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap
sebagai sesuatu yang a priori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari
pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari
prinsip tersebut. Dalam perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh,
masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor
yang sama.
Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan rasionalis seperti Plato
sebagai pelopornya yang disebut juga sebagai „rasionalisme‟ atau „platonisme‟ ,
René Descartes (1590 – 1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern.
Semboyannya yang terkenal adalah “cotigo ergo sum” (saya bepikir, jadi saya ada).
Tokoh-tokoh lainnya adalah J.J. Roseau (1712 – 1778) dan Basedow (1723 – 1790),
Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch Spinoza.
Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke 18 nama-nama seperti
Voltaire,Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme
suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Rasionalisme juga diartikan
sebagai faham (aliran atau ajaran) yang berdasarkan rasio dan ide-ide yang masuk
akal. Selain itu, rasionalisme atau gerakan rasionalis diartikan sebagai doktrin filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika,
dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama.

3
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan
humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan
sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat diluar kepercayaan keagamaan atau
takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut.
Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya sedangkan
Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau
elemen alamiah lainnya juga rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun
mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya
berdasarkan iman.
Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, akan
tetapi tidak seluruh rasionalis adalah atheis. Di luar konteks religius, rasionalisme
dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik
atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari
perpektif para rasionalis adalah adanya penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-
istiadat ataupun kepercayaan yang sedang populer.

C. Logika Deduktif

Penalaran deduktif, kadang disebut logika deduktif, adalah penalaran yang


membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika
kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-
premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah.
Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya
merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.

Contoh argumen deduktif:


Setiap mamalia punya sebuah jantung
Semua kuda adalah mamalia
∴ Setiap kuda punya sebuah jantung

Jadi logika deduktif adalah suatu cara berpikir yang didasarkan atas pernyataan yang
bersifat umum untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, menggunakan pola
berpikir silogisme.

D. Silogisme

4
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun
dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan)
1. Jenis-jenis Silogisme
Berdasarkan bentuknya, silogisme terdiri dari 4 jenis yaitu;
a. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan
kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang
kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi
predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang
menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle
term).
Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
Akasia membutuhkan air (Konklusi)

b. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat)
macam tipe silogisme hipotetik:
1) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan saya naik becak.(mayor)
Sekarang hujan.(minor)
∴ Saya naik becak (konklusi).
2) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
Sekarang bumi telah basah (minor).
∴ Hujan telah turun (konklusi)

3) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.


5
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan
akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
4) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
c. Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu
alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
d. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh
entimen:
Contoh:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima
hadiahnya.
e. Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan
disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau
mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara
analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:

6
1) Silogisme disjungtif dalam arti sempit
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif
kontradiktif.
Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
∴ Ia tidak jujur (konklusi).
2) Silogisme disjungtif dalam arti luas
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai
alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
∴ Hasan di pasar (konklusi).

BAB III
PENUTUP
7
A. Kesimpulan

1. Dasar dasar pengetahuan teridiri dari penalaran baik rasionalisme maupun


empirisme dan logika (penarikan kesimpulan ) baik deduktif maupun induktif
2. Aliran rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa budi (akal)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Aliran rasionalisme
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Adapun
metode yang digunakan pada aliran rasionalisme adalah metode keragu-raguan
untuk berfilsafat.
3. Jadi logika deduktif adalah suatu cara berpikir yang didasarkan atas pernyataan
yang bersifat umum untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, menggunakan
pola berpikir silogisme.
4. Silogisme merupkan bagian dari penarikan kesimpulan secara deduktif yang
disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan)

B. Saran
1. Marilah kita senantiasa mengkaji berbagai ilmu pengetahuan termasuk ilmu filsafat
itu sendiri, karena kami yakin dengan ilmu pengetahuan kesuksesan bisa kita raih
dengan mudah.
2. Adapun saran yang bisa kami berikan kepada bapak agar senantiasa melibatkan
kami dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

8
Fp Mipa Jurusan Pendidikan Matematika .2013. <http://file.upi.edu/Direktori /FPMIPA /
JUR._PEND._MATEMATIKA /196009011987 [16/092016]

Staff UNY .2014.<http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Filsafat.Dasar-dasar%20


pengetahuan.pdf> [16 /09/2016]

Usdiyana, Dian.2014.<032-DIAN_USDIYANA/Tugas_Akhir.pdf> [16/09/ 2016]

Wikipedi.2016.<https://id.wikipedia.org/ /Silogisme> [16/09/ 2016]

Wikipedi.2015.<https://id.wikipedia.org/wiki/Logika#Logika_sebagai_ilmu_pengetahuan>
[ 16/09 2016]

Anda mungkin juga menyukai