Anda di halaman 1dari 16

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM MENGATASI ISPA DENGAN

MADU DAN JAHE YANG MUDAH DITEMUKAN DI RUMAH TANGGA

OLEH :

KELOMPOK I

ANGGI MUSTIKA RANDI


AYUH
NOVA PUTRI DEWI ALDIN
CAHYANI
ANGEL SAPUTRI ANDI ISRAWATI
MUIN
NUR ISRWATI INDAH MAYANG SARI

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES KARYA KESEHATAN

KENDARI

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, atas Rahmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang terapi komplementer pada penyakit ISPA
dengan madu dan jahe yang mudah ditemukan di rumah tangga. Terima kasih kami
ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan pembaca. Kami selaku penulis mohon maaf kepada semuah
pihak apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makala ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Ispa.....................................................................................................................3

B. Terapi Komplementer.....................................................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................12

B. Saran..............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak. Insidens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode
per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun dinegara maju.
Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia pertahun dimana
151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi
di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh,
Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di
masyarakar, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episod
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Ruden et al
Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru (Alsagaf 2009). ISPA khususnya Pneumonia adalah
pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding gabungan penyakit
AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita
meninggal karena Pneumonia (1 Balita/20 detik) dari 9 juta total kematian Balita.
Diantara 5 kematian Balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan
karena besarnya kematian pneumonia ini, pneumonia disebut sebagai “pandemi
yang terlupakan” atau “the forgotten pandemic”.Namun, tidak banyak perhatian
tentang penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan atau “the forgotten killer of children”(Unicef/WHO 2006, WPD 2011). Di
negara berkembang 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri danmenempati
urutan pertama penyebab kematian pada balita.
Dalam mengatasi ISPA khususnya ISPA yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas seperti batuk, dermam, pilek masyarakat memilih untuk
menggunakan atau menyertai terapi lain selain terapi konvensional, yaitu terapi
komplementer. Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan obat herbal atau
terapi relaksasi dalam mengatasi ISPA seperti mengonsumsi jeruk nipis yang
dicampur dengan kecap yang dipercaya dapat melegakan tenggorokan dan

1
mengurangi batuk. Ada juga yang melakukan terapi teknik napas dalam sebagai
pereda sesak napas, serta beberapa teknik dan ramuan herbal lainnya yang
dipercaya dapat mengatasi ISPA.
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak
negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Synder & Lindquis,2002
dalam Widyatuti, 2008). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna
terapi alternatif dan 386 juta orang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al,
2004 dalam Widyatuti, 2008). Klien yang menggunakan terapi komplementer
memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada
terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan
dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk
pengambilan keputusan dalm pengobatan dan peningkatan kualitas hidup
dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi
komplementer (Synder & Lindquids, 2002 dalam Widyatuti, 2008).
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan
masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya
tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter
ataupun perawat. Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak
pada kepuasan klien.

B. Rumusan Maslah
1. Apa itu ISPA ?
2. Apa itu terapi Komplementer ?
3. Bagaimana terapi komplementer pada penyakit ispa ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ISPA
2. Untuk mengetahui apa itu terapi Komplementer
3. Untuk mengetahui terapi komplementer pada penyakit ispa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep ISPA
1. Definisi ISPA
Menurut Depkes RI (2005) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi,
saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agent
infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau
jaringan patologis. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat
berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut
akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14 hari.
Menurut Alsagaff dkk, ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus,maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia (Depkes
RI, 2005). ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai
manifestasi klinis yang berat sehingga, menimbulkan beberapa masalah
dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA seperti : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,


Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
Friedlander. Virus seperti : Respiratory syncytial virus, virus influenza,
adenovirus, cytomegalovirus. Jamur seperti : Mycoplasma pneumoces
dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida albicans.

3
3. Tanda dan gejala

Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan


gejala seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telingadan
demam.

a. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu


atau lebih gejala-gejala sewbagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaiut anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misalnya pada waktu berbicara dan menangis)

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37º C

b. Gejala dari ISPA Sedang

1) Suhu lebih dari 39ºC (diukur dalam termometer)

2) Tenggorokan berwarna merah

3) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

4) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

5) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c. Gejala dari ISPA berat

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi aaeperti orang mengorok dan anak

4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

4
4. Faktor Risiko

a. Faktor Lingkungan

1) Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.

2) Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau


dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

b. Faktor Individu anak

1) Umur anak

Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah,


karena fungsi pelindung dari antibodi keibuan. Infeksi meningkat pada
umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibody keibuan
dan produksi antibodi bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus
berkelanjutan pada waktu bayi dan prasekolah. Pada waktu anaka-anak
berumur 5 tahun, infeksi pernafasan yang disebabkan virus akan
berkurang frekuensinya, tetapi pengruh infeksi mycoplasma pneumonia
dan grup A β-Hemolitic Streptococcus akan meningkat. Jumlah
jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan
diketahhui berulang-ulang meningkatkan kekebalan pada anak yang sedang
tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang
kebih tua tetapi menyebabakan sakit yang hebat di sistem pernafasan bagian
bawah atau batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara
relatif pada trakeabronkhitis tidak erbahaya pada masa kanakkanak
namun merupakan penyakir serius pada masa pertumbuhan (Hartono,
2012).

2) Berat badan lahir

5
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,
karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga
lebih mudah terkena penyakit infeksi.

3) Status Gizi

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan
tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.
Hasil penelitian Nuryanto (2012, dalam Gapar 2015) di Palembang
menyebutkan bahwa balita yang status gizinya kurang menyebabkan ISPA
sebesar 29,91 kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang
mempunyai status gizi baik.

4) Status imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA dari jenis ISPA yang berkembang dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi campak dan pertusis.

5 Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara
dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan
penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan
melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap
udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab
(WHO, 2007).

6. Penatalaksanaan Kasus ISPA

a. Pemeriksaan

6
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak
tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas),
untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung
napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal,
mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk
melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa
pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat
didiagnosa dan diklasifikasikan.

b. Pengobatan

1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral

2) Pneumonia : Diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.

3) Bukan pneumonia :. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat


digunakan obat batuk tradisional atau obat

c. Perawatan dirumah

1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan


memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2
bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).

2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional


yaitujeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh, diberikan tiga kali sehari.

3) Pemberian makanan

7
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)


lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan
dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

7. Pencegahan

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b. Imunisasi.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

a. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu.

b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

c. Imunisasi

B. Terapi komplementer

1. Definisi Terapi Komplementer

Menurut World Health Organization (WHO), pengobatan komplementer adalah


pengobatan nonkonvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan, misalnya jamu yang merupakan produk Indonesia dikategorikan
sebagai pengobatan komplementer di negara Singapura. Di Indonesia sendiri,
jamu dikategorikan sebagai pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang
dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turun-temurun pada suatu negara. Terapi komplementer adalah
cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung atau

8
pendamping kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan
pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional.

Terapi komplementer (complementary and alternative medicine/CAM) adalah


penyembuhan alternatif untuk melengkapi atau memperkuat pengobatan
konvensional maupun biomedis (Cushman dan Hoffman, 2004) agar bisa
mempercepat proses penyembuhan. Pengobatan konvensional (kedokteran) lebih
mengutamakan penanganan gejala penyakit, sedangkan pengobatan alami
(komplementer) menangani penyebab penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk
menyembuhkan penyakit yang diderita.

2. Jenis Terapi Komplementer

Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi


komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang
menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti
terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi
nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan
modalitas; akupresus, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya
(Hitchcock et al., 1999 dalam Widyatuti 2008).

National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) membuat


klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori.
Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan
berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala
fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik,
berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni. Kategori kedua,
alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari

Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini
didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misaknya pengobatan kiropraksi,
macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Kategori
kelima, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan,
pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini

9
biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan
bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti 2008).

3. Terapi Komplementer pada ISPA

a. Larutan Jahe Madu

Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan


salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA,
diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan
kualitas tidur anak pada malam hari (Yulfina, 2011 dalam Ramadhani,
2014), pemberian minuman jahe juga efektif untuk menurunkan keparahan
batuk pada anak dengan ISPA.

Hasil Penelitian Ramadhani di wilayah kerja Puskesmas Rumbai, Kota


Pekanbaru tahun 2014 dengan desain quasi eksperiment tentang efektifitas
pemberian minuman jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak dengan
ISPA diperoleh hasil uji statistik dengan menggunakan uji t independent
diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan
antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan tingkat
keparahan batuk. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dependent
diperoleh p value (0,032) < α (0,05). Hal ini berarti ada pengaruh yang
signifikan antara mean tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen
sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe madu sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemberian minumam jahe madu efektif dalam menurunkan
keparahan batuk pada anak.

Pada masyarakat sendiri sudah umum menggunakan campuran madu dan


jahe dalam mengatasi batuk dan pilek pada anak. Pilihan ini selain murah
juga memang terasa khasiatnya. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terapi
tentang madu dan jahe sebagai pereda batuk sudah menjadi tawaran umum
bagi masyarakat kita, ditandai dengan banyaknya buku-buku dan artikel
yang menawarkan jahe dan madu sebagai terapi herbal untuk meredakan

10
batuk pada anak dan orang dewasa. Survey awal yang dilakukan peneliti pada
beberapa orang tua menunjukkan bahwa mereka mengetahui dan
menggunakan terapi jahe dan madu untuk meredakan batuk.

b. Jeruk nipis dan kecap manis untuk meredakan batuk

Air perasan jeruk nipis dicampur dengan kecap manis juga menjadi pilihan
masyarakat dalam meredakan batuk dan melegakan tenggorokan. Pilihan ini juga
telah tercantum di dalam MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dalam
mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah. Caranya adalah dengan
memotong satu buah jeruk nipis, peras airnya, taruh dalam gelas/cangkir.
Tambahkan kecap manis, aduk. Takaran minum untuk anak, 3 kali sendok teh per
hari. Cara lain, kecap manis bisa digantikan dengan madu murni (Rasmaliah,
2004)

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Terapi Komplementer Dalam
Mengatasi ISPA Pada Keluarga Yang Memiliki Balita memberikan terapi
komplementer pada balita saat mengalami ISPA yaitu dengan persentase 87,5 %
dengan pemilihan terapi yaitu terapi sembur baik digunakan secara kombinasi
ataupun terapi sembur saja. Cara penggunaan terapi tidak menggunakan aturan
yang pasti, hanya ketika balita mengalami batuk pilek keluarga akan
memberikan sesuai kebutuhan hingga balita sembuh. Walaupun responden sudah
seluruhnya menggunakan terapi medis untuk mengatasi ISPA pada balita, terapi
komplementer tetap menjadi pilihan sebagai terapi tambahan untuk pengobatan.

B. Saran
Setelah membaca dan memahami konsep terapi komplementer yang ditemukan
dirumah tangga. Diharapkan pada mahasiswa dapat mengambilnya sebagai
pembelajaran sehingga dapat menerapkannya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada ISPA dengan pratek secara professional.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Alpers, Ann. (2006). Buku ajar pediatri Rudolph edisi 20. Editor, Abraham
M. Rudolph. Alih bahasa, A. Samik Wahab. Jakarta: EGC.
2. Gichara, J. (2006). Manfaat Pijat Untuk Ibu Hamil, Pasca Melahirkan &
Bayi. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
3. Hartono, R. & Rahmawati, Dwi. H. (2012). ISPA gangguan pernafasan
pada anak panduan bagi tenaga kesehatan dan umum. Yogyakarta: Nusa
Medika
4. Harmanto, Ning & Subroto. (2007). Pilih jamu dan herbal tanpa efek
samping. Jakarta: Elex Media Komputindo
5. Hidayat, A. A. A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Jakarta: Salemba Medika.
6. Hoffmann, D. (2002). Sehat Tanpa Gangguan Pernafasan. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
7. Kemenkes RI. (2011). Pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan
akut. Jakarta: Kemenkes RI.
8. Katno. (2008). Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektifitas Tanaman Obat
dan Obat Tradisional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Karanganyar.
9. Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan.Jakarta: Trans
Info Media.
10. Muaris, H. (2006). Lauk bergizi untuk anak balita. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
11. Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
12. Nuraini, Ade. (2012). Pengaruh Steam Inhalation Terhadap Usaha Bernapas Pada
Balita Dengan Pneumonia Di Puskesmas Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai