Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH PSIKOSOSIAL PADA

INFERTILITAS

DISUSUN OLEH :

1.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG 2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah psikososial merupakan masalah yang banyak terjadi dimasyarakat.


Menurut Yeni (2011) psikososial adalah suatu kemampuan tiap diri individu untuk
berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Sedangkan menurut Chaplin (2011)
psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek
psikis dan sosial atau sebaliknya. psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang
mencakup faktor-faktor psikologi. Dari defenisi diatas masalah psikososial adalah
masalah yang terjadi pada kejiwaaan dan sosialnya.
Banyak masalah-masalah psikososial yang dihadapi oleh masyarakat
khususnya oleh ibu. Menurut Patricia (2012) yaitu: berduka, keputusasaan, ansietas,
stress, depresi, ketidakberdayaan, gangguan citra tubuh, HDR situasional Sedangkan
menurut Nanda (2012) masalah psikososial terdiri dari berduka, keputusasaan,
ansietas, ketidakberdayaan, resiko penyimpangan perilaku sehat, gangguan citra
tubuh, koping tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, sindroma post trauma,
penampilan peran tidak efektif dan HDR. Menurut Hawari (2013) masalah
psikososial meliputi stress, cemas dan depresi.
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50%
pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di
salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau
”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai
kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah
ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di
antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%,
endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti
sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada
organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi. Di Indonesia terdapat sekitar
tiga juta pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak dan dikatakan sebagai
pasangan yang mengalami kemandulan atau infertilitas. Sebagian besar pasangan
suami istri berpikir bahwa mereka akan mudah memperoleh anak. Sebetulnya 1
diantara 10 pasang akan mengalami hambatan untuk mempunyai anak.
Infertilitas bagi pasangan suami istri yang mendambakan anak menimbulkan
kesedihan, kemarahan dan kekecewaan dalam keluarga. Ilmu kedokteran masa kini
baru berhasil menolong 50% pasangan suami istri untuk dapat memperoleh anak. Ini
berarti separuhnya terpaksa menempuh hidup tanpa anak, mengangkat anak (adopsi),
poligami atau bercerai.Seringkali wanita yang dipersalahkan bila suatu pasangan
suami istri sukar memperoleh keturunan. Sekitar 40% kasus infertilitas disebabkan
oleh kemandulan wanita, 30% disebabkan oleh kemandulan pria dan 30% oleh
keduanya. Kadang-kadang dalam pasangan suami istri, pria tidak bisa menerima
kenyataan bahwa masalah berasal dari kedua belah pihak, sehingga akan menolak
untuk dilakukan pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena menganggap infertilitas
sebagai suatu hal yang memalukan di masyarakat, dimana seorang pria diharapkan
dapat meneruskan keturunannya sebagai ciri kejantanan.

B. TUJUAN
1) Tujuan Umum
Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan masalah psikososial
pada Infertilitas.
2) Tujuan Khusus
a) Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial pada Infertilitas
b) Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial pada Infertilitas
c) Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial pada Infertilitas
d) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah
psikososial pada Infertilitas
e) Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah psikososial pada Infertilita
BAB 2

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan

dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x /

minggu, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun.

Tidak hamil setelah 12 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali

seminggu) dan bebas kontrasepsi bila perempuan berumur kurang dari 34 tahun.

Tidak hamil setelah 6 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali

seminggu) dan bebas kontrasepsi bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.

Perempuan yang bisa hamil namun tidak sampai melahirkan sesuai masanya (37-42

minggu)

B. ETIOLOGI

Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian
membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-

55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa

infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri. Berbagai gangguan

yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :

1. Pada wanita

a. Gangguan organ reproduksi

1) Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh

sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma

ke vagina.

2) Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu

pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan

sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang

menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak

dapat masuk ke rahim.

3) Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang

mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang

menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan

akhirnya terjadi abortus berulang.

4) Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii

dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu

b. Gangguan ovulasi

Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti

adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh

besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial,
stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi

hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka

folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.

c. Kegagalan implantasi

Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam

mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses

nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat

berkembang dan terjadilah abortus. d. Endometriosis

Kondisi menebalnya lapisan endometrium di tuba falopii atau ovarium. Kondisi

ini sering menimbulkan kista. Kista dapat mengganggupematangan folikel dan

pelepasan sel telur.

e. Abrasi genetis

Translokasi Robertsonian menyebabkan aborsi spontan atau infertilitas primer

f. Faktor immunologis

Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu

memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat

menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.

g. Lingkungan

Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan

pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ

reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

h. Usia

Usia 35 tahun peluang seorang wanita akan hamil adalah 95% setelah rutin

melakukan hubungan seks selama 3 tahun, pada wanita 38 tahun peluangnya akan
turun menjadi 75%.

2. Pada pria

Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :

a. Abnormalitas sperma : morfologi, motilitas

b. Abnormalitas ejakulasi : ejakulasi rerograde, hipospadia

c. Abnormalitas ereksi

d. Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi

e. Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi

penyempitan pada obstruksi pada saluran genital

f. Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer

g. Abrasi genetic

C. Manifestasi Klinis

1. Pada wanita
 Terjadi kelainan system endokrin
 Hipomenore dan amenore
 Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukan
masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetic
 Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak
berkembang dan gonatnya abnormal
 Wanita infertile dapat memiliki uterus
 Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi,
adhesi, atau tumor
 Traktus reproduksi internal yang abnormal
2. Pada pria
 Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas,
radiasi, rokok, narkotik, alcohol, infeksi)
 Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu,
riwayat infeksi genitorurinaria
 Hipertiroidisme dan hipotiroid
 Tumor hipofisis atau prolactinoma
 Disfungsi ereksi berat
 Ejakulasi retrograt
 Hypo/epispadia
 Mikropenis
 Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha)
 Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas sperma)
 Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis)
 Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
 Abnormalitas cairan semen

D. Patofisiologi

1. Patofisiologi pada wanita


Beberapa penyebab gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan
stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH
tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium.
Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yang mengakibatkan gangguan pada
ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari
infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat
lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus
menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walaupun sebelumnya
terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel.
Abnormalitas servik mempengaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang
mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetic yang menyebabkan kromosom
seks tidak lengkap sehingga organ genetalia tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi yang menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun
sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan,
infeksi juga menyebabkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya
menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.
2. Patofisiologi pada pria
Abnormalitas androgen dan testosterone diawali dengan disfungsi hipotalamus dan
hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup
memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas diantaranya
merook, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada
abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi
masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu
disekitar area testis juga mempengaruhu abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya
ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyenbabkan sperma
masuk ke vesika urinary yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan infertilitas bergantung pada penyebab infertilitas. Beberapa obat dan


tindakan medis dapat dilakukan, seperti:

A.)Wanita

1)Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat
untukcoital 

2)Pemberian terapi obat, seperti;

 a.Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus,
peningkatankadar prolaktin, pemberian tsh . 

 b.Terapi penggantian hormonc.Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal 

d.Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi


dini yangadekuat 

3)GIFT ( gemete intrafallopian transfer )

4)Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas

5)Pengangkatan tumor atau fibroid 

6)Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi 

B.)Pria 
1)Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan
kualitassperma meningkat 

2)Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan 

3)Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus 

4)Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma 

5)Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi,
tidakmembiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat 

