Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sita Monica Canserina

Nim : 2007081
Prodi : S1 Keperawatan/semester 4
Matkul : keperawatan HIV-AIDS

MANAJEMEN KASUS PADA PENYALAGGUNAAN NAPZA

 Pengertian Napza

Napza merupakan akronim dari narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang
merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan
kejiwaan. Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam
tubuh baik oral maupun di suntik dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan
dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan social yang di
tandai dengan indikasi negative, waktu pemakain yang panjang dan pemakaian yang
berlabihan (lumbantobing,2007)

Masalah Penyalahgunaan Napza


Hampir setiap hari suguhan berita TV terkait dengan narkoba atau obat-obatan
terlarang terdengar dan terlihat oleh kita semua, muai dari kasus  meninggal disebabkan
oleh over dosis (OD), kecelakaan lalu lintas karena pengaruh mengkonsumsi narkoba,
penggerebekan para Bandar dan pabrik, pengedar bahkan sampai para pemakai pemula
(coba-coba). Fenomena lain dari masalah NAPZA ini yaitu adanya kesan bahwa para
pecandu NAPZA sangat jauh dari agama. Ada faktor internal dan eksternal yang
menggiring seorang menjadi korban NAPZA. Dorongan Internal ini adalah mentalita
yang rapuh dalam menghadapi kenyataan, kesedihan yang berlebihan ketika menerima
perpisahan,  terjadinya perceraian, kematian, atau pun kehilangan kekayaan dan
jabatan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah kurangnya atau kelebihan kasih sayang
dari orang tua, pengaruh teman bergaul, mudahnya akses terhadap NAPZA. (Asep
Saepul Rohim. 2016 : 75-76)

Contoh kasus korban penyalagunaan napza


Ada seorang remaja, ia memiliki ciri-ciri yang menjerumus kepada pengguna narkoba.
Terlihat dari tanda tanda fisik yang terlihat yaitu:
1. Ganja
a.  Saat menggunakan mata merah
b.  Sedang ketagihan (gejala putus zat) : tidak suka makan, tidur terganggu, banyak
keringat, mual, muntah, dan mencret.

2.  Obat penenang dan obat tidur


a.  Saat mengunakan : mengantuk, jalan sempoyongan, dan bicara cadel
b. Saat ketagihan : mual, muntah, lelah, letih, jantung berdebar-debar, dan
lidah/tangan/kelopak mata bergetar

3.  Alkohol
a. Saat mengunakan : mata merah, cadel, jalan sempoyongan, dan banyak bicara
b. Saat ketagihan : mual, munta, jantug berdebar, tangan/lidah/kelopak mata berebar.

4. Opium (heroin, putauw, candu, dan morfin)


a. Saat mengunakan : jalan sempoyongan, bicara cadel, dan mengantu/acuh
b. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, acuh tak acuh terhadap kesehatan
dan kebersihan diri, terdapat deretan bekas suntikan paa lengan atau bagian tubuh lain.

Manajemen perawatan penyalahgunaan napza

 Penerimaan awal (skrining)

Dalam menentukan diagnosis gangguan pengguna narkotika ada dua langkah yang bisa
dilakukan, yang pertama adalah skrining dengan menggunakan instrrumen tertentu. Tujuan
skrining ini hanya untuk mendapatkan informasi adakah suatu faktor resiko atau masalah yang
terkait dengan pengguna narkotika. Berbagai instrument skrining dan asessmen yang dapat
digunakan dalam menggali permasalahan terkait gangguan penggunaan narkotika telah
dikembangkan secara global,baik yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga penelitian di Negara
maju, maupun badan-badan dunia khususnya WHO.
Ada beberapa alat yang umumnya digunakan untuk dapat mengenali keterlibatan seseorang
pada narkotika :
 - Instrumen Skrining seperti ASSIST
  -Urin analisis.
Kajian resep/ obat-obatan yang diminum klien sebelumnya
Tes skrining cara biologi mempunyai jangka waktu skrining brbeda-beda. Sebagai contoh:
Suatu tes skrining urin atau air liur yang positif untuk kokain dan atau heroin cenderung untuk
mengindiksikan pengunaan yang baru-baru saja terjadi (beberapa hari atau satu minggu
kebelakang). Sedangkan hasil yang positif untuk marijuana (ganja) dapat mendeteksi
pengunaan marijuana pada satu bulan sampai beberapa bulan kebelakang.
Hampir tidak mungkin untuk menentukan waktu peggunaan bila sampel didapat dari rambut.
Tidak ada satu tes skrining narkotika secara biologi dapat mendeteksi obat-obatan yang sering
disalah gunakan, contohnya MDMA, metadon, pentanil, dan opoid sintetik lainnya tidak
termasuk kedalam banyak tes skrining narkotika, dan tes-tes ini harus diminta secara terpisah.
Bila dikawatirkan terjadi usaha pengelabuhan hasil, sampel harus dimonitor untuk temperature
atau bahan-bahan campuran serta rogram harus ditetapkan dan diikuti prosedur
pendokumentasian secara kronologi yang akurat. (Badan Narkotika Nasional.2012

2. Assesmen

Langkah-langkah asessmen klinis :


 a. Assesmen awal
    Assesmen awal yaitu assesmen yang dilakukan pada saat klien berada ada tahap awal
rehabilitasi, umumnya dilakukan pada dua sampai empat minggu pertama. Assesmen awal
umumnya dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga minggu pertemuan. Pada beberapa pasin
dengan kondisi fisik baik dan sikap yang kooperati, assessment bahkan dapat diselesaikan
dalam sekali pertemuan.

 b. Rencana Terapi


     Pada sebagian besar klien, terapi yang dibutuhkan umumnya berkait dengan terapi
rehabilitas masalah penggunaan narkoba. Namun mereka juga membutuhkan terapi-terapi
terkait lainnya, seperti misalnya konseling keluarga, pelatihan vokasional, pelatihan menjadi
orang tua yang efektif, dan lain-lain.

 c. Assesmen Lanjutan


    Assesmen bagi klien tidak hanya dilakukan pada saat masuk program terapi rehabilitasi,
namun perlu diulang pada kurun waktu selama dia berada dalam program dan ketika yang
bersangkutan selesai mengikuti program. Hal ini bertujuan untuk  melihat kemajuan yang
terjadi pada diri klien, Mengkaji isu-isu terkini yang menjadi masalah bagi klien dan informasi
baru yang diperoleh selama klien menjalani roses terapi, melakukan kajian atas rencana terapi
dan melakukan penyesuaian rencana terapi.
Penegakkan diagnosis merupakan suatu proses yang menjadi dasar dalam menentuan rencana
terapi selanjutnya. beberapa prinssip dalam menegakkan diagnosis bagi pengguna narkotika,
antara lain:
Diagnosis tidak selalu dapat diperoleh pada assesmen awal
Diperlukan informasi tambahan dari keluarga atau orang yang mengantar
Yakinkan klien dalam kondisi sadar penuh, tidak dibawah pengaruh narkotika, sehingga tidak
mengacaukan informasi yang dperoleh

 3. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi atau keadaan
sebelumnya. Bagi penyalahguna dan / atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah
proses yang harus dijalani dalam rangka pemulihan sepenuhnya (full recovery) untuk hidup
normal, mandiri, dan produktif di masyarakat. ( Edi Heryadi)
Tahap-tahap Rehabilitas
a. Tahap rehabilitas media (detoksifikasi), tahap ini pecandu diperriksa seluruh kesehatannya
baik dari fisik dan mental oleh doker terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu
perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita.
Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat. Dalam hal
ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahian guna mendeteksi gejala kecanduan
narkoba tersebut.

b.  Tahap rehabilitasi nonmedis, tahap ini pecanddu iku dalam program rehabilitasi. Di
indonesia sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh dibawah BNN adalah
tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kamus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda.
Ditempat Rehabiltas ini pecandu menjalani berbagai program diantaranya program theurapetic
communites (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dll,

c. Tahap bina lanjut (after care), tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan
bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja
namun tetap berada dibawah pengawasan.

Anda mungkin juga menyukai