Anda di halaman 1dari 6

Dehidrasi Ringan-Sedang

Saat mengalami dehidrasi yang berada pada tahapan ringan hingga sedang, seseorang bisa mengalami
gejala berupa:

 Rasa haus.
 Urine yang berwarna kuning gelap atau pekat.
 Frekuensi dan volume buang air kecil mengalami penurunan.
 Mulut terasa kering dan lengket.
 Menjadi lebih mudah mengantuk dan mudah lelah.
 Sering sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi.
 Mengalami kram otot.
 Tubuh demam.
 Sulit buang air besar atau sembelit.

2. Dehidrasi Berat
Sementara itu, seseorang yang telah mengalami dehidrasi berat akan menunjukkan gejala sebagai berikut:

 Merasa sangat kehausan.


 Jantung berdebar tak beraturan.
 Mengalami penurunan tekanan darah.
 Napas menjadi lebih cepat.
 Mata terlihat cekung.
 Kulit menjadi lebih kering dan kehilangan elastisitasnya.
 Urine berwarna lebih gelap lagi, bahkan bisa tidak buang air kecil sama sekali.
 Sakit kepala yang hebat.
 Lebih sering mengantuk.
 Terlihat linglung dan menjadi mudah marah. 
 Pingsan atau mengalami penurunan kesadaran.
 Kejang.

Diagnosis Dehidrasi
Guna mendapatkan diagnosis yang lebih akurat, dokter akan mengawali pemeriksaan dengan menanyakan
semua gejala yang dirasakan sekaligus riwayat medis pengidap. Selanjutnya, dokter dapat melakukan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk melakukan pengukuran tekanan darah. Jika memang
diperlukan, dokter akan turut merekomendasikan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu: 

 Pemeriksaan Darah
Dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap untuk selanjutnya dilakukan pengamatan di
laboratorium. Tes darah bertujuan untuk mengecek kadar elektrolit (natrium dan kalium) dalam tubuh serta
mengecek kerja ginjal.

 Pemeriksaan Urine

Selanjutnya adalah pemeriksaan urine, yang dilakukan dengan cara mengambil sampel urine pengidap
guna mendeteksi ada atau tidaknya tanda dehidrasi dan apa yang menjadi penyebabnya. 

Pengobatan Dehidrasi
Pengobatan dehidrasi bertujuan mengganti mineral dan cairan tubuh yang hilang. Cara paling mudah
tentunya dengan mengonsumsi lebih banyak air mineral atau jus buah dengan konsistensi yang encer.
Selain itu, pengidap turut dibolehkan mengonsumsi minuman dengan rasa manis untuk membantu
menggantikan gula yang hilang atau camilan dengan rasa asin guna membantu menggantikan natrium atau
garam dalam tubuh. 

Saat kamu mengalami dehidrasi, tubuh tidak hanya kehilangan cairan, tetapi juga gula dan garam.
Mengonsumsi oralit juga bisa membantu mengembalikan kadar keseimbangan mineral tersebut. Akan
tetapi, kamu tetap harus bertanya terlebih dahulu pada dokter sebelum mengonsumsi oralit. 

Apabila dehidrasi terjadi karena diare, sebaiknya kamu tidak mengonsumsi jus buah, minuman berkafein,
dan bersoda. Sebaliknya, ganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang dengan mengonsumsi minuman
elektrolit atau isotonik. Bergantung pada usia dan tingkat keparahannya, berikut ini beberapa cara
mengatasi dehidrasi:

 Dehidrasi pada Bayi

Bayi yang masih di bawah 6 bulan yang mengalami dehidrasi dianjurkan untuk mengonsumsi ASI lebih
sering, misalnya saat sedang muntah, diare, atau demam. Apabila bayi mengonsumsi susu formula,
gantilah dengan susu formula tanpa kandungan laktosa sampai diare berhenti sepenuhnya. Laktosa akan
lebih sulit dicerna tubuh bayi yang sedang diare, bahkan bisa membuat diare menjadi lebih buruk. Apabila
bayi sudah berusia lebih dari 6 bulan, berikan ASI dan air putih serta oralit.

 Dehidrasi pada Anak

Pengobatan dehidrasi yang terjadi pada anak tidak cukup hanya memberikan air mineral. Pemberian air
yang berlebihan justru dapat mengakibatkan penurunan kadar mineral dalam tubuh anak dan membuat
dehidrasi semakin memburuk. Jadi, ganti air mineral dengan larutan oralit, terlebih saat anak mengalami
diare dan muntah. 

 Dehidrasi pada Atlet

Guna mengatasi dehidrasi yang terjadi karena olahraga, seperti yang kerap dialami atlet, mengonsumsi
minuman berenergi yang memiliki kandungan elektrolit dan asupan karbohidrat adalah opsi paling tepat.
Hindari mengonsumsi segala jenis minuman soda, mengandung kafein, dan alkohol. Perlu diketahui pula
bahwa atlet memiliki risiko mengalami hiponatremia apabila mengonsumsi terlalu banyak air mineral
dalam waktu singkat. 

 Dehidrasi Berat

Anak maupun orang dewasa dengan kondisi dehidrasi berat perlu segera mendapatkan penanganan di
rumah sakit. Terutama apabila pengidap kesulitan makan maupun minum bahkan mengalami hilang
kesadaran. Biasanya, dokter akan melakukan penanganan pertama dengan memberikan cairan maupun
obat melalui infus atau parenteral.

Komplikasi Dehidrasi
Dehidrasi yang tidak segera mendapatkan penanganan atau tidak ditangani dengan baik bisa berujung pada
berbagai komplikasi, seperti:

 Masalah pada Saluran Kemih dan Ginjal

Dehidrasi bisa berdampak pada terjadinya infeksi saluran kemih, batu kandung kemih, batu ginjal, hingga
gagal ginjal akut. Kondisi ini bisa semakin memburuk, terlebih apabila dehidrasi terjadi lebih dari satu
kali. 

 Hipertermia

Melakukan aktivitas fisik yang berat tanpa memperhatikan kebutuhan asupan cairan tubuh dapat
mengakibatkan dehidrasi dan memicu kenaikan suhu tubuh secara signifikan. Kondisi yang disebut
hipertermia ini bisa berujung pada heat stroke.

 Kejang

Terjadinya gangguan keseimbangan kadar elektrolit di dalam tubuh, terlebih kalium dan natrium bisa
menyebabkan seseorang mengalami dehidrasi yang berujung pada kejang. 

 Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik menjadi komplikasi karena dehidrasi yang paling serius. Bahkan, tanpa adanya
penanganan, kondisi ini bisa mengakibatkan seseorang kehilangan nyawa. 

Pencegahan Dehidrasi
Guna mencegah dehidrasi, langkah pencegahan paling utama yang bisa dilakukan adalah memenuhi
asupan cairan harian tubuh. Selain air mineral, kamu juga bisa memenuhi kebutuhan cairan tubuh dengan
mengonsumsi infused water atau sparkling water. Upaya pencegahan lainnya yang dapat dilakukan yaitu:

 Minum air putih setidaknya 8 gelas atau 2 liter setiap harinya untuk orang dewasa. 
 Mengonsumsi makanan dengan kandungan air yang tinggi, seperti sayuran dan buah.
 Pastikan cukup minum saat sedang berolahraga, terlebih saat cuaca sedang panas.
 Penuhi asupan cairan pada anak atau orang dewasa yang sedang sakit, terlebih saat
mengalami demam, muntah, dan diare.
 Batasi konsumsi minuman beralkohol dan mengandung kafeina.

Kapan Harus ke Dokter


Umumnya, dehidrasi bisa ditangani secara mandiri dan tidak membutuhkan penanganan medis. Akan
tetapi, segera lakukan pengobatan ke dokter apabila kamu mengalami dehidrasi dengan gejala berikut ini:

 Muntah.
 Diare yang tidak berhenti lebih dari 24 jam.
 Feses berwarna hitam pekat atau berdarah.
 Mengalami kantuk yang tidak biasa dan disorientasi.
 Merasa mudah tersinggung.

Perlu diperhatikan pula bahwa dehidrasi yang terjadi pada anak dan bayi merupakan kondisi gawat darurat
yang harus segera mendapatkan penanganan. Inilah mengapa, tetap waspada dengan gejala dehidrasi pada
bayi dan anak, seperti:

 Terlihat mudah mengantuk.


 Sangat haus atau bahkan tidak kuat menyusu.
 Napas menjadi lebih cepat.
 Tidak mengeluarkan air mata ketika menangis.
 Mata tampak cekung ke dalam.
 Ubun-ubun terlihat cekung.
 Mulut kering dan bibir pecah-pecah.
 Popok tetap kering selama lebih dari 6 jam atau urine berwarna lebih gelap.
 Tangan dan kaki dingin. 

Hipovolemia adalah kondisi ketika jumlah darah dan cairan di dalam tubuh
berkurang secara drastis. Kondisi ini menyebabkan jumlah oksigen dalam
tubuh berkurang dan membuat fungsi organ terganggu. Jika tidak segera
ditangani, hipovolemia dapat berakibat fatal.
Hipovolemia umumnya terjadi akibat perdarahan berat, baik karena cedera,
kecelakaan, persalinan, maupun operasi. Bila perdarahan telah menyebabkan tubuh
kehilangan sekitar seperlima atau lebih dari volume darah atau cairan, penderitanya
berisiko mengalami penurunan tekanan darah hingga syok hipovolemik.

Bila tidak segera ditangani oleh dokter, hipovolemia bisa membuat tubuh
kekurangan oksigen. Kondisi ini dapat mengakibatkan kerusakan jaringan dan
kegagalan berbagai fungsi organ tubuh hingga akhirnya mengancam nyawa
penderitanya.

Berbagai Penyebab Hipovolemia


Hipovolemia bisa terjadi akibat kehilangan darah atau cairan tubuh secara tiba-tiba
dan dalam jumlah besar, misalnya akibat luka atau cedera berat.
Selain perdarahan berat akibat luka, hipovolemia juga bisa disebabkan oleh
beberapa penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti:
 Luka pada saluran pencernaan yang menimbulkan BAB berdarah, kotoran berwarna
gelap (melena), atau muntah darah
 Robekan di jantung atau pembuluh darah besar
 Luka pada organ perut, termasuk limpa, hati, dan ginjal
 Masalah pada kandungan, misalnya kehamilan ektopik dan solusio plasenta
 Kelainan ginekologis, seperti endometriosis atau kista ovarium yang pecah
 Pendarahan hebat selama persalinan atau setelah melahirkan

Selain perdarahan, volume darah juga dapat berkurang secara drastis saat Anda
kehilangan terlalu banyak cairan tubuh. Kondisi tersebut bisa disebabkan oleh
beberapa hal berikut ini:

 Luka bakar parah


 Diare berat atau diare kronis
 Tubuh terlalu banyak berkeringat
 Muntah-muntah
 Kekurangan asupan cairan atau dehidrasi

Beragam Gejala Hipovolemia yang Dapat Terjadi


Gejala hipovolemia dapat bervariasi, tergantung pada seberapa banyak cairan atau
darah yang hilang dari dalam tubuh. Gejala hipovolemia yang ringan dapat berupa:

 Sakit kepala
 Pusing
 Kelelahan
 Mual
 Berkeringat dingin

Jika sudah parah atau menyebabkan syok, hipovolemia bisa menimbulkan beberapa
gejala berupa:

 Kulit terasa dingin dan basah


 Wajah tampak pucat
 Napas cepat dan dangkal
 Dada berdebar atau denyut jantung lebih cepat
 Produksi urine berkurang atau tidak ada sama sekali
 Denyut nadi lemah dan cepat
 Bibir dan permukaan kuku jari tampak membiru
 Kehilangan kesadaran

Kondisi hipovolemia, terutama yang sudah menimbulkan berbagai tanda dan gejala
di atas, merupakan kondisi yang perlu segera ditangani oleh dokter. Semakin
banyak dan semakin cepat tubuh kehilangan darah atau cairan, gejala syok akibat
hipovolemia yang dialami akan semakin parah.

Cara Menangani Hipovolemia


Penanganan awal hipovolemia atau syok hipovolemik adalah dengan mencari
bantuan medis segera. Selama menunggu bantuan datang, Anda dapat melakukan
hal-hal berikut ini:
 Baringkan penderita dalam posisi telentang dengan kaki terangkat sekitar 30 cm dari
lantai untuk meningkatkan sirkulasi darah.
 Jaga tubuh penderita dalam kondisi nyaman dan berada dalam suhu yang hangat.
 Hindari memberi minum atau cairan melalui mulut.
 Jika tubuh penderita harus diangkat, usahakan agar posisi tubuhnya tetap datar
dengan posisi kepala lebih rendah daripada kaki. Pastikan penderita hipovolemia
tidak mengalami cedera kepala berat, cedera leher, atau cedera tulang belakang
saat hendak memindahkan posisinya.
 Pantau kondisi penderita sambil menunggu bantuan medis tiba. Jika pasien tiba-tiba
tidak dapat bernapas atau pingsan, segera lakukan RJP sambil menunggu bantuan
datang.

Sesampainya di rumah sakit, penderita hipovolemia akan segera ditangani di IGD,


kemudian dirawat di ruang ICU. Selama menjalani perawatan di rumah sakit, dokter
akan memberikan penanganan berupa:

 Pemberian cairan infus untuk mengganti cairan tubuh yang hilang


 Transfusi darah untuk mengganti darah yang hilang dan memperbaiki sirkulasi darah
 Pemberian obat dopamine, dobutamine, epinephrine, atau norepinephrine untuk
meningkatkan tekanan darah dan menjaga kinerja pompa jantung agar sirkulasi
darah di tubuh pasien berjalan lancar

Jika tidak ditangani segera, hipovolemia dapat menimbulkan beragam komplikasi,


termasuk kegagalan berbagai fungsi organ tubuh berupa gagal ginjal, kerusakan
otak, kematian jaringan tubuh (gangren), gagal jantung, hingga kematian.
Oleh karena itu, jika Anda melihat seseorang mengalami gejala hipovolemia,
sebaiknya segera bawa ke dokter agar dapat diberikan penanganan secepatnya.
Penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi hipovolemia
yang bisa berakibat fatal.

Anda mungkin juga menyukai