Filsafat Tugas 4
Filsafat Tugas 4
Npm : 22001013044
Prodi : PGMI B
Guru merupakan fasilitator, pengajar, dan teladan yang ucapannya didengar dan
perbuatannya ditiru. Guru yang baik merupakan guru yang dapat melahirkan generasi
beradab, bermartabat, berguna bermanfaat bagi masyarakat, berwatak luhur, serta
bertanggungjawab atas hidupnya sendiri dan orang lain.
Ki Hajar Dewantara juga memprioritaskan pendidikan karakter, beliau mengajarkan
kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, berkarakter, cerdas dan percaya diri serta
mengajarkan bagaimana cara memerdekakan diri sendiri serta merdeka sebagai rakyat,
bangsa dan negara.
Kontinu artinya pendidikan di Indonesia mesti dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan. Konsentris artinya untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia harus
sesuai dengan kebudayaan serta nilai luhur bangsa yang ditanam dalam generasi muda.
Konvergen artinya mengembangkan mutu pendidikan Indonesia agar setara dengan
kualitas pendidikan yang maju di dunia barat.
Teori ini sendiri sudah dilakukan sejak menuntut ilmu di Belanda. Beliau berhasil
menyaring ilmu pendidikan ini untuk dimanfaatkan di Indonesia dengan tetap berpijak
pada akar budaya tanah air, sehingga konsep mengenai pendidikan nasional berakar pada
budaya Nusantara
2. Menumbuhkan Daya Cipta (Kognitif), Daya Rasa (Afektif) dan Daya Karsa
(Psikomotor)
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan Harus bisa meningkatkan daya cipta
(kognitif), daya rasa (afektif) dan daya karsa (psikomotor). Ketiga daya tersebut harus
tumbuh secara bersamaan tanpa ada yang dikesampingkan, karena menitikberatkan salah
satu daya dapat menghambat perkembangan manusia.
Dengan menumbuhkan ketiga daya tersebut bersamaan maka proses humanisasi atau
memanusiakan manusia dalam pendidikan dapat tercapai. Artinya mendidik manusia
untuk mencapai kemanusiaan yang luhur tidak akan mudah goyah, pendidik harus
menjadikan dirinya sebagai role model bagi siswa. tanpa adanya teladan yang baik maka
proses humanisasi dalam pendidikan tidak akan tercapai.
Pasalnya Tri sentra tersebut menjadi inspirasi pendidikan di Indonesia dan ketiganya
mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan, kepribadian dan tingkah laku anak.
Keluarga, pihak sekolah, pemerintah maupun masyarakat
merupakan stakeholder pendidikan yang memiliki peran penting dalam proses
pendidikan. Tujuan pendidikan akan tercapai jika proses pendidikan dilakukan dengan
optimal dan stakeholder memposisikan dirinya sebagai teladan baik bagi anak atau
peserta didik. Sehingga tercapainya tujuan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama.
Jika sistem pendidikan sesuai dengan nilai budaya lokal, guru dapat berperan kembali
sebagai insan yang membimbing serta memimpin anak didik dengan lembut, untuk
mengembangkan bakat, potensi dan karakteristik peserta didik.
Didalam pendidikan ada proses belajar yang menentukan hasil dari tujuan pendidikan,
maka dari itu Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan bahwa belajar harus sesuai dengan cipta,
rasa, dan karsa. Untuk menciptakan proses belajar yang baik, maka harus ada perencanaan
pembelajaran. Hal-hal yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan adalah memenuhi unsur-
unsur belajar. Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan Unsur- unsur belajar sebagai berikut.
a. Peserta Didik
Manusia adalah makhluk yang berbudi, sedangkan budi artinya jiwa yang telah melalui
batas kecerdasan yang tertentu, hingga menunjukkan perbedaan yang tegas dengan jiwa yang
dimiliki hewan. Jika hewan hanya berisikan nafsu-nafsu kodrati, dorongan dan keinginan,
insting dan kekuatan lain yang semuanya itu tidak cukup berkuasa untuk menentang
kekuatan-kekuatan, baik yang datang dari luar atau dari dalam jiwanya.
Tanpa mempertimbangkan aspek umur manusia, karakter peserta didik yang dibawa
ke sekolah merupakan hasil dari pengaruh lingkungan. Hal tersebut cukup berpengaruh pada
keberhasilan dan kegagalan individu pada masa perkembangan selanjutnya.
b. Pendidik
Menurut Ki Hadjar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia, yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Mendidik harus lebih
memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan,
martabat, mentalitas demokratik). Ki Hadjar Dewantara memberikan beberapa pedoman
dalam menciptakan kultur positif seorang pendidik.
Semboyan Trilogi pendidikan memiliki arti yang melibatkan seluruh pelaku pendidikan
atau guru dan peserta didik adalah: Tut wuri handayani, dari belakang seorang guru harus
bisa memberikan dorongan dan arahan. Ing madya mangun karsa pada saat di antara pesetra
didik, guru harus menciptakan prakarsa dan ide. Ing ngarsa sung tulada, berarti ketika guru
berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang
baik.
c. Tujuan Belajar
Pembahasan mengenai tujuan belajar tidak akan terlepas dari tujuan pendidikan, hal
tersebut disebabkan karena belajar merupakan aspek terpenting dalam pendidikan. Oleh
karena itu tujuan belajar sama dengan tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan identik
dengan tujuan hidup manusia. Berikut adalah tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar
Dewantara. “Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnja anak-anak. Adapun
maksudnja pendidikan jaitu menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masjarakat dapatlah mentjapai
keselamatan dan kebahagiaan jang setinggi-tingginya.” Manusia merdeka merupakan tujuan
pendidikan Ki Hadjar Dewantara, merdeka baik secara fisik, mental, dan kerohanian.
Kemerdekaan pribadi dibatasi oleh tertib damai kehidupan bersama, dan ini
mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi,
kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab, dan disiplin. Perlu digaris bawahi bahwa
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara merupakan sebuah tuntunan. Berdasarkan
pengerian tersebut tersirat bahwa hasil perkembangan peserta didik terletak di luar kehendak
pendidik. Hal tersebut dikarenakan peserta didik adalah makhluk hidup yang dapat
berkembang melalui kodrat yang telah dimiliki. Pendidik hanya menumbuhkembangkan
kodrat yang telah ada agar peserta didik dapat berkembang dengan baik.
d. Azas Belajar
Konsep belajar yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki lima asas antara lain,
asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas
kemanusiaan. Asas tersebut pulalah yang mendasari pendidikan di perguruan taman siswa.
Berdasarkan kelima asas tersebut disimpulkan bahwa, belajar menurut ki hadjar dewantara
harus dilandasi dengan kemampuam pribadi, sesuai dengan kodrat, tidak bertentangan
dengan budaya, toleransi, dan menjaga hak-hak orang lain.
Kemerdekaan atau kemampuan pribadi bertujuan agar peserta didik dapat leluasa
mengembangkan cipta, rasa, dan karsa dalam proses belajar. Kodrat alam bertujuan agar
peserta didik tidak melalaikan kewajibanya baik kewajiban terhadap Tuhan, Lingkungan,
masyarakat, maupun diri sendiri. Belajar juga harus sesuai dengan budaya tempat agar hasil
belajar bisa diterima di lingkungan tempat tinggal. Belajar juga harus sesuai dengan
kebangsaan karena peserta didik akan hidup dan berinteraksi dengan masyarakat luas.
Peserta didik juga dituntut untuk tidak melanggar dasar hak asasi manusia.
e. Metode Belajar
Metode belajar yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara adalah metode among. Among
memiliki makna menjaga kelangsungan hidup batin peserta didik dengan mendampingi dan
mengarahkan. Bukan hanya membiarkan perkembangan batin peserta didik namun juga
menjaga agar keadaan batin peserta didik tetap dalam keadaan baik. Berdasarkan pernyataan
tersebut, pendidik berkewajiban mengembangkan peserta didik sesuai dengan karakter
peserta didik dan karakter lingkungan budaya setempat.
Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat menguasai diri sendiri. Among methode
merupakan pemeliharaan dan perhatian untuk mendapat pertumbuhan anak lahir dan batin
sesuai dengan kodrat.
Raden Mas Soewardi Suryaningrat atau yang sering disebut Ki Hajar Dewantara
merupakan salah satu pejuang atau aktivis asli pribumi (sebutan bagi masyarakat
Indonesia kala itu) bidang pendidikan. Sebagai pejuang tidak heran bila beliau sering
memberikan kritik-kritik tajam kepada Belanda dan tulisan-tulisan yang bermanfaat
melalui koran. Selain itu, Ki Hajar Dewantara dikenal aktif berpolitik dalam Indische
Partij dan mendirikan Perguruan Taman Siswa.
Oleh karena Ki Hajar Dewantara adalah salah satu aktivis pendidikan, maka hal
yang dikritik pertama adalah sistem pendidikan Belanda pasca berlakunya politik etis.
Pendidikan ini memang sudah terlaksana, namun ada beberapa hal yang masih menjadi
wujud ketidakpuasan dari Ki Hajar Dewantara, yaitu :
- Hanya kaum bangsawan dan pejabat-pejabat pro kolonial yang boleh mengenyam
pendidikan.
Pada pelaksanaannya, politik etis bidang edukasi / pendidikan lebih terfokus ke kaum
bangsawan dan pro Belanda. Hal ini dilakukan agar Belanda tetap mendapatkan tenaga
dari pembangunan sang raja dan memandirikan kerajaan di bawah kuasa Belanda.
- Pendidikan dilakukan menggunakan bahasa Belanda dan tidak sesuai budaya asli
daerah
- Sekolah tinggi yang dilakukan Belanda adalah dengan dibawa ke luar negeri
sehingga menyebabkan kesenjangan sosial.
Sistem sekolah tinggi Belanda yang membawa pelajar ke luar negeri akan
memunculkan kenjangan sosial dan belum lagi munculnya spekulasi bahwa pemimpin
telah mengkhianati rakyatnya. Padahal, banyak pula pemimpin yang masih memedulikan
rakyatnya
Para pemimpin pergerakan nasional dengan sadar ingin mengubah keadaan yang kurang
tepat, bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan ke
dalam program perjuangannya, maka lahirlah sekolah-sekolah partikelir atas usaha perintis-
perintis kemerdekaan, diantaranya adalah perguruan taman siswa.
Didirikannya perguruan Taman siswa disebabkan karena keadaan pendidikan bagi rakyat
Indonesia yang sangat kurangnya pengajaran yang diberikan oleh Belanda kepada bangsa
Indonesia, pendidikannya sangat tidak sesuai dengan kepentingan hidup bangsa Indonesia
sendiri, dan bahkan meracuni jiwa anak, menanamkan jiwa budak pengabdi kepentingan
colonial sehingga sangat mengecewakan rakyat Indonesia.
Seperti diketahui, ketika Pemerintah Kolonial melaksanakan politik etis, jumlah sekolah
yang didirikan bertambah banyak. Walaupun jumlah sekolah dibandingkan dengan jumlah
anak usia sekolah masih sangat jauh dari cukup. Sekolah-sekolah tersebut dimaksudkan untuk
memenuhi kepentingan kolonial, baik kepentingan dalam bidang politik, ekonomi maupun
administrasi yang sama sekali tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Pada tahun 1935 sampai 1937, taman siswa dihadapkan masalah-masalah baru yaitu
masalah tunjangan anak dan pajak upah. Dan para guru berpendapat bahwa tidak
seharusnya membayar pajak upah dan hanya membayar pajak penghasilan saja, sebab
taman siswa sebagai lembaga pendidikan bersifat kekeluargaan yang tidak mengenal
buruh dan majikan. Ki Hadjar Dewantara membawa masalah undang-undang sekolah liar
ke Dewan Rakyat.
Kebijakan orde baru mendirikan SD Inpres secara aktif di semua daerah turut
memundurkan peran perguruan taman siswa. Beberapa SD taman siswa yang berdekatan
dengan SD Inpres tutup. Demikian pula kecenderungan masyarakat untuk memilih
sekolah sesuai dengan agama yang dianutnya, berkontribusi pada tidak lakunya sekolah di
lingkungan taman siswa karena muncul wacana bahwa sekolah di taman siswa itu
sekuler. Reformasi politik di Indonesia pada tahun 1997 ternyata tidak membawa dampak
perbaikan bagi perguruan taman siswa. Sebaliknya, kebijakan pendidikan nasional makin
jauh dari ajaran taman siswa, seperti tercermin dalam UU Sisdiknas yang tidak memiliki
roh kebangsaan. RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (RPP PPP) yang sangat
kapitalistik juga ditolak majelis luhur taman siswa karena keduanya itu bertentangan
dengan dasar taman siswa panca dharma, yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan,
kebangsaan, dan kemanusiaan.
REFERENSI
https://blog.kejarcita.id/6-inspirasi-pembelajaran-dari-konsep-pendidikan-ki-hajar-
dewantara/
https://edukasi.kompas.com/read/2018/04/09/08000081/kritik-ki-hajar-dewantara-
terhadap-sistem-pendidikan-barat?
amp=1&page=2&jxconn=1*1ptf633*other_jxampid*d3l5WnBLMzZySnRWbXM0bjI5T
zhyUEVLNlhvZEV0X1ZrNTlleFFPdjhBd000TzBSa1R3NlJaQXNLVDZRenlXWQ