6)Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Wanita
a. Analisis Sperma
Bila dijumpai hasil analisis sperma yang kurang atau kurang baik, maka
biasanya diperlukan pemeriksaan ulang 1 minggu sesudahnya pada keadaan
yang lebih sehat / nyaman guna mengkonfirmasi hal tersebut. Perlu diingat
bahwa apapun hasil analis sperma, sangat berguna untuk penentuan terapi,
tindakan, dan pemilihan penatalaksanaan infertilitas.
b. Deteksi Ovulasi :
1) Anamnesis siklus menstruasi, 90 % siklus menstrusi teratur :siklus
ovulatoar
2) Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 – 1oC setelah ovulasi :
Bifasik
c. Sitologi Vagina
Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel
vagina
d. Uji Pasca Senggama
Pemeriksaan uji pasca senggama dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan tembus spermatozoa menyerbu lender serviks
e. Biopsi endometrium
Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya
dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.
f. Histerosalpinografi
Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini
dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan
parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.
g. Laparoskopi
Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.
h. Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi
kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan
intra uteri kehamilan.
2. Pria
Analisa Semen :
Parameter
a. Warna putih keruh
b. Bau bunga akasia
c. Ph 7,2 – 7,8
d. Volume 2 – 5 ml
e. Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
f. Jumlah sperma 20 juta/ml
g. Sperma motil > 50%
h. Bentuk normal > 60%
i. Kecepatan gerak sperma 0,18 – 1,2 detik
j. Persentase gerak sperma motil > 60%
k. Aglutinitas tidak ada
l. Sel-sel sedikit tidak ada
m. Uji frukosa 150-650 mg/dl
n. Pemeriksaan endokrin
o. USG
p. Biopsi testis
q. Uji penetrasi sperma
r. Uji hemizona

G. Komplikasi
1. Sindrom hiperstimulasi ovarium
Ovarium dapat membengkak, mengeluarkan cairan berlebih ke dalam tubuh,
dan menghasilkan terlalu banyak folikel, kantung cairan kecil tempat sel telur
berkembang. Ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS) biasanya hasil dari
minum obat untuk merangsang ovarium, seperti clomifene dan gonadotrophins.
Ini juga dapat berkembang setelah IVF.
Gejalanya meliputi:
a. kembung
b. sembelit sembelit
c. urin gelap
d. diare
e. mual
f. sakit perut
g. muntah
Jarang terjadi namun tetap memiliki kemungkinan timbulnya gumpalan darah
dapat berkembang di arteri atau vena, masalah hati atau ginjal dapat timbul, dan
gangguan pernapasan dapat terjadi. Dalam kasus yang parah, OHSS bisa
berakibat
fatal.
2. Kehamilan ektopik
Ini terjadi ketika sel telur yang dibuahi ditanamkan di luar rahim, biasanya di
saluran tuba. Jika tetap di sana, komplikasi dapat berkembang, seperti pecahnya
tuba fallopi. Kehamilan ini tidak memiliki peluang untuk berlanjut.
Dibutuhkan operasi segera dan, sayangnya, tabung di sisi itu akan hilang. Namun,
kehamilan di masa depan dimungkinkan dengan ovarium dan tuba lainnya.
Wanita yang menerima perawatan kesuburan memiliki risiko kehamilan ektopik
yang sedikit lebih tinggi. Pemindaian ultrasound dapat mendeteksi kehamilan
ektopik.
3. Koping mentalitas
Tidak mungkin untuk mengetahui berapa lama perawatan akan berlangsung dan
seberap seberapa sukses itu akan itu akan terjadi. Mengatasi dan tasi dan bertahan
bisa an bisa membuat stres. Jumlah stres. Jumlah
emosional pada kedua pasangan dapat emosional pada kedua pasangan dapat
memengaruhi hub memengaruhi hubungan mereka. ungan mereka.
Beberapa orang mendapati bahwa bergabung dengan kelompok pendukung dapat
membantu, karena menawarkan kesempatan untuk berbicara dengan orang lain
dalam situasi yang sama. Penting untuk memberi tahu dokter jika stres mental dan
emosional yang berlebihan berlebihan berkembang. berkembang. Mereka sering
dapat merekomendasikan merekomendasikan konselor konselor dan orang lain
yang dapat menawarkan dukungan yang sesuai. Dukungan online dari organisasi
seperti Resolve dapat membantu.

BAB 3

TINJAUAN ASKEP

A. PENGKAJIAN

a. Wanita
1) Kaji riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan
reproduksi di rumah.
2) Kaji riwayat infeksi genitorurinaria.
3) Kaji ada atau tidak infeksi bakteri dan virus, misal: toksoplasama.
4) Kaji ada atau tidak tumor hipofisis atau prolaktinoma.
5) Kaji riwayat penyakit menular seksual.
6) Kaji riwayat kista.
7) Adakah vaginismus (kejang pada otot vagina)
8) Kaji abnormalitas tuba fallopi, ovarium, uterus dan serviks.
9) Kaji riwayat saudara atau keluarga dengan aberasi genetik.
b. Pria
1) Kaji riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan
reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi).
2) Kaji status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin
tertentu.
3) Kaji riwayat infeksi genitorurinaria.
4) Kaji ada atau tidak tumor hipofisis atau prolaktinoma.
5) Kaji ada atau tidak trauma, kecelakaan sehingga testis rusak.
6) Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis.
7) Kaji apakah pernah menjalani operasi yang berefek mengganggu
organ reproduksi (operasi prostat, operasi tumor saluran kemih)
8) Kaji riwayat vasektomi.
9) Adakah saluran sperma yang tersumbat.
10) Kaji abnormalitas cairan semen.
11) Kaji riwayat saudara atau keluarga dengan aberasi genetik.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Wanita
1) Biopsi endometrium terjadwal
Biopsi endometrium dijadwalkan setelah ovulasi selama fase luteum
siklus menstruasi,. Pada tahap lanjut menstruasi, 3-4 hari sebelum
menstruasi selanjutnya, sebuah sampel endometrium diambil untuk
penelitian histologi, sehingga fungsi korpus luteum dan kemampuan
endometrium untuk menerima implantasi dapat dikaji.

2) Histerosalpingografi
Untuk melihat kelainan uterus, seperti defek kongenital atau defek yang
disebabkan mioma submukosa dan polip endometrium. Distorsi rongga
uterus atau tuba uterina, yang merupakan akibat penyakit radang panggul
(PID) terbaru atau terdahulu.
Histerosalpingografi dijadwalkan 2-5 hari setelah menstruasi untuk
menghidari pengeluaran ovum yang berpotensi untuk dibuahi dari tuba
fallopi ke dalam rongga peritoneum.
3) Laparaskopi
Laparaskopi dijadwalkan biasanya pada awal siklus menstruasi. Selama
prosedur tersebut, sebuah teleskop kecil diinsersi melalui insisi kecil di
dinding abdomen anterior. Anastesi umum biasanya diberikan dan wanita
mengambil posisi litotomi
Sebuah jarum diinsersi dan gas karbondioksida dipompakan ke dalam
peritoneum untuk mengangkat dinding abdomen dari organ, sehingga
terbentuk suatu ruang kosong yang memungkinkan visualisasi dan
eksplorasi dengan menggunakan laparakop.

4) Pemeriksaan pelvis ultrasound


Ultrasound transvaginal atau ultrasound abdomen juga digunakan untuk
mengkaji struktur pelvis. Prosedur ini digunakan untuk memvisualisasi
jaringan pelvis untuk berbagai alasan, misalnya untuk mengidentifikasi
kelainan, memastikan perkembangan dan maturitas folikuler, atau
mengonfirmasi kehamilan intrauterin (ektopik).
b. Pria
1) Biopsi testis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis
memakai metode invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi

1) Pemeriksaan endokrin
Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipotalamus,
hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang
dilakukan bertujuan untuk menilai kadar hormon testosteron, FSH dan LH.

2) Tes pascakoitus
Untuk memeriksa keadekuatan teknik koitus, lendir serviks, sperma, dan
derajat penetrasi sperma melalui lendir serviks. Tes dilakukan dalam 2 jam
setelah ejakulasi semen ke dalam vagina. Suatu spesimen lendir serviks
diambil.

3) Analisa semen
Suatu analisis semen lengkap, yakni penelitian efek lendir serviks untuk
melihat gerakan sperma ke depan dan kemampuan sperma untuk bertahan
hidup, dan pemeriksaan kemampuan sperma untuk mempenetrasi sebuah
ovummemberi informasi dasar.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

3. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostik.


4. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fertilitas.
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan struktur anatomis dan
fungsional organ reproduksi.
6. Risiko koping individu atau keluarga tidak efektif berhubungan dengan metode
yang digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas.
7. Konflik penganbilan keputusan berhubungan dengan terapi untuk menangani
infertilitas, alternatif untuk terapi.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan harapan tidak terpenuhi untuk
hamil.
9. Berduka dan antisipasi berhubungan dengan prognosis yang buruk.
10. Nyeri akut berhubungan dengan efek tes diagnostik.
11. Ketidakberdayaan berhubungan dengan kurang kontrol terhadap prognosis.
12. Risiko isolasi sosial berhubungan dengan kerusakan fertilitas , investigasinya, dam
penatalaksanaannya.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Jelaskan tujuan test
berhubungan keperawatan selama …x dan prosedur.
dengan 24 jam diharapkan 2. Tingkatkan ekspresi
ketidaktahuan ansietas klien berkurang. perasaan dan takut,
tentang hasil akhir Kriteria Hasil : contoh : menolak,
proses diagnostik. - Klien mampu depresi, dan marah.
mengungkapkan Biarkan pasien atau
tentang infertilitas orang terdekat
dan bagaimana mengetahui ini sebagai
treatmentnya. reaksi yang normal.
- Klien 3. Dorong keluarga untuk
memperlihatkan menganggap pasien
adanya seperti sebelumnya.
peningkatan 4. Berikan sedative,
kontrol diri tranquilizer sesuai
terhadap diagnosa indikasi.
infertil.
- Klien mampu
mengekspresikan
perasaan tentang
infertil.
2. Harga diri rendah Setelah dilakukan asuhan 1. Tanyakan dengan
berhubungan keperawatan selama …x nama apa pasien ingin
dengan gangguan 24 jam diharapkan klien dipanggil.
fertilitas. dapat memfasilitasi 2. Identifikasi orang
integritas diri. terdekat dari siapa
Kriteria hasil : pasien memperoleh
- Klien mampu kenyamanan dan siapa
mengekspresikan yang harus
perasaan tentang memberitahukan jika
infertil. terjadi keadaan
- Terjalin kontak bahaya.
mata saat 3. Dengarkan dengan
berkomunikasi. akktif masalah dan
- Mengidentifikasi ketakutan pasien.
aspek positif diri. 4. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan
5. Diskusikan pandangan
pasien terhadap citra
diri dan efek yang
ditimbulkan dari
penyakit atau kondisi.
3. Nyeri akut Setalah dilakukan asuhan 1. Lakukan komunikasi
berhubungan keperawatan selama …x terapeutik .
dengan efek tes 24 jam diharapkan nyeri 2. Pantau lokasi, lamanya
diagnostik. dapat teratasi. intensitas dan
Kriteria Hasil : penyebaran nyeri
- Ekspresi klien (PQRST)
terlihat tenang. 3. Jelaskan penyebab
- Napas klien nyeri dan pentingnya
teratur. melaporkan ke staff
terhadap karakteristik
nyeri.
4. Berikan tindakan
relaksasi, seperti
pijatan.
5. Bantu atau dorong
penggunaan nafas
efektif.
6. Bimbingan imajinasi
untuk mengontrol
aktivitas terapeutik.
BAB 4

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Infertilitas merupakan kondisi ketidakmampuan pasangan untuki mendapatkan kehamilan
setelah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi selama 1
tahun atau lebih, arau jika pada wanita berusia lebih dari 35 tahun selama 6 bulan atau lebih.

Walaupun pasangan suami istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin kodisi infertil
sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri saja. Penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari setengah kasus infertilitas merupakan kondisi yang dialami perempuan,
sedangkan sisanya disebabkan oleh salah satu gangguan sperma dan faktor lain yang tidak
dikenal.

Infertilitas adalah masalah bersama antara suami istri sehingga sangat dianjurkan untuk
kerjasama dalam pemeriksaan, pengobatan dan tindak lanjutnya.

B. SARAN

a) Bagi pasangan suami istri hendaknya melakukan pemeriksaan sesegera mungkin


apabila mengalami infertilitas tersebut agar dapat segera diketahui penyebabnya dan
dilakukan pengobatan.
b) Bagi masyarakat hendaknya tidak mendiskriminasi atau menyalahkan salah satu dari
pasnaga suami istri tersebut karena tidak mempunyai anak.
c) Bagi mahasiswa agar memahami lebih lanjut tentang infertilitas dan memjelaskam
pada masyarakat tentang infertilitas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai