Skripsi Risdha
Skripsi Risdha
Skripsi
Diajukan untuk menempuh ujian Sarjana
Program Strata 1 dalam Ilmu Sejarah
Disusun oleh:
SEMARANG
2009
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
”Let the ruling classes tremble at a Communist Revolution.
The proletarians have nothing to lose but their chains.
Working men of all countries, unite!”
(Biarkan para penguasa gemetar saat terjadi revolusi komunis. Kaum proletar
tidak akan kehilangan kekuatannya. Kaum pekerja di seluruh dunia, bersatulah!)
(Karl Marx, 5 Mei 1818-14 Maret 1883)
Dipersembahkan kepada:
Ibundaku, keluarga, sahabat, dan
semua orang yang telah mengisi hari-
hariku.
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
Universitas Diponegoro
Ketua, Anggota I,
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sangat bersyukur karena mendapat dukungan dan dorongan yang tidak henti-
proses yang tersendat-sendat, mulai dari proses pengumpulan data sampai pada
akhir penulisan.
Pertama kali penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr.
Nurdien H. Kistanto, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Undip dan Dr.
Dewi Yuliati, M. A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, yang
terima kasih kepada DR. Yetty Rochwulaningsih M. Si, selaku dosen pembimbing
yang dengan sabar memberikan perhatian serta gagasan dan bimbingannya dalam
penyelesaian skripsi ini, kepada Drs. Dhanang Respati Puguh M. Hum selaku
kepada Drs. Indriyanto, S.H., M. Hum yang membantu dengan sabar demi
sempurnanya revisi skripsi saya, dan seluruh staf pengajar Jurusan Sejarah
untuk menyusun skripsi ini. Kepada tokoh-tokoh yang terlibat ataupun yang
menjadi saksi langsung dalam pergerakan Gerwani, Ibu Heryani Busono, Ibu
Tumini Khadim, Ibu Sumini, Ibu Endang Mardiningsih, Ibu Indarsih, Ibu
Rondiah, Ibu Warsono, dan Bapak Sumaun Utomo, terima kasih atas waktu dan
Ucapan terima kasih yang dalam kepada Ibundaku tercinta yang dengan
penulis selama ini. Kepada Bapak dan adik-adikku R Deva A, R Devi A, Ratih
AA, yang penulis sayangi dan banggakan, semoga kita bisa bersatu kembali.
Kepada Ibu Aminah, Ibu Ngatini, dan ibu dari sahabat-sahabatku, terima kasih
atas bantuan dan dorongan dalam memacu semangat penulis. Selain itu, ucapan
Sejarah angkatan 2002, Ady Entit, Danni Dean Ali dan Ria, Umawan, Nanda dan
Lila, Syuhada dan Ajeng, Adi Ho’ dan Rina, Adi Karyo, Devi Budjana dan Vika,
Sidik Roronoa, Agus dan Vita, Sigit Doni, Andi, Kholid, Wahyu Coro Maningrat,
Diajeng, Desy, Hary, Fanny, Prihadi, Dedy dan Nike, Dinda dan Bowo, Oli
Leemathers, Wina, Endah, Leli, Mawar, Ika, dan Ning. Terima kasih juga buat
Fachrudin Syam (almarhum), Kang Johan, Kang Kustam, Mas Bram, Mas Bekso,
Uung, Bung Aryono dan Mbak Ita, Purwo Ompong dan Visi, Athourrouf dan
Ayu, Indra dan Ika, Sukoco Gumoong dan kawan-kawan kampung Ngembak,
terima kasih atas dukungan semangat dan motivasinya. Kepada kawan Tria Jambi,
Krisno Barep, Deni Jak Mania, Uli Aurelia, Petra Petruk, Haryono Chiklet,
Ronaldo, teruskan perjuangan kalian. Tak terlupakan kepada Mas Woto Kantin,
Mas Sugeng, Mas Ndori, Mas Komsin, Bu Ut, Bu Ning, Mbak Putu, Mas Bayu,
dan semua personel Tata Usaha dari Jurusan Sejarah, terima kasih atas fasilitas
Boto, Mas Kopral, Gendut, Penyok, Konde, Gundul, No Lholhok, Plengeh, Boyo,
Mas Balung, Mas Wawe, Mas Kis, Mas Kadi, Lek Didik, Dik Anang, Mas Yudhi,
Bidin, Takim, dan lain-lain, terima kasih atas hari-hari yang ceria dan selalu
menghibur penulis dikala penat. Kepada semua kalangan yang tidak bisa penulis
khususnya dan masyarakat awam yang tertarik dan peduli pada perkembangan
dalam hal tata tulis maupun isinya, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH...................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. xx
INTISARI...................................................................................................................... xxi
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….……………... 1
A. Keadaan Wilayah............................................................................................. 18
1. Keadaan Geografi...................................................................................... 18
2. Keadaan Demografi................................................................................... 21
B. Keadaan Sosial Ekonomi................................................................................. 22
C. Keadaan Sosial Budaya.................................................................................... 27
D. Keadaan Sosial Politik....................................................................................... 34
LAMPIRAN………………………………………………………………………….. 125
DAFTAR SINGKATAN
AD : Angkatan Darat
AK : Api Kartini
AL : Angkatan Laut
DI : Darul Islam
FN : Front Nasional
G 30 S : Gerakan 30 September
NU : Nahdatul Ulama
PP : Peraturan Pemerintah
PR : Pemuda Rakyat
RT : Rukun Tetangga
TK : Taman Kanak-kanak
TKR : Tentara Keamanan Rakyat
TP : Tentara Pelajar
UU : Undang-Undang
Agitasi : hasutan/mempengaruhi
diadili
masyarakat Indonesia
tangga
organisasi
negara islam
berkeadilan sosial
bangsawan
apapun
tertentu
Heiho : pasukan cadangan Indonesia, bagian dari
belakang suaminya
keturunan Arab
sifat bawaan
tertentu
komunis)
dari satu
kemajuan
mencari pengikut
atau bertindak
Reform perkawinan : mengubah peraturan perkawinan menjadi lebih
baik
bersenjata)
Rezim : pemerintahan/penguasa
pesantren
Tabel:
Halaman
1965……………...
2. Macam-macam Gedung 30
Kesenian………………………………………………
Kecamatan Kota 37
Semarang………………………………………………………………
….
Kecamatan Kota 38
Semarang………………………………………………………………
….
Konstituante di Kota 38
Semarang………………………………………………………………
….
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel:
Halaman
Gerwani…………………………………………………..
ormasnya……………………………………………………..
………………………….
INTISARI
Keikutsertaan kaum wanita dalam semua aspek kehidupan suatu bangsa tidak
dapat diabaikan. Disamping sebagai ibu dan isteri yang menjalankan peran
domestik seputar urusan keluarga dan rumah tangga, kaum wanita sejalan dengan
tuntutan zaman dan kondisi real lingkungan sekitarnya, juga dituntut berperan di
berlangsung lama sejak zaman pra kolonial yang antara lain ditandai oleh
tampilnya beberapa tokoh wanita sebagai penguasa kerajaan baik di Jawa maupun
luar Jawa. Demikian juga pada masa perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945-
1949, kaum wanita Indonesia secara langsung dan tidak langsung ikut berperan
telah menonjol sejak abad 19. Hal itu antara lain dapat diketahui dari maraknya
Christina Martha Tiahahu dari Maluku pada tahun 1817-1819; Nyi Ageng Serang
dari Jawa Tengah pada sekitar pertengahan abd XIX; Cut Nyak Dien dan Cut
Meutia di dalam perang Aceh tahun 1873-1904; dan juga RA Kartini tahun 1879-
1
Nana Nurliana, dkk, Peranan Wanita Indonesia di Masa Perang
Kemerdekaan 1945-1950 (Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1986), hlm.1.
1904; Dewi Sartika 1884-1947; Maria Walenda Maramis tahun 1872-1924, Nyi
pada mulanya lebih tertuju pada bidang pendidikan. Hal ini tampaknya didasari
oleh kesadaran bahwa pendidikan dapat membawa pengaruh yang besar pada
perubahan dan kemajuan. Oleh karena itu bukanlah tanpa sebab jika tokoh-tokoh
wanita di Sumatera Barat yang giat memajukan pendidikan seperti Maria Walanda
Organisasi Putri Mardika (tahun 1912 di Jakarta), Putri Budi Sejati (Surabaya),
Keutamaan Istri (Jawa Barat), Sarekat Kaum Ibu Sumatera (Bukit Tinggi) dan
2
Ryadi Gunawan, “Dimensi-Dimensi Perjuangan Kaum Perempuan
Indonesia dalam Persepktif Sejarah”, Yogyakarta: tahun 1991. Dipetik dalam
Fauzi Ridjal, dkk, “Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia”, Yoyakarta: PT
Tiara Wacana, 1993, hlm. 100.
3
Nana Nurliana 1986, op.cit., hlm. 7-8.
pada waktu itu.4 Pemerintah Kolonial dan para pejabatnya masa itu percaya
kekacauan”.5
Indonesia (PPI). Sejak saat itulah tanggal 22 Desember dijadikan perayaan hari
(PPII) pada Kongres Wanita Kedua yang diadakan di Jakarta pada tahun 1929.
4
Dalam arti tertentu, penyebarluasan surat-surat Kartini berbahasa Belanda
yaitu Door Duisternis tot Licht (terbitan Den Haag, Semarang dan Surabaya pada
tahun 1911) adalah juga bagian dari strategi politik kolonial tersebut. Buku
“Kartini” tersebut baru diindonesiakan oleh Armijn Pane pada tahun 1938
(terbitan Balai Poestaka, Batavia) dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Dikutip dari Primariantari, dkk, Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis
(Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 32.
5
Ibid., hlm. 32.
6
Suratmin, dkk, Biografi Tokoh Perempuan Indonesia Pertama (Jakarta:
Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1991), hlm. 1.
7
Vrede-De Steurs, The Indonesian Woman Struggles and Achievements
(The Hague: Mounton & Co, Cora. 1960), hlm. 89-90. Dikutip dari Primariantari,
dkk, Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis ( Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.
34.
Dalam gerakan politik praktis yang legal formal, kaum wanita untuk
1935 ketika pemerintah kolonial menolak permintaan kaum wanita untuk memilih
wanita pribumi sebagai wakil dalam Dewan Rakyat. Akhirnya, pada 8 Agustus
pemerintah yang tetap saja memilih wanita Belanda sebagai anggota Dewan
Rakyat.8 Organisasi wanita di Hindia Belanda boleh dikatakan tidak begitu aktif
Indonesia. Baru kemudian marak kembali pada zaman pendudukan Jepang ketika
tersebut diafiliasikan ke dalam suatu organisasi yang lebih besar dan merupakan
induk dari seluruh organisasi wanita di Indonesia yang diberi nama Kongres
Juni tahun 1950, ketuanya adalah Nyi Puger, wakil ketua Ny. Dr. Angka
Nitisastra, penulis Ny. Irang, dan anggota luar biasa Ny. Samadikun. Dalam rapat
pembentukan itu juga dibentuk Panitia Pembantu Sosial yang anggotanya terdiri
8
Ibid., hlm. 35.
dari perhimpunan yang punya usaha kesosialan guna mendampingi dan membantu
Akhirnya pada tanggal 24-26 Nopember 1950 dalam kongresnya yang ke-
sejarah.
Juni 1950 para wakil enam organisasi wanita berkumpul di Semarang, untuk
yang diberi nama Gerwis, yaitu kependekan dari Gerakan Wanita Indonesia
Sedar. Enam organisasi tersebut ialah Rukun Putri Indonesia (Rupindo) dari
Semarang, persatuan Wanita Sedar dari Surabaya, Isteri Sedar dari Bandung,
Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura dari Madura,
dan Perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruan.11 Koran Kantor Berita
9
Antara, Dinas Dalam Negeri, 5 Juni 1950. hlm. 3.
10
Primantiari 1998, op.cit., hlm. 36.
11
Saskia E. Wierenga, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia
(Jakarta: Garba Budaya, 1999), hlm. 283.
Gerwis yang diketuai oleh Tis Netty dari Semarang dan Nyonya Umi dari
Surabaya, S.K. Trimurty dari Yogyakarta dan Nyonya Srie Kustijah dari
Semarang masing-masing sebagai wakil ketua dan penulis, dalam rapatnya
yang pertama itu telah memajukan tuntutan kapada pemerintah antara lain
minta supaya fonds pembangunan negara ditujukan bagi kemakmuran rakyat
dan mereka menghendaki negara kesatuan yang 100 % lepas dari “isme”
penjajahan. Gerwis belum menggabungkan diri pada KOWANI.12
organisasi wanita sangat progresif dan radikal dimana Indonesia harus merupakan
NKRI yang 100 persen lepas dari “isme” penjajahan. Padahal seperti diketahui,
bahwa negara Republik Indonesia pada waktu itu masih dalam bingkai negara
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berarti negara RI hanya merupakan bagian
Jika mencermati latar belakang sosial dari para tokoh wanita yang menjadi
pelopor Gerwis tersebut tampak berbeda-beda, tapi ternyata hal tersebut tidak
perjuangan nasional. Bahkan beberapa dari mereka sudah berjuang dalam satuan
gerilya melawan Jepang dan Belanda. Sejak awal berdirinya Gerwis merupakan
organisasi perempuan yang paling aktif di bidang politik nasional. Sesuai dengan
keputusan yang diambil dalam kongres I pada Desember 1951, Gerwis kemudian
diubah menjadi Gerwani.13 Gerwani memiliki hubungan yang kuat dengan Partai
12
Antara, Dinas Dalam Negeri, 9 Juni 1950, hlm. 9.
13
Wierenga 1999, op.cit., hlm. 299.
September - 1 oktober 1965 (Gestapu/Gestok), Gerwani dianggap oleh pemerintah
Orde Baru sebagai salah satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September, dan dalam film karya Arifin C. Noer yang berjudul Penghianatan G 30
mereka dan melakukan perbuatan amoral lainnya. Namun demikian sebagian ahli
sejarah meragukan bahwa tampilan dalam film tersebut merupakan fakta dari
wanita dalam peristiwa tersebut masih merupakan misteri sejarah yang belum
terungkap.
Aktivitas Gerwani di kota Semarang pada kurun waktu 1950 hingga 1965
sangat masif. Mereka melakukan aktivitas dalam bidang politik, ekonomi, sosial
dan budaya. Geliat aktivitas Gerwani di kota Semarang dapat menyita perhatian
kaum wanita di Semarang, oleh karena itu jumlah mereka pun cukup banyak.
keterkaitan mereka dengan PKI akhirnya membawa mereka pada kehancuran pada
tahun 1965.
Terkait dengan hal itu adalah sangat menarik untuk mengkaji eksistensi,
Indonesia secara nasional maupun lokal. Skripsi ini akan mengkaji permasalahan
Gerwani sebagai organisasi sosial politik pada tingkat lokal di kota Semarang
dengan rumusan permasalahan sebagai berikut:
B. Ruang Lingkup
Penulisan sejarah akan menjadi lebih mudah dan terarah jika dilengkapi
dengan perangkat pembatas, baik temporal maupun spasial serta keilmuan. Hal itu
sangat diperlukan, karena dengan batasan tersebut, sejarawan dapat terhindar dari
hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan permasalahan yang ditulis. Jika piranti
ini tidak digunakan, akibatnya analisis yang dihasilkan akan bersifat lemah.14
Penulis memakai tiga ruang lingkup yaitu lingkup temporal, spasial dan keilmuan.
1. Lingkup temporal.
muncul pada awal tahun 1950 dan akhirnya dibubarkan setelah terjadi peristiwa
karena itu dalam pembahasannya diambil batasan waktu antara tahun 1950 hingga
tahun 1965. Pembatasan ini didasarkan pada asumsi bahwa sejak awal berdirinya
tahun 1950, partisipasi politik dari Gerwani seringkali diwarnai konflik yang
akhirnya melahirkan berbagai pergolakan yang salin berkaitan. Kondisi ini ada
14
Taufik Abdullah, Abdurrahman Surjomihardjo, ed. Ilmu Sejarah dan
Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. xii.
kaitannya dengan banyaknya organisasi wanita yang muncul di kota Semarang
pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Adapun batasan tahun 1965
merupakan akhir dari kiprah gerwani di kancah politik Indonesia terkait dengan
2. Lingkup spasial
Semarang sebagai batasan spasial, tidak terlepas dari hasil temuan, baik sumber-
sumber koran, arsip maupun wawancara yang mengarah pada tempat berdirinya
Gerwis sebagai cikal bakal dari Gerwani. Kota Semarang sendiri pada waktu itu
merupakan salah satu kota yang sangat berpengaruh dalam perkembangan gerakan
wanita di Indonesia.
3. Lingkup keilmuan
manusia pada masa lampau.15 Demikian pula ilmu sejarah mempunyai beberapa
lapangan khusus atau tematis dalam mendekati obyek sejarah, seperti sejarah
sosial, sejarah militer, sejarah politik, dan sebagainya. Mengingat isu yang dikaji
dalam skripsi ini terkait dengan eksistensi, dinamika, dan perkembangan Gerwani
sebagai organisasi wanita yang bergerak di bidang sosial politik, maka lingkup
15
Taufik Abdullah, Sejarah lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1985), hlm. 321.
C. Tinjauan Pustaka
Sebagai usaha untuk menghindari kerancuan objek studi dan juga untuk
beberapa buku yang relevan. Buku pertama berjudul Sejarah Setengah Abad
Indonesia secara kronologi dari mulai abad 19 sampai awal abad 20, baik yang
tertentu. Perkembangan dan peranan berbagai organisasi wanita yang ada pada pra
dalam buku ini. Buku ini dapat dijadikan sumber keterangan awal mengenai
perjuangan.
Sumber yang digunakan sebagai bahan penyusunan buku ini cukup akurat,
tokoh wanita yang terlibat langsung. Sumber lain yang digunakan adalah surat
dengan isi buku. Penulisan dalam buku ini menggunakan tata kalimat secara lugas
agar mudah dipahami. Kelemahan buku ini antara lain secara substansial hanya
merupakan deskripsi umum yang bersifat makro, karena begitu panjang rentang
waktu/periode yang dicakup dengan tema umum dan luas. Secara kuantitas terlalu
tebal karena memuat semua hasil Kongres Wanita Indonesia sampai tahun 1978.
16
Kongres Wanita Indonesia, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978).
Buku Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia ini tidak banyak memuat
faktor sosiologis dan politik yang melatarbelakangi lahirnya suatu organisasi atau
perkawinan, perceraian, hak dan kewajibannya sebagai ibu serta istri. Buku ini
memperoleh kedudukan dalam masyarakat dibahas secara jelas dalam buku ini.
secara cermat dan teliti melalui analisa-analisa yang akurat. Didukung dengan
gambar-gambar aktivitas dan keberhasilan kaum wanita yang diukur dengan data-
data statistik dari berbagai komposisi. Secara detil buku ini menggambarkan usaha
kaum wanita dalam masyarakat dari jaman penjajahan sampai masa pembangunan
dewasa ini. Buku ini mempunyai sedikit kelemahan, yaitu digunakan istilah-istilah
17
Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan
Masyarakat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981).
yang spesifik hukum, sehingga kalangan di luar bidang itu agak menemui
abad 20 sampai tahun 1965. Secara khusus membahas mengenai Gerwani mulai
September 1965. Buku ini dapat memberi sumbangan penting, khususnya pada
saat ada keinginan dari kalangan sejarawan untuk mengkaji ulang sejarah formal
yang telah dibakukan penguasa selama ini. Dengan paradigma gender, penulis
buku ini bukan hanya berhasil melakukan penelusuran sejarah yang tersembunyi
laki-laki”.
Relevansi buku ini dengan permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai
bidang politik nasional. Penulis buku ini berusaha untuk tidak hanya menyingkap
kebohongan, tapi juga menyatakan sesuatu tentang latar belakang oposisi seksual,
atas dasar konsepsi politik, dalam hal ini lahirnya “Orde Baru”. Dengan demikian
18
Saskia E. Wierenga, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia
(Jakarta: Garba Budaya, 1999).
dengan menelaah buku ini, permasalahan dalam skripsi ini dapat dikaji secara
pendekatan yang digunakan, dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana
Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai.19
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin
mempunyai karakter sebagai organisasi yang sadar politik dan ikut serta secara
bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau
sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak
19
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 4.
20
Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2003),
Bab X.
efektif.21 Jika dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas dalam hal ini adalah
radikal.
kausalitas, proses serta akibat dari gerakan massa ini, sejalan dengan
tersebut sekaligus dapat digunakan untuk menambah wawasan teori dan metode
kompleks. Pada pembahasan selanjutnya agar karya ini menjadi karya yang
yang ikut serta dan berpartisipasi dalam sebuah organisasi dan masalah politik
menyangkut kegiatan yang dilakukan oleh organisasi massa yang berkaitan dalam
sejarawan untuk menganalisis kesaksian yang ada, yaitu faktor sejarah sebagai
21
Ibid., hlm. 2.
bukti yang dapat dipercaya mengenai masa lampau manusia.22 Dalam metode
sejarah ada empat tahapan yang harus dilakukan yaitu heuristik, kritik, interpretasi
dan historiografi.
sebagai sumber sejarah. Pada tahap pertama ini, sumber primer diperoleh melalui
Nasional di Jakarta, Arsip Daerah Jawa Tengah, Arsip Museum Mandhala Bhakti
Semarang, dan dari beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan dalam skripsi ini
karena alasan pribadi. Ada juga beberapa harian yang terbit pada masa itu seperti
Harian Rakjat, Bintang Timur, Sinar Harapan, Api Kartini dan lain-lain. Dari
para anggota Gerwani dan para anggota PKI, khususnya di kota Semarang.
dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandang mata, yakni dari seseorang
yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.23 Sumber sekunder ini diperoleh
22
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986), hlm. 18-19
23
Kartini Kartono. Pengantar Metodologi Riset. (Bandung: Alumni,
1980), hlm. 190.
dengan melalui penelusuran dan penelaahan kepustakaan dapat dipelajari
sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua. Pertama kritik ekstern yang dilakukan
telah didapat, diuji dan ditelaah lebih jauh sehingga sumber dapat dipastikan
Historiografi ialah tahap terakhir. Dalam tahapan ini fakta yang terkumpul
analitis dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai kaidah tata
bahasa agar komunikatif dan mudah dipahami pembaca. Hasilnya ialah tulisan
F. Sistematika Penulisan
1965” ini penulisannya disusun dalam lima bab. Setiap bagian menitik beratkan
24
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. (Jakarta: PT
Gramedia, 1983), hlm. 19.
Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi latar belakang dan permasalahan,
Indonesia dalam hal ini dibahas kelahiran Gerwani, program-program dan struktur
tahun 1950-1965, pergolakan politik menjelang 1965 dan penghancuran PKI dan
A. Keadaan Wilayah
1. Keadaan Geografi
Kota Semarang pada tahun 1950 terletak di pesisir pantai utara pulau Jawa dengan
25
posisi 110’23’57” BT dan 110’27’70” BT, serta 6’55’6” LS dan 6’58’18” LS.
Dari laut Jawa membujur ke Selatan seluas 9.940 kilometer persegi dengan
batasan wilayah di sebelah utara yaitu laut Jawa, sebelah timur adalah kabupaten
Demak, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Kendal dan sebelah selatan
Gelar Venezia dari timur diberikan pada kota Semarang oleh orang-orang
“tempoe doeloe” karena keindahan dan keunikan geologisnya yang jarang dimiliki
Dari segi topografi, kota Semarang memiliki dua tipologi, yaitu wilayah
perbukitan (kota atas) dan lembah atau daratan (kota bawah) yang berbatasan
langsung dengan laut. Kota bawah memiliki ketinggian diukur dari permukaan
25
Pemerintah Daerah Kotamadya Dati II Semarang, Sejarah Kota
Semarang (Semarang: Pemda Kotamadya Semarang, 1979), hlm. 5.
terdapat bangunan gaya modern.28 Sama seperti daerah pantai lainnya, maka iklim
daerah ini panas dengan rata-rata suhu udara 37º - 39º Celcius. Tingginya antara
0,75 – 3,49 meter diatas permukaan air laut. Tiap tahun dataran rendah ini
semakin meluas, garis pantai semakin maju ke arah utara sebagai akibat endapan
lumpur yang dibawa terus menerus oleh sungai Semarang, sehingga letak kota
Semarang berada di sekitar daerah Bubakan di tepi sungai Semarang.29 Kota atas
mempunyai hawa yang segar, dengan ketinggian diukur dari permukaan laut
sekitar 90,56 meter untuk daerah Candi, 136 meter untuk daerah Jatingaleh, dan
Semarang merupakan salah satu kota yang terletak di pantai utara Jawa
Tengah dan termasuk dalam wilayah eks karesidenan Semarang. Kota Semarang
sangat strategis letaknya, karena merupakan wilayah yang dilewati jalur lalu lintas
utara jawa, baik jalur kereta api maupun jalan raya, baik lalu lintas yang datang
27 Ibid .,
28
Pemerintah Daerah Kotamadya Dati II Semarang, Semarang Masa Lalu,
Masa Sekarang, dan Masa Mendatang (Semarang: Pemda Dati II Semarang,
1979), hlm. 5.
29
Departemen P dan K, Geografi Budaya Daerah Jawa Tengah
(Semarang: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen P dan K,
1977), hlm. 84.
30 Ibid ., hlm. 5.
31
Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1982), hlm. 1737.
Menilik sejarahnya, keberadaan kota Semarang sebagai daerah kotapraja
sudah berlangsung sejak awal abad 20, yaitu dengan dikeluarkannya Staatsblad
No. 120 Gemeente Van Semarang pada tanggal 1 April 1906 tentang penetapan
terdiri dari lima kecamatan, yaitu kecamatan Semarang Barat, Semarang Timur,
Semarang Utara, Semarang Selatan, dan Semarang Tengah dengan luas 391 km².
desa.34 Batas-batas kecamatan dan desa, pada waktu itu hanya berupa jalan-jalan
kecil dan ada pula yang berupa tanah pekarangan. Batas-batas tersebut dulu
ditetapkan oleh tuan-tuan tanah untuk pelaksanaan pemungutan sewa tanah. Ada
desa yang mempunyai wilayah di tengah-tengah desa yang lain dan ini
Pada periode tahun 1950 – 1965 wilayah kota Semarang terdiri dari lima
32
Anonim, Republik Indonesia: Propinsi Jawa Tengah (Semarang:
Kementrian Penerangan RI, 1953), hlm. 67.
33
Anonim, 1984., op.cit., hlm. 21.
34
Soekirno, Semarang (Semarang: Departemen Penerangan Kota Besar
Semarang, 1956), hlm. 60.
35
Desa yang mempunyai wilayah di tengah-tengah desa yang lain yaitu
Desa Genuk terletak di tengah-tengah Desa Lempongsari, lihat R. Soenaryo, et al.
Mengenal Kotamadya Semarang II. (Semarang: Pemerintah Daerah, 1972), hlm.
7.
Semarang Selatan, dan Semarang Tengah. Dengan demikian wilayah kerja
Gerwani pada waktu itu juga meliputi semua wilayah kecamatan yang ada di kota
Semarang tersebut.
2. Keadaan Demografi
lain adalah pendatang, terdiri dari orang luar Jawa, etnis Cina, dan sebagian
keturunan Arab. Sampai pada akhir bulan April tahun 1950, jumlah penduduk
dalam lingkungan kota Semarang ada 284.279 jiwa, yaitu orang pribumi 220.332
jiwa; etnis Tionghoa/Cina 55.602 jiwa; orang Eropa 5.454 jiwa; orang Arab 2.314
jiwa; dan orang Timur asing 577 jiwa. Memang semenjak Januari 1949
Indonesia/pribumi dan 30 jiwa bagi etnis Tionghoa. Dapat dicatat bahwa diantara
jumlah penduduk Eropa terdapat 300 lebih banyak kaum wanitanya sedangkan
selama periode ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu selama
bulan April ada 472 jiwa yang lahir dan 355 jiwa yang mati, sedangkan pada
bulan April tahun 1949 masing-masing ada 450 jiwa yang lahir dan 341 jiwa yang
mati. Satu hal yang patut dicatat adalah angka kelahiran bayi kembar, dimana
terdapat informasi dari pihak yang berkompeten, bahwa ada fenomena menarik
dari kelahiran bayi kembar. Di kecamatan Semarang Timur misalnya, di salah satu
Djami’ sampai akhir April tahun 1949, yaitu ada 2.216. Sepanjang tahun itu
jumlah orang kawin ada 4.645, sedangkan yang bercerai ada 1.559 dan yang akur
Jumlah penduduk kota Semarang pada tahun 1965 sekitar 576.977 jiwa.37
Mata pencaharian orang-orang pribumi baik yang asli maupun pendatang sebagai
petani, nelayan, buruh pabrik, buruh bangunan, pegawai sipil, maupun ABRI.
Untuk etnis Cina dan Arab sebagian besar sebagai pedagang dan pengusaha yang
kepada calon pemakai, dengan hak pakai selama jangka waktu sekitar 20 tahun.
Selebihnya para pemakai diberi hak sewa. Pemerintah hanya terbatas pada
36
Antara, Dinas Dalam Negeri. No. 155/A-B. 4 Juni 1950.
37
Anonim, Perkembangan Penduduk Kota Semarang dalam Master-Plan,
(Semarang: Pemerintah Daerah, 1970), hlm. 1.
dengan pelaksanaan pembangunan tersebut.38 Adapun pasar-pasar di Kotamadya
Semarang yaitu Pasar Johar, Pasar Bulu, Pasar Karangayu, pasar Peterongan, dan
bawah ini.
Tabel 1. Jenis dan Corak Pasar Tradisional di Kota Semarang Tahun 1965.
11 Pusat perbelanjaan serba ada siang dan Pasar Johar dan Peterongan
malam
38
Soenaryo. op.cit., hlm. 45.
Kota Semarang lebih mengarah pada kota industri. Hal ini disebabkan
pemerintah telah berusaha memelihara iklim yang baik serta aman bagi pendirian
dan pertumbuhan industri baik fisik maupun politis. Bagi industri kecil dan home
areal pertanian yang digunakan untuk perumahan dan wilayah industri. Dari tahun
ke tahun areal pertanian semakin menyempit, sehingga harus ada usaha-usaha lain
di sektor pertanian untuk menyediakan bahan makanan bagi mereka yang pindah
dan bekerja di sektor industri.40 Mereka yang bertani biasanya semata-mata hanya
dengan masalah ini Pemerintah Daerah berusaha membantu para petani. Misalnya
39
R. Soenaryo, et al. ibid., hlm. 50.
40
Irawan, et al. Ekonomi Pembangunan. (Yogyakarta: Liberty Offset,
1972), hlm. 107.
41
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. (Jakarta: Yayasan
Penerbit UI, 1969), hlm. 120.
Wilayah kota Semarang berdekatan dengan pantai tentunya terdapat
penduduk yang hidup sebagai nelayan. Cara hidup dan tradisi mereka sebagian
besar telah masuk perangkap dan dominasi pemilik modal. Ditambah lagi
banyaknya nelayan dari luar daerah yang datang untuk mengadu nasib, walaupun
nelayan dari dalam. Sehubungan dengan masalah ini Pemerintah Daerah telah
Kota Semarang mempunyai pelabuhan laut yang terletak pada posisi 7º,00
selatan dan 110º,25 timur, luas tanah yang diusahakan meliputi 398,1250 Ha.
Pelabuhan tersebut untuk berlabuh kapal-kapal baik dari dalam negeri maupun
bongkar muat barang. Dalam kondisi yang demikian ini pelabuhan Semarang
memegang peranan penting dalam hal bongkar muat dan keluar masuk barang-
terutama hasil dari daerah Propinsi Jawa Tengah berupa hasil pertanian,
42
R. Soenaryo. op.cit., hlm. 60.
43
Anonim. Mengenal Kotamadya Semarang. (Semarang: Pemda Dati II
Semarang, 1968), hlm. 101.
yang belum dapat diproduksi sendiri misalnya obat-obatan, tekstil, mesin, alat-alat
tengah jalan. Sumber pokok kesulitan ekonomi justru ada pada tubuh pemerintah
Pada masa tersebut struktur ekonomi bangsa Indonesia hampir runtuh. Inflasi
yang semakin meluas dan harga barang-barang naik sekitar 500 persen, sedangkan
para pedagang kecil eceran tetap waspada dan jangan sekali-kali menaikkan
44
Nugroho Notosusanto, et al. Sejarah Nasional Indonesia VI. (Jakarta:
PN Balai Pustaka, 1984), hlm. 321.
45
Anonim. Ungkapan Fakta-Fakta Sekitar Peristiwa G30S di Jateng.
(Semarang: Peperda Jateng, 1965), hlm. 10.
46
M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern. (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1991), hlm. 426.
harga. Seruan ini ditujukan kepada pedagang di Semarang khususnya para
religi asli masih tetap dan tidak ditinggalkan bahkan orang Jawa memproses
perubahan politik dan budaya yang menyolok.49 Hal ini karena pada waktu itu
perkembangannya agama Islam ada yang disebut santri dan Islam kejawen.
Penganut agama Islam santri pada dasarnya taat menjalankan ajaran Islam.
47
Anonim. “Seruan Ketua OPS-PKE Para Pedagang Jangan Sekali-kali
Naikkan Harga”, dalam Suara Merdeka. Tanggal 13 Oktober 1965.
48
Soegeng Reksodihardjo, et al. Arsitektur Tradisional Daerah Jawa
Tengah. (Semarang: P&K, 1984), hlm. 25.
49
Hamid Abdullah. “Hinduisme, Islam dan Masyarakat Jawa”, dalam
Lembaran Sastra. No. 10. (Semarang: Fakultas Sastra Undip, 1986), hlm. 158.
Adapun golongan Islam kejawen, walaupun tidak menjalankan Shalat, puasa,
serta tidak bercita-cita naik haji, tetapi mereka percaya ajaran keimanan agama
Islam.50
berkembang dengan baik. Pusat peradaban Islam di kota Semarang terdapat pada
dibatasi oleh kelurahan Melayu Darat di sebelah utara, jalan Layur dan sungai
Semarang di sebelah timur, jalan Petek di sebelah barat, dan jalan Imam Bonjol di
yang lain memeluk agama Kristen Protestan, Katholik, Hindu Bali, Budha, dan
kebatinan antara lain Pangestu atau Paguyuban Ngesti Tunggal, Soeboed atau
Soesilo Boedi Dharmo, Tri Loehoer, P. Soemarah, BKI atau Badan Kebatinan
Pangeran, Bayu atau Basuki Rahayu, perguruan Ilmu Sejati, dan Wahyu. Aliran-
50
Kodiran. “Kebudayaan Jawa”, dalam Koentjaraningrat. Manusia dan
Kebudayaan Indonesia. (Jakarta: Jambatan, 1971), hlm. 339-340.
51
Badan Perencanaan Daerah Tingkat II Semarang, 1976, hlm. 17.
52
R. Soenaryo. op.cit., hlm. 123.
Pada tahun sekitar tahun enam puluhan di Kotamadya Semarang terdapat
tempat-tempat ibadah yang terdiri dari 106 Masjid, 314 Langgar, 62 Musholla, 21
lebih banyak bila dibandingkan dengan tempat-tempat beribadah agama lain. Hal
ini disebabkan karena mayoritas penduduk kota Semarang beragama Islam dengan
Protestan 6 persen, Hindu, budha, Kong Hu Tju dan Kepercayaan lain hanya
sekitar 1 persen.54
masyarakat Semarang dalam hal ini pemuda dan pemudinya diharapkan oleh
pemerintah agar mempunyai rasa tanggung jawab dan cinta kepada tanah air dan
digunakan untuk acara pementasan dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
53
Ibid., hlm. 125.
54
Ibid., hlm. 122.
55
Ibid., hlm. 100.
Tabel 2. Macam-macam Gedung Kesenian.
Sumber: R. Soenaryo, et al. Mengenal Kotamadya Semarang II. (1972). Hlm. 101.
hiburan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Disamping itu juga
sebagai sarana rekreasi, pendidikan, dan sekaligus sebagai sarana memupuk cinta
sekolah yang sudah ada tidak mampu menampung lagi. Belum lagi ditambah
kondisi dari beberapa gedung yang sudah tidak memenuhi syarat. Kebijaksanaan
gedung sekolah memang mendesak. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya
Dasar akan membawa pengaruh terhadap tingkat pendidikan lanjutan dan hasilnya
sekolah TK, SD, SMP, dan sekolah-sekolah lanjutan baik umum maupun
kejuruan, juga terdapat beberapa akademi dan perguruan tinggi baik negeri
organisasi massa yang satu dengan yang lain selalu timbul dalam lingkungan
pendidikan.
56
Ibid., hlm. 101-109.
Pada masa Demokrasi terpimpin segala sesuatu yang menyangkut masalah
kenegaraan telah diatur oleh pemerintah baik masalah politik, ekonomi, sosial,
dan budaya yang menyangkut kreasi seni dan selera hiburan.57 Sementara itu PKI
yang datang dari barat.58 Misalnya adanya kesenangan anak-anak muda terhadap
musik barat khususnya gaya musik The Beatles dilarang. Demikian juga terhadap
organisasi yaitu “Lekra” atau Lembaga Kebudayaan Rakyat yang didirikan pada
contoh dari kreasi seniman-seniman Komunis yang tergabung dalam Lekra, setiap
orang yang membaca dan mendengar bahwa keasi mereka itu menimbulkan rasa
57
Sartono Kartodirdjo, et al. Sejarah Nasional Indonesia IV. (Jakarta:
P&K, 1977), hlm. 104.
58
Cristianto Wibisono, et al. Pemuda Indonesia dalam Dimensi Sejarah
Perjuangan Bangsa. (Jakarta: Kurnia Era, 1982), hlm. 46.
59
Ibid., hlm. 46.
60
Bakri Siregar. “Telah Lahir Suatu Angkatan: Sebuah Tinjauan Sastra”,
dalam Prisma. No. 2. Februari 1980. hlm. 40.
benci yang ditujukan kepada alat-alat negara dan revolusi.61 Lembaga ini
bidang pendidikan sesuai dengan semboyan PKI “Politik adalah panglima”, sebab
tanpa politik kebudayaan dan sastra tidak dapat menentukan haluan yang besar.63
Perubahan sistem politik dari satu partai menjadi multi partai adalah usul
yang diajukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Perubahan ini
dapat dilihat dengan adanya bermacam-macam perbedaan sosial seperti ras, suku,
61
Lihat sajak “Bojolali” yang merupakan corak dan watak khas kreasi-
kreasi dari para seniman-seniman yang tergabung dalam Lekra, dalam Anonim.
Ungkapan Fakta-fakta Sekitar G 30 S di Jateng. (Semarang: Angkatan Darat
Kodam VII/Diponegoro, 1965), hlm. 13-17.
62
Anonim. Rangkaian Peristiwa Pemberontakan Komunis di Indonesia
1926-1948-1965. (Jakarta: Lembaga Studi Ilmu-ilmu Kemasyarakatan, 1988),
hlm. 46.
63
Ibid., hlm. 47.
64
Hal ini dapat dilihat bahwa setelah terjadinya pemberontakan G 30 S /
PKI 1965, berdasarkan instruksi dari Perwakilan Departemen PDK/Inspeksi
Daerah Pendidikan Dasar/Persekolahan Dati I Jateng yang merealisir Instruksi
Papelrada Dati I Jateng tentang pembekuan SD/TK yang diasuh Baperki. Di
samping itu adanya seruan dari menteri PTIP Brigjen. Dr. Syarif Thayeb untuk
menutup sementara Lembaga Perguruan Tinggi Swasta antara lain Universitas
Res Publika.
agama, atau status. Dengan adanya kemajemukan masyarakat seperti ini, maka
DPR.66 Partai-partai politik yang ada pada waktu itu telah mempersiapkan agar
partainya menang dalam pemilihan umum 1955. suasana dalam rangka kampanye
pertentangan dalam masyarakat dan keadaan seperti ini terus bertahan hingga
Ternyata dari hasil pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 1955,
tidak ada satu partai politik yang dapat menguasai suara mayoritas dalam DPR. Di
samping itu dari pemilihan umum yang telah diselenggarakan mempunyai akibat
tetap berlakunya sistem banyak partai. Memang ada perubahan imbangan wakil
65
Miriam Budiardjo (ed). Partisipasi dan Partai Politik, sebuah Bunga
Rampai. (Jakarta: PT Gramedia, 1981), hlm. 25-26.
66
R. Wiyono. Organisasi Kekuatan Sosial Politik di Indonesia. (Bandung:
Alumni, 1982), hlm. 24-25.
67
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Gramedia,
1981), hlm. 205.
dalam DPR dengan tampilnya empat partai yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.68
sehingga pada masa Demokrasi liberal membuktikan seperti terlihat pada jatuh
bangunnya kabinet.
jumlah partai politik, kemudian dikeluarkannya Penpres No. 7 tahun 1959 tentang
Hal ini disebabkan dengan berdirinya banyak partai politik ternyata tidak berhasil
bangsa.69 Berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1959 dan Penpres No. 13 tahun 1959,
200 tahun 1960 telah dibubarkan Partai Masyumi. Keppres No. 201 tahun 1960
telah dibubarkan Partai sosialis Indonesia atau PSI, sedangkan partai-partai yang
diakui, berdasarkan Keppres no 128 tahun 1961 yaitu Partai Nasional Indonesia
atau PNI, Nahdhatul Ulama atau NU, Partai Komunis Indonesia atau PKI, Partai
Katholik, Partai Indonesia atau Partindo, Partai Murba, Partai Syarikat Islam
Indonesia atau PSII Arudji, dan ikatan Pendukung Kemerdekaan indonesia atau
IPKI. Dengan Keppres No. 440 tahun 1961 telah diakui pula sebagai partai politik
68
R. Wiyono. op.cit., hlm. 25.
69
Ibid.
yaitu Partai Kristen Indonesia atau Parkindo dan Partai Persatuan Tarbiyah
yang pertama tahun 1955 susunan DPRD Tingkat I Jawa Tengah, dengan
menempatkan H. Imam Sofwan dan Soemarjo sebagai ketua dan wakil ketua.
Pada masa timbulnya Nasakom ditambah lagi dengan seorang wakil ketua yaitu
Gotong Royong maka jumlah anggotanya ada 35 orang. Terdiri dari wakil-wakil
partai politik, wakil tani, wakil kerohaniawan, wakil dari gabungan pembangunan
dan ABRI. Sebagai walikotanya yaitu RMS. Tjondro Koesoemo yang mengakhiri
masa tugas tanggal 10 juni 1964, kemudian diganti Wuryanto SH yang menjabat
anggota DPRD Gotong Royong dan sebagian anggota Badan Pemerintah Harian
1955 dan tanggal 15 Desember 1955, maka pada tanggal 1 Maret 1956 Panitia
70
Ibid., hlm. 29-30.
71
Ismail. Wawasan Jatidiri dalam Pembangunan Daerah. (Semarang:
Effhar dan Dhahara Prize, 1989), hlm. 25.
72
R. Soenaryo. loc.cit.,
Pemilihan Indonesia mengumumkan hasil pemilihan umum. Bagi wilayah kota
Tabel 3. Hasil Pemungutan Suara Tahun 1955 Untuk Anggota DPR Di Tiap-tiap
Semarang
No. Jumlah
Partai
Barat Selatan Timur Utara Tengah
Pada tabel di atas nampak bahwa suara yang diperoleh Partai Komunis
disebabkan karena letak kecamatan ini di sepanjang pesisir pantai utara Jawa dan
sebagai nelayan dan buruh pelabuhan.73 Dua golongan inilah yang merupakan
pendukung terbesar bagi kemenangan PKI pada pemilihan umum untuk anggota
Sementara itu hasil pemilu untuk anggota konstituante lebih jelasnya dapat
73
Suara Merdeka, tanggal 1 Maret 1956.
Tabel 4. Hasil Pemungutan Suara Tahun 1955 Untuk Konstituante Di Tiap-Tiap
Semarang
No. Partai Jumlah
Barat Selatan Timur Utara Tengah
1 PKI 19.298 10.830 22.557 24.101 15.386 92.172
2 PNI 6.001 5.140 6.530 5.964 3.984 27.619
3 NU 4.798 1.607 4.182 4.681 4.024 19.292
4 Baperki 969 125 1.234 4.189 4.126 10.543
5 Masyumi 1.878 590 773 1.784 1.202 6.227
Partai
6 1.112 633 392 615 - 3.479
Katholik
7 Parkindo 983 353 336 492 723 2.887
Persatuan
8 Pegawai 617 663 361 596 487 2.724
Polisi RI.
(Sumber: Jawatan Penerangan Kota Semarang tahun 1956)
Suara yang diperoleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada pemilu untuk
dengan partai-partai yang lain PKI tetap menang mutlak. Perbandingan hasil
pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante antar parpol
pemilihan umum 1955. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan oleh
mendominasi pemilu dan menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat
kota Semarang.
Peralihan dalam wilayah kota Semarang dua puluh lima kursi. Partai Komunis
Indonesia (PKI) mendapat 14 (empat belas) kursi, Partai Nasional Indonesia (PNI)
mendapat 3 (tiga) kursi, Nahdatul Ulama (NU) mendapat 3 (tiga) kursi, Badan
jatah kursi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Peralihan masing-
74
Agar lebih jelasnya lihat Lampiran C tentang jumlah kursi DPRD
peralihan di kota Semarang.
Setelah pemilihan umum, Gerwani sebagai salah satu organisasi berbasis
sosialis konstruktivis, yaitu bahwa kita semua manusia, sebagai buruh dan tani,
mempunyai masalah sosial politik yag sama. Gerwani juga semakin teguh
adalah ibu dan istri. Dengan demikian terkait dengan soal-soal susila, anak, dan
pangan. Pada kedua pendirian itulah, antara pimpinan pusat dan kader daerah
perempuan lainnya.75
gandulan masing-masing pada suatu partai politik. Ketika suasana politik semakin
tegang, pimpinan Gerwani telah menyatakan posisi organisasi yang ada dalam
kubu Komunis. Pernyataan yang dimaksud baru akan dirumuskan pada Kongres
V. Sementara itu, pada bulan September 1965, saat persiapan Kongres V terus
harga yang diikuti ribuan kaum perempuan.76 Kemudian pada malam hari tanggal
30 September 1965 atau dini hari tanggal 1 Oktober 1965 terjadilah peristiwa kup
75
Saskia E. Wierenga, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia
(Jakarta: Garba Budaya, 1999), hlm. 345.
76
Ibid., hlm. 342.
yang lebih dikenal dengan Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) atau
Gerakan Satu Oktober (Gestok) atau G 30 S/ PKI (menurut versi pemerintah orde
baru), yang sampai sekarang masih menjadi teka-teki dan kontroversi. Akhirnya,
Gerwani.
BAB III
Dalam perjalanan sejarah, wanita pernah menjadi aktor yang vokal ditengah
gelanggang politik dan sekaligus menjadi ibu dan istri yang “baik” selama
perjuangan anti kolonial. Dua peranan ini dapat berpadu dalam praktiknya, karena
wanita harus memainkan peranan politik justru agar supaya menjadi ibu yang baik
(dari rakyat dan bangsa Indonesia), dan istri yang baik (sebagai pembantu laki-
laki dalam perjuangannya). Hubungan politik antara wanita dan laki-laki menjadi
berubah secara mendasar ketika Indonesia telah merdeka. Hal itu antara lain
karena tidak adanya lagi musuh bersama, sehingga laki-laki cenderung mengklaim
bidang politik sebagai bidang mereka sendiri, dan wanita lebih diposisikan untuk
merdeka.
77
Saskia E. Wierenga, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia
(Jakarta: Garba Budaya, 1999), hlm. 222-223.
1. Periode Kolonial: Dari Sosial Budaya Menuju Politik
menghadapi kekangan kolonial. Sebut saja dalam gerakan itu seperti Christina
Martha Tiahahu dari Maluku pada tahun 1817-1819; Nyi Ageng Serang dari Jawa
Tengah pada sekitar pertengahan abad XIX; Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di
dalam perang Aceh tahun 1873-1904; dan juga RA Kartini tahun 1879-1904;
Dewi Sartika 1884-1947; Maria Walenda Maramis tahun 1872-1924, Nyi Ahmad
Dahlan tahun 1872-1936, Rasuna Said 1901-1965.78 Namun masa yang amat
penting dan menjadi titik balik dari perjuangan gerakan wanita tersebut adalah
pada tahun 1928. Saat ketika diadakan Kongres Perempuan yang pertama di
tokoh terkemuka wanita feminis dari zamannya, dan ia memang tokoh feminis
dari masa awal yang paling terkenal. Kartini (1879-1904) adalah anak kedua
(wanita) dari Bupati Jepara, sebuah daerah di pantai utara Jawa. Ayahnya seorang
78
Ryadi Gunawan, “Dimensi-Dimensi Perjuangan Kaum Perempuan
Indonesia dalam Persepktif Sejarah”, Yogyakarta: tahun 1991. Dipetik dalam
Fauzi Ridjal, dkk, “Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia”, Yoyakarta: PT
Tiara Wacana, 1993, hlm. 100.
79
http://acehmarxist.wordpress.com/2007/12/13/%e2%80%9c Sepintas
gerakan wanita Indonesia dalam perkembangan sejarah/html. Dikunjungi pada
tanggal 27 Agustus 2008 pukul 03.00.
yang luar biasa untuk zaman itu. Walaupun Kartini sangat ingin meneruskan
bagi gadis-gadis bangsawan zaman itu. Di dalam pingitan itu, sambil menunggu
sebelumnya.80
surat-suratnya ini yang sering merupakan luapan amarah terhadap segala keadaan
umumnya, dan wanita Jawa pada khususnya. Bahkan dari surat-suratnya dapat
diketahui bahwa ia pernah berangan-angan untuk tidak kawin, mandiri, dan ingin
kaum wanita sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan rakyatnya.
mendidik anak-anak lebih baik, tidak hanya wanita kalangan miskin, wanita
kalangan atas pun harus diberi kesempatan menjadi pencari nafkah sendiri, dan
mencari pekerjaan yang cocok bagi mereka, misalnya menjadi perawat, bidan, dan
80
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang (Jakarta: Balai Pustaka,
1949), hlm. 9.
guru. Poligami harus dihapuskan karena merendahkan martabat kaum wanita.
Buah pikiran Kartini sangat terkenal juga di luar negeri. “Van Duisternis tot
Licht” (Habis Gelap terbitlah Terang) memuat surat-surat Kartini yang berisi cita-
penghisapan. Pendidikan yang diberikan kepada kaum wanita pada waktu itu
wawasan yang menumbuhkan kesadaran untuk makin maju, dan dengan demikian
kaum wanita pada zamannya. Beberapa butir dari cita-cita wanita yang dinamis,
dan dalam banyak hal juga berjiwa pemberontak ini, diikuti oleh tokoh-tokoh
Jawa Barat, Dewi Sartika menyebarkan pandangan yang sama, dan di daerah
demikian Kartini yang menjadi simbol gerakan wanita Indonesia. Bahkan dapat
81
Yety Rochwulaningsih, et al. Peranan Wanita Jawa Tengah Dalam
Perjuangan Bangsa Indonesia Abad XX (Museum Negeri Provinsi Jawa Tengah
“Ronggowarsito”, 1996), hlm. 48-84.
seluruh bangsa bumiputera untuk bangun dan memasuki “jaman baru”. Oleh
karena itu tidak mengherankan jika hari lahirnya, 21 April, selalu dirayakan oleh
bukti tentang taraf emansipasi yang telah dicapai oleh wanita Indonesia. Pada
lain.82
organisasi wanita, dengan kata lain berjuang orang perorangan; tetapi dalam
kenyataan bahwa mereka mengangkat senjata bahu membahu dengan kaum laki-
laki melawan penjajah Belanda, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka merupakan
penindasan dan ketidakadilan. Juga para tokoh Perintis dalam masa sesudah
Unsur lain gerakan wanita Indonesia yang sedang tumbuh ialah hasrat
untuk “emansipasi nasional.” Dalam pada itu pengaruh warisan cita-cita Kartini
82
Sitisoemandari Soeroto, Kartini: Sebuah Biografi (Jakarta: Gunung
Agung, 1979), hlm. 477.
pingitannya, dan perhatian kaumnya pada periode kebangkitan dan kesadaran
Pada tahun 1912 muncul organisasi wanita yang pertama di Jakarta "Putri
Jepara tahun 1915, “Purborini” di Tegal tahun 1917, “Wanito Susilo” di Pemalang
tahun 1918, “Darmo Laksmi” di Salatiga, “Karti Woro” dan “Budi Wanito” di
dan “Kesumo Rini” di Kudus. Selain itu juga berdiri organisasi “Wanito Rukun
Santoso” di Malang, “Putri Budi Sejati” di Surabaya tahun 1919, “Wanito Mulyo”
(Kerajinan Amai Setia) yang didirikan tahun 1914, “keutamaan Istri” di Medan,
Den Pasar”.83
sosial dalam perkawinan dan keluarga serta meningkatkan kecakapan sebagai ibu
untuk wanita pribumi, lagi pula kadang-kadang juga tiadanya izin dari orang tua
(dikalangan atas) atau diperlukan tenaga mereka untuk membantu orang tua
(dikalangan bawah). Disamping itu adat dan tradisi sangat menghambat kemajuan
wanita.
Kesediaan mereka untuk terlibat dalam kegiatan organisasi makin meningkat dan
demikian jumlah wanita yang mampu bergerak di bidang sosial politik juga
bertambah luas dan tidak lagi terbatas kepada lapisan atas saja. Oleh sebab
semuanya itu, maka sesudah tahun 1920 dapat dilihat jumlah perkumpulan wanita
Bagian wanita tersebut dalam penyebaran cita-cita tentu saja mempertinggi hal-
83
KOWANI, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1978), hlm. 16-24.
hal yang khusus mengenai kewanitaan.84
Kemajuan gerakan wanita sesudah tahun 1920, terlihat juga dengan makin
sama, ialah untuk belajar masalah kepandaian putri yang khusus dan berperan
yang dinyatakan oleh organisasi-organisasi wanita pada waktu itu, umumnya lebih
tegas, berani dan terbuka. Perkembangan kearah politik makin tampak, terutama
yang menjadi bagian dari S.I. (Sarekat- Islam), P.K.I. (Partai Komunis Indonesia),
seorang istri dan ibu “yang baik” sangat diutamakan, dan agar bisa mengemban
yang baik, dan mempelajari keterampilan yang sangat diperlukan seperti menjahit
pakaian dan mengasuh anak. Akan tetapi organisasi-organisasi wanita Kristen dan
84
http://acehmarxist.wordpress.com/2007/12/13/%e2%80%9c.Sepintas
gerakan wanita Indonesia dalam perkembangan sejarah/html. Dikunjungi pada
tanggal 27 Agustus 2008 pukul 03.00.
Organisasi wanita Kristen dan non-agama memandang poligini sebagai
penghinaan terhadap kaum wanita yang tidak bisa dimaafkan, dan justru karena
gerakan wanita pun dilakukan dan hal itu antara lain tercermin dari adanya
pada tanggal 22-25 Desember 1928, puncak kegiatan yang terjadi pada periode
ini, dua bulan setelah Kongres Pemuda yang mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Kongres ini merupakan lembaran sejarah baru bagi gerakan wanita Indonesia,
wanita Indonesia pada masa ini ialah berazaskan kebangsaan dan menjadi bagian
koedukasi.86
Hampir tiga puluh organisasi wanita hadir pada kongres ini. Mosi
85
Ibid.
86
Wierenga, op.cit., hlm. 129-130.
ketegangan timbul antara organisasi-organisasi wanita Islam yang menentang
koedukasi (lelaki dan wanita bersekolah bersama-sama, dalam satu kelas) dan
Istri Indonesia (PPII). PPII menerbitkan majalah sendiri, sangat giat di bidang
anak. Satu-satunya organisasi wanita yang tidak hadir pada sidang-sidang nasional
organisasi-organisasi wanita yang tergabung dalam PPII ialah Isteri Sedar. Isteri
Sedar adalah organisasi wanita yang paling radikal pada zaman itu. Organisasi ini
tertentu ditujukan kepada kaum wanita dan golongan miskin, tetapi keanggotaan
masih berasal dari lapisan atas, dan tuntutan yang disuarakan pun sebagian besar
masih diarahkan pada kepentingan kaum wanita golongan atas. Pada saat
pelaksanaan KPI III di Bandung pada tanggal 23-27 Juli 1938, diantaranya
87
Ibid., hlm. 131.
berhasil diputuskan bahwa tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu bagi
bangsa Indonesia.88
sampai awal pendudukan Jepang tahun 1942, selain kaum wanita Serikat Rakyat,
Isteri Sedar adalah satu-satunya organisasi yang secara terbuka dan sistematis
bahwa wanita Indonesia harus memainkan peranan aktif di bidang politik. Hal itu
didasarkan pemikiran, bahwa “hanya Indonesia yang merdeka oleh usaha besar-
besaran kaum laki-laki dan wanita yang bersatu padu yang akan sanggup
memberikan persamaan hak dan tindakan kepada rakyat Indonesia”. Selain itu
Isteri Sedar juga menyatakan bahwa nasib kaum wanita proletar harus
penghargaan dan kedudukan wanita dan laki-laki sama dan sejajar. Organisasi ini
juga bersikap kritis terhadap norma-norma adat, tradisi dan agama yang pada
prakteknya merugikan kaum wanita. Istri Sedar bersikap anti dan selalu dengan
88
KOWANI, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1978), hlm. 45-55.
89
A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta: PT.
Dian Rakyat, 1967), hlm. 167.
Pada bulan Juni 1932 beberapa organisasi yang tidak berazaskan agama
bergabung menjadi satu dengan nama Istri Indonesia (II) yang memperjuangkan
Indonesia merdeka dengan dasar demokrasi. Organisasi baru ini giat berusaha
agar wanita bisa duduk dalam dewan-dewan kota, selain juga memperhatikan
masalah perkawinan dan perceraian yang pada waktu itu pengaturannya banyak
yang anggotanya terdiri atas para wanita yang bekerja di luar rumah. Demikianlah
untuk pertama kali dibentuk di Jakarta pada tahun 1940 “Perkumpulan Pekerja
baik pemerintah ataupun swasta sebagai guru, perawat, pegawai kantor, dan
itu pada tahun 1939 dibentuk sebuah badan yang bertugas meneliti hak-hak wanita
dalam perkawinan, baik menurut adat, hukum Islam (fiqh), maupun hukum Eropa.
Namun sebelum badan ini berhasil membuahkan sesuatu dalam rangka pembuatan
90
Yety Rochwulaningsih, et al., Peranan Wanita Jawa Tengah Dalam
Perjuangan Bangsa Indonesia Abad XX (Museum Negeri Provinsi Jawa Tengah
“Ronggowarsito”, 1996), hlm. 43.
91
Wierenga, op.cit, hlm. 141.
kompromi antara golongan Islam dan bukan Islam, pada 1942 Indonesia diduduki
dilarang.
berikut:
1. Bahasa Belanda dilarang dan bahasa Indonesia secara resmi digunakan sebagai
2. Sistem sekolah Belanda seperti ELS, HIS, HCS dan lainnya dibubarkan, dan
diganti dengan sekolah Rakyat 6 tahun, SMP, SMA dan sekolah Guru dan
kejuruan.
bulan April 1942, dengan bagian wanita yang sudah menikah bernama “Gerakan
Istri Tiga A”, sedangkan bagian wanita yang belum menikah disebut “Barisan
Putri Asia Raya”. Gerakan Tiga A tidak berumur panjang, karena pada bulan
Maret 1943 digantikan oleh organisasi “PUTERA” (Pusat Tenaga Rakyat) yang
pemberantasan buta huruf dan berbagai pekerjaan sosial. Mereka yang giat di
dalam Fujinkai ini terutama adalah para istri pegawai negeri. Seperti halnya
92
Wierenga, op.cit., hlm. 145-148.
Fujinkai melakukan kegiatan dalam hirarki yang sejalan dengan hirarki suami. Di
Jepang tentang “Asia Raya” di bawah pimpinan Dai Nippon. Fujinkai adalah
menghibur tentara yang sakit dan kursus buta huruf. Bagi para wanita yang
mempunyai wawasan luas, pembatasan ini merisaukan dan mereka tidak ikut
masuk Fujinkai. Kenyataan ini menjadikan adanya dua jenis orientasi di kalangan
aktivis wanita yaitu mereka yang berkooperasi dengan pemerintah Balatentara Dai
disebut “Barisan Srikandi” yang anggotanya terdiri atas anak-anak gadis berumur
antara 15-20 tahun dan belum menikah. Mereka dilatih pelatihan kemiliteran
dibutuhkan. Kemudian masih ada latihan-latihan militer bagi para gadis Indonesia
93
Ibid., hlm. 149-150.
bernama “Sementai”. Untuk pemudanya bernama “Seizendang”. Gerak badan atau
mengalami kemunduran, karena organisasi wanita hanya boleh berdiri bila ada
Republik Indonesia yang baru lahir itu (1945); kaum wanita dijamin hak-hak
hukum dan politiknya sama seperti kaum laki-laki. Kaum wanita pun berhimpun
94
Wawancara, Endang Mardiningsih (mantan Wakil Ketua Gerwani
Cabang Purwodadi), Semarang, tanggal 1 Mei dan 8 Juni 2009.
dan membentuk badan persatuan. Persatuan Wanita Indonesia (Perwani) dan
Wanita Negara Indonesia (Wani) dilebur menjadi badan fusi dengan nama
kesibukan revolusi fisik maupun dalam bidang sosial politik, pergerakan wanita
berbenah diri untuk menggalang persatuan yang kuat pada waktu itu lahirlah
didirikan di Surabaya pada awal bulan Juni tahun 1950, diketuai oleh Nyi Puger,
wakil ketua Ny. Dr. Angka Nitisastra, penulis Ny. Irang, dan anggota luar biasa
Pembantu Sosial yang anggotanya terdiri dari perhimpunan yang punya usaha
dibentuk oleh berbagai organisasi wanita, dan kaum wanita memainkan peranan
Banyak wanita yang bahkan memanggul senjata. Sementara itu, kaum wanita
menyuarakan tuntutan mereka: upah yang sama dan hak yang sama atas kerja,
pada waktu permulaan Zaman Kemerdekaan, perlu dibuat paparan mengenai hal
itu. Revolusi Agustus 1945 mendobrak ikatan-ikatan adat dan tradisi yang
95
Antara, Dinas Dalam Negeri. No. 156/B. 5 Juni 1950.
sebelumnya menghambat gerak maju wanita. Penderitaan dan penghinaan selama
penjajahan sudah cukup berat, dan kini, sewaktu revolusi urusan-urusan yang
tidak pokok tidak dihiraukan lagi. Seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut
di garis belakang dengan mengadakan dapur umum dan pos-pos Palang Merah,
maupun di garis depan dengan nama suatu badan perjuangan maupun tergabung
Kongres memutuskan antara lain mulai mengadakan hubungan dengan luar negeri
dan dari hal inilah Kongres Wanita Indonesia menjadi anggota WIDF (Women's
International Democratic Federation). Dijiwai oleh tekad untuk ikut serta dalam
pembelaan negara, tetapi juga bidang-bidang sosial, politik, pendidikan, dan lain-
96
http://acehmarxist.wordpress.com/2007/12/14/sejarah-gerakan
perempuan-indonesia-sebelum-kemerdekaan/html. dikunjungi pada tanggal 12
Agustus 2008 pukul 00.00.
lain sesuai dengan derap perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI
Secara umum arah perkembangan gerakan wanita sampai tahun 1950 telah
lingkup perhatian organisasi wanita telah meluas tidak hanya pada masalah dan
isu wanita saja, tetapi juga ke bidang-bidang lain seperti politik dan
pemerintahan.
organisasi yang sudah ada sebelumnya seperti organisasi yang berafiliasi pada
partai politik dan organisasi yang berazaskan agama, muncul pula organisasi
Bersenjata, dan organisasi profesi. Selain itu, azas demokrasi yang dipercaya
sebagai dasar negara yang baru merdeka juga telah mendorong kaum wanita
untuk membentuk partai politik agar kepentinngan kaum wanita juga terwakili
dan tersalur.
3. Ruang gerak organisasi wanita juga semakin meluas, tidak hanya lokal dan
wanita juga beragam. Hal yang terakhir ini paling tidak dapat dipisahkan menjadi
97
Ibid.
kegiatannya pada kesejahteraan (welfare) yaitu masalah pendidikan, sosial
jumlahnya lebih besar dari yang kedua, dan mencakup diantaranya organisasi-
agama, organisasi khusus dan organisasi profesi. Adapun yang termasuk kategori
kedua yaitu berfokus pada kegiatan politik tidak lebih dari tiga organisasi saja. Di
sini terlihat bahwa ciri domestik dan karitatif memang sejak awal telah melekat
pada organisasi wanita dan tetap bertahan sebagai ciri utama yang
penyelenggaraan pemilihan umum pertama yang akan diadakan pada tahun 1955.
pemenang dalam pemilihan umum. Akan tetapi tidak dilupakan juga, masalah
sampai ketika Presiden Sukarno memadu istri pertamanya pada tahun 1954, suatu
tindakan yang merupakan pukulan besar bagi gerakan wanita. Timbullah dilema:
apakah harus mengesampingkan masalah ini, ataukah harus mengecam sang
tersebut. Baru pada tahun 1974 undang-undang perkawinan baru disahkan, tetapi
agak dibatasi.98
macam organisasi dan majalah wanita, tetapi hampir semua kegiatan ini semakin
terikat pada partai politik (laki-laki), gerakan keagamaan (laki-laki), ataupun pada
organisasi pejabat laki-laki. Pada sebagian besar organisasi ini pandangan elitis
nasional telah agak mengaburkan tajamnya garis pemisah antara golongan kaya
98
Wierenga, op.cit., hlm. 222-226.
dan miskin dalam masyarakat Indonesia.99
1. Berdirinya Gerwis
1950 untuk melebur enam organisasi mereka masing-masing ke dalam satu wadah
tunggal, yaitu Gerwis. Enam organisasi tersebut ialah Rukun Putri Indonesia
(Rupindo) dari Semarang, Persatuan Wanita Sedar dari Surabaya, Isteri Sedar dari
Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura dari
Partindo, giat dalam Wanita Partindo, dan juga anggota Gerindo. Kemudian
banyak wanita muda, seperti Sudjinah dan Sulami, sebelumnya sudah giat di
kemerdekaan yang berjiwa sosialis. Para anggota pendiri lainnya termasuk Tris
Metty, Sri Panggihan (anggota PKI terkemuka dari Madiun), Sri Kusnapsiyah,
Umi Sarjono (pendiri Gerwindo), dan Suharti (ketua departemen wanita CC PKI,
Ketua Gerwis yang pertama adalah Tris Metty. Sebelumnya beliau adalah
Ketua Rukun Putri indonesia yang berpolitik mandiri, dan juga anggota Lasykar
99
Wawancara, Heryani Busono (mantan Anggota HSI /Himpunan Sarjana
Indonesia), Semarang, tanggal 1 Mei 2009.
Wanita Jawa Tengah. S.K. Trimurty dari Jogjakarta sebagai wakil ketua dan Srie
Kustijah dari Semarang sebagai penulis. Dalam rapatnya yang pertama, Gerwis
telah mengajukan tuntutan kepada pemerintah, antara lain minta supaya “fonds”
kesatuan yang 100 persen lepas dari “isme” penjajahan.100 Kedudukan Tris Metty
dan digantikan oleh S.K. Trimurti. Dalam periode ini Umi Sarjono, Suharti, dan
Mudigdio, ibu mertua D.N. Aidit, sudah menjadi anggota atau mempunyai ikatan
erat dengan PKI. Hal ini merupakan petunjuk jelas, bahwa kaum Komunis
menegaskan sebagai non-politik dan tidak mempunyai kaitan dengan parpol mana
pun, seperti dinyatakan dalam anggaran dasarnya, namun pengaruh PKI tampak
merupakan satu-satunya faktor bagi berdirinya Gerwis. Para pendiri Gerwis itu
Hampir semua sejarah hidup para tokoh dan anggota Gerwani bercerita
penghinaan lain yang terasa sangat menusuk hati mereka, maka mungkin sekali
hal-hal tersebut itulah yang berperanan sangat besar dalam meradikalkan para
wanita tersebut. Beberapa dari mereka tertarik kepada PKI, karena hanya partai
100
Antara, Dinas Dalam Negeri. No. 160/A. 9 Juni 1950.
inilah yang dilihat bersungguh-sungguh melawan berbagai praktik demikian.
merupakan “Kota Merah”. Di kota inilah lahirnya PKI. Pemimpin Gerwis yang
Kongres PKI 1924 dan dibuang ke Digul, berasal dari kota ini. Dialah yang
kemerdekaan itu. Ketika organisasi yang masih muda ini sedang sibuk membenahi
Ibu Trimurti. Keduanya diperiksa selama satu minggu dan oleh karena itu para
di Surabaya. Pada waktu itu keadaan sangat sulit, banyak utusan yang harus
menghadiri kongres masih ada di penjara. Jika dilihat dari nama Gerwis, Gerakan
Wanita Indonesia Sedar berarti bahwa anggota organisasi ini bersifat terbatas.
Hanya kaum wanita yang telah sadar yang akan diterima sebagai anggota,
sedangkan jutaan massa wanita masih belum sadar akan arti politik. Mereka
seharusnya ditarik untuk masuk ke dalam organisasi ini agar bisa terlibat dalam
101
Wierenga, op.cit., hlm. 283-289.
perjuangan. Oleh karena itu, Gerwis dikecam oleh anggota PKI. Sejalan dengan
sejumlah perubahan yang terjadi pada PKI, dengan terpilihnya D.N. Aidit sebagai
pimpinan baru (Januari 1951), terjadi tekanan di dalam Gerwis agar menghentikan
pimpinan organisasi. Akan tetapi Suharti, salah satu calon dari PKI, dipandang
terlalu “komunis” oleh mayoritas kongres, hingga PKI di satu pihak terpaksa
Ketua Barisan Buruh Wanita. Umi Sarjono menang dalam pemilihan untuk
Karena Trimurti tidak bisa diterima PKI, Umi Sarjono mengundurkan diri, dan
memberikan kursinya kepada Suwarti. Mereka berdua, Trimurti dan Umi Sarjono,
lalu menjadi wakil-wakil ketua. Pada tahun 1957 Trimurti mengundurkan diri dari
pernah bergabung Isteri Buruh Kereta Api, berikut dengan 10 cabang-cabang serta
4000 anggotanya. Kemudian pada tahun 1953 masuk pula yang terakhir organisasi
Perwin, persatuan Wanita Indonesia dari Menado. Organisasi ini sudah tampil di
102
Hikmah Diniah, Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminisme
Terbesar di Indonesia (Yogyakarta: Carasvati Books, 2007), hlm. 91-93.
depan dalam perang kemerdekaan. Mereka aktif melawan upaya Belanda untuk
kembali menguasai bagian mana pun dari Indonesia, dan menentang KMB yang
Antara Kongres I dan Kongres II, Gerwis aktif dalam tiga front, yaitu politik,
anak yatim-piatu pegawai negeri sipil) dan menyokong perjuangan umum untuk
pada level grassroot dimana anggota Gerwis aktif dalam gerakan tani melawan
usaha pemerintah mengusir mereka dari bekas tanah perkebunan yang telah
mereka garap.
Menurut Gerwis, pemerintah yang dikangkangi PNI, Masyumi, dan PSI, dengan
lunak terhadap modal asing dan imperialisme. Oleh karena itu, kaum wanita
sebagai ibu rumah tangga menjadi sangat menderita. Sejak awal mula Gerwis
103
Wierenga, op.cit., hlm. 290-296.
104
Harian Rakjat, 7 November 1952.
yang dibentuk dalam rangka perkembangan tersebut.105 Gerwis juga ikut
lainnya), sampai 1965. Pada pada awal 1952 Gerwani mengajak organisasi wanita
Indonesia lainnya untuk ikut merayakan tanggal 8 Maret sebagai hari Solidaritas
Perempuan Internasional.108
perhatian juga pada sejumlah masalah yang sangat dirasakan kaum wanita, yaitu
soal penurunan harga bahan kebutuhan pokok. Ini menyebabkan Gerwis menjadi
berbeda dari berbagai organisasi wanita lain saat itu pada umumnya. Pada
Kongres II bulan Maret 1954 di Jakarta bertema hak-hak wanita dan anak-anak,
105
Harian Rakjat, 20 November 1952.
106
Harian Rakjat, 25 November 1952.
107
Harian Rakjat, 1 Desember 1952.
108
Wierenga, op.cit., hlm. 299.
nuklir, maupun tuntutannya menumpas gerakan Darul Islam, yang sangat anti
menjadi Gerwani. Dengan terpilihnya Umi Sarjono sebagai ketua, berarti sayap
feminis berhasil menahan PKI. Dewan pimpinan pusat yang baru juga
mendudukkan Suharti sebagai wakil ketua pertama, Ny. Mudigdiyo sebagai wakil
ketua kedua; Asiyah dan Darmini sebagai sekretaris; Kartinah, Mawarni, Paryani,
dan Suwarti sebagai anggota. Trimurti sudah tidak lagi menjadi anggota dewan
ini, melainkan tinggal sebagai anggota pleno yang terdiri dari 35 anggota.110
cabang dengan 6000 anggota. Pada tahun 1954 jumlah anggota telah naik menjadi
sekitar 80.000. Pimpinan Gerwis menekankan arti penting kerja sama dengan
berbagai organisasi wanita lain atas dasar menghormati perbedaan yang ada.
penitipan anak. Selain itu juga berusaha mengadakan berbagai kursus kader, tapi
menatar para kader mereka tanpa menunggu pedoman dari pusat. Kesulitan
internnya. Buletin ini semula bernama Wanita Sedar, tetapi belakangan diganti
109
Harian Rakjat, 27 Maret 1954.
110
Harian Rakjat, 2 April 1954.
Berita Gerwani. Buletin lainnya, Berita Berkala, juga terbit dalam waktu pendek
saja.111
posisi ideologi Gerwani pada 1954. Dalam hal ini keputusannya untuk menjadi
organisasi massa jelas terbaca dalam anggaran dasarnya yang baru, yang
perjuangan, yang tidak menjadi bagian dari partai politik apa pun; (b)
keanggotaan Gerwani terbuka untuk semua wanita Indonesia umur 16 tahun atau
lebih (atau kurang jika sudah bersuami), dan mengingat sangat banyaknya wanita
yang buta huruf, maka untuk menjadi anggota tidak diperlukan tanda tangan atau
dengan pemilihan umum yang akan datang, keamanan nasional, dan protes
warga negara), dengan memberi tekanan pada persaudaraan kaum wanita. Tetapi
111
Wierenga, op.cit., hlm. 300-302.
wanita lainnya, menyebabkannya menghubungkan antara “ibu” dengan “buruh”,
anggota organisasi mereka dan juga pada semua wanita Indonesia pada
umumnya.113 Salah satu tujuan utamanya ialah untuk menjadi suatu gerakan
mewujudkan hal itu, sosialisasi ide dan program kerja dilakukan secara intensif
oleh para kader, sehingga dalam waktu relatif singkat keanggotaan mencapai satu
400.000 orang, ketika berlangsung Kongres III pada bulan Desember, anggota
keberhasilan strategi Gerwani. Dalam hal ini para kader diwajibkan untuk
Jika simpati dari para calon anggota sudah didapat, harus dibentuk kelompok-
kelompok kecil, dan dari sinilah kaum wanita didorong agar menjadi lebih aktif
perhatian utama dari para kader, karena soal ini selalu menarik perhatian wanita.
112
Ibid., hlm. 303.
113
Harian Rakjat, 9 Juni 1954.
114
Harian Rakjat, 22 Juni 1956.
115
Harian Rakjat, 18 Desember 1957.
Memperhatikan benar pekerjaan membangun kepercayaan di kalangan wanita,
karena jika tidak umumnya mereka mempunyai perasaan rendah diri. Selanjutnya
kalangan buruh wanita, pekerjaan ini harus dimulai, dan kaum wanita didorong
tenaganya lebih besar pada masalah pendidikan aktivis organisasi. Bagi kader
yang bekerja di tengah masyarakat, yang tidak senang terhadap wanita yang
melepaskan diri dari apa yang mereka anggap sebagai kodrat, atau “sifat
kewanitaan”, maka kewajiban rumah tangga mereka tidak boleh dikalahkan oleh
116
Wierenga, op.cit., hlm. 304-306.
117
Harian Rakjat, 1 September 1954.
118
Harian Rakjat, 17 November 1954.
pentingnya kerja keras119; dan tentang anjangsana120; dorongan kepada kader agar
berusaha tidak cekcok dengan suami, dengan mengatur berimbang antara peranan
rangkap mereka dan, apabila mungkin, mengajak suami agar ikut melibatkan
dirinya dalam pekerjaan istri. Pokok alasannya ialah, karena suami yang tidak
mau melibatkan diri dengan pekerjaan istri, justru akan menimbulkan lebih
dua masalah: Pemilihan Umum tahun 1955, dan kepentingan “feminis” seperti
memutuskan mendukung kampanye untuk para calon dari PKI dan tidak
politik tertentu, yaitu bahwa anggota Gerwani yang terpilih hendaknya tidak
dengan sendirinya harus masuk fraksi PKI. Oleh karena wanita Indonesia
sebelumnya belum pernah mendapat hak suara, maka para aktivis Gerwani giat
23.480 anggota Gerwani ikut dalam kegiatan kampanye. Kampanye lainnya yang
119
Harian Rakjat, 22 Juni 1954.
120
Harian Rakjat, 12 Oktober 1955.
121
Harian Rakjat, 11 April 1956.
122
Harian Rakjat, 24 April 1957.
Disadari oleh pimpinan Gerwani bahwa mengurusi masalah feminis,
masalah perkawinan yang harus mereka hadapi. Umi Sarjono melaporkan, pada
1956, bahwa di Jawa dan Jakarta saja para kader Gerwani menghadapi beratus-
harta waris. Suami meninggalkan istri dan anak-anak tanpa memberi makan atau
ini, pertama-tama dengan mengajak sejumlah pihak yang terkait untuk berunding.
Jika cara ini ternyata gagal, mereka mencari bantuan pejabat agama dalam usaha
mendapat jaminan jika terjadi perceraian bagi istri dan anak-anak mereka. Dalam
hal ini tidak semua perkara berhasil diselesaikan dengan kepuasan di pihak
Walau periode antara Kongres II dan III merupakan periode Gerwani yang
123
Wierenga, op.cit., hlm. 309.
Irian Barat dari Belanda. Pada awal Januari 1957 pimpinan pusat Gerwani
ekonomi kepada pemerintah, termasuk penurunan harga bahan pokok. Pada Maret
Demokrasi Terpimpin. Selama periode ini Gerwani tetap berusaha menjadi juru
bicara petani miskin.124 Beberapa bulan terakhir 1957 dilakukan kegiatan besar-
kongres.125
perjuangannya yang baru, dimulai dengan sembilan butir tentang hak-hak sama
bagi wanita dalam perkawinan, hukum adat dan perburuhan. Beberapa butir
124
Membantu kegiatan kerumahtanggaan, misalnya membantu distribusi
beras bagi warga miskin, mengunjungi kelahiran dan kematian, mengadakan
arisan untuk tetangga sekitar, mengadakan penitipan anak di kampung, membantu
anak-anak cacat, dsb. Kemudian berusaha menyelesaikan permasalahan
perkawinan, dengan cara mengajak berbicara dengan pihak terkait. Misalnya jika
terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istrinya,
maka anggota Gerwani mendatangi dan berbicara dengan suami tersebut. Jika
suami itu tidak mau menghentikan perbuatannya, maka anggota Gerwani
membantu istri untuk perceraian dengan suaminya. Wawancara dengan Ibu
Tumini Khadim (mantan pengurus Gerwani Cabang Semarang), Semarang,
tanggal 8 Juni 2009.
125
Wierenga, op.cit., hlm. 308-313.
berikutnya mengenai pelayanan sosial, seperti sekolahan, penitipan anak, dan
layanan kesehatan. Butir-butir lainnya lebih beragam antara lain; larangan film
porno, pencabutan IGO/B, masalah pedesaan yang menyangkut bagi hasil dan
riba, pajak tinggi, dan kenaikan harga bahan pokok, pembasmian gerombolan-
gerombolan subversif seperti gerakan Darul Islam, dan menuntut agar percobaan
harga murah, kesetiaan pada Pancasila, hukuman berat untuk pemerkosa, usaha
dan pelarangan film porno), dan mengubah berbagai peraturan yang diskriminatif
Keadaan seperti ini terus berjalan sampai pada Kongres IV dan terakhir. Pendirian
Gerwani tentang politik nasional semakin sesuai dengan retorika populis Sukarno.
126
Harian Rakjat, 8 Januari 1958.
127
Harian Rakjat, 1 oktober 1958.
menentang “persaingan bebas liberalisme”128. Akhir tahun 1959 Gerwani
menyatakan dukungan kepada Manipol, dan tuntutan untuk pemilihan umum tidak
lagi terdengar. Sejak itu Gerwani mulai mengutip kata-kata presiden untuk
besar diuraikan dalam suatu pidato bulan Mei 1961, yang melaporkan tentang
menegaskan, bahwa rencana itu hanya akan terwujud jika pemerintah “diritul”,
seperti telah ditetapkan Manipol, dan jika rakyat diberi pengertian, harga
masalah harga dan perdamaian, dan tidak bicara tentang masalah perkawinan.
Gerwani sebagai organisasi sosial politik wanita dalam keluarga kiri dipandang
Dianggap lazim bahwa laki-laki tidak mampu dan bodoh tentang ekonomi rumah
128
Harian Rakjat, 14 November 1958.
129
Harian Rakjat, 30 Desember 1959.
130
Wierenga, op.cit., hlm. 315.
tangga. PKI hampir tidak menaruh perhatian pada persoalan harga, sedangkan
Gerwani terus menerus menuntut diakhirinya kenaikan harga pangan dan sandang
yang cepat. Dalam hal ini presiden ikut memberi perhatian. Ketika demonstrasi
sampai tingkat yang layak dalam dua atau tiga tahun131. Gerwani tidak berhasil
membuat presiden memenuhi janji itu, walau sepanjang tahun 1961 terus menerus
yang salin terkait. Pertama, Gerwani ingin memimpin gerakan yang lebih luas.
persatuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Kedua, Gerwani ingin
menjadi gerakan massa. Mereka mengikuti haluan PKI tentang emansipasi wanita,
dan bahwa strategi terbaik untuk itu ialah dengan penggalangan front dari bawah,
131
Harian Rakjat, 30 Januari 1960.
132
Wierenga, op.cit., hlm. 317.
133
Ibid., hlm. 317-320
Sidang Pleno DPP Gerwani pada April 1961 mencatat sejumlah sukses: (a)
Januari 1961134 dan intensifikasi pekerjaan dikalangan wanita tani pada umumnya;
perjuangan untuk Irian Barat, dan membentuk Front Persatuan Perempuan; (c)
dengan diterimanya manipol oleh MPRS sebagai garis haluan Negara, Gerwani
telah bekerja keras “untuk tidak ketinggalan dalam usaha ini”, dan telah
koperasi; dan (d) telah mengadakan berbagai tempat penitipan anak, karena tanpa
ini wanita tidak mungkin ikut serta dalam semua tugas nasional itu.
menyelenggarakan pendidikan lebih lanjut, dan (b) biro konsultasi nasional untuk
membantu para kader di luar Jawa, juga kader-kader yang giat dalam masalah
perkawinan dan perceraian; serta (c) menarik lebih banyak lagi kaum ibu
Kongres IV pada Desember 1961, bahwa program kerja yang baru memerlukan
sedikit perubahan saja; karena masyarakat masih tetap setengah feodal, peraturan
IGO/B masih belum dicabut, dan Parlemen masih belum memutuskan undang-
undang perkawinan. Satu-satunya pasal dari program kerja 1957 yang dapat
dicoret hanyalah tentang bagi hasil, karena sudah berlebihan dengan adanya
134
Seminar tersebut bertujuan untuk meningkatkan sumbangan kaum
wanita tani dalam perjuangan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur,
melaksanakan Manipol, meningkatkan taraf hidup kaum wanita tani,
melaksanakan Undang-undang Bagi Hasil dan Landreform. Harian Rakjat, 19
Januari 1961.
undang-undang baru. Gerwani merasa bahwa dukungan dari Presiden Sukarno
sangat penting artinya untuk keluarga PKI, yang di dalamnya termasuk Gerwani.
yang pertama-tama ialah kesamaan hak dalam perkawinan dan pekerjaan, hak
135
Wierenga, op.cit., hlm. 325-326.
136
Harian Rakjat, 15 Desember 1961.
137
Api Kartini, Januari 1962.
mengabdi untuk jabatan terpilih dan dalam lembaga politik, dan kesamaan hak
atas tanah. Ke dua, Gerwani ikut bersama wanita tani mengatasi masalah-masalah
pada tujuan, seperti yang dirumuskan Sukarno dan Aidit, namun Gerwani masih
praktis, seperti yang telah ditetapkan dalam program perjuangannya itu. 138
orang yang tidak begitu sadar tentang soal-soal feminis, dan tidak begitu tertarik
kedua ini berpendapat bahwa organisasi akan lebih efektif jika memperluas
138
Wierenga, op.cit., hlm. 326-328.
keanggotaannya di kalangan massa, yang berangsur-angsur dan dengan kerja
keras akan ditingkatkan kesadarannya. Dalam jangka panjang khalayak yang lebih
besar akan dijangkau, meskipun soal-soal yang diangkat tidak seluruhnya dibahas
secara ideologis (baik dari sudut feminis maupun kiri) secara murni seperti yang
diinginkan. Golongan “murni” kalah dalam pertarungan ini, dan golongan yang
tidak pernah berafiliasi dengan PKI. Pada bulan Desember 1965 rencananya akan
sekali gagasan afiliasi dengan PKI akan diterima kongres, tetapi peristiwa bulan
nyata pada tingkat perorangan. Beberapa kader dengan tegas menyebutkan usaha
rumah-tangga yang umumnya dipandang nyaris sebagai tugas wanita saja. Pada
pimpinan Gerwani telah menyatakan posisi organisasi yang ada di dalam kubu
komunis, pernyataan yang dimaksud baru akan dirumuskan pada Kongres V.139
139
Ibid., hlm. 342.
Kemerosotan ekonomi, kampanye anti-Malaysia, dan polarisasi yang
semakin runcing antara PKI dan kekuatan kanan sepanjang tahun 1962 sampai 1
keluarga PKI dan sisi Soekarno) menjadi terseret di dalamnya. Dalam konfigurasi
resmi Gerwani selama periode ini ialah: perjuangan demi hak-hak wanita tidak
melawan imperialisme, maka dari itu Gerwani harus ambil bagian dalam
perjuangan untuk land reform dan konfrontasi dengan Malaysia.140 Hal ini
merupakan beberapa alasan utama terciptanya stigma Gerwani sama dengan PKI.
politik terpenting yang dilancarkan PKI, tetapi juga ada beberapa titik perselisihan
Gerwani bergeser semakin dekat dengan PKI. Perkembangan ini terbawa oleh
Tetapi sampai saat terakhir Gerwani tidak pernah secara resmi menjadi bagian
wanita PKI.
140
Ibid., hlm. 329.
Pada tahun 1964, Gerwani mulai meranang program-program kerja guna
a. Hak-hak Wanita
perkawinan campuran, hak wanita jika menjadi janda, hak wanita kaum
buruh, hak wanita dalam tata pemerintahan, hak kesehatan, hak untuk turut
b. Hak-hak Anak
Titik perhatian kedua dalam program kerja Gerwani adalah mengenai hak-
hak anak. Kehidupan anak sangat erat dalam rangkaian peran wanita dan
dalam hal ini adalah ibu. Gerwani memandang hak-hak anak tidak dapat
misalnya hak anak untuk bebas dari buta huruf, hak anak untuk mendapat
pendidikan, hak anak untuk mendapatkan hiburan yang tidak bersifat cabul
141
Lihat Lampiran A
142
Ibid.
c. Hak Demokrasi; Kemerdekaan Nasional yang Penuh; dan Perdamaian.
143
Ibid.
BAB IV
cukup berarti dengan mengangkat isu-isu kontroversial pada masanya itu. Seperti
isu hak pilih dan isu poligami. Kekritisan para wanita terhadap ketidakadilan dan
semangat bagi gerakan wanita selanjutnya. Terdapat beberapa hal penting yang
berpengaruh pada para wanita dalam organisasi Gerwani sehingga menjadi kritis
dan terkesan radikal, antara lain karena adanya kawin paksa, perceraian sepihak,
kaum wanita. Hal-hal itu merupakan bagian dari praktik sistem budaya warisan
feodal yang masih sangat melekat pada masyarakat Indonesia pada saat itu.
merupakan “Kota Merah”, kota kelahiran partai yang berideologi komunis yaitu
PKI. Banyak anggota Gerwani yang juga merupakan anggota PKI karena hanya
terhadap rakyat. Aktivitas Gerwani di kota Semarang sesuai dengan hal-hal yang
program kerja tersebut baru dibuat dan dikeluarkan pada tahun 1964, namun
144
Lampiran A
A. Aktivitas Sosial Politik
antara lain:
macam kerja tanpa dibayar yang pada hakekatnya sama dengan rodi
dan pologoro yang sangat memberatkan kaum tani. Pada waktu itu,
setitik dalam susu sebelanga. Oleh karena itu Gerwani ikut serta aktif
145
Wawancara, Sumini, mantan ketua Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia
(IPPI) cabang Pati, (Pati, tanggal 26 Mei 2009).
146
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
dalam kekuasaan Republik Indonesia. Implementasi dari program ini,
kota Semarang.147
perempuan adalah bidang ekonomi, sehingga bidang ini sangat diperhatikan oleh
diantaranya mengenai masalah lintah darat, bantuan kredit yang murah, pajak
kesehatan.
147
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 9 September 2009).
dilakukan suami terhadap istrinya, maka anggota Gerwani mendatangi
dan berbicara dengan suami tersebut. Jika suami itu tidak mau
2. Menuntut jaminan upah sama bagi buruh wanita dan laki-laki untuk
kota Semarang yang ikut aktif dalam Serikat Buruh Kereta Api.149
Pemerintah yang mengatur cuti hamil bagi buruh atau pegawai wanita
148
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
149
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
anggota Gerwani di kota Semarang adalah buruh yang bekerja di
macam kerja tanpa dibayar yang pada hakekatnya sama dengan rodi
dan pologoro yang sangat memberatkan kaum tani. Pada waktu itu,
tangan, dan pedagang kecil. Serta diperbanyak jumlah pasar dan alat
150
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 9 September 2009).
151
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
152
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
tuntutan dilaksanakannya Program Sandang-Pangan antara lain dengan
operasi “Gempa Langit III”. Markas dari operasi ini di sebuah gang
153
Wawancara, Sumaun Utomo, Ketua Umum DPP LPR-KROB
(Semarang, tanggal 25 Maret 2009).
Martian, seorang pelukis. Daerah yang menjadi sasaran operasi ini
menjadi ilham dari karya mereka. Hasil akhir dari gerakan turba ini
kota Semarang pada 14 Juni 1959. para perupa yang turut dalam
pameran ini antara lain Batara Lubis, Fadjar Sidik, Martian, Djuli
Sutrisno, Tarmizi.154
kebudayaan nasional.155
154
Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan, Lekra Tak
Membakar Buku ( Yogyakarta: Merakesumba, 2008), hlm 316-317.
155
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
kanak (TK) Melati di berbagai daerah di Indonesia, termasuk kota
Amerika. Aksi turun ke jalan dilakukan dua hari setelah acara rapat
Pada tahun 1958 anggota-anggota Gerwani mendorong kerjasama yang lebih kuat
dan erat dengan golongan kiri yang ada dalam Kowani, dengan maksud agar
156
Ketua Seksi Taman Kanak-kanak kota Semarang saat itu adalah Ibu Is
Karna. Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
157
Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan, op.cit., hlm 268.
menjadi lebih peduli untuk memperjuangkan masalah-masalah yang berhubungan
Sistem Demokrasi Terpimpin yang diterapkan pada tahun 1959 merupakan sebuah
negara.159
telah tersebar luas selama awal tahun 1960-an hingga ke desa-desa dan kota-kota
politik yang kuat karena gelisah melihat akhir dari pergolakan politik yang tengah
berlangsung itu, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang sangat anti
158
Hikmah Diniah, Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminisme
Terbesar di Indonesia (Yogyakarta: Carasvati Books, 2007), hlm. 167.
159
Usaha-usaha yang dilakukan Soekarno sejak 1960 untuk membuat
Front Nasional maupun teori yang disodorkan PKI pada tahun 1964 tentang “Dua
Aspek dalam Kekuasaan Negara Republik Indonesia” sama-sama tidak mampu
memberikan pemecahan terhadap kelemahan struktural sistem negara ini. Lihat
Robert Cribb, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 (Yogyakarta: Mata
Bangsa, 2004), hlm. 96-97.
mencapai puncaknya. Sejumlah aksi sepihak yang dilakukan oleh BTI (Barisan
sosial. Laju tingkat inflasi menyebabkan kemiskinan luar biasa. Hubungan antara
peringatan Hari Angkatan Perang tanggal 5 Oktober 1965. Para perwira tersebut
diantaranya adalah Letkol Untung bin Syamsuri, komandan salah satu dari tiga
rencana bersama Kamarusjaman alias Syam, Kepala Biro Khusus PKI (yang
September malam sampai 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan militer dibawah
komando mereka, menculik para jendral yang dipercaya sebagai anggota Dewan
Jendral. Enam jendral (tiga diantaranya dibunuh ditempat) dan seorang letnan
buaya. Tempat tersebut juga merupakan tempat latihan militer para sukarelawan
160
Salah satu organisasi massa underbow PKI.
161
Isu Dewan Jendral bersumber dari rencana pembentukan Angkatan
Kelima. Kelompok perwira AD yang tidak setuju dengan rencana tersebut dan
tidak puas dengan presiden itu disebut Dewan Jendral. Selanjutnya isu
berkembang menjadi rencana kup yang akan dilakukan oleh Dewan Jendral
terhadap presiden. Lihat Soebandrio, Kesaksianku Tentang G-30-S (Jakarta:
Tanpa Penerbit), hlm. 29.
Ganyang Malaysia, diantaranya ada anggota Gerwani dan sebagian besar anggota
Pemuda Rakyat. Para jendral yang masih hidup kemudian dibunuh, dan mayat
program ekonomi presiden dan land reform.163 Pada awalnya Gerwani merupakan
kancah kehidupan politik Indonesia, atas instruksi dari pemerintah, semua ormas
harus mencari gandulan masing-masing pada salah satu partai dalam Nasakom
atau pada golongan-golongan karya. Gerwani yang sudah merasa sangat dekat
dengat PKI berencana mengambil keputusan secara resmi untuk menyatukan diri
dengan partai pada kongres bulan Desember 1965.164 Berdasarkan pidato Umi
Sardjono, pada sidang pleno tahunan bulan Januari 1965 memutuskan perubahan
progresif .165 Sidang pleno tersebut juga memutuskan untuk mendirikan lembaga
162
Saskia E. Wierenga, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia
(Jakarta: Garba Budaya, 1999), hlm. 475-476.
163
Harian Rakjat, 14 Januari 1965.
164
Rencana ini tidak terlaksana karena telah didahului meletusnya
peristiwa G30S
165
Harian Rakjat, 28 Januari 1965.
menjadikan marxisme sebagai pelajaran dasar dalam sejumlah sekolah
Gerwani.166
dari golongan agamis terutama organisasi wanita Islam seperti Aisyah. Organisasi
Aisyah ini memandang bahwa gerakan yang dilakukan oleh Gerwani sangat
bertentangan dengan kodrat wanita terutama dari sudut pandang Islam. Gaya
organisasi wanita yang masih menggunakan gaya hidup tradisional dan feodal.167
Peristiwa G30S
masyarakat merasakan suhu politik sangat tinggi. Bahkan masih banyak warga
simpang siur. Kodisi sosial politik pun masih relatif tenang, hanya muncul saling
curiga antar anggota masyarakat, partai atau organisasi yang berbeda.168 Meskipun
mulut, mengatakan bahwa penculik dan pembunuh para jendral adalah PKI,
166
Harian Rakjat, 4 Maret 1965.
167
Diniah, op.cit., hlm. 168-169.
168
Wawancara, Indarsih, mantan anggota Gerwani cabang Semarang
(Semarang, 8 Juni 2009).
namun tidak ada tindakan apa pun yang dilakukan oleh partai atau organisasi
yang terdiri dari beberapa kompi RPKAD langsung dikirim dari Jakarta pada 17
Oktober 1965, dan tiba di Semarang pada 18 Oktober 1965. Keesokan harinya,
disinyalir menjadi anggota atau simpatisan PKI dan diduga terlibat dalam
di Jakarta diserang, bangunannya dirusak dan dibakar oleh massa yang marah
Soeharto.
169
John Roosa, et al., Tahun yang Tak Pernah Berakhir: Memahami
Pengalaman Korban 65 (Jakarta: Elsam, 2004) hlm. 27-29.
170
Soebandrio, op.cit., hlm.75.
Pada tanggal 16 Oktober 1965 Presiden Soekarno mengangkat Soeharto
(KAMI). KAMI lantas sering berdemo dengan didukung oleh pasukan RPKAD
dan Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).171 Selama bulan Oktober dan
kebencian rakyat terhadap PKI dan para pendukungnya. Foto-foto yang diambil
dari pengangkatan jenazah ketujuh korban yang dibantai itu dipertontonkan secara
menyebutkan bahwa para jendral itu sudah mengalami kekerasan seksual dan
dicincang oleh para anggota Gerwani.172 Rakyat didorong untuk tidak memberi
Isu yang beredar menyebar dengan cepat, menyebutkan bahwa bangsa ini
baru saja terhindar dari pembersihan massal yang direncanakan oleh PKI
171
Ibid., hlm.76.
172
Mulai tanggal 2 Oktober 1965 Soeharto melakukan pembredelan
(larangan terbit) tanpa hak kepada semua surat kabar kecuali harian Berita Yudha
dan Angkatan Bersenjata yang digunakan sebagai media propaganda. Lihat Forum
Kerjasama LPR-KROB, LPKP 65, PAKORBA, Ringkasan Fakta Kebenaran:
Korban Tragedi 1965 (Jakarta: Forum Kerjasama LPR-KROB, LPKP 65,
PAKORBA, 2005), hlm. 35.
173
Terbunuhnya seorang putri Jendral Nasution yang masih kecil, Ade
Irma Suryani, yang terluka parah hingga meninggal dalam usaha untuk menculik
Nasution pada peristiwa G 30 S.
terhadap orang-orang antikomunis.174 Komando militer yang dipimpin oleh
Puluh (Gestapu). Istilah ini diduga dilontarkan oleh direktur harian Angkatan
yaitu nama suatu kesatuan polisi rahasia Jerman semasa Hitler berkuasa dan
sambil bertelanjang menari-nari (disebut tarian harum bunga) yang dilakukan oleh
wanita-wanita “murtad, keji, dan bagian dari organisasi komunis gila, yang telah
menjadi tangan utama dalam penyiksaan dan pembunuhan para jendral”. Pada saat
itu memang sejumlah sukarelawan wanita Pemuda Rakyat dan Gerwani berada di
pusat latihan di dekat pangkalan Angkatan Udara Halim dalam rangka membantu
partai, dalam hal ini PKI, memerlukan beberapa tenaga untuk kepentingannya,
174
Robert Cribb, op.cit., hlm. 86.
175
Sejak tahun 1970 istilah Gestapu pada umumnya diganti dengan G 30
S. Ibid., hlm. 84.
176
Sudjinah, Terempas Gelombang Pasang (Jakarta: Pustaka Utan Kayu,
2003), hlm. x.
177
Salah satu organisasi massa underbow PKI.
178
Wierenga, op.cit., hlm. 498.
maka Gerwani selalu siap mengutus anggotanya.179 Di sisi lain, pimpinan pusat
anggota yang ada di daerah untuk ikut dalam gerakan tersebut.180 Sukarelawati
yang pernah melakukan latihan di Halim bukan hanya Gerwani, tetapi juga wanita
dari organisasi lain yang tergabung dalam anggota Front Nasional (di antaranya
Perwari, Wanita Marhaen, Wanita Islam, Aisyah, dan Muslimat), yang melakukan
adalah sebagian besar dari anggota Pemuda Rakyat, selebihnya adalah beberapa
orang anggota Gerwani, SOBSI, BTI, dan beberapa istri prajurit Cakrabhirawa.181
Berdasarkan cerita dari salah satu istri prajurit Cakrabhirawa, Gerwani dan
sukarelawati yang ada di Lubang Buaya pada peristiwa itu tidak pernah
Menurut keterangan dari pihak militer AD, pada tanggal 1 Oktober 1965
179
Diniah, op.cit., hlm. 175-176.
180
Sulami, Perempuan-Kebenaran dan Penjara: Kisah Nyata Wanita yang
Dipenjara 20 Tahun Karena Tuduhan Makar dan Subversi (Jakarta: Cipta Lestari,
1999), hlm. 2-3.
181
Diniah, op.cit., hlm. 178.
182
Wierenga, op.cit., hlm. 504.
183
Pihak militer AD menganggap bahwa PKI, yang memiliki simpatisan
dalam tubuh AD, adalah dalang dari peristiwa G 30 S. Anonim, Sirnaning Jekso
Muncul banyak reaksi dari PKI dan ormas-ormasnya. Reaksi dari Dewan
Oktober 1965 di Semarang. Rapat tersebut dihadiri oleh golongan Islam, Katholik,
dan Sad Tunggal Jawa Tengah.186 Setelah rapat selesai, kemudian dilanjutkan
papan-papan nama PKI dan ormas-omasnya. Seusai pawai bubar terjadi insiden
antara beberapa Pemuda Islam yang kebetulan lewat depan kantor Comite Daerah
anggota PKI dan dianiaya sehingga terluka dan dibawa ke rumah sakit.187
Islam Indonesia (PMII). Dalam pertemuan tersebut telah disepakati adanya tekad
Pada hari Rabu dan Kamis tanggal 20 dan 21 Oktober 1965 terjadi
sebagai bahan bukti atas keterlibatan PKI dalam G 30 S. Massa yang tidak
terkendali marahnya itu menyerbu gedung CDB-PKI yang terletak di jalan Imam
sepanjang jalan, massa yang semakin banyak meneriakkan Hidup Bung Karno,
Hidup ABRI, Hidup RPKAD, Ganyang G 30 S, dan terdengar pula seruan Allahu
Akbar. Mereka terus berjalan dan berbaris teratur menuju gedung Comite Kota –
jalan Pemuda. Massa yang sudah habis kesabarannya mengeluarkan isi gedung
dan dibakar di luar. Gerakan yang semula dilakukan oleh para pemuda, menjadi
semakin besar dengan ikutnya anak-anak sekolah dan buruh-buruh yang hari itu
188
Suara Merdeka, tanggal 16 Oktober 1965.
189
Suara Merdeka, tanggal 21 Oktober 1965.
Selanjutnya gerakan massa mendatangi Serikat Buruh Kereta Api (SBKA)
di jalan Tamrin, mengeluarkan isi kantor tersebut dan dibakar di tengah jalan.
Kantor Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) di Kebon Sayur juga
lewati, gerakan massa telah mencabuti papan-papan nama PKI, Pemuda Rakyat,
benar tertuju pada tempat-tempat PKI. Para demonstran telah membakar buku-
beranggapan melalui media pers tersebut PKI dapat menyebarkan faham dan
gambar D.N. Aidit yang diketemukan di gedung CK-PKI jalan Pemuda telah
mata dan telinganya. Foto-foto D.N. Aidit yang tergambar bersama tokoh-tokoh
dikeluarkan isinya, kemudian dibakar di luar. Rumah yang dirusak antara lain
rumah Tio Sek Kee, pemilik perusahaan rokok Prau Layar, di jalan Dr. Cipto.
190
Ibid.
penyokong kebutuhan ekonomi PKI. Massa mengeluarkan barang-barang mewah,
antara lain dua buah mobil pick up, piringan hitam, tape recorder, mesin jahit,
empat buah TV, dan lain-lain. Semua barang tersebut dibakar dengan mendapat
sambutan meriah dari rakyat yang menyaksikan. Pada hari yang sama, massa yang
bergerak juga menyerbu pabrik rokok Pak Tani yang kemudian dibakar.
Disamping itu dua buah kendaraan Humel dan sebuah sepeda motor juga ikut
oleh massa dinyatakan sebagai milik Front Pemuda. Sampai petang hari gerakan
massa masih terus bergerak. Mereka mencari rumah-rumah pemimpin PKI Jawa
Tengah dan Kota Semarang, yakni Musaji dan Hadi Susanto di jalan Erlangga,
Rewang di jalan Sompok, serta Maspain dan Tjokro Harsojo di jalan Mangga.
Begitu pula dengan rumah Tan Swie Tjam di Peterongan dan rumah RK
Kampung Jeruk, Mustajab. Isi rumah para tokoh partai ini dikeluarkan kemudian
1965. Beberapa bangunan milik PKI maupun ormas-ormasnya yang masih utuh
mendapat giliran untuk dirusak dan dibakar. Sasaran dari gerakan yang dilakukan
golongan nasionalis dan agama ini adalah pabrik rokok Prau Layar di jalan
Siliwangi. Empat buah truk milik pabrik tersebut yang berada di luar gedung telah
digulingkan di pinggir jalan dan kemudian dibakar. Selain itu gedung sekolah di
191
Ibid.
jalan Gajah Mada, rumah makan Lido di jalan Pemuda, Toko Semarang di jalan
Pemuda, toko sepeda, pengusaha becak Aroma di depan masjid besar Kauman
wanita. Setelah masuk tahanan sering kali kekerasan dalam bentuk pelecehan
seksual dan pemerkosaan mereka alami. Bentuk represi yang dialami anggota-
anggota Gerwani kota Semarang terjadi pada kurun waktu bulan Oktober tahun
aparat keamanan, namun dilakukan juga oleh warga sipil anggota beberapa
organisasi massa, seperti Ansor dan Pemuda Marhaen. Kelompok sipil ini
bertindak atas kemauan sendiri karena terprovokasi oleh propaganda tentara yang
disebarkan melalui media massa.195 Kantor Gerwani kota Semarang yang berada
192
Ibid
193
Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
194
Tidak semua tahanan wanita dipindahkan ke Plantungan, hanya tokoh
Gerwani berpengaruh yang dipindah ke sana. Sementara tahanan lainnya
dibebaskan dengan syarat dikenai wajib lapor (ada yang seminggu sekali dan
sebulan sekali). Wawancara, Tumini Khadim, mantan pengurus Gerwani Cabang
Semarang, (Semarang, tanggal 8 Juni 2009).
195
Roosa, op.cit., hlm 34.
di jalan Pemuda menjadi sasaran amuk massa, antara lain dengan membakar
antikomunis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang kebanyakan berasal dari
Gerwani di kota Semarang memiliki pola-pola yang hampir sama dengan daerah
lain, yaitu para anggota Gerwani yang ditangkap ini pertama kali dikumpulkan di
dijadikan kamp ini ada yang semula adalah gedung sekolah milik Baperki (Badan
atau kecamatan juga dilakukan interograsi disertai penyiksaan. Lalu dari masing-
196
Wawancara, Indarsih, mantan anggota Gerwani cabang Semarang
(Semarang, 8 Juni 2009).
197
Robert Cribb, op.cit., hlm. 87-88.
masing kelurahan/kecamatan, para Gerwani ini dibawa ke kamp Beteng
Pada bulan Desember 1965 hingga bulan Maret 1966 cara penanganan
dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh negara bergeser dari pembantaian-
dilakukan melalui aparat Kopkamtib. Peralihan kekuasaan negara dari Orde Lama
ke Orde Baru berakhir pada bulan Maret 1966, saat Presiden Soekarno terpaksa
menanda tangani surat yang terkenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret
dekrit atas nama presiden yang menyatakan bahwa PKI adalah ilegal dan
berafiliasi di bawahnya.200
198
Wawancara, Indarsih, mantan anggota Gerwani cabang Semarang
(Semarang, 11 September 2009) dan Heryani Busono (mantan Anggota HSI
/Himpunan Sarjana Indonesia), Semarang, tanggal 12 September 2009.
199
Ibid., hlm. 91.
200
Lampiran B.
BAB V
SIMPULAN
Para wakil enam organisasi wanita berkumpul di Semarang pada 4 Juni 1950
tunggal, yaitu Gerwis. Enam organisasi tersebut ialah Rukun Putri Indonesia
(Rupindo) dari Semarang, Persatuan Wanita Sedar dari Surabaya, Isteri Sedar dari
Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, Wanita Madura dari
Madura, dan Perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruan. Kota Semarang
dipilih sebagai basis Gerwis, karena secara historis merupakan “Kota Merah”. Di
kota inilah lahirnya PKI. Pemimpin Gerwis yang sangat terkemuka, Ibu
Munasiah, yang berbicara dengan garangnya dalam Kongres PKI 1924 dan
dibuang ke Digul, berasal dari kota ini. Kongres Gerwis pertama kali
diambil pada Kongres I ialah mengecilkan sayap feminis di dalam organisasi dan
Kongres II bulan Maret 1954 di Jakarta bertema hak-hak wanita dan anak-anak,
tersebut baru dibuat dan dikeluarkan pada tahun 1964, namun sebelumnya sudah
barang pokok. Selain itu Gerwani kota Semarang juga membentuk beberapa
Kaum wanita yang merupakan anggota Gerwani dan yang dituduh sebagai
pelecehan seksual dan perkosaan terhadap tapol wanita dalam tahanan seringkali
terjadi pada kurun waktu bulan Oktober tahun 1965. Proses penangkapan anggota
masing baru kemudian dibawa ke penjara wanita Bulu selama kurang lebih 5
Cribb, Robert. Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 (Yogyakarta: Mata
Bangsa, 2004)
Departemen P dan K, Geografi Budaya Daerah Jawa Tengah (Semarang: Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan Departemen P dan K, 1977)
Kartodirdjo, Sartono. et al. Sejarah Nasional Indonesia IV. (Jakarta: P&K, 1977).
Pane, Armijn. Habis Gelap Terbitlah Terang (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
Roosa, John. et al., Tahun yang Tak Pernah Berakhir: Memahami Pengalaman
Korban 65 (Jakarta: Elsam, 2004)
Shadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1982)
Siregar, Bakri. “Telah Lahir Suatu Angkatan: Sebuah Tinjauan Sastra”, dalam
Prisma. No. 2. Februari 1980.
Yuliantri, Rhoma Dwi Aria dan Muhidin M Dahlan, Lekra Tak Membakar Buku
(Yogyakarta: Merakesumba, 2008)
DAFTAR INFORMAN
Umur : 80 tahun
Umur : 76 tahun
3. Nama : Sumini
Umur : 63 tahun
Umur : 77 tahun
Umur : 80 tahun
Umur : 78 tahun
Umur : 75 tahun
8. Nama : Rondiyah
Umur : 74 tahun
Alamat : Semarang
9. Nama : Ragil
Umur : 74 tahun
Umur : 70 tahun
Hak-hak Wanita:
1. Hak sama dengan laki-laki dalam semua lapangan supaya dijamin, sesuai dengan pasal
27 Undang-undang Dasar 1945 RI yang menjamin kedudukan dan hak sama bagi
warganegara wanita dan laki-laki. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang
memungkinkan berlakunja diskriminasi bagi kaum wanita supaja dihapus. Dilaksanakanja
Undang-undang No. 68 tahun 1959 tentang persetujuan Konvensi Hak-hak Politik bagi
Wanita.
3. Hak sipil bagi wanita supaya dijamin dan dilaksanakan, misalnya dalam perkawinan
campuran supaya kaum wanita berhak memilih kewarganegaraannya sendiri sesuai
dengan Undang-undang kewarganegaraan.
4. Supaya PP 19 tahun 1952 diganti dengan Peraturan Pensiun Janda dan Yatim Piatu
yang adil, dan pengeluaran pensiun supaya dipermudah.
8. Dilaksanakan keamanan dan keselamatan kerja bagi buruh atau pegawai wanita dan
diadakannya tempat penitipan baji yang memenuhi syarat kesehatan, Taman Kanak-
kanak, diperusahaan Pemerintah dan swasta dan jawatan-jawatan yang banyak buruh atau
pegawai wanitanya.
12. Mendesak supaya Pemerintah segera mewujudkan otonomi tingkat III yang menjamin
ikut-sertanya wanita tani dalam lembaga-lembaga pemerintah otonomi tingkat III dan
supaya diadakan pemilihan-pemilihan secara periodik.
13. Mengharap para pejabat sungguh-sungguh merealisasi hak milik atas tanah bagi
wanita tani atas namanya sendiri seperti yang tercantum dalam pasal 9 UU Agraria No.
5/1960.
16. Pemerintah supaya mewajibkan lintah darat mendaftarkan diri dan mengharuskan
menurunkan bunga uang pinjaman dan hutang-hutang kepada lintah darat, yang tidak
mendaftarkan harus dianggap tidak sah.
17. Supaya kepada kaum tani, kaum nelayan, tukang-tukang pekerja tangan, pedagang
kecil diberi bantuan kredit yang murah, mudah, dan panjang oleh Pemerintah. Serta
diperbanyak jumlah pasar-pasat dan alat perhubungan yang mudah dan murah, terutama
diluar Jawa, untuk memuidahkan pengangkutan, penjualan dan perbelanjaan kebutuhan
sehari-hari. Mengusahakan berdirinya koperasi-koperasi Tani dan Nelayan sampai ke
desa-desa.
18. Pajak-pajak negara yang sangat memberatkan beban rumah tangga supaya
diringankan, tunggakan pajak bumi, setoran paksa, sistim pologoro, rodi, supaya
dihapuskan dan nasib Pamong Desa supaya diperbaiki.
19. Supaya segera diadakan Undang-undang 1192 Kesejahteraan kaum nelayan beserta
keluarganya, dan Undang-undang Bagi Hasil Nelayan.
20. Segera dilaksanakannya Proqram Sandang-Pangan dengan diadakan pengendalian
harga barang-barang pokok kebutuhan hidup sehari-hari terutama bahan makanan dan
pakaian, dengan diadakannya Dewan-dewan Pertimbangan Distribusi mengikutsertakan
wakil-wakil organisasi, terutama Buruh, Tani dan Wanita. Supaya Pemerintah mengambil
tindakan tegas dan keras terhadap orang-orang yang melakukan penimbunan dan
spekulasi-spekulasi, dan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mencukupi persediaan
bahan pokok serta melaksanakan distribusi secara mudah, murah, dan merata, dengan
jalan melewati koperasi-koperasi, RK-RK, RT-RT.
21. Anggaran belanja untuk kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak supaya diperbesar.
Balai-balai pengobatan, klinik-klinik persalinan, biro-biro konsultasi dan BKIA-BKIA
(Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak) serta jumlah bidan-bidan supaya diperbanyak sampai
ke kecamatan-kecamatan. Pendidikan bagi dukun-dukun baji serta pendidikan kesehatan
Rakjat supaya diperluas dan diadakan peraturan tarif dokter/Bidan, yang ringan dan harga
obat-obatan yang murah, sesuai dengan Keputusan MPRS.
22. Mendesak aqar supaya segala bentuk dan perwujudan ebudayaan dan Kesenian
menjadi milik seluruh Rakjat dan menjinarkan sifat-sifat nasional.
Hak-hak Anak:
23. Anggaran belanja PD&K. supaya ditambah. Gedung-gedung sekolah yang memenuhi
syarat kesehatan, sekolah-sekolah kejuruan supaya diperbanyak, dan usaha
pemberantasan Buta Huruf serta meningkatkan taraf kebudayaan nasional diperluas
sesuai dengan keputusan MPRS.
24. Bagi para pemuda dan anak-anak supaya ada jaminan untuk mendapatkan pendidikan
yang sesuai dengan bakatnya.
26. Taman Kanak-kanak supaya diperluas dan diberi bantuan oleh Pemerintah.
27. Jumlah taman-taman bermain bagi anak-anak diadakan serta diperbanyak.
28. Perederan film, penerbitan cabul yang mempropagandakan kejahatan dan perang,
supaya dilarang dan dijimin perluasan film/penerbitan yang bersifat mendidik, dan sesuai
dengan perkembangan jiwa anak-anak.
Keamanan/Hak-hak Demokrasi:
30. Hak-hak dan kebebasan demokrasi bagi Rakjat diseluruh daerah-daerah untuk
menjamin ikut-sertanya Rakjat dalam melaksanakan pembangunan Nasional Semesta
Berencana.
31. Ikutserta aktif dalam perjuangan Pembebasan Irian Barat serta pengembalian kedalam
kekuasaan Republik Indonesia.
Perdamaian: