OLEH :
KELOMPOK I
PRODI S1 KEPERAWATAN
KENDARI
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, atas Rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang terapi komplementer pada penyakit ISPA
dengan madu dan jahe yang mudah ditemukan di rumah tangga. Terima kasih kami
ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan pembaca. Kami selaku penulis mohon maaf kepada semuah
pihak apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makala ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Ispa.....................................................................................................................3
B. Terapi Komplementer.....................................................................................................8
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak. Insidens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode
per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun dinegara maju.
Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia pertahun dimana
151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi
di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh,
Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di
masyarakar, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episod
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Ruden et al
Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru (Alsagaf 2009). ISPA khususnya Pneumonia adalah
pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding gabungan penyakit
AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita
meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita.
Diantara 5 kematian Balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan
karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi
yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”.Namun, tidak banyak perhatian
tentang penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan atau “the forgotten killer of children”(Unicef/WHO 2006, WPD 2011). Di
negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri danmenempati
urutan pertama penyebab kematian pada balita.
Dalam mengatasi ISPA khususnya ISPA yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas seperti batuk, dermam, pilek masyarakat memilih untuk
menggunakan atau menyertai terapi lain selain terapi konvensional, yaitu terapi
komplementer. Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan obat herbal atau
terapi relaksasi dalam mengatasi ISPA seperti mengonsumsi jeruk nipis yang
dicampur dengan kecap yang dipercaya dapat melegakan tenggorokan dan
1
mengurangi batuk. Ada juga yang melakukan terapi teknik napas dalam sebagai
pereda sesak napas, serta beberapa teknik dan ramuan herbal lainnya yang
dipercaya dapat mengatasi ISPA.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Synder & Lindquis,2002
dalam Widyatuti, 2008). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna
terapi alternatif dan 386 juta orang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al,
2004 dalam Widyatuti, 2008). Klien yang menggunakan terapi komplementer
memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada
terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan
dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk
pengambilan keputusan dalm pengobatan dan peningkatan kualitas hidup
dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Synder & Lindquids, 2002 dalam Widyatuti, 2008).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak
pada kepuasan klien.
B. Rumusan Maslah
1. Apa itu ISPA ?
2. Apa itu terapi Komplementer ?
3. Bagaimana terapi komplementer pada penyakit ispa ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ISPA
2. Untuk mengetahui apa itu terapi Komplementer
3. Untuk mengetahui terapi komplementer pada penyakit ispa
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep ISPA
1. Definisi ISPA
Menurut Depkes RI (2005) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi,
saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agent
infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau
jaringan patologis. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut
akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14 hari.
Menurut Alsagaff dkk, ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus,maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia (Depkes
RI, 2005). ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai
manifestasi klinis yang berat sehingga, menimbulkan beberapa masalah
dalam penanganannya.
3
3. Tanda dan gejala
1) Batuk
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
4
4. Faktor Risiko
a. Faktor Lingkungan
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
2) Ventilasi Rumah
1) Umur anak
5
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,
karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga
lebih mudah terkena penyakit infeksi.
3) Status Gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan
tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.
Hasil penelitian Nuryanto (2012, dalam Gapar 2015) di Palembang
menyebutkan bahwa balita yang status gizinya kurang menyebabkan ISPA
sebesar 29,91 kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang
mempunyai status gizi baik.
4) Status imunisasi
Sebagian besar kematian ISPA dari jenis ISPA yang berkembang dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi campak dan pertusis.
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan
melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap
udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab
(WHO, 2007).
a. Pemeriksaan
6
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak
tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas),
untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung
napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal,
mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk
melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa
pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat
didiagnosa dan diklasifikasikan.
b. Pengobatan
c. Perawatan dirumah
2) Mengatasi batuk
3) Pemberian makanan
7
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman
7. Pencegahan
b. Imunisasi.
c. Imunisasi
B. Terapi komplementer
8
pendamping kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan
pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional.
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misaknya pengobatan kiropraksi,
macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Kategori
kelima, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini
9
biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan
bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti 2008).
10
batuk pada anak dan orang dewasa. Survey awal yang dilakukan peneliti pada
beberapa orang tua menunjukkan bahwa mereka mengetahui dan
menggunakan terapi jahe dan madu untuk meredakan batuk.
Air perasan jeruk nipis dicampur dengan kecap manis juga menjadi pilihan
masyarakat dalam meredakan batuk dan melegakan tenggorokan. Pilihan ini juga
telah tercantum di dalam MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dalam
mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah. Caranya adalah dengan
memotong satu buah jeruk nipis, peras airnya, taruh dalam gelas/cangkir.
Tambahkan kecap manis, aduk. Takaran minum untuk anak, 3 kali sendok teh per
hari. Cara lain, kecap manis bisa digantikan dengan madu murni (Rasmaliah,
2004)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Terapi Komplementer Dalam
Mengatasi ISPA Pada Keluarga Yang Memiliki Balita memberikan terapi
komplementer pada balita saat mengalami ISPA yaitu dengan persentase 87,5 %
dengan pemilihan terapi yaitu terapi sembur baik digunakan secara kombinasi
ataupun terapi sembur saja. Cara penggunaan terapi tidak menggunakan aturan
yang pasti, hanya ketika balita mengalami batuk pilek keluarga akan
memberikan sesuai kebutuhan hingga balita sembuh. Walaupun responden sudah
seluruhnya menggunakan terapi medis untuk mengatasi ISPA pada balita, terapi
komplementer tetap menjadi pilihan sebagai terapi tambahan untuk pengobatan.
B. Saran
Setelah membaca dan memahami konsep terapi komplementer yang ditemukan
dirumah tangga. Diharapkan pada mahasiswa dapat mengambilnya sebagai
pembelajaran sehingga dapat menerapkannya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada ISPA dengan pratek secara professional.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Alpers, Ann. (2006). Buku ajar pediatri Rudolph edisi 20. Editor, Abraham
M. Rudolph. Alih bahasa, A. Samik Wahab. Jakarta: EGC.
2. Gichara, J. (2006). Manfaat Pijat Untuk Ibu Hamil, Pasca Melahirkan &
Bayi. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
3. Hartono, R. & Rahmawati, Dwi. H. (2012). ISPA gangguan pernafasan
pada anak panduan bagi tenaga kesehatan dan umum. Yogyakarta: Nusa
Medika
4. Harmanto, Ning & Subroto. (2007). Pilih jamu dan herbal tanpa efek
samping. Jakarta: Elex Media Komputindo
5. Hidayat, A. A. A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Jakarta: Salemba Medika.
6. Hoffmann, D. (2002). Sehat Tanpa Gangguan Pernafasan. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
7. Kemenkes RI. (2011). Pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan
akut. Jakarta: Kemenkes RI.
8. Katno. (2008). Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektifitas Tanaman Obat
dan Obat Tradisional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Karanganyar.
9. Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan.Jakarta: Trans
Info Media.
10. Muaris, H. (2006). Lauk bergizi untuk anak balita. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
11. Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
12. Nuraini, Ade. (2012). Pengaruh Steam Inhalation Terhadap Usaha Bernapas Pada
Balita Dengan Pneumonia Di Puskesmas Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
